Anda di halaman 1dari 7

RINGKASAN MATERI KULIAH (RMK)

FOLLOW THE MONEY

MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK


DOSEN : Dr. NI WAYAN RUSTIARINI, SE., MSi., AK., CA

OLEH :
KELOMPOK 13
KELAS A - REGULER MALAM
1. ANAK AGUNG KETUT PUTRI SANJIWANI (1902622010161 / 03)
2. I GUSTI AYU RAKA MAHOSADHI (1902622010189 / 31)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2022
FOLLOW THE MONEY

Teknik - Teknik Audit Investigatif


Follow the money secara harafiah berarti mengikuti jejak-jejak yang
ditinggalkan dalam suatu arus uang atau arus dana. Jejak-jejak ini akan membawa
penyidik atau audit forensik ke arah pelaku penipuan. Uang sangat likuid dan mudah
mengalir. Hal tersebut menyebabkan follow the money memiliki banyak peluang untuk
digunakan dalam investigasi. Namun, mata uang kejahatan atau currency crime
bukanlah uang semata. Mengetahui currency crime akan membuka peluang baru untuk
menerapkan teknik follow the money.
1. Naluri Penjahat
Dalam setiap kejahatan pada umumnya dan fraud khususnya, pelaku berupaya
memberi kesan tidak terlibat. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
memberikan alibi bahwa pelaku tidak di tempat terjadinya kejahatan kejahatan
berlangsung atau menggunakan identitas palsu. Menggunakan istilah pidana umum,
pelaku kejahatan berupaya memberi kesan bahwa pelaku tidak berada di tempat
kejadian perkara (TKP) ketika kejahatan terjadi. Pelaku berusaha tidak meninggalkan
jejak dokumen dengan menggunakan identitas palsu atau menghancurkan dokumen-
dokumen resmi yang merupakan identitasnya. Tidak jarang pelaku memberikan
keterangan palsu.
Misalnya, dalam kejahatan kerah putih, pelaku menggunakan identitas orang
lain seperti identitas karyawannya, sopirnya, dan orang lain. Identitas orang lain ini
terlihat dalam dokumen penting perjanjian, yang nantinya akan digunakan sebagai bukti
surat atau identitas pelaku sama sekali tidak tampak, misalnya pelaku tidak menghadiri
rapat atau sidang yang mengambil keputusan yang memberi petunjuk adanya fraud.
Apabila identitas pelaku muncul dalam dokumen (perjanjian, konfirmasi dan lain-lain),
pelaku akan berupaya menghancurkan atau menyuruh orang lain menghancurkan
dokumen tersebut. Ini bukti yang sangat didambakan penyidik.
Dalam melakukan fraud, motif pelaku adalah mendapatkan uang, untuk dirinya
sendiri, atau untuk orang lain, atau untuk organisasi (korporasi, partai politik, yayasan
kesejahteraan bersama, dan lain sebagainya). Meskipun berupaya memberikan kesan
bahwa pelaku tidak terlibat, harus ada aliran uang atau dana menuju tempat tujuan

1
akhir. Naluri pelaku fraud inilah yang melandasi teknik audit investigatif follow the
money. Dana bisa mengalir secara bertahap dan berjenjang, tapi akhirnya akan berhenti
di satu atau beberapa tempat perhentian terakhir. Tempat perhentian terakhir ini
memberikan petunjuk kuat mengenai pelaku penipuan. mengikuti jejak-jejak yang
ditinggalkan aliran dana inilah yang dilakukan penyidik atau akuntan forensik dalam
teknik follow the money.
Sebagai contoh, teknik follow the money berhasil mengungkapkan aliran dana
dalam kasus Bank Bali, meskipun penyelesaian hukumnya tidak atau belum jelas.
Selain itu, ahli dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
berhasil meyakinkan majelis hakim mengenai tindak pidana Adrian Waworuntu dalam
kasus letter of credit Bank BNI. PPATK juga berhasil mengungkapkan aliran dana yang
sangat besar dan mencurigakan, ke-15 perwira polisi. PPATK memberikan dokumen
berisi nama para perwira Kapolri Jenderal Sutanto. Teknik follow the money juga
membawa hasil baik bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam berbagai aliran
dana ke anggota DPR, partai politik, dan pihak-pihak lain.
2. Kriminalisasi dari Pencucian Uang
Pola perilaku kejahatan dengan “menjauhkan” uang dari pelaku dan
perbuatannya dilakukan dengan cara placement, layering¸dan integration.
- Placement, merupakan fase menempatkan uang yang dