Anda di halaman 1dari 4

NAMA : SULIS MEGAWATI

NIM : 18441557

KELAS : AKUNTANSI PROSUS

MATKUL : TEORI AKUNTANSI DIPANDANG SEBAGAI SAINS

STUDI KASUS MANIPULASI LABA PT ASURANSI JIWASRAYA (AJS)

1. Pokok permasalahan

Pokok permasalahan dari PT Asusransi Jiwasraya adalah adanya


pencatatan laba pada tahun 2006, yang pada kenyataan nya laba tersebut
hanyalah laba semu alias laporan keuangan dimanipulasi dari rugi menjadi
untung. Akibat dari rekayasa akuntansi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan
keuangan 2006-2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat
diyakini kebenarannya. Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp5,7 triliun
pada 2008 dan Rp6,3 triliun pada 2009.

Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan surplus


sebesar Rp1,3 triliun pada akhir 2011. Namun, Kepala Biro Perasuransian Isa
Rachmatawarta menyatakan metode reasuransi merupakan penyelesaian
sementara terhadap seluruh masalah. Sebab, keuntungan operasi dari
reasuransi cuma mencerminkan keuntungan semu dan tidak memiliki
keuntungan ekonomis. Laporan keuangan Jiwasraya 2011 disebut tidak
mencerminkan angka yang wajar.

Pada 2012, Bapepam-LK memberikan izin produk JS Proteksi Plan pada


18 Desember 2012. JS Proteksi Plan dipasarkan melalui kerja sama dengan
bank (bancassurance). Produk ini ikut menambah sakit perseroan lantaran
menawarkan bunga tinggi, yakni 9 persen hingga 13 persen.

Kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan keuangan


Jiwasraya pada 2017 positif dengan raihan pendapatan premi dari produk JS
Saving Plan mencapai Rp21 triliun. Selain itu, perseroan meraup laba Rp2,4
triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016.
Pada 2018, BPK mengungkapkan bahwa Jiwasraya rugi Rp. 15,3 triliun.
Hingga November 2019, Jiwasraya memiliki negatif Equity sebesar Rp. 27,2
triliun. Hasil penjualan produk saving plan sejak 2015 diinvestasikan ke
saham perusahaan yang memiliki kinerja kurang baik, sehingga
menyebabkan gagal bayar.

Persoalan PT Asuransi Jiwasraya menjadi pembahasan hangat.


Kejaksaan Agung terus mendalami penanganan perkara dan meminta
pertanggungjawaban pihak-pihak terkait. Terbaru, sejumlah saksi dipanggil
untuk penyelidikan. Meski masih proses pendalaman perkara, sudah ada
dilakukan pencekalan ke luar negeri.

Skandal Jiwasraya telah masuk ke ranah penyidikan di Kejaksaan


Agung. Berdasarkan dugaan awal, ada potensi kerugian negara senilai Rp
13,7 triliun dalam kasus ini. Salah satu yang menjadi sorotan adalah
penempatan 95 persen saham di perusahaan berkinerja buruk.

2. Latar belakang masalah


Jiwasraya merupakan badan usaha milik negara yang bergerak di
bidang asuransi. Jiwasraya dibangun dari sejarah panjang. Bermula
dari NILLMIJ, Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente
Maatschappij van 1859, tanggal 31 Desember 1859. Perusahaan asuransi
jiwa yang pertama kali ada di Indonesia (Hindia Belanda waktu itu) didirikan
dengan akta Notaris William Hendry Herklots Nomor 185. Tanggal 17
Desember 1960 NILLMIJ van 1859 dinasionalisasi berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 tahun 1958 dengan mengubah namanya menjadi PT
Perusahaan Pertanggungan Djiwa Sedjahtera.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 214 tahun 1961,
tanggal 1 Januari 1961, 9 (sembilan) perusahaan asuransi jiwa milik Belanda
dengan inti NILLMIJ van 1859 dilebur menjadi Perusahaan Negara Asuransi
Djiwa Eka Sedjahtera. 4 (empat) tahun kemudian tepatnya tanggal 1 Januari
1965 berdasarkan Keputusan Menteri PPP Nomor BAPN 1-3-24, nama
Perusahaan negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera diubah menjadi
Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Djasa Sedjahtera.
Anggaran Dasar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah beberapa kali
diubah dan ditambah, terakhir dengan Akta Notaris Netty Maria Machdar, SH.
Nomor 74 tanggal 18 Nopember 2009 sebagaimana surat Penerimaan
Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-AH.01.10.01078 tanggal 15
Januari 2010, dan Akta Nomor 155 tanggal 29 Agustus 2008 yang telah
mendapatkan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia sesuai Surat Keputusan Nomor AHU-96890.AH.01.02 tahun 2008
tanggal 16 Desember 2008.
Kasus Jiwasraya ini bermula dari 2018, direksi baru Jiwasraya
melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian
BUMN. Indikasi kejanggalan itu betul, karena hasil audit Kantor Akuntan
Publik (KAP) Pricewaterhouse Coopers (PwC) atas laporan keuangan 2017
mengoreksi laporan keuangan interim dari laba sebesar Rp2,4 triliun menjadi
hanya Rp428 miliar.

3. Pembahasan

Setiap perusahaan menggunakan laporan keuangan untuk melihat


bagaimana kondisi perusahaan selama periode tertentu. Laporan keuangan
memiliki beberapa data di dalamnya seperti faktur, bon, nota kredit, laporan,
bank dan lain sebagainya. Sumber data tersebut diolah agar menjadi laporan
keuangan yang jelas dan detail. Setiap data transaksi yang tercatat akan
menjadi bukti keabsahan transaksi dalam bisnis selama periode tertentu. Ini
adalah salah satu alasan pentingnya laporan keuangan dibuat oleh
perusahaan. Termasuk di dalam nya terdapat pencatatan laba perusahaan.

Terkait dengan kasus yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya, Badan


Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan Jiwasraya melakukan rekayasa
akuntansi (window dressing). Perusahaan melakukan manipulasi data
kerugian menjadi laba perusahaan.

pada 2017 perusahaan mencatatkan laba sebesar Rp 360,6 miliar.


Namun, perseroan mendapatkan opini kurang wajar karena adanya
kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun. Pada 2018 BPK
mengungkapkan bahwa Jiwasraya rugi Rp 15,3 triliun. Hingga November
2019, Jiwasraya memiliki negatif equity sebesar Rp 27,2 triliun.

Kasus manipulasi laba yang dilakukan oleh PT Jiwasraya termasuk


dalam salah satu contoh kasus teori akuntansi dipandang sebagai Sains.
Akuntansi sebagai sains menjelaskan fenomena akuntansi secara objektif,
apa adanya, dan bebas nilai. Menjelaskan dalam aksioma, prinsip umum,
hipotesis, penyimpulan berdasaroleh kaidah ilmiah. 

Anda mungkin juga menyukai