Anda di halaman 1dari 22

KORUPSI PT ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO)

BUKTI KEGAGALAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA


BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)
Studi Kasus : Korupsi PT. Asuransi Jiwasraya (persero)

Abstrak

PT. Asuransi Jiwasraya (persero) adalah perusahaan asuransi milik


negara. Perusahaan ini telah mengalami banyak permasalahan
terkait pengelolaan keuangan sejak tahun 2002 hingga pada 2020,
dimana Jiwasraya tidak mampu membayarkan klaim nasabah yang
akan jatuh tempo hingga mencapai Rp16,1 triliun dan
menyebabkan kerugian negara mencapai Rp13,7 triliun akibat
gagal bayar polis. Hal ini terjadi, akibat buruknya tata kelola
perusahaan dan lemahnya pengawasan pemerintah terutama
Otoritas Jasa Keuangan. Kasus ini menarik untuk dianalis dengan
fokus terhadap skandal korupsi yang ada, ketidakmampuan
perusahaan, dan kegagalan pemerintah dalam mengelola
perusahaan milik negara. Kasus ini menggemparkan publik terkait
kerugian fantastis nasabah sampai dengan dalang dibalik
kehancuran Jiwasraya. Pemerintah sepatutnya belajar untuk dapat
menciptakan pengaturan, pengawasan, dan manajemen risiko yang
tepat kepada setiap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) guna
menciptakan rasa percaya dan aman masyarakat terhadap
pemerintah.
Kata Kunci: PT. Asuransi Jiwasraya (Persero), Tata Kelola Perusahaan,
Pengawasan Pemerintah, Skandal Korupsi.

A. Latar Belakang
Korupsi adalah akar penyakit yang ada dan sudah mendarah daging di
Indonesia. Secara hukum, korupsi dapat diartikan sebagai "Sebuah perbuatan yang
dilakukan dengan maksud memberikan keuntungan yang tidak sesuai dengan
tugas resmi dan hak orang lain" (an act done with an intent to give some
advantage inconsistent with official duty and the right of others).1 Korupsi
berkelanjutan oleh orang yang memiliki kekuasaan akan menyebabkan kerugian
bagi banyak pihak terutama bagi rakyat kecil. Sehingga, diperlukan adanya
pemberantasan luar biasa yang dilakukan melalui kerjasama antara masyarakat,
lembaga penegak hukum, dan pemerintah.

1
Hendry Campbell Black. Black's Law Dictionary (St. Paul. Minn.: West Publishing Co..
th
11 reprint. 1997). hlm. 345.

1
Menurut (Skor Indeks Persepsi Korupsi, 2020) menyatakan bahwa nasib
pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi hal yang tidak menentu dan bahkan
mengalami kemunduran. Skor Corruption Perception Index atau CPI dan
peringkat global Indonesia turun drastis, dimana pada awalnya dengan skor 40
pada tahun 2019 menjadi hanya 37 pada tahun 2020. Sementara itu, peringkat
global Indonesia dari 85 dunia kembali turun menjadi 102. Berdasarkan, data
tersebut menjelaskan bahwa politik hukum pemerintah Indonesia semakin
menjauh dari target dalam memberantas praktik korupsi yang terjadi.

Menurut (Indonesia Corruption Watch atau ICW, 2020) Dasar yang


menjadi persoalan utama, lemahnya pemberantasan tindak pidana korupsi di
Indonesia belakangan ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kebijakan
pemerintah sepanjang tahun 2019. Pemerintah dan DPR bersikukuh dengan
pendirian mereka untuk melakukan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
atau Undang-undang (UU) tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Pada tahun 2019 masyarakat khususnya mahasiswa turun kejalan untuk
memprotes tindakan pemerintah ini, masyarakat mengingatkan bahwa kebijakan
tersebut salah dan berpotensi besar dalam melemahkan kinerja dari komisi
pemberantasan korupsi. Bahkan tak hanya itu, organisasi internasional yaitu
Koalisi United Nation Convention Against Corruption turut mengkritik langkah
yang diambil oleh pemerintah Indonesia. Demo masyarakat dan mahasiswa pada
tahun 2019 terkait UU KPK tidak mendapatkan respon yang baik dari pemerintah,
hal ini berdasarkan survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga pada satu tahun
terakhir. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa adanya penurunan
kepercayaan publik terhadap tindakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sehingga, tak heran jika pemerintah indonesia mendapatkan respon negatif dari
berbagai pihak mulai dari dalam hingga global.

