Anda di halaman 1dari 4

ORGANISASI DAN TEORI MANAJEMEN

UJIAN AKHIR SEMESTER


STUDI KASUS “JIWASRAYA”

Disusun Oleh :

TUNCAY TOSUN S412008042

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2021
Tentang Jiwasraya

Asuransi Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia yang


merupakan cikal bakal dari perusahaan asuransi jiwa milik Belanda NILLMIJ van 1859, yang
akhirnya dinasionalisasikan dan menjadi milik negara pada tahun 1960. Setelah beberapa kali
mengalami perubahan nama, PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan satu-satunya
perusahaan Asuransi Jiwa milik pemerintah Republik Indonesia (BUMN) dan saat ini
merupakan perusahaan Asuransi Jiwa lokal terbesar di Indonesia.

Jiwasraya memiliki beragam produk baik individu maupun grup/kumpulan dan selalu
mengalami perkembangan dan peningkatan, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
masyarakat. Untuk memberikan layanan prima bagi pemegang polisnya, saat ini Jiwasraya
memiliki Kantor Pusat Bancassurance & Strategi Aliansi, Kantor Pusat Program Manfaat
Karyawan, 14 Kantor Wilayah, 71 Kantor Cabang, dan 494 Unit Kerja Area dengan
dukungan 15 ribu agen diseluruh Indonesia.

Kinerja dan performa perusahaan yang baik, terbukti menghantarkan Jiwasraya


mampu meraih beberapa penghargaan bergengsi di tahun 2015 antara lain : The 1st
Champion of Indonesia Original Brand SWA Award, Infobank Insurance Award kategori
Asuransi dengan kinerja SANGAT BAGUS selama tahun 2010-2014, Top IT Implementation
on Insurance Sector 2015, serta Penghargaan Rekor MURI untuk salah satu kegiatan
Corporate Social Responsibiliy (CSR) perusahaan dalam rangka HUT Ke 156 Jiwasraya.

Analisis Kasus

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah menjadi sorotan masyarakat. Asuransi jiwa


tertua di Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat
negatif Rp23,92 triliun pada September 2019. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang
sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali sehat. Ternyata, kasus Jiwasraya merupakan puncak
gunung es yang baru mencuat. Jika dirunut, permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun
2000-an. Berikut kronologi kasus Jiwasraya:

Oktober-November 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik.


Perseroan mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving
Plan sebesar Rp802 miliar. Pada November, pemegang saham menunjuk Hexana Tri
Sasongko sebagai Direktur Utama menggantikan Asmawi Syam. Hexana mengungkap
Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas
(RBC) 120 persen. Tak hanya itu, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun,
sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun. Akibatnya, ekuitas Jiwasraya negatif
sebesar Rp27,24 triliun. Sementara itu, liabilitas dari produk JS Saving Plan yang bermasalah
tercatat sebesar Rp15,75 triliun.

November 2019, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir


mengaku melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal
itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang
dinilai tidak transparan. Kementerian BUMN juga mensinyalir investasi Jiwasraya banyak
ditaruh di saham-saham gorengan. Hal ini yang menjadi satu dari sekian masalah gagal bayar
klaim Asuransi Jiwasraya. Selain Kejagung, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta juga
menaikkan status pemeriksaan dari penyelidikan menjadi penyidikan pada kasus dugaan
korupsi.

Desember 2019: Penyidikan Kejagung terhadap kasus dugaan korupsi Jiwasraya


menyebut ada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Jaksa Agung ST
Burhanuddin bahkan mengatakan Jiwasraya banyak menempatkan 95 dana investasi pada
aset-aset berisiko Imbasnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memantau
perkembangan penanganan perkara kasus dugaan korupsi di balik defisit anggaran Jiwasraya
Selain itu, Kejagung meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan
HAM mencekal 10 nama yang diduga bertanggung jawab atas kasus Jiwasraya, yaitu: HH,
BT, AS, GLA, ERN, MZ, DW, HR, HP, dan DYA.

Pada Rabu (8/1), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan pernyataan


resmi terkait skandal Jiwasraya. Salah satunya, laba perseroan sejak 2006 disebut semu
karena melakukan rekayasa akuntansi (window dressing). Hasil pemeriksaan BPK akan
menjadi dasar bagi Kejagung mengambil putusan terhadap orang-orang yang bertanggung
jawab atas kondisi Jiwasraya.

Kesimpulan

Akibat dari kasus Jiwasraya yang sudah berbuntut sejak lama tersebut dapat dirasakan
dampak yang terjadi baik untuk internal perusahaan Jiwasraya dan juga untuk pihak
eksternalnya sebagai berikut
Internal

● Reputasi perusahaan tercoreng dan segala operasional harus dihentikan


● Kerusakan masif
● Kepercayaan customer terhadap jiwasraya hilang’Pemutusan hubungan kerja dengan
berbagai pihak termasuk hukuman pidana terhadap pihak-pihak yang terlibat
● Banyak aset jiwasraya terbengkalai
● Dampak perekonomian bagi Asuransi Jiwasraya dan juga bagi negara yang bernilai
triliunan

Eksternal

● Hilangnya kepercayaan terhadap perusahaan asuransi di Indonesia


● Kerugian finansial para nasabah
● Mencoreng nama baik BUMN

Selain itu banyak juga pelajaran yang dapat diambil dari kasus PT Jiwasraya ini
dilihat dari berbagai aspek dan juga dikaitkan dengan core value perusahaan BUMN yaitu
AKHLAK yang sudah diterapkan dan menjadi core value untuk semua perusahaan BUMN :

● Perlunya segregation of duties (pemisahan tugas) sehingga bisa mencegah terjadinya


kecurangan
● Perlunya pengawasan dan pembinaan yang intensif oleh lembaga-lembaga keuangan
dan audit
● Perlunya pertimbangan yang kuat dan analisa yang tepat dalam hal mengelola saving
plan untuk kepentingan perusahaan (investasi).
● Penerapan Good Corporate Governance pada PT Jiwasraya yang harus lebih
diperhatikan dan diperkuat
● Diperlukan early warning system yang lebih baik di otoritas pengawas (OJK) di
perusahaan.
● Diperlukannya implementasi core values AKHLAK di setiap kegiatannya.

Anda mungkin juga menyukai