Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah ekspresi sah yang bermaksud menjaga ketentraman

individu daerah setempat untuk mewujudkan keadilan sosial bagi setiap

individu Indonesia. 1 Kepastian hukum merupakan salah satu ciri negara hukum

sebagai landasan atas tingkah laku masyarakat dan pengambilan kebijakan

pemerintah. Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari hukum, bahkan sejak

manusia masih dalam kandungan ibunya sampai dengan meninggal dunia selalu

diatur oleh hukum tanpa membedakan satu sama lain. 2

Dalam perkembangannya satu hal yang tidak pernah selesai dan terus

menjerat pejabat Negara adalah perbuatan Korupsi yang seringkali merugikan

Negara terkhususnya masyarakat Indonesia. Perbuatan tindak pidana korupsi

merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat,

sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat di golongkan menjadi kejahatan

yang biasa (ordinary crimes) melainkan telah menjadi kejahatan yang luar biasa

(extra ordinary crimes), sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak dapat

1
Sumadi, A. F. (2015). Hukum dan Keadilan Sosial dalam Perspektif Hukum
Ketatanegaraan Law and Social Justice in Constitutional Law Perspective. Jurnal Konstitusi, 12(4),
853–854. https://doi.org/https://doi.org/10.31078/jk1249.
2
Didiek R. Mawardi. (2015). Fungsi Hukum Dalam Kehidupan Masyarakat. Masalah-
Masalah Hukum, 44(3), 1.

1
2

dilakukan dengan cara yang biasa tetapi dituntut dengan cara-cara yang luar

biasa.3

Secara Definisi Tindak pidana korupsi dalam The Contempory English-

Indonesia Dictionary diartikan tidak jujur, busuk, menyuap, menyogok,

merusakkan moral. Sedangkan istilah kata corruption diartikan sebagai

penyuapan, pembusukan, kerusakan moral. 4 Sedangkan terminologi hukum

corrupt memiliki arti sebagai berperilaku immoral, memutarbalikan kebenaran.

Istilah corruption berarti menyalahgunakan kewenangan untuk dapat

menguntungkan diri sendiri. 5 Tipikor atau tindak pidana korupsi menurut

ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi yang menyatakan bahwa tindak pidana korupsi adalah perbuatan orang

secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara.6

Masih belum hilang dalam ingatan, publik di kejutkan dengan kasus mega

skandal Jiwasraya yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara

pertama kali dan satu-satunya asuransi jiwa milik negara yang bergerak di

bidang asuransi yakni PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang biasa dikenal

3
Maulana, M. S. R. (2017). Tindak Pidana Korupsi Sebagai Kejahatan Luar Biasa, Al’Adl,
13(3), 1576–1580. https://doi.org/10.31602/al-adl.v9i3.1047
4
Ibid. Hal, 20.
5
Choirul Musta’in, S. (2017). Tinjauan Hukum Justice Collaborator Sebagai Upaya
Pengungkapan Fakta Hukum Kasus Tindak Pidana Korupsi Dalam Persidangan (Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta). In dspace.uii.ac.id.
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/9106/TESIS FULL 1.pdf?sequence=1
6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, 1 (1971).
3

dengan Jiwasraya. Yang bergerak untuk memberikan asuransi hari tua,

kesehatan, dan kecelakaan hingga kematian.

Awal mula kasus mencuat ke publik ketika pada pertengahan Desember

2019, manajemen Jiwasraya tak mampu lagi membayar polis nasabah dengan

total kerugian senilai Rp 12 triliun. Setelah pengumuman itu, sejumlah

pemegang polis Jiwasraya mendatangi kementerian Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) untuk meminta kepastian soal nasib uang mereka. 7 Besaran angka

uang yang hilang inilah yang menyebabkan kasus Jiwasraya disebut

megaskandal dan melibatkan banyak pihak mulai dari manajemen, pelaku di

pasar modal dan pengambil kebijakan. Megaskandal Jiwasraya tentu jauh lebih

besar dari kasus bail out ke PT Bank Century pada 2008 senilai Rp 6,7 triliun.