Secara garis besar, terdapat tiga hal yang menunjukkan indikasi turunnya
Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia. Pertama, ketidakjelasan orientasi
pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemberantasan korupsi. Seperti yang
telah kita ketahui bersama, terlepas dari perubahan regulasi kelembagaan KPK,

2
sepanjang tahun 2020, pemerintah dan DPR juga mengundangkan beberapa aturan
yang mementingkan kelompok oligarki dan mengesampingkan nilai-nilai
demokrasi. Hal ini dapat kita lihat dari adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja, tak
bisa dipungkiri, pemerintah dan DPR hanya mementingkan kepentingan orang-
orang yang memiliki tahta, dalam kerangka investasi ekonomi dan
mengesampingkan pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik dan kebutuhan
masyarakat.

Kedua, reformasi penegak hukum yang mengalami kegagalan dalam


menangani kasus perkara korupsi di Indonesia. Pernyataan ini bukanlah tanpa
dasar, namun menunjukan kepada data Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK
mengenai jumlah penindakan kasus korupsi yang mengalami penurunan drastis di
sepanjang tahun 2020 lalu, yaitu mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai
dengan instrumen penting seperti tangkap tangan. Penurunan kinerja Komisi
Pemberantasan Korupsi atau KPK sebenarnya dapat dimaklumi oleh masyarakat
mengingat adanya perubahan hukum acara penindakan yang mengakibatkan
penegakan hukum terkait korupsi menjadi tumpul.

Ketiga, menurunnya kinerja dari Komisi Pemberantasan Korupsi atau


KPK dalam pemberantasan korupsi. Sejak Komisioner baru dilantik, lembaga
yang khusus menangani masalah pemberantasan tindak korupsi ini banyak
melahirkan kontroversi dibandingkan menghasila prestasi yang membanggakan.
Mundurnya performa KPK tentu tidak bisa dilepaskan dari keputusan politik
Pemerintah dan DPR dalam memilih komisioner KPK saat ini. Tindakan ini
sangat disayangkan oleh berbagai pihak, mengingat Komisi Pemberantasan
Korupsi atau KPK selama ini adalah pilar penting dalam aksi pemberantasan
korupsi yang menunjang kenaikan skor CPI Indonesia. Berdasarkan, pernyataan
diatas seharusnya pemerintah harus membantu menaikkan kepercayaan publik
sehingga dapat mengembalikan citra positif Komisi Pemberantasan Korupsi atau
KPK dalam upaya pemberantasan korupsi yang kuat dan serius.

Kasus Korupsi PT. Asuransi Jiwasraya (persero) telah menyita perhatian


publik sejak mencuat beritanya pada 2019, kasus ini adalah bukti kegagalan

3
pemeritah dan lembaga terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi
keberlangsungan salah satu Badan Usaha Milik Negara ini. Melalui penyidikan
kejaksaan agung Jiwasraya terbukti melakukan pelanggaran prinsip kehati-hatian
dalam berinvestasi (cnn indonesia, 2020)

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengetahui lebih dalam


mengenai kasus korupsi pada PT. Asuransi Jiwasraya (persero) dan akan
membahasnya lebih dalam pada makalah ini dengan judul “Korupsi PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) Bukti Kegagalan Pemerintah Dalam Mengelola Badan Usaha
Milik Negara (BUMN)”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis sampaikan diatas maka
rumusan masalahnya, adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kronologi terjadinya kasus korupsi PT. Asuransi Jiwasraya


(persero) hingga menyebabkan kerugian yang begitu besar bagi
nasabah dan negara ?
2. Bagaimana peranan pemerintah dalam menangani dan menyelesaikan
kasus korupsi PT. Asuransi Jiwasraya (persero) ?
3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat kasus kasus korupsi pada
PT. Asuransi Jiwasraya (persero) ?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini, adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan mengenai awal mula terjadinya kasus korupsi pada
PT. Asuransi Jiwasraya (persero).
2. Mendeskripsikan mengenai dampak yang ditimbulkan akibat kasus
korupsi pada PT. Asuransi Jiwasraya (persero).
3. Mendeskripsikan peranan pemerintah terhadap penyelesaian kasus
korupsi pada PT. Asuransi Jiwasraya (persero).
4. Mendeskripsikan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus korupsi pada
PT. Asuransi Jiwasraya (persero).

4
D. TEORI
Teori yang penulis gunakan didalam penulisan makalah ini berasal dari
teori willingness and opportunity to corrupt yang menyatakan bahwa korupsi
terjadi jika terdapat kesempatan/peluang (kelemahan sistem, pengawasan kurang,
dan sebagainya) dan niat/keinginan (didorong karena kebutuhan/keserakahan) 2.
Teori ini menjelaskan bahwa setiap orang dapat melakukan korupsi dikarenakan
adanya peluang.

Indikator peluang yang menjadi dasar terjadinya kasus korupsi pada


PT. Asuransi Jiwasraya (persero), adalah sebagai berikut :

1. Kelemahan sistem manajemen keuangan yang dimiliki oleh PT. Asuransi


Jiwasraya (persero). Skandal Jiwasraya sebenarnya adalah praktik korupsi
yang tertata dengan sangat rapih karena dilakukan oleh orang-orang pintar
dimana mereka melakukan manipulasi akuntansi dan neraca keuangan
sehingga sangat sulit untuk dibaca kecurangannya oleh orang awam.
Dalam penyidikan yang telah dilakukan oleh Kejaksaan Agung ditemukan
bukti bahwa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah melakukan
pelanggaran prinsip kehati-hatian karena berinvestasi di aset finansial
dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi. PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) menggelontorkan sejumlah dana yang sangat besar
untuk melakukan investasi di 13 Manajer Investasi (MI) yang mengelola
reksa dana.
2. Lemahnya Undang-undang perlindungan asuransi untuk nasabah.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sampai sekarang belum
merealisasikan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 yang
seharusnya sudah hadir pada Oktober 2017 tentang Perasuransian. Dalam
Bab XI Perlindungan Polis, Tertanggung atau Peserta, Pasal 53 ayat 1
disebutkan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah Wajib
Menjadi Peserta Program Penjaminan Polis. Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun
2014 juga mengatur mengenai UU sebagai payung hukum program

2
https://www.hukumonline.com
5
penjaminan polis dibentuk paling lama tiga tahun sejak beleid
diundangkan atau pada 2017.
3. Pengawasan yang lemah dari Otoritas jasa Keuangan sebagai lembaga
pemerintah penyebab persoalan di tubuh Asuransi Jiwasraya. Menurut
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 OJK memiliki kewenangan seperti
memberikan izin operasi perusahaan asuransi, mengeluarkan izin berbagai
produk asuransi, lalu mengawasi perusahaan asuransi, hingga membuat
aturannya. Namun, dalam hal ini OJK telah lalai dalam menjalankan
tugasnya, sehingga selama bertahun-tahun penyakit dalam tubuh asuransi
Jiwasraya tidak bisa diatasi dengan baik.
4. Motif yang dilandasi niat dan keinginan pelaku dalam melakukan praktik
korupsi guna memperkaya diri sendiri. Tabiat yang didasari oleh
keserakahan dan peluang yang ada menyebabkan pihak-pihak ini berani
untuk melakukan tindak pidana korupsi. Pihak-pihak yang terlibat dalam
megaskandal korupsi PT. Asuransi Jiwasraya (persero) adalah sebagai
berikut Benny Tjokosaputro (Dirut PT Hanson International Tbk),
komisaris PT Trada Alam Mineral Tbk, Heru Hidayat dan Hary Prasetyo
(Direktur Keuangan Jiwasraya periode 2013-2018).

D. PEMBAHASAN
Berdasarkan penjelasan diatas, sebenarnya kita sudah mampu memahami
secara singkat mengenai kasus korupsi PT. Asuransi Jiwasraya (persero), namun
untuk dapat memahami lebih dalam lagi, penulis akan menjelaskannya secara
lebih detail.

Sejarah PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) berdiri pada 31 Desember 1859 dengan


nama Nederlansche Indische Levenverzekering en Lijvrente Maatschappij
(NILLMIJ), dimana kemudian diambil alih dan menjadi Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) pada tahun 1973. Perusahaan asuransi satu ini pada zamannya
adalah perusahaan kebanggaan milik Indonesia yang performa bisnisnya tidak
perlu diragukan lagi.

6
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) secara konsisten menciptakan dan
mengembangkan layanan dan produk-produk asuransi inovatif yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. PT Asuransi Jiwasraya (Persero) juga
mampu memiliki jaringan kantor layanan yang cukup besar terdiri dari 17 kantor
regional, 71 kantor cabang, dan 412 kantor area dengan dukungan sekitar 10.000
agen. Salah satu produk andalan yang dikeluarkan oleh PT Asuransi Jiwasraya
(Persero) antara lain unit link JS Pro Mapan & JS Pro Idaman, dan produk
endowment JS Plan Optima yang ditargetkan bagi kalangan menengah ke atas.

Kronologi Korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

Kasus PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya) merupakan kasus salah kelola


manajemen perusahaan itu sendiri. Hal ini sudah menyita perhatian publik,
dalam perjalanannya kondisi perusahaan asuransi ini sempat membaik pada 2011
meski turut terdampak krisis ekonomi tahun 1998. Namun demikian, ketiadaan
likuiditas membuat Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim nasabah JS Saving
Plan sebesar Rp802 miliar pada Oktober 2018 dan mencapai Rp12,4 triliun per
Desember 2019 Buruknya keuangan Jiwasraya dikarenakan perusahaan membeli
saham-saham lapis kedua dan ketiga menjelang tutup kuartal atau tutup tahun
untuk “mempercantik” laporan keuangan (window dressing). Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) menemukan harga saham tempat Jiwasraya berinvestasi selalu
“melompat” menjelang tutup tahun, dan kemudian saham tersebut dijual lagi
pada 2 Januari tahun berikutnya. Karena saham yang dibeli di bawah harga
pasar, maka pada laporan keuangan akhir tahun akan tercatat hasil investasi
Jiwasraya menguntungkan namun semu, karena pada dasarnya perusahaan
asuransi ini telah mengalami kerugian.

Pada pertengahan tahun 2019, ketika Erick Thohir menjadi menteri


BUMN, megaskandal Jiwasraya terbongkar ke publik. Awal mula kasus mencuat
ke publik adalah ketika manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tak mampu
lagi membayar polis nasabah dengan total kerugian senilai Rp12,4 triliun.
Besaran angka uang yang hilang inilah yang menyebabkan kasus Jiwasraya
disebut megaskandal dan melibatkan banyak pihak mulai dari manajemen,
pelaku di pasar modal dan pengambil kebijakan. Megaskandal PT Asuransi
Jiwasraya (Persero)

7
tentu jauh lebih besar dari kasus bail out ke PT Bank Century pada 2008 senilai
Rp 6,7 triliun.

Skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) adalah modus korupsi paling


canggih dan sulit, karena pelaku-pelakunya berusaha melakukan manipulasi
akuntasi dan rekayasa keuangan yang sangat sulit dipahami oleh orang awam
biasa. Hanya orang-orang tertentu, yang jeli membaca neraca keuangan dan
bentuk investasi yang dilakukan Jiwasraya yang sanggup membuka sisi gelap
korupsi besar ini. Memerlukan kejelian dan keberanian karena pelakunya juga
adalah orang- orang yang pandai memanipulasi keuangan demi memperkaya
diri. Membongkarnya pun memerlukan orang-orang yang pandai membaca
dengan teliti lapangan keuangan.

Persoalannya adalah, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) adalah perusahaan


tertutup, sehingga sulit dilacak dan dimonitor setiap saat laporan keuangannya.
Jejak manajemen, dan apa yang dilakukan manajemen dengan uang negara dan
premi nasabah, publik tak pernah paham.

Kronologi Kondisi keuangan perusahaan asuransi Jiwasraya sebenarnya


sudah mulai terpuruk sejak tahun 2002 karena Insolvensi (cadangan lebih kecil
dari seharusnya) yaitu sebesar Rp2,9 triliun. Berikut kronologi kondisi
keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sejak tahun 2000-an sampai dengan
tahun 2020.

Tabel 1. Kronologi Kasus PT Asuransi Jiwasraya


Tahun Keterangan
2004 PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami insolvensi dengan risiko
pailit mencapai Rp2,76 triliun.
2006 PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencatat ekuitas perusahaan negatif
hingga Rp3,29 triliun dan aset yang dimiliki jauh lebih kecil
dibandingkan kewajiban.
2008 PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami defisit perusahaan
sebesar Rp5,7 triliun. Kemudian Jiwasraya menerbitkan reksa dana
penyertaan terbatas dan reasuransi (penyelamatan jangka pendek)
untuk
menghilangkan kerugian di laporan keuangan.
2009 PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami defisit perusahaan hingga
Rp6,3 triliun dan melanjutkan skema reasuransi.

8
2015 a. Hasil audit BPK menunjukkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
melakukan penyalahgunaan wewenang dan laporan aset investasi

