Anda di halaman 1dari 6

Nama: Keisya Alifia Kusumajaya

Kelas: R
Npm: 211000113
Mata Kuliah: Kejahtan Bisnis
Dosen Pengampu: Maman Budiman, S.H., M.H.

ANALISIS KASUS

JIWASRAYA
KRONOLOGI
Sejak 2006 Badan Pengawas Keuangan (BPK) menduga adanya “kejanggalan” pada
pengelolaan Jiwas raya, pada pembukuannya, asuransi Bumn itu mencatatkan laba, tetapi
penelusuran dari BPK mendapati jika Jiwasraya melakukan “rekayasa laporan”. Tahun 2006,
Ekuitas Jiwasraya negatif mencapai Rp. 3,29 Triliun (minus). Pada juli tahun 2008 mentri
Bumn Sofyan Djalil meminta bangtuan dana kepada mentri Keuangan Sri Mulyani tetapi
permintaan Penyertaan Modal Negara (PMN) tersebut ditolak, karena belum di audit oleh
Kantor Akuntan Publik. Dugaan mulai memuncak ketika serangkaian audit mengungkapkan
bahwa banyak keganjilan dalam keuangan Jiwasraya. Pada 2008 ekuitas mereka negatif Rp.
5,7 Triliun. Pada 2012 dibawah pengawasan OJK Jiwasraya menerbitkan JS Saving Plan.
Yaitu sebuah produk asuransi jiwa sekaligus investasi yang menawarkan bunga 9%-13%,
yang merupakan bunga yang jauh lebih tinggi daripada bunga deposito bank yang hanya
maksimal di angka 5%-7% saja. JS Saving Plan juga menjanjikan imbal balik hasil tetap (fix
return) kepada pemegang polis. JS Saving Plan seakan menjadi penolong bagi Jiwasraya.
Pada 2015 produk tersebut meraup Rp. 5,15 Triliun, atau 50,3% dari keseluruhan premi.
Tahun 2016, meningkat menjadi 69,5% keseluruhan premi. Serta pada tahun 2017 menanjak
lagi hingga 75,3% total premi sriwijaya. JS Saving Plan menjadi pemantik serangkaian
praktik mencurigakan yang sekarang telah menjatuhkan Jiwasraya. Pada Maret 2016 sudah
ada tanda-tanda BPK memberi surat peringatan gagal bayar pembelian surat utang jangka
menengah milik PT Hansen internasional tbk yang sahamnya dikuasai oleh Benny Tjokro,
surat hutang Hanson diborong oleh Jiwasraya senilai total Rp.680 milyar padahal perusahaan
tersebut memiliki kinerja buruk di Bursa Efek Indonesia, pada Januari 2018 direktur
pengawasan asuransi OJK menerbitkan surat pengesahan cadangan premi 2016 sebesar Rp.
10,9 Triliun beberapa bulan kemudian OJK menerbitkan surat serupa untuk cadangan premi
2017 itu surat yang menandakan bahwa suatu perusahaan punya cadangan uang cukup untuk
sewaktu-waktu mencairkan premi polisnya. tetapi pada tahun yang sama Direktur utama
Jiwasraya hendrisman Rahim dan Direktur keuangan Jiwasraya Hari Prasetyo mendadak
dicopot dari jabatannya. Pada Agustus 2018 menteri Bumn Rini Sumarno mengumpulkan
direksi untuk mendiskusikan kemungkinan buruk mengenai Jiwasraya yang tidak mampu
bayar polisi saat itulah BPK diminta melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau pdtt
terhadap Jiwasraya. Pada Oktober 2018 Jiwasraya gagal bayar polis JS Saving Plan Sebesar
Rp.802 miliar. Jiwasraya mencatatkan diri sebagai perusahaan dengan gagal bayar polis
terbesar sepanjang sejarah asuransi Indonesia hutangnya, Rp.49,6 triliun tapi asetnya hanya
Rp.25,6 triliun. Jiwasraya juga tercatat rugi Rp.13,74 Triliun per September 2019
diperkirakan Jiwasraya membutuhkan suntikan dana Rp.32.8 Triliun untuk kembali sehat.
ketika Kejaksaan Agung mengambil alih penanganan kasus Jiwasraya mereka menemukan
indikasi korupsi yang dilakukan direksi lama, yaitu 13 manajer investasi dan mafia pasar
modal yang diperkirakan berdasarkan hasil audit awal oleh BPK, kerugian negara mencapai
Rp.13,74 Triliun. Padahal 8 Januari 2020 ,BPK mengadakan konferensi pers di kantor BPK-
RI, untuk menyampaikan temuan-temuan awal. dalam konversi, pertama jiwasraya
menebarkan janji-janji kepada pemegang polisnya JS saving plan menjanjikan imbalan hasil
tetap kepada pemegang polis Tetapi dana nasabah diinvestasikan ke instrumen keuangan
yang tidak menjamin keuntungan tetap. akhirnya ketika ditagih untuk mencairkan polis
belum tentu uang ada karena sewaktu-waktu investasi jiwasraya dapat merugi. Harga saham
JS Saving Plan diduga tidak sesuai harga nilai wajarnya. Selain itu adalah dugaan kecurangan
hasil investigasi menyimpulkan adanya kecurangan dalam pengelolaan saving plan dan
investasi. Dalam pemasaran produk JS Saving Plane, diduga terjadi konflik kepentingan
karena anda pihak-pihak dalam internal Jiwasraya yang menerima limpahan dana atas
penjualan produk tersebut. Jiwasraya diduga melakukan investasi pada saham-saham yang
tidak berkualitas salah satunya investasi pada saat ikan arwana dinilai Rp.6 Triliun jual beli
saham tersebut diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi dengan direksi
Jiwasraya. Dan terdapat praktik rekayasa harga, sehingga harga jual beli tidak mencerminkan
harga yang sebenarnya. tindakan jual beli tersebut juga dilakukan dalam waktu berdekatan
untuk menghindari pencatatan saham. Dengan kata lain diduga ada pihak-pihak tertentu yang
berkerjasama untuk melipat dana Jiwasraya untuk menutupi jejaknya, Jiwasraya dituduh
melakukan praktek Windows dressing atau rekayasa laporan akuntansi. laporan direkayasa
seolah-olah manajer investasi yang “nakal” memiliki kinerja yang baik. dan Jiwasraya akan
terlihat baik-baik saja. padahal BPK menyimpulkan bahwa sejak awal sudah ada
penyimpangan dalam produk saving plan tersebut, dan penilaian yang tidak wajar karena
kinerja keuangannya. BPK merekomendasikan agar dilakukan Audit terhadap pengawasan
Jiwasraya yang dilakukan oleh OJK komisaris dan kementerian BUMN beserta kantor
akuntan publik 5 ribu transaksi investasi dari 2009 sampai 2018 dicurigai, 98 saksi telah di
periksa dan 5 orang ditetapkan sebagai tersangka termasuk mantan direktur keuangan
direktur utama dan kepala divisi Investasi, dan Keuangan Jiwasraya.BPK menyebutkan kasus
Jiwasraya ini akan beresiko menimbulkan dampak sistemik terhadap investasi di Indonesia.
Undang Undang yang Dilanggar
 Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Proses Hukum
 Penyelidikan
 Penyidikkan
 Pengadilan
 Banding
 Kasasi