Jika semuanya terbongkar, total dugaan kerugian negara mencapai angka Rp 32

triliun. Beberapa pihak yang terlibat dalam skandal Jiwasraya inipun telah

ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Agung. Mereka-mereka itu,

seperti Benny Tjokosaputro (Dirut PT Hanson International Tbk/MYRX),

komisaris PT Trada Alam Mineral Tbk (TRAM), Heru Hidayat dan Hary

Prasetyo (Direktur Keuangan Jiwasraya periode 2013-2018).8

Hancurnya keuangan Jiwasraya diakibatkan karena Badan Usaha Milik

Negara ini ingin membuat strategi untuk dapat mempercantik laporan keuangan

tahunan (window dressing) dengan cara membeli saham-saham lapis kedua dan

7
Elfahra, R., & Joesoef, I. E. (2021). Tanggung Jawab Negara (Pemerintah) atas Gagal
Bayar PT. Asuransi Jiwasraya (Persero): Studi Perlindungan Nasabah. JUSTITIA : Jurnal Ilmu
Hukum Dan Humaniora, 8(2), 304–312. https://doi.org/www. dx.doi.org 10.31604/justitia.v8i2.
304-312 Publisher
8
Devina Halim. (2020, January 15). Benny Tjokro dan Heru Hidayat Jadi Tersangka dan
Ditahan Terkait Kasus Jiwasraya, Begini Tanggapan Kuasa Hukum. Kompas.Com.
4

ketiga menjelang tutup kuartal.9 BPK menemukan temuan-temuan yang

memperkuat hal itu, BPK menemukan jika harga saham yang dibeli oleh

Jiwasraya selalu melompat tinggi menjelang tutup tahun dan pada akhirnya di 2

Januari tahun berikutnya dijual. Disinilah tejadi manipulasi, di dalam laporan

keuangan nampak jika Jiwasraya memperoleh keuntungan yang nyatanya itu

merupakan keuntungan semu dan perusahan senyatanya mengalami kerugian. 10

Fakta yang terjadi kondisi hancurnya keuangan Jiwasraya dimulai sejak

tahun 2002 akibat dampak dari krisis ekonomi hingga pada akhirnya tidak

mampu membayar polis kepada nasabah hingga tahun 2020. Terus melonjaknya

total klaim yang harus di bayarkan Jiwasraya, akhirnya Kejaksaan Agung

meminta agar BPK melakukan audit investasi Jiwasraya di tahun 2020 dengan

rincian sebagai berikut :

Tabel 1. Kronologi Keuangan Kasus PT Asuransi Jiwasraya 11

Tahun Keterangan

2002 Insolvensi (cadangan lebih kecil dari yang seharusnya) Rp. 2,9 Triliun

2004 Insolvensi berdampak pailit hingga menginjak angka Rp 2,76 Triliun

2006 1. Ekuitas perusahaan negatif Rp 3,29 Triliun dengan aset yang lebih

kecil di bandingkan kewajiban yang wajib dipenuhi

9
Atika Sari Nasution. (2004). Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi Pada Kasus
Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi Pada Kasus Gagal. Pelanggaran Etika Profesi Pada Kasus
Gagal Bayar PT.Jiwasraya 2006, 1–8.
10
Sayekti, N. W. (2020). Permasalahan PT Asuransi Jiwasraya : Pembubaran Atau
Penyelamatan. Permasalahan PT Asuransi Jiwasraya: Pembubaran Atau Penyelamatan, 12(2),
19–24.
11
CNN Indonesia. (2020, January). Kronologi Kasus Jiwasraya, Gagal Bayar Hingga
Dugaan Korupsi. Persoalan Keuangan Jiwasraya Telah Terjadi Sejak Awal 2000-An.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200108111414-78-463406/kronologi-kasus-
jiwasraya-gagal-bayar-hingga-dugaan-korupsi.
5