9
keuangan melebihi realita (overstated) serta kewajiban di bawah
realita (understated).
b. PT Asuransi Jiwasraya (Persero) membeli obligasi medium-term
note (MTN) pada perusahaan yang baru berdiri 3 tahun tanpa
pendapatan dan terus merugi.
c. BPK mengungkap kejanggalan pembelian saham dan reksa dana
lapis kedua dan ketiga yang tidak disertai kajian memadai oleh PT
Asuransi Jiwasraya (Persero), tanpa mempertimbangkan aspek
legal dan kondisi keuangan perusahaan.
2016 a. OJK meminta perusahaan menyampaikan rencana pemenuhan
rasio kecukupan investasi karena sudah tidak lagi menggunakan
mekanisme reasuransi.
b. BPK menemukan nilai pembelian sejumlah saham dan reksa dana
lebih mahal dibanding nilai pasar sehingga berpotensi merugikan
perusahaan Rp601,85 miliar.
c. BPK mencatat investasi tidak langsung senilai Rp6,04 triliun atau
setara 27,78% dari total investasi perusahaan pada tahun 2015.
d. Jiwasraya melepas saham dan reksa dana lapis kedua dan ketiga
sesuai rekomendasi BPK.
2017 a. OJK meminta PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengevaluasi
produk JS Saving Plan agar sesuai kemampuan pengelolaan
investasi.
b. OJK memberikan sanksi peringatan pertama kepada PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) karena perusahaan terlambat menyampaikan
laporan aktuaria tahun 2017.
c. Pendapatan premi JS Saving Plan PT Asuransi Jiwasraya
(Persero) mencapai Rp21 triliun dan laba Rp2,4 triliun atau naik
37,64% dari tahun 2016.
d. Ekuitas surplus Rp5,6 triliun tetapi kekurangan cadangan premi
Rp7,7 triliun karena belum memperhitungkan penurunan aset.
e. Perusahaan kembali membeli saham dan reksa dana lapis kedua
dan ketiga.
f. Pencatatan liabilitas yang lebih rendah dari semestinya membuat
laba sebelum pajak PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencapai
Rp428 miliar dari sebenarnya rugi Rp7,26 miliar.
2018 a. OJK dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) membahas penurunan
pendapatan premi secara signifikan akibat penurunan guaranted
return (garansi imbal hasil) atas produk JS Saving Plan.
b. OJK mengenakan denda administratif kepada PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) sebesar Rp175 juta atas keterlambatan
penyampaian laporan keuangan 2017.
c. Kantor Akuntan Publik (KAP) Pricewaterhouse Coopers (PwC)
memberikan opini tidak wajar pada laporan keuangan Jiwasraya
2017 karena perusahaan hanya mencatatkan liabilitas manfaat
polis masa depan Rp38,76 triliun yang seharusnya Rp46,44
triliun.

10
d. PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tidak dapat membayar klaim
polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan Rp802 miliar pada
Oktober 2018.
e. Kualitas aset investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hanya 5%
dari aset investasi saham senilai Rp5,7 triliun pada tahun 2018
yang ditempatkan pada saham bluechip. Hanya 2% dari aset
investasi saham dan reksa dana yang dikelola manajer investasi
berkualitas.
f. PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hanya mampu mendapatkan
Rp1,7 triliun dari penjualan sebagian saham dan reksa dana yang
bisa dijual (karena harganya anjlok) serta masih terdapat Rp8,1
triliun di 26 saham dan 107 reksa dana yang tidak bisa dilepas.
g. BPK menyebutkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melakukan
investasi aset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi sehingga
mengabaikan prinsip kehati-hatian
2019 a. PT Asuransi Jiwasraya (Persero) membutuhkan dana Rp32,89
triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas (Risk Based Capital)
120%.
b. Aset PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tercatat Rp23,26 triliun,
kewajibannya Rp50,5 triliun, nilai ekuitas negatif Rp27,24 triliun
dan liabilitas produk JS Saving Plan tercatat Rp15,75 triliun.
c. Total klaim jatuh tempo yang gagal bayar mencapai Rp12,4 triliun
2020 a. Kejaksaan Agung meminta BPK memulai audit investigasi
Jiwasraya dan OJK.
b. Klaim nasabah yang akan jatuh tempo hingga akhir tahun 2020
mencapai Rp16,1 triliun. Indikasi kerugian negara Rp13,7 triliun
akibat gagal bayar polis.
Sumber: cnnindonesia.com, 30 Desember 2019, cnnindonesia.com, 10 Januari 2020, dan Majalah
Tempo, 19 Januari 2020

Sejak 2006-2017, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sudah melakukan


window dressing. Window dressing sendiri adalah strategi yang dilakukan
perusahaan untuk 'memoles' laporan keuangan. Sejak 2006-2017, PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) selalu membukukan laba dan bebas utang yang meningkat
tajam. Sementara itu, mulai 2018, equitas perusahaan minus Rp10 triliun. Dalam
beberapa tahun terakhir, kinerja keuangan Jiwasraya menunjukan penurunan
signifikan pada 2018, turun sebesar Rp282 miliar dan pada 2019 turun sebesar
Rp805 miliar. Indikator-indikator keuangan di atas menunjukan adanya indikator
laporan keuangan perseroan. Hal yang lebih buruk lagi adalah PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) membeli beberapa saham dengan fundamental buruk.

Dari laporan keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menunjukan,


portofolio sahamnya tinggal Rp1,5 triliun dan reksa dana saham tinggal Rp4

11
triliun.

12
Harga perolehan saham Rp5,6 triliun dan reksa dana Rp12,7 triliun. Perkiraan
penurunan nilai (forecast impairment) akan ada kerugian lagi Rp1,2 triliun dari
saham berdasarkan perhitungan kerugian yang sekarang mencapai angka Rp13
triliun.

Manajemen menggunakan uang nasabah dengan cara melakukan


investasi di pasar saham. Investasi di pasar saham tentu tidak buruk, tetapi
pilihan investasi menjadi sangat penting. Pemain saham yang ingin mendapat
cuan di pasar saham biasanya bermain di saham-saham berfundental baik, seperti
TLKM (PT Telkom Tbk.) atau PT Bank Central Asia Tbk. (BCA). Namun, yang
terjadi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) malah menginvestasikan dana nasabah
di saham-saham berkinerja buruk.

Banyak yang mencurigai bahwa pihak manajemen PT Asuransi


Jiwasraya (Persero) mendapat fee. Sehingga dapat dikatakan bahwa, atas dasar
itulah hampir 50 persen dari aset finansial jiwasraya, diinvestasikan kedalam
saham. Padahal, peraturan yang dibuat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya
memperbolehkan setiap emiten untuk berinvestasi di saham maksimal 10 persen
per saham dan keseluruhan investasi maksimal 40 persen dari jumlah investasi.
Namun, faktanya sepanjang tahun 2018, sebanyak 22,4 persen dari aset finansial
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) diinvestasikan kedalam saham. Namun, hanya
5 emiten saham yang masuk ke LQ45 (saham berlikuiditas tinggi), sisanya ke
emiten saham gorengan (fundamental rendah, volatilitas tinggi) dengan porsi 50
persen dari investasi saham 2018.

Penyakit dalam tubuh PT Asuransi Jiwasraya (Persero), perlahan tapi


pasti mulai terkuak ke publik, setelah menemukan dugaan adanya tindak pidana
korupsi, Kejaksaan Agung menemukan fakta lain bahwa PT Asuransi Jiwasraya
(Persero) melakukan investasi di 13 manajer investasi (MI) yang mengelola
reksa dana. Sehingga, Kejaksaan Agung pun mulai menerbitkan Surat Perintah
untuk melakukan Penyidikan (Sprindik) dengan nomor 33/FII/FD2/12/2019 pada
17 Desember 2019. Jaksa Agung Sinatiar Burhanuddin mengatakan penyidikan
tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi di 13
perusahaan yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik (GCG).
13
Menurut Burhanuddin, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) diduga
melakukan pelanggaran prinsip kehati-hatian karena berinvestasi di aset finansial
dengan risiko yang tinggi untuk mengejar keuntungan atau profit yang tinggi.
Pertama adalah penempatan didalam saham sebesar 22,4% dan senilai Rp 5,7
triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2% di saham dengan kinerja baik
dan 95% dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk. PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) juga menempatkan investasi di aset reksa dana sebesar
59,1% senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial yang dimiliki

Saham-saham itu, seperti PT Semen Baturaja Tbk. (SMBR), PT SMR


Utama Tbk. (SMRU), PT PP Properti Tbk. (PPRO), PT Bank Pembangunan
Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR), dan PT Astrindo Nusantara
Infrastruktur Tbk. (BIPI), PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP). Dalam Rapat
Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR pada Agustus 2019, manajemen Jiwasraya
mengakui, pada 2016, investasi Jiwasraya saham SMBR pada harga rata-rata
Rp1.555, dan PPRO di harga Rp1.000. Pada akhir 2016, saham SMBR dan
PPRO kemudian masing-masing ditutup di posisi Rp2.790, dan Rp1.360.

Inilah kenapa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada akhir tahun 2016


membukukan keuntungan dari perubahan nilai wajar efek-efek. Perlu menjadi
catatan bahwa saham SMBR dan PPRO adalah saham second liner yang tentu
saja tidak se-likuid blue chip seperti BBCA. Membeli saham seperti itu dengan
angka triliunan rupiah tentu sangat berisiko, karena akan sulit menjualnnya.
Apalagi secara fundamental, perusahaan-perusahaan ini tidaklah istimewa.

Memang sulit bagi orang awam untuk membuktikan jika saham-saham


yang dibeli oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) itu masuk kedalam kategori
saham gorengan. Namun, ada indikasi yang bisa kita lihat, seperti dalam
seminggu saja, saham-saham itu melonjak sangat tinggi. Padahal, secara
keuangan, perusahaan ini berkinerja sangat buruk. Semestinya, PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) yang memegang dana nasabah dan dana negara,
menginvestasikan dana ke perusahaan-perusahaan berfundamental baik agar
untung dan tidak berisiko.

14
Perusahaan investasi seharusnya tidak bermain saham di saham gorengan
karena besar kemungkinan nilai investasinya kemungkinan akan turun atau
anjlok

dengan sangat tajam, sedangkan perusahaan ansuransi dituntut memiliki nilai


investasi yang pengembaliannya baik. Hal itu penting agar cash flow-nya tetap
terjaga pada saat diklaim nasabah.

