STUDI KASUS MANIPULASI LABA PT ASURANSI JIWASRAYA (AJS)
1. Pokok permasalahan
Pokok permasalahan dari PT Asusransi Jiwasraya adalah adanya
pencatatan laba pada tahun 2006, yang pada kenyataan nya laba tersebut hanyalah laba semu alias laporan keuangan dimanipulasi dari rugi menjadi untung. Akibat dari rekayasa akuntansi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan 2006-2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp5,7 triliun pada 2008 dan Rp6,3 triliun pada 2009.
Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan surplus
sebesar Rp1,3 triliun pada akhir 2011. Namun, Kepala Biro Perasuransian Isa Rachmatawarta menyatakan metode reasuransi merupakan penyelesaian sementara terhadap seluruh masalah. Sebab, keuntungan operasi dari reasuransi cuma mencerminkan keuntungan semu dan tidak memiliki keuntungan ekonomis. Laporan keuangan Jiwasraya 2011 disebut tidak mencerminkan angka yang wajar.
Pada 2012, Bapepam-LK memberikan izin produk JS Proteksi Plan pada
18 Desember 2012. JS Proteksi Plan dipasarkan melalui kerja sama dengan bank (bancassurance). Produk ini ikut menambah sakit perseroan lantaran menawarkan bunga tinggi, yakni 9 persen hingga 13 persen.
Kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan keuangan
Jiwasraya pada 2017 positif dengan raihan pendapatan premi dari produk JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun. Selain itu, perseroan meraup laba Rp2,4 triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016. Pada 2018, BPK mengungkapkan bahwa Jiwasraya rugi Rp. 15,3 triliun. Hingga November 2019, Jiwasraya memiliki negatif Equity sebesar Rp. 27,2 triliun. Hasil penjualan produk saving plan sejak 2015 diinvestasikan ke saham perusahaan yang memiliki kinerja kurang baik, sehingga menyebabkan gagal bayar.
Persoalan PT Asuransi Jiwasraya menjadi pembahasan hangat.
Kejaksaan Agung terus mendalami penanganan perkara dan meminta pertanggungjawaban pihak-pihak terkait. Terbaru, sejumlah saksi dipanggil untuk penyelidikan. Meski masih proses pendalaman perkara, sudah ada dilakukan pencekalan ke luar negeri.
Skandal Jiwasraya telah masuk ke ranah penyidikan di Kejaksaan
Agung. Berdasarkan dugaan awal, ada potensi kerugian negara senilai Rp 13,7 triliun dalam kasus ini. Salah satu yang menjadi sorotan adalah penempatan 95 persen saham di perusahaan berkinerja buruk.
2. Latar belakang masalah
Jiwasraya merupakan badan usaha milik negara yang bergerak di bidang asuransi. Jiwasraya dibangun dari sejarah panjang. Bermula dari NILLMIJ, Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van 1859, tanggal 31 Desember 1859. Perusahaan asuransi jiwa yang pertama kali ada di Indonesia (Hindia Belanda waktu itu) didirikan dengan akta Notaris William Hendry Herklots Nomor 185. Tanggal 17 Desember 1960 NILLMIJ van 1859 dinasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958 dengan mengubah namanya menjadi PT Perusahaan Pertanggungan Djiwa Sedjahtera. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 214 tahun 1961, tanggal 1 Januari 1961, 9 (sembilan) perusahaan asuransi jiwa milik Belanda dengan inti NILLMIJ van 1859 dilebur menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera. 4 (empat) tahun kemudian tepatnya tanggal 1 Januari 1965 berdasarkan Keputusan Menteri PPP Nomor BAPN 1-3-24, nama Perusahaan negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera diubah menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Djasa Sedjahtera. Anggaran Dasar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Akta Notaris Netty Maria Machdar, SH. Nomor 74 tanggal 18 Nopember 2009 sebagaimana surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-AH.01.10.01078 tanggal 15 Januari 2010, dan Akta Nomor 155 tanggal 29 Agustus 2008 yang telah mendapatkan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sesuai Surat Keputusan Nomor AHU-96890.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 16 Desember 2008. Kasus Jiwasraya ini bermula dari 2018, direksi baru Jiwasraya melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN. Indikasi kejanggalan itu betul, karena hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) Pricewaterhouse Coopers (PwC) atas laporan keuangan 2017 mengoreksi laporan keuangan interim dari laba sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar.
3. Pembahasan
Setiap perusahaan menggunakan laporan keuangan untuk melihat
bagaimana kondisi perusahaan selama periode tertentu. Laporan keuangan memiliki beberapa data di dalamnya seperti faktur, bon, nota kredit, laporan, bank dan lain sebagainya. Sumber data tersebut diolah agar menjadi laporan keuangan yang jelas dan detail. Setiap data transaksi yang tercatat akan menjadi bukti keabsahan transaksi dalam bisnis selama periode tertentu. Ini adalah salah satu alasan pentingnya laporan keuangan dibuat oleh perusahaan. Termasuk di dalam nya terdapat pencatatan laba perusahaan.
Terkait dengan kasus yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan Jiwasraya melakukan rekayasa akuntansi (window dressing). Perusahaan melakukan manipulasi data kerugian menjadi laba perusahaan.
pada 2017 perusahaan mencatatkan laba sebesar Rp 360,6 miliar.
Namun, perseroan mendapatkan opini kurang wajar karena adanya kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun. Pada 2018 BPK mengungkapkan bahwa Jiwasraya rugi Rp 15,3 triliun. Hingga November 2019, Jiwasraya memiliki negatif equity sebesar Rp 27,2 triliun.
Kasus manipulasi laba yang dilakukan oleh PT Jiwasraya termasuk
dalam salah satu contoh kasus teori akuntansi dipandang sebagai Sains. Akuntansi sebagai sains menjelaskan fenomena akuntansi secara objektif, apa adanya, dan bebas nilai. Menjelaskan dalam aksioma, prinsip umum, hipotesis, penyimpulan berdasaroleh kaidah ilmiah.