2. BPK menyatakan tidak mau menyatakan pendapat (discclaimer

opinion) karena BPK menganggap bahwa laporan keuangan pada

tahun 2006-2007 tidak dapat diyakini kebenarannya

2008 Perusahaan mengalami defisit mencapai Rp 5,7 Triliun, akhirnya

Jiwasraya mengeluarkan reksa dana penyertaan terbatas dan reasuransi

(penyelamatan jangka pendek) untuk bisa menghilangkan kerugian di

laporan keuangan

2009 Defisit semakin membengkak di angka Rp 6,3 Triliun dan masih

melanjutkan strategi skema reasuransi

2010 Perusahaan masih melanjutkan strategi skema reasuransi

2011 Perusahaan masih melanjutkan strategi skema reasuransi yang di

barengi surplus senilai Rp 1,3 Triliun

2012 1. Badan Pengaws Pasar Modal dan BAPEPAM meminta kepada

perusahaan untuk mnyerahkan alternatif penyelesaian komperehensif

dan fundamental jangka pendek. BAPEPAM-LK pada tanggal 12

Desember 2012 memberikan izin kepada JS Saving Plan dengan

guaranteed return 12% pertahun (lebih tinggi dibandingkan dengan

yield obligasi).

2. Skema reasuransi menghasilkan surplus Rp 1,6 Triliun per 31

Desember 2012, namun masih defisit Rp 3,2 Triliun tanpa skema

reasuransi

2013 1. BAPEPAM-LK resmi beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan

meminta agar menteri BUMN menyampaikan langkah alternatif


6

penyehatan keuangan perusahaan dengan jangka waktunya, karena

rasio solvabilitas perusahanan kurang dari 12 %.

2. Jiwasraya menyampaikan langkah alternatif berupa penilaian aset-aset

yang berupa tanah dan bangunan, revaluasi mencapai angka Rp 6,56

Triliun dengan laba senilai Rp 457,2 Miliar

2014 1. Peningkatan penempatan dana di saham dan reksa dana.

2. Terjadinya lonjakan pendapatan premi mencapai 50%

2015 1. Audit yang dilakukan BPK menyatakan adanya penyalahgunaan

wewenang dalam perusahaan dan di dalam laporan aset investasi

keuangan tidak sesuai dengan realita yang ada atau melebihi realita

(overstated) dengan kewajiban yang biwaha realita (understated).

2. Jiwasraya membeli obligasi medium-term nots (MTN) di perusahaan

yang baru berdiri 3 tahun tanpa pendapatan danterus mengalami

kerugian.

3. Kejanggalan pembelian saham dan reksa dana lapis kedua dan lapis

ketiga yang tidak disertai kajian yang memadai, tidak

mempertimbangkan aspek legal dan bagaimana kondisi keuangan

perusahaan diungkap oleh BPK

2016 1. Jiwasraya sudah tidak menggunakan skema reasuransi dan kemudian

OJK meminta agar Jiwasraya menyampaikan rencana pemenuhan

rasio kecukupan investasi.

2. BPK menemukan sejumlah harga saham dan reksa dana yang lebih

mahal dibandingkan dengan nilai pasar yang mengakibatkan besarnya


7

potensi kerugian yang di tanggung perusahaan yakni mencapai angka

Rp 601,85 Miliar.

3. BPK mencatat bahwa investasi tidak langsung senialai Rp 6,04 Triliun

atau 27,78% dari keseluruhan total investasi perusahaan di tahu 2015.

4. Jiwasraya memutuskan untuk melepas saham dan reksa dana lapis

kedua dan lapis ketiga sesuai dengan arahan yang diberikan oeh BPK.

2017 1. Jiwasraya di minta oleh OJK untuk mengevaluasi produk JS Saving

Plan agarsesuai dengan kemampuan dalam pengelolaan investasi.

2. OJK memberikan sanksi pertama karena Jiwasraya telat dalam

menyampaikan laporan aktuaria tahun 2017.

3. JS Saving Plan mengalami kenaikan premi mencapai Rp 21 Triliun

dengan laba Rp 2,4 Triliun yang naik 37,64% dari tahun 2016.

4. Ekuitas surplus Rp 5,6 Triliun tetapi kekuarangan cadangan premi

senilai Rp 7,7 Triliun diakibatkan dari tidak diperhitungkannya

penurunan aset.

5. Jiwasraya kembali membeli saham dan reksa dana lapis kedua dan

lapis ketiga.

6. OJK tidak meneeemukan saham dan reksa daana yang melebihi batas

invesstasi (10% saham dan20% reksa dana).

7. Pencatatan liabilitas yang lebih rendah dari yang sebenarnya

mengakibatkan laba sebelum pajak mencapai Rp 428 Miliar dai yang

sebenarnya rugi Rp 7,26 Miliar.

2018 1. Jiwasraya dan OJK memebahas secara bersamasama terjadinya


8

penurunan yang sangat signifikan yang diakibatkan oleh penurunan

guaranted return (garansi imbal hasil) atas produk JS Saving Plan.

2. Atas keterlambatan Jiawasraya dalam menyerahkan laporan keuangan

tahun 2017, OJK mengenakan denda administratif senilai Rp 175 Juta.

3. Opini tidak wajar mengenai laporan keuangan Jiwasraya tahun 2017

dikemukakan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Pricewaterhouse

Coopers (PwC), PwC memberikan opini tidak wajar karena

perusahaan hanya mencatat liabilitas manfaat polis masa depan senilai

Rp 38,76 Triliun yang senyatanya senilai Rp 46,44 Triliun.

4. PwC memberikan koreksi terhadap laporan keuangan Jiwasraya tahun

2017 dari yang semula senilai Rp 2,4 Triliun menjadi senilai Rp 428

Miliar.

5. Jiwasraya tidak mampu membayar klaim polis jatuh tempo yang harus

diayarkan kepada nasabah JS Saving Plan senilai Rp 802 Miliar pada

tanggal 8 Oktober 2018.

6. Kualitas investasi aset Jiwasraya hanya 5% dari aset insvestasi saham

senilai Rp 5,7 Triliun ditahun 2018. Hafnya 2% dari aset investasi

saham dan reksa dana yang dikelola manajer investasi berkualitas.

7. Dari sebagaian penjualan saham yang bisa dijual, Jiwasraya hanya

mendapatkan Rp 1,7 Triliun saja dikarenakan harga saham yang

anjlok. Masih terdapat Rp 8,1 Triliun di 26 saham dan 107 reksa dana

yang tidak bisa dilepas.

8. BPK menerangkan bahwa Jiwasraya melakukan investasi aset yang


9

beresiko hanya untuk mengejar imbal hasil tinggi tanpa

mempertimbangkan prinsip kehati-hatian.

2019 1. Jiwasraya membutuhkan suntikan dana senilai Rp 32,89 Triliun untuk

menutup rasio solvabilitas (Risk Based Capital) 120%.

2. Keseluruhan aset Jiwasraya tercatata Rp 23,26 Triliun dengan

kewajiban yang wajib di penuhi senilai Rp 50,5 Triliun, nilai ekuitas

negatif senilai Rp 27,24 Triliun dan liabilitas produk JS Saving Plan

tercatat senilai Rp 12,4 Triliun.

3. Keseluruhan total klaim jatuh tempo yang gagal untuk dibayarkan

mencapai Rp 12,4 Triliun.

2020 1. Kejaksaan Agung meminta agar BPK mengaudit investasi Jiwasraya

dan OJK.

2. Keseluruhan total klaim yang jatuh tempo pada akhir tahun 2020 yang

harus di bayarkan kepada nasabah senilai Rp 16,1 Triliun.

3. Indikasi kerugian yag dialami negara senilai Rp 13,7 Triliun akibat

dari gagalnya pembayaran polis.

Akibat Dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya ini mengakibatkan Jajaran

Direktur sebagai pimpinan perusahaan harus mempertanggungjawabkan

kerugian Negara melalui Pertanggungjawaban pidana atau Criminal

Responsibility sebagaimana ketentuan kitab undang-undang hokum pidana

Indonesia atau ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan


10

Tindak Pidana Korupsi.12 Suatu perbuatan yang dinyatakan dapat

dipertangungjawabkan pidana adalah yang dapat dibuktikan bahwa perbuatan

tersebut mengandung kesalahan. Kesalahan sendiri terbagi menjadi dua jenis

yaitu kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa).

Sebagaimana jaksa penuntut umum menjerat para tersangka dengan Pasal 2

ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirubah menjadi Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31

tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 55 ayat (1)

KUHP. Pasal 2 ayat (1) berbunyi, “Setiap orang yang secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,

dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling

sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”. 13 Artinya setiap orang yang melakukan

suatu perbuatan yang sifatnya merugikan keuangan atau perekonomian negara

dapat dijerat pidana penjara seumur hidup atau paling sedikit penjara 4 tahun

atau paling lama 20 tahun dengan diikuti denda paling sedikit Rp.

12
Chasani, M. (2017). Corporate Criminal Liability in Indonesia on the Perspective of
Comparison. IJCLS (Indonesian Journal of Criminal Law Studies), 2(2), 144–154.
https://doi.org/10.15294/ijcls.v2i2.12322
13
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 , Op.cit.
11

200.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00

(satu milyar rupiah). 14

Jajaran direktur PT Asuransi Jiwasraya yang diputus pengadilan menjadi

Tersangka yakni Exs Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Exs Direktur

Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, dan Exs Kepala Divisi Investasi dan

Keuangan PT Asuransi Jiwasraya. Di dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat Nomor 31/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst Pengadilan memutuskan

hukuman seumur hidup kepada ketiga tersangka termasuk HARY PRASETYO,

MBA Mantan Direktur Keuangan PT. Asuransi Jiwasraya. Putusan pengadilan

yang dijatuhkan kepada tiga tersangka petinggi PT Asuransi Jiwasraya ini lebih

berat dibandingkan dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Jaksa Penuntut

Umum Sebenarnya hanya menuntut hukuman seumur hidup kepada Exs

Direktur Keuangan, menuntut 20 Tahun Penjara kepada Direktur Utama dan

menuntut 18 Tahun kepada Kepala Divisi Investasi dan Keuangan. 15

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 31/Pid.Sus-

TPK/2020/PN.Jkt.Pst Pengadilan menjatuhkan hukuman seumur hidup karena

ketiga tersangka termasuk HARY PRASETYO, MBA Mantan Direktur

Keuangan PT. Asuransi Jiwasraya dianggap telah melanggar ketentuan-

ketentuan yang ada di dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

14
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 31/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI, (2021).
15
Ibid.
12

atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, Pasal 55 ayat (1) KUHP.16

Sedangkan dalam putusan banding Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta

Nomor 31/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI Majelis hakim meringankan pidana

penjara HARY PRASETYO, MBA Mantan Direktur Keuangan PT. Asuransi

Jiwasraya menjadi 20 Tahun dengan denda Rp. 1.000.000.000 (Satu Miliar

Rupiah). 17

Pokok permasalahan yang terjadi ketika putusan banding ini ditetapkan

adalah mengapa hukuman pidana penjaranya dilakukan pengurangan sedangkan

dapat diketahui bersama bahwa korupsi yang dilakukan merugikan keungan

negara hingga 16,8 Triliun dan berdampak pada kerugian kepada masyarakat

dengan skala nasional.

Pokok permasalahan selanjutnya terjadi ketika denda yang hanya Rp.

1.000.000.000 (Satu Miliar Rupiah) tidak dibarengi dengan adanya denda uang

pengganti. Apakah dengan denda Rp. 1.000.000.000 (Satu Miliar Rupiah) sudah

dapat mengembalikan klaim dana nasabah dan menyelesaikan konflik yang

terjadi, nyatanya hingga kini klaim belum bisa dibayarkan lunas. Bahkan yang

menutup pembayaran klaim adalah pemerintah. Artinya uang yang digunakan

pemerintah adalah uang rakyat, karena uang pemerintah adalah uang rakyat.

Dari sudut pandang penulis, pertanggungjawaban wajib dilakukan oleh

HARY PRASETYO, MBA Mantan Direktur Keuangan PT. Asuransi Jiwasraya

tidak cukup sampai pertanggungjawaban pidana penjara dan pidana denda saja,

16
Ibid.
17
Ibid.
13

tetapi bagaimana tersangka mampu mempertanggungjawabkan seluruh kerugian

yang di alami negara yakni solusinya dengan ditetapkan denda uang pengganti.

Diharapkan dengan ditetapkan denda uang pengganti kerugian negara 16,8

Triliun yang di akibatkan oleh ulah terpidana dapat terganti dan klaim dana

nasabah yang juga merupakan tanggungjawab terpidana untuk membantu

melunasi bisa terlaksana.

Alasan mengapa harus ditetapkan denda uang pengganti karena jika dilihat

dari barang sitaan dari terpidana saja belum bisa menutup kerugian negara.

Dilihat dari permasalahan ini lantas mengapa pengadilan tidak menjatuhkan

denda uang pengganti kepada para tersangka agar dapat membantu negara

dalam memulihkan keuangan dan membayarkan semua klaim pembayaran

kepada para nasabah.

Kasus salah kelola pada BUMN Jiwasraya dapat menurunkan kepercayaan

masyarakat terhadap perusahaan asuransi di Indonesia. Hal ini menjadi

pelajaran berharga bagi pemerintah khususnya OJK dalam mengatur dan

menata industri perasuransian ke depan dan mengambil solusi yang terbaik

dalam penyelesaiannya. Penyelematan dana nasabah dan investor, merupakan

upaya yang mendesak untuk dilakukan pemerintah ke depan. Perlu terus

dilakukan pengawasan intensif untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,

khususnya industri perasuransian.18

Dari permasalahan terkait pertanggungjawaban pidana para pelaku tindak

pidana korupsi dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 31/Pid.Sus-

18
Rizki, M. J. (2020, June 26). Pejabatnya Terseret Kasus Jiwasraya, OJK Dukung Proses
Penegakan Hukum. Hukum Online.
14

TPK/2021/PT.DKI PT Asuransi Jiwasraya yang tidak sesuai dengan teori-teori

pemidanaan dan peraturan perundang-undangan yang ada di dalam Pasal 2 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi yang dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menetapkan hukuman pidana

penjara 20 Tahun dan denda Rp. 1.000.000.000 (Satu Miliar Rupiah) ini

menjadi permasalahan yang signifikan mengingat korupsi yang dilakukan

mencapai angka Triliun dan denda yang dijatuhkan hanya senilai kurang dari

0,1% dari korupsi yang dilakukan.

Sebab pertanggungjawaban tidak semata-mata terkait pertanggungjawaban

pidana pelaku dengan penjatuhan penjara saja, tetapi pertanggungjawaban

koban juga perlu untuk dicarikan solusi. Akan percuma jika pelaku sudah di

penjara tetapi hak-hak korban belum terpenuhi, hukum akan terkesan omong

kosong. Dengan hipotesa tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

pengkajian secara mendalam dan ilmiah dengan di dalam skripsi penulis yang

berjudul “TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA KORUPSI

DIREKTUR KEUANGAN PT ASURANSI JIWASRAYA (Studi Kasus

Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 31/Pid.Sus-

TPK/2021/PT.DKI)”.
15

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka pokok

permasalahan yang akan dicari pemecahan masalahnya melalui penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana Penerapan Pidana Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang

dilakukan oleh Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya berdasarkan

Pasal 2 ayat (1) J.o Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo

UU No 20 Tahun 2001 ?

2. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara pidana dalam

Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 31/Pid.Sus-

TPK/2021/PT.DKI ditinjau dari Teori Utilitas ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk Mengetahui dan mengkaji Penerapan Pidana Pelaku Tindak

Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Direktur Keuangan PT Asuransi

Jiwasraya berdasarkan Pasal 2 ayat (1) J.o Pasal 18 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji Pertimbangan Hakim dalam memutus

perkara pidana di dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor

31/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI ditinjau dari Teori Utilitas.


16

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan akan berguna antara lain di bawah

ini:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan pandangan mengenai bagaimana Penerapan Pidana Pelaku

Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Direktur Keuangan PT

Asuransi Jiwasraya berdasarkan Pasal 2 ayat (1) J.o Pasal 18 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001.

2. Manfaat Praktis

Dapat dijadikan sebagai pandangan para praktisi dalam membangun

argumentasi dalam penanganan kasus tindak pidana Korporasi.

Sebagaimana Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai suatu kegiatan ilmiah yang di harapkan dengan adanya

penelitian ini mampu memberikan kontribusi besar terhadap gagasan

yang terkait Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang

dilakukan di Lingkungan BUMN sehingga dapat dijadikan sebagai

pembelajaran kedepannya dan diharapkan memunculkan pemimpin-

pemimpin yang mempunyai integritas tinggi dalam memimpin

Perusahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).


17

2. Untuk membuka pemikiran bahwa ketika terjadi suatu tindak pidana

korupsi, pertanggungjawaban pidana yang dilakukan tidak hanya

berpatokan pada pertanggungjawaban pidana penjara dan denda saja.

Tetapi harus tetap memperhatikan bagaimana pertanggungjawaban

ekonomi yang dapat dilakukan oleh tersangka untuk memperbaiki

keuangan negara yang terdampak akibat aktivitas illegal yang

dilakukan.

F. Metode Penelitian

Penggunaan metode penelitian dalam pra, proses maupun hasil penelitian

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Hal ini sangat menentukan

kualitas hasil penelitian. Berdasarkan hal ini, seorang peneliti harus menentukan

dan memilih metode yang tepat agar tujuan penelitian tercapai secara maksimal.

Metode penelitian ini terdiri dari:

1. Metode Pendekatan

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif (normatif legal

research) yaitu melakukan kajian terhadap produk-produk hukum berupa

peraturan perundang-undangan dan melihat realita yang ada dalam

masyarakat yang terutama yang berhubungan dengan fokus permasalahan

dalam penelitian ini. Pengertian lain, penelitian hukum normatif juga

disebut dengan penelitian Hukum Kepustakaan.19 Penelitian Hukum

19
Soekanto, S., & Mamudji, S. (2009). Penelitian hukum normatif Suatu tinjauan singkat
(1st, Cet-1st ed.). Jakarta: Rajawali Press.
18

normative dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan

data sekunder dan disebut juga penelitian hokum kepustakaan.

Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian

ini, penulis menggunakan pendekatan dengan Metode Penelitian Hukum

Normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti

bahan pustaka atau bahan hokum sekunder. Metode pendekatan yang

digunakan adalah statute approach dan case approach,20 kemudian

menggunakan penunjang penelitian hokum empiris untuk dapat melihat

praktiknya serta menjadi bahan pendukung dalam penulisan hokum ini.

2. Jenis Data

a. Jenis Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah

jenis bahan hokum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari

pustaka dan dokumentasi yang ada hubungannya dengan masalah ini.

b. Sumber Bahan Hukum

Adapun sumber bahan hukum yang Penulis gunakan dalam

menyusun penelitian ini adalah,21 Sumber bahan hukum Sekunder

yaitu bahan hukum yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan

dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang

lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen yang

20
Johnny Ibrahim. (2011). Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Empiris.
Edisi Revisi, cetakan keempat. Malang. Bayu Media Publishing.
21
Abdul Kadir, M. (2015). Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti., 8(1), 52.
19

biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi. Adapun

bentuk sumber bahan hokum sekunder meliputi:

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

diperoleh dari hokum positif yakni seperti:

a) UUD 1945 RI

b) ketentuan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

c) Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

d) Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

e) Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

f) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang.

g) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Saksi dan Korban.

h) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang

Pengesahan United Nations Convention Against


20

Corruption 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Anti Korupsi-2003).

2) Bahan Hukum Sekunder disini yaitu: Putusan Pengadilan

Tinggi Jakarta Nomor 31/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI atau

bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum

primer, seperti buku-buku, hasil penelitian, jurnal, artikel

ilmiah, dan makalah hasil seminar.

3) Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan

informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hokum

sekunder, berupa kamus-kamus seperti kamus Bahasa

Indonesia, Inggris dan kamus-kamus keilmuan seperti kamus

istilah hukum.

c. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan bahan hukum merupakan persoalan

metodologis yang kaitannya dengan teknik-teknik pengumpulan bahan

hukum. 22 Mengenai penentuan alat pengumpulan hukum yang mana

yang akan digunakan harus di sesuaikan dengan permasalahan yang

akan diamati. Karena penelitian ini menggunakan penelitian hukum

Yuridis Normatif maka peneliti memilih untuk menggunakan studi

kepustakaan sebagai alat dalam pengumpulan datanya. Studi

kepustakaan dalam penelitian hukum meliputi studi bahan-bahan

22
Sutrisno Hadi. (2019). Metode Penelitian. Jilid ke-. Yogyakarta. Andi Offsite.
21

hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

dan bahan hukum tersier.23

Data primer merupakan data perilaku terapan dari ketentuan

normatif dalam peristiwa hukum in concreto. 24 Berkaitan dengan data

primer, diperoleh dari peraturan perundang-undangan. Data sekunder

merupakan data normatif yang berasal dari Putusan Pengadilan Tinggi

Jakarta Nomor 31/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI atau bahan-bahan yang

erat hubungannya dengan bahan hukum primer, seperti buku-buku,

hasil penelitian, jurnal, artikel ilmiah, dan makalah hasil seminar,

buku, jurnal, dan media cetak, artikel, makalah di internet dan hasil-

hasil penelitian sebelumnya yang dapat menunjang penelitian ini dan

objek dari penelitiannya berhubungan dengan penelitian ini. Data

sekunder dapat mendukung bahan hukum primer yang nantinya akan

memperkuat penjelasan yang sudah di bahas dalam bahan hukum

primer.25

d. Metode Analisis Data

Analisa bahan hukum yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

yakni menggunakan penelitian hukum normatif dengan cara

menganalisis data secara deskriptif kualitatif yakni dengan cara analisa

terhadap data yang tidak dapat di hitung.

23
Amirudin. (2012). Pemberantasan Korupsi Dalam Pengadaan Baran dan Jasa Melalui
Instrumen Hukum Pidana dan Administrasi. Jurnal Media Hukum, 19(1), 125–165.
24
Abdul Kadir, M. (2015). Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti., 8(1), 52.
25
Peter Mahmud Marzuki. (2005). Penelitian Hukum (cet-6). Kencana Prenada Media
Group.
22

Selanjutnya dilakukanlah pembahasan, pengelompokan dan

pemeriksaan kedalam bagian-bagian tertentu agar bisa dioleh menjadi

data informasi. Selanjutnya analisa bahan hukum dilakukan intrepretasi

dengan metode intrepretasi yakni (a) sistematis, (b) gramatikal, (c)

teologis. Dalam hal ini analisa bahan hukum yang berbentuk dokumen

atau arsip disebut dengan “teks”. 26

G. Rencana Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini mebahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas mengenai tinjaun pustaka mengenai Teori Umum

Pertanggungjawaban Pidana yang meliputi, Teori Pertanggungjawaban Hukum,

Teori Pertanggungjawaban Pidana, dan Konsep Tindak Pidana Korupsi.

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai pokok permasalahan yang dibagi menjadi 2 sub

pembahasan yang antara lain:

26
Ibid. Hal, 30.
23

1. Bagaimana Penerapan Pidana Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang

dilakukan oleh Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya berdasarkan

Pasal 2 ayat (1) J.o Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo

UU No 20 Tahun 2001.

2. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara pidana di

dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 31/Pid.Sus-

TPK/2021/PT.DKI ditinjau dari Teori Utilitas.

BAB IV: PENUTUP

Dalam bab ini akan dibahas berdasarkan data dan uraian penelitian yang berisi

jawaban dari permasalahan yang telah diteliti oleh peneliti. Di dalam bab ini

juga berisi saran-saran yang dapat bermanfaat dan juga dapat dijadikan sarana

untuk dapat memperoleh informasi dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan

dan yang memiliki kaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian

ini.

Anda mungkin juga menyukai