Peranan Pemerintah dan Pihak-Pihak Terlibat Dalam Kasus Korupsi


PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

Kasus mega skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terus membuka


babak baru usai Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan sejumlah
tersangka berdasarkan pengembangan penyidikan yang dilakukan. Penetapan
tersangka itu terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan
keuangan dan dana investasi nasabah Asuransi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Satu orang tersangka dari Otoritas Jasa Keuangan atau OJK memiliki inisial
nama FH alias Fakhri Hilmi. FH alias Fakhri Hilmi merupakan pejabat Otoritas
Jasa Keuangan atau OJK yang memiliki jabatan sebagai Deputi Komisioner
Pengawasan Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan atau OJK periode 2017-
sekarang. Fakhri Hilmi juga pernah menjabat sebagai Kepala Departemen
Pengawasan Pasar Modal IIA periode Februari 2014-2017. Adapun Fakhri Hilmi
dijerat Pasal 2 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang
Tindak Pidana Korupsi. Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menetapkan 13
korporasi yang menjadi tersangka. Ketigabelas tersangka itu, antara lain DM
atau PAC (PT Danawibawa Manajemen Investasi atau Pan Arkadia Capital),
OMI (PT OSO Manajemen Investasi), PPI (PT Pinacle Persada Investasi), MD
(PT Milenium Danatama), dan PAM (PT Prospera Aset Manajemen). Kemudian
MAM (PT Maybank Aset Manajemen), MNC (PT MNC Aset Manajemen), GC
(PT GAP Capital), JCAM (PT Jasa Capital Aset Manajemen), PAAM (PT Pool
Advista Aset Manajemen), CC (PT Corfina Capital), TII (PT Trizervan
Investama Indonesia), dan SAM (PT Sinarmas Aset Manajemen). Menurut
Kejaksaan Agung Ketigabelas korporasi ini diduga terlibat dalam pelarian uang
nasabah.

15
Masih menurut data Kejaksaan Agung (Kejagung), dari Ketigabelas
korporasi tersebut diduga kerugian mencapai Rp12,157 triliun. Kerugian itu
merupakan bagian dari penghitungan kerugian negara yang sudah dihitung oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp16,81 triliun.
Penetapan tersangka baru-baru ini menyusul penetapan tersangka oleh
Kejaksaan Agung sebelumnya dalam kasus dugaan korupsi di PT Asuransi
Jiwasraya (Persero). Mereka adalah Komisaris PT Hanson International Tbk
Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru
Hidayat Hendrisman Rahim. Kemudian, mantan Kepala Divisi Investasi dan
Keuangan Jiwasraya Syahmirwan mantan Direktur Keuangan Asuransi
Jiwasraya Hary Prasetyo dan Direktur Utama PT Maxima Integra Joko Hartono
Tirto. Mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b serta Pasal
3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan, Benny dan Heru ditetapkan sebagai
tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentunya juga memiliki andil untuk
dipersalahkan karena dianggap abai dalam mengawasi laporan keuangan PT
Asuransi Jiwasraya (Persero). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah melaporkan
sejak awal bahwa equitas PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ini sebenarnya sudah
negatif. Namun, sayangnya, pemegang saham tidak menjalankan apa yang sudah
disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam skema itu, PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) akan dibantu pendanaan oleh BUMN lainnya dengan
imbalan sinergi, sehingga menjadi semacam subsidi silang. Hal ini dianggap
penting agar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mampu untuk membayar
kewajiban kepada para nasabah pemegang polis, dari pada hanya menjadikan
kasus ini sebagai kasus korupsi yang menjadi konsumsi publik secara tidak
berkesudahan. Sehingga, diperlukan adanya dana suntikan atau bail out modal
ke Jiwasraya dari pihak lain.

16
Sebenarnya terdapat kasus perusahaan asuransi lain yang memiliki
kronologi sama dengan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), namun bedanya ini
terjadi pada perusahaan asuransi milik swasta yang merugi sampai dengan Rp 2
triliun, namun beberapa perusahaan asuransi swasta ini langsung cut off, dimana
kemudian pemegang saham datang dan menyuntikan modal mereka untuk
menyelamatkan.

17
PENUTUP
Pada dasarnya korupsi adalah tindakan pidana yang harus dihindari oleh
semua pihak karena pada akhirnya hanya akan menimbulkan kerugian. Praktik
korupsi yang mendarah daging dan turun-temurun perlu ditemukan solusinya,
karena jika semakin lama korupsi dibiarkan hidup di Indonesia maka akan
membawa pengaruh buruk dalam mengkooptasi sistem pemerintahan di
Indonesia. Penegakan hukum terhadap pidana korupsi telah dilakukan oleh
pemerintah dan lembaga-lembaga terkait, namun masih belum ada perbaikan
untuk mengurangi masalah korupsi tersebut, sehingga terkadang muncul menjadi
kekerasan dan tindakan yang sewenang-wenang. Untuk itu dibutuhkan adanya
kerjasama yang baik antara semua pihak terkait.

Dampak yang ditimbulkan akibat


tindak pidana korupsi sangat
serius, yaitu

18
mempengaruhi segala aspek dan bidang kehidupan manusia, seperti ekonomi,
politik, sosial dan juga budaya, bahkan yang lebih buruk lagi dapat berdampak
pada kemanusiaan, sehingga korupsi termasuk ke dalam kategori kejahatan yang
luar biasa.

Penegakan hukum di Indonesia saat ini belum menyentuh penyebab


utama terjadinya korupsi, bahkan para penegak hukum terkadang tidak
mengetahui kekuatan dan kelemahan dari korupsi itu sendiri, serta peluang dan
hambatan dalam menghadapi masalah baik disadari maupun tidak, kondisi ini
diperparah dengan akhlak manusia yang semakin memburuk, oleh karena itu
perspektif strategi manajemen dalam pemberantasan korupsi adalah berusaha
mencari solusi.

Solusi yang penulis dapat berikan untuk mengatasi kasus korupsi di


Indonesia adalah dengan mengakhiri budaya dinasti politik yang tak kunjung
putus rantainya, karena sejatinya setiap masyarakat tanpa mengenal kasta dan
pangkat berhak untuk menuntun negara ini menuju arah perubahan yang lebih
baik, benahi pendidikan di Indonesia sedini mungkin setiap anak bangsa perlu
diajari pendidikan yang baik seperti agama untuk mengenal lebih dalam
mengenai arti dari kejujuran atau akhlak yang mulia, lalu mengenai wawasan
cinta negara, dan terakhir pertegas dan perjelas hukuman bagi setiap pelaku
tindak korupsi hal ini diharapkan dapat mewujudkan efek jera bagi pihak-pihak
lain untuk mau melakukan tindakan keji ini.

Kasus korupsi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero)


yang notabene adalah perusahaan asuransi milik negara atau Badan Usaha Milik
Negara sebenarnya adalah bukti dari kegagalan pemerintah dalam mengelola
perusahaan tersebut. Sehingga, sudah sewajarnya jika kasus ini menjadi pukulan
telak bagi negara atau pemerintah khususnya Otoritas Jasa Keuangan atau OJK
untuk segera memperhatikan mengenai cara menciptakan pengaturan,
pengawasan, dan manajemen risiko yang tepat kepada setiap Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) guna menciptakan rasa percaya dan aman masyarakat terhadap
perusahaan asuransi milik pemerintah di Indonesia.

Berdasarkan kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ini juga


perlu adanya upaya penyelamatan dana nasabah dan investor, yang dilakukan

19
pemerintah. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan adanya pengawasan intensif
untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, khususnya industri perasuransian di
Indonesia. Hal ini dikarenakan dengan adanya kasus korupsi PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) dapat berdampak secara sistemik pada sektor keuangan non-
perbankan, di mana transaksinya melibatkan para investor dan nasabah
pemegang polis dalam jumlah dana yang sangat banyak.

20
DAFTAR PUSTAKA

cnbcindonesia.com. (2019, Desember 18). Ini Penjelasan Lengkap Kejagung Soal


Kasus Korupsi Jiwasraya. Retrieved from
https://www.cnbcindonesia.com/market/20191218210034-17-124271/ini-
penjelasan-lengkap-kejagung-soal-kasus-korupsi-jiwasraya
finansial.bisnis.com. (2020, Januari 31). Megaskandal Jiwasraya. Retrieved from
https://finansial.bisnis.com/read/20200131/215/1196058/megaskandal-
jiwasraya
Hendry Campbell Black. Black's Law Dictionary (St. Paul. Minn.: West
Publishing Co..11th reprint. 1997). hlm. 345.
Indonesia Corruption Watch. (2021, Januari Kamis). Indeks Persepsi Korupsi
Indonesia Anjlok: Politik Hukum Negara Kian Memperlemah Agenda
Pemberantasan Korupsi. Retrieved from
https://antikorupsi.org/id/node/87872
Jiwasraya. (2014). PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Perusahaan Asuransi
Kebanggaan Nasional. Retrieved from
https://jiwasraya.co.id/?q=id/berita/berita-asuransi/pt-asuransi-jiwasraya-
persero-perusahaan-asuransi-kebanggaan-nasional
medcom.id. (2020, Juni). Korupsi Berjamaan Jiwasraya. Retrieved from
https://www.medcom.id/ekonomi/analisis/ybDl64Rb-korupsi-berjamaah-
di-jiwasraya
Sayekti, N. W. (2020) Permasalahan PT Asuransi Jiwasraya.hlm.6.

21
22

Anda mungkin juga menyukai