Kerugian
Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan adanya
penyimpanganpenyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan
oleh pihak-pihak terkait atas proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan
investasi saham dan reksa dana di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Penyimpangan-penyimpangan tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan
negara pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebesar Rp16,8 triliun yang merupakan
nilai investasi saham dan reksa dana yang perolehannya dilakukan tidak sesuai
ketentuan dan per 31 Desember 2019 masih dimiliki oleh PT Asuransi Jiwasraya
(Persero).

ASABRI
KRONOLOGI

Performa saham milik perusahaan Asuransi BUMN TNI POLRI ini turun drastis sejak
awal 2019 bahkan portofolio 14 emiten saham yang dibeli PT Asabri sebagian minus
hingga 50%. Dan 2 saham rontok, lebih dari 90%. Kasus ini bermula pada tahun
2012 hingga dimana Direktur Utama, Direktur investasi, Direktur Keuangan, dan
Kepala divisi Investasi bersama-sama sepakat dengan pihak luar, yaitu dengan pihak
yang bukan merupakan konsultan. Benny Tjokrosaputro dan Heru hidayat diduga
mengatur transaksi saham dan reksadana dalam portofolio milik PT Asabri.
Pengaturan transaksi saham dan reksadana dilakukan bersama Lukman Purnomosidi
Direktur Utama PT Prisma Jaringan. Dengan cara memasukan saham milik Lukman
Purnomosidi, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat demgam harga yang telah di
manipulasi, menjadi portofolio milik PT Asabri. Dari tahun 2012-2019, Direksi PT
Asabri bersepakat dengan HH,BTS,LP, untuk membeli atau menukar saham dalam
portofolio Asabri dengan saham-saham milik HH,BTS,LP. Seolah-olah saham
tersebut bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya
transaksi semu. Menghindari kerugian investasi Asabri, maka saham-saham yang
telah dijual dibawah harga perolehan, ditransaksikan atau dibeli kembali dengan
nomine HH,BTS,LP. Serta di transaksikan kembali oleh Asabri melalui Underlying
Reksadana, dikelola oleh MI dikendalikan oleh HH dan BTS.
Seluruh kegiatan investasi Asabri dari tahun 2012-2019 tidak dikendalikan oleh
Asabri, tetapi seluruhnya dikendalikan oleh Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat,
Lukman Purnomosidi yang ditaksir kerugian negara mencapai Rp. 23,73 Triliun.

