Anda di halaman 1dari 13

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL TAHUN

AKADEMIK 2020/2021
MATA UJIAN : KRIMINOLOGI DAN VICTIMOLOGI
“MAKALAH TINJAUAN KRIMINOLOGI ATAS KASUS DJOKO
TJANDRA”

NAMA: FENINA AMEILIAWATI


NRP: 120118344

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
2020
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus cessie Bank Bali, Sebelas
tahun pelarian Djoko Tjandra sebagai buron berakhir pada 2020 ini. Lebih
panjang dari pelariannya, kasus Djoko Tjandra telah bergulir selama 21
tahun sejak 1999. Djoko Tjandra terlibat kasus pengalihan hak yang
menyebabkan pergantian kreditur Bank Bali senilai Rp904 miliar. Kasus ini
ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia.
Proses hukum Bank Bali bahkan belum benar-benar tuntas hingga
saat ini. Sementara Bank Bali sudah tak ada lagi, melebur dengan empat
bank lainnya menjadi Bank Permata pada tahun 2002.
Diketahui Djoko Tjandra juga masuk dalam daftar buronan interpol
sejak 2009 dan telah menjadi warganegara Papua Nugini. Selama bertahun
tahun menjadi buron, perlu dipertanyakan ketegasan penegak hukum dalam
memproses Djoko Tjandra. Padahal, jumlah kerugian yang diakibatkan oleh
Djoko Tjandra juga tidak sedikit.
Di dalam kasus Bank Bali, pemerintah melibatkan auditor
independen, PriceWaterhouseCoopers (PwC), untuk menginvestigasi kasus
ini. Setelah 2 minggu investigasi dan melibatkan 20 auditor, PwC
melaporkan temuannya sebanyak 123 halaman kepada BPK pada 7
September 1999, terdapat hasil temuan dari pihak PwC yang secara garis
besar menunjukan indikasi penipuan, ketidakpatuhan terhadap
regulasi,penggelapan, penyalahgunaan kekuasaan, perlakuan istimewa yang
tidak semestinya, penyembunyian transaksi, penyuapan, dan korupsi.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimanakah perjalanan kasus Djoko Tjandra dari skandal Bank Bali
hingga saat ia ditangkap pada 2020?
b. Bagaimana tinjauan kriminologi atas kasus yang menjerat Djoko
Tjandra tersebut?
C. METODE PENELITIAN

Metode memegang peran penting dalam mencapai suatu tujuan, termasuk


juga metode dalam suatu penelitian. Metode penelitian yang dimaksud
adalah cara-cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan
mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis sampai menyusun laporan)
berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah.
1. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan Metode penelitian hukum normatif


empiris yang pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan
hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris.
Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan
hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa
hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Di dalam makalah ini,
menggunakan Judicial Case Study

Pendekatan judicial case study ini merupakan pendekatan studi


kasus hukum karena konflik sehingga akan melibatkan campur tangan
dengan pengadilan untuk memberikan keputusan penyelesaian
(yurisprudensi)

2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pada penelitian
kualitatif ini analisis terhadap dinamika hubungan fenomena yang
diamati dengan menggunakan logika ilmiah. Penelitian kualitatif
merupakan pendekatan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulisatau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati yang
tidak dituangkan ke dalam variable atau hipotesis.
PEMBAHASAN

A. Perjalanan kasus Djoko Tjandra


1. Pengadilan Negeri
Setelah skandal Bank Bali mencuat, Djoko Tjandra diperiksa oleh
Kepolisian dan Kejaksaan Agung atas dugaan pengaturan dan keterlibatan
dalam transaksi ilegal, dimana kemudian ia didakwa 18 bulan penjara
dengan dakwaan korupsi dan diadili di PN Jakarta Selatan pada 9 Februari
2000, tetapi kemudian dibebaskan pada 6 Maret 2000 karena Wakil Hakim
Ketua yang menangani kasusnya, memutuskan bahwa kasus tersebut
seharusnya disidangkan sebagai kasus perdata.
2. Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung
Sekitar 2 minggu setelah bebas, Pengadilan TinggiJakarta memerintahkan
PN Jakarta Selatan untuk memeriksa dan mengadili Djoko Tjandra sehingga
ia kemudian diadili kembali pada April 2000 dan dibebaskan kembali pada
28 Agustus 2000, sebab hakim menilai walaupun seluruh dakwaan jaksa
penuntut umum terhadap DjokoTjandra terbukti, tetapi kasus tersebut
bukanlah merupakan tindak pidana melainkan kasus perdata.Kejaksaan
Agung kemudian mengajukan banding ke Mahkamah Agung pada Juni
2001 yang justru memperkuat putusan sebelumnya bahwa Djoko Tjandra
tidak bersalah, tetapi satu anggota majelis hakim kasasi, Artidjo Alkostar,
memberikan pendapat yang bertentangan dari hakim lainnya (dissenting
opinion) dengan menyatakan bahwa Djoko Tjandra bersalah melakukan
korupsi.
3. Peninjauan Kembali
Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan
yang membebaskan Djoko Tjandra dalam kasus korupsi cessie Bank Bali
pada Oktober 2008. Majelis hakim yang diketuai Djoko Sarwoko dan
beranggotakan I Made Tara, Komariah E. Sapardjaja, Mansyur
Kertayasa,dan Artidjo Alkostar menerima PK tersebut serta menjatuhkan
vonis penjara 2 tahun dan denda 15 juta dengan hukuman tambahan
perampasan uang sebesar Rp546 miliar dalam rekening Djoko Tjandra di
Bank Balipada 11 Juni 2000.
4. Buron
Pada 16 Juni 2009, Djoko Tjandra mangkir dari panggilan Kejaksaan untuk
dieksekusi, yang lalu Djoko Tjandra diberikan kesempatan sekali lagi untuk
dipanggil ulang, namun ia kembali tidak memenuhi panggilan tersebut
sehingga ia dinyatakan buron oleh Kejaksaan. Kemudian diketahui bahwa
Djoko Tjandra melarikan diri ke Papua Nugini dengan menggunakan
pesawat charter dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta sehari sebelum
pembacaan putusan oleh hakim.
5. Kewarganegaraan Ganda
Juli 2012, Kejaksaan Agung, melalui Wakil Jaksa Agung,
Darmono,menyatakan bahwa pemerintah Papua Nugini telah memberikan
kewarganegaraan kepada Djoko Tjandra sehingga mempersulit jalannya
eksekusi terhadapnya. Rupanya pada Oktober 2011, Djoko Tjandra sudah
mengajukan permohonan kewarganegaraan dengan cara naturalisasi kepada
Menteri Luar Negeri Papua Nugini saat itu, Ano Pala, yang
kemudiankewarganegaraan tersebut diberikan pada April 2012 walaupun
Djoko Tjandra ada di dalam daftar merah Interpol akibat status buronnya di
Indonesia.
6. Kembali ke Indonesia untuk Melakukan PK
Pada 29 Juni 2020, aparat penegak hukum melalui Jaksa Agung, ST
Burhanuddin, mengaku kecolongan sebab diketahui bahwa Djoko Tjandra
sudah berada di Indonesia pada 8 Juni 2020. Ia menyatakan bahwa
informasi pendeteksian yang dimiliki imigrasi lemah, tetapi hal itu dibantah
oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, bahwa imigrasi tidak
pernah mencatat seseorang bernama Djoko Tjandra masuk ke Indonesia.
Dugaan yang muncul adalah Djoko Tjandra masuk dengan nama Joko
Soegiarto Tjandra, sesuai dengan berkas putusan perkara di MA nomor 12
PK/Pid.Sus/2009. Alasan utama Djoko Tjandra kembali ke Indonesia tidak
lain adalah mencoba peruntungannya dengan mengajukan PK atas kasus
yang menjeratnyadi PN Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Hal tersebut ia
lakukan setelah sempat mendatangi rumahnya di Jakarta dan mengurus KTP
elektronik di kantor kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan guna melengkapi persyaratan pengajuan PK. Sebulan setelah
pengajuan PK, yaitu pada tanggal 7 Juli 2020, Djoko Tjandra dijadwalkan
akan hadir untuk menjalani sidang pemeriksaannya, namun malang tak
dapat ditolak, Djoko Tjandra tidak muncul. Pengacara Djoko Tjandra, Anita
Kolopaking, mengatakan bahwa Djoko Tjandra berada di Kuala Lumpur,
Malaysia karena sakit. Akan tetapi, Ditjen Imigrasi melalui Kepala Bagian
Humas dan Umum, Arvin Gumilang, menyangkal hal tersebut dengan
mengatakan bahwa tidak ada nama Djoko Tjandra dalam data perlintasan
imigrasi.
7. Tertangkap Kembali di Malaysia
Pada 30 Juli 2020, Djoko Tjandra benar-benar ditangkap di Malaysia dan di
bawa ke Indonesia pada hari yang sama.Kasus ini menyeret nama 2 perwira
tinggi polisi, yaitu Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte
sebagai terduga penerima suap penghapusan red notice atas nama Djoko
Tjandra24, serta jaksa yang menangani kasus tersebut, yaitu Jaksa Pinangki
sebagai terduga penerima suap guna mengurus fatwa MA agar ia tak
dieksekusi ke tahanan.

B. Tinjauan kriminologi atas kasus yang menjerat Djoko Tjandra


1. Pengertian Kriminologi
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang baru berkembang
padatahun 1850 bersama-sama sosiologi, antropologi dan psikologi,
cabang-cabang ilmu yang mempelajari gejala/tingkah laku manusia
dalam masyarakat. Nama Kriminologiyang ditemukan oleh P. Topinand
(Topo Santoso 2001:9) seorang ahli antropologi
Prancis,secaraharfiahberasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan
atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka
kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat. Bonger
memberikan defenisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang
bertujuan menyelidikai gejala kejahatan seluas-luasnya.
Menurut Noach (Topo Santoso dan Eva Achjani; 2010:12),
merumuskan kriminologi sebagai ilmu pengetahuan tentang perbuatan
jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang yang terlibat
dalam perilaku jahatdan perbuatan tercela itu.Menurut Wolfrang Savitz
dan Johnston (Topo Santosodan Eva Achjani; 2010:12), mengemukakan
bahwa, kriminologi adalah kumpulan ilmu pengetahuan tentang
kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan
pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan
menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, pola-pola, dan
faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku
kejahatan serta reaksi masyarakat.
Jadi, kriminologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
sebab-sebab terjadinya kejahatan baik itu timbulkarena pelaku itu
sendiri berjiwa penjahat atau lingkungan sekitarnya.
2. Ruang Lingkup Kriminologi
MenurutA.S. Alam (2010:2-3) ruang lingkup pembahasan Kriminologi
meliputi tiga hal pokok, yaitu:
1. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making laws).
Pembahasan dalam proses pembuatan hukum pidana (process of making
law) meliputi:
a.Definisi kejahatan
b.Unsur-unsur kejahatan
c.Relativitas pengertian kejahatan
d.Penggolongan kejahatan
e.Statistik kejahatan
2. Etiologi kriminal, yang membahas teori-teori yang menyebabkan
terjadinya kejahatan (breaking of laws)
3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking of
laws). Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanggar
hukum berupa tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap calon
pelanggar hukum berupa upaya-upaya pencegahan kejahatan (criminal
prevention).
3. Kejahatan yang dilakukan Djoko Tjandra
Dari sudut pandang hukum (a crime from the legal point ofview).
Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang
melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan
sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di dalam perundang-undangan
pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan. Dari
sudut pandang masyarakat (a crime from the sociological point of view).
Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap perbuatan yang
melanggar norma-norma yang masih hidup.
Djoko Tjandra dalam hal ini terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengalihan hak
tagih piutang (cessie) Bank Bali.

Unsur-unsur delik korupsi yang terdapat dalam pasal 2 UU PTPK


tersebut sebagai berikut:

1) Setiap orang;

2) Secara melawan hukum;

3) Perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu


korporasi;

4) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara

Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan oleh Djoko Tjandra terbukti
telah memenuhi keempat unsur tipikor diatas.

Djoko Tjandra (subyek hukum, unsur pertama), melakukan


pemindahbukuan bendaharawan negara ke Bank Bali berdasar penjaminan
transaksi PT Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) terhadap Bank Bali (
secara melawan hukum, unsur kedua), yang manapiutang Bank Bali sebesar
Rp904 miliar dicairkan oleh BI dan BPPN, yang mana Rp546 miliarnya
masuk ke dalam kantong EGP sementara Rp358 miliar kembali ke Bank
Bali (perbuaatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu
korporasi, unsur ketiga), dan merugikan keuangan negara melalui kerugian
Bank Dagang Indonesia (unsur keempat).