Undang-Undang yang Dilanggar


 Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU
No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8/2010).

Proses Hukum
 Penyelidikan
 Penyidikkan
 Pengadilan Negeri

Kerugian
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mencatat nilai kerugian negara dalam kasus
korupsi pengelolaan dana investasi dan keuangan PT Asabri (Persero) mencapai Rp
22,78 triliun. Demikian disampaikan Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna usai
melakukan pertemuan dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kompleks Kejaksaan
Agung RI, Jakarta, Senin (31/5/2021).
Agung menyampaikan perhitungan kerugian negara itu merupakan dugaan
penyimpangan yang dilakukan sejumlah pihak terkait dalam pengelolaan investasi
saham dan reksadana di PT Asabri. “Nilai kerugian negara yang timbul sebagai akibat
adanya penyimpangan atau perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan keuangan
dan dana investasi PT Asabri selama 2012 sampai dengan 2019 adalah sebesar Rp
22,78 triliun,” kata Agung. Menurut Agung, penyimpangan tersebut telah
mengakibatkan terjadinya kerugian negara pada PT Asabri yang ditempatkan pada
saham dan reksa dana secara tidak sesuai ketentuan dan belum kembali sampai
dengan 31 Maret 2021.
PT ANTAM
KRONOLOGI
Kasus ini bermula ketika Budi Said membeli 7.071 Kg melalui Eksi Anggraini senilai
Rp. 3,5 Triliun pada tahun 2018, namun emas yang diterima Budi Said hanya
sebanyak 5.935 Kg. Akhirnya memiliki selisih sebesar 1.136 Kg emas antam. Padahal
uang pembelian telah diserahkan ke Antam. Budi Said mengatakan ia tergiur membeli
emas karena ada potongan harga. Dikarenakan tidak ada pengriman emas lagi, ia
merasa ditipu. Lalu mengirim surat ke Antam Pusat di Jakarta. Tetapi tidak permah
mendapatkan jawaban dari Antam. Antam juga mengatakan tidak pernah menjual
emas dengan harga diskon. Kemudian permasalahan ini dilanjutkan ke jalur hukum.
Budi Said menggugat Antam ke Pengadilan Negeri Surabaya pada Januari tanggal 7
tahun 2020 atas kekurangan emas yang beklum diterimanya. Selain Antam, Budi Said
juga menggugat beberapa pihak lainnya. Hakim pengadilan negeri kemudian
memenangkan gugatan yang dilayangkan oleh Budi Said. Dan memerintahkan Antam
untuk mengrimkan kekurangan emas, Antam pun merasa keberatan, terhadap putusan
tersebut. Dan juga merasa gugatan Budi Said tidak masuk akal serta tidak berdasar.
Lalu Antam melakukan Banding di Pengadilan Tinggi Surabaya pada 19 Agustus
2021,untuk membatalkan putusan PN Surabaya dan menolak gugatan Budi Said.
Selanjutnya Budi Said mengajukan gugatan ketingkat Kasasi MA hasilnya pada bulan
Juli tahun 2022 MA mwngabulkan gugatan Budi Said dan membatalkan putusan
Banding Antam di Surabaya. MA menetapkan menghukum Antam sebagai tergugat 1
untuk membayar kerugian materill kepada penggugat dengan emas batangan 1.136
Kg. Antam pun mengajukan Peninjauan Kembali yang ternyata ditolak oleh MA.
Kemudian akhirnya perusahaan telah menyerahkan semua barang sesuai kuantitas
yang telah dibayar penggugat,
UU yang di langgar
Perbuatan Melawan Hukum

Proses hukumya
 Penyelidikan
 Penyidikkan
 Pengadilan
 Banding
 Kasasi
Kerugian dalam kasus
Dalam putusannya pada 13 Januari 2021, majelis hakim PN S urabaya menerima dan
mengabulkan sebagian gugatan Budi Said maka Antam diharuskan membayar ganti
rugi sebesar Rp. 817,46 Miliar, atau menyerahkan emas seberat 1,13 Ton kepada Budi
Said.
Majelis Hkim juga menghukum tergugat Eksi Anggraeni dengan mengharuskan untuk
membayar kerugian materiil kepada Budi Said sebesar Rp. 92,09 Miliar. Antam dan
juga Eksi dihukum secara tanggung renteng untuk membayar kerugian immateril
kepada Budi Said sebesar Rp. 500 Miliar.

Anda mungkin juga menyukai