4. Penyebab tindak pidana korupsi yang dilakukan Djoko Tjandra


Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Korupsi adalah Manusia dewasa ini
sedang hidup di tengah kehidupan material. Ukuran orang disebut
sebagai kaya atau berhasil adalah ketika yang bersangkutan memiliki
sejumlah kekayaan yang kelihatan di dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika seseorang menempati suatu ruang untuk bisa mengakses
kekayaan, maka seseorang akan melakukannya secara maksimal. Di
dunia ini,banyak orang yang mudah tergoda dengan kekayaan. Persepsi
tentang kekayaan sebagai ukuran keberhasilan seseorang, menyebabkan
seseorang akan mengejark ekayaan itu tanpa memperhitungkan
bagaimana kekayaan tersebut diperoleh. Dalam banyak hal, penyebab
seseorang melakukan korupsi adalah (1) Lemahnya pendidikan agama,
moral, dan etika, (2) tidak adanya sanksi yang keras terhadappelaku
korupsi, (3) tidak adanya suatu sistem pemerintahan yang transparan
(good governance), (4) faktor ekonomi, (5) manajemen yang kurang
baik dan tidakadanya pengawasan yang efektif dan efisien serta, (6)
Modernisasi yang menyebabkan pergeseran nilai-nilai kehidupan yang
berkembang dalam masyarakat.
5. Pertanggungjawaban Pidana yang harus dilakukan
Setelah 21 tahun melarikan diri dan dapat kabur dari berbagai jeratan
hukum, kasus yang merugikan negara sebesar 904 Miliar tersebut saat
ini dengan banyaknya bukti harusnya dapat membuat Djoko Tjandra
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pengaturan pidana dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 413-
437Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disingkat menjadi
KUHP, selain ituada juga peraturan lain yang mengatur tentang tindak
pidana korupsi diluar KUHP yang terdapat pada Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pertanggungjawaban pidana dalam delik korupsi lebih luas dari hukum
pidanaumum. Hal itu nyata dalam hal, kemungkinan penjatuhan pidana
secara in absentia seperti yang terdapat dalam Pasal 23 ayat 1 sampai
ayat 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi danPasal 38 ayat 1,2,3 dan 4 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentangpemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perampasan barang- barang yang telah disita bagi terdakwa yang telah
meninggal dunia sebelum ada putusan yang tidak dapat diubah lagi
seperti yang terdapat dalam Pasal 23 ayat 5 Undang-UndangNomor 3
Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi danPasal
38ayat 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan TindakPidana Korupsi, bahkan kesempatan banding
tidak ada. Perumusan delik dalamUndang-Undang Nomor 3 Tahun
1971 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsiyang sangat luas ruang
lingkupnya, terutama yang terdapat dalamPasal 1 ayat 1butir a dan b
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang PemberantasanTindak
Pidana Korupsi, Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam serangkaian kasus yang telah menjerat sosok Djoko Tjandra, perlu
di akui bahwa pelariannya selama 21 tahun terakhir dan bisa keluar masuk
Indonesia juga merupakan kelalaian dari penegak hukum yang bertugas pada
saat itu
Dan ditinjau dari aspek kriminologi, Djoko Tjandra terbukti telah
melakukan kejahatan Tindak Pidana Korupsi yang merugikan negara sebesar Rp
904 Milyar Rupiah. Terlepas dari bagaimana kasus ini sedang berjalan sekarang,
apakah Djoko Tjandra akan mengajukan PK lagi atau tidak, satu hal yang pasti
adalah Djoko Tjandra bersalah atas kejahatan tersebut. Djoko Tjandra juga harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai pertanggungjawaban pidana
yang berlaku di dalam hukum positif. Dan jika dimungkinkan, bahwa asas
keadilan restoratif harus diberlakukan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
B. Buku
Manning,Chris, et al.,2000,Indonesia in Transition: Social Dimensions
of the Reformasi and the Economic Crisis, Zed Books Publisher,
London

Moeljatno, 2005, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara,


Jakarta.

S. Kim,Samuel, 2000, East Asia and Globalization, Rowman &


Littlefield Publisher Maryland

Dewan Mahasiswa Justicia, KAJIAN LABIRIN


PENYELESAIAN KASUS DJOKO TJANDRA, Dema Justicia, Fakultas
Hukum UGM, 2020.

C. Jurnal
Ifrani, TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI KEJAHATAN LUAR
BIASA, Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Jurnal Al’Adl
Volume IX No 3 , Desember 2017

Mita Argiya, Viola Sinda Putri. MENGUPAS TUNTAS BUDAYA


KORUPSI YANG MENGAKAR SERTA PEMBASMIAN MAFIA
KORUPTOR MENUJU INDONESIA BERSIH. Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, Recidive Vol 2 No 2 Mei-Agustus 2013
\

Anda mungkin juga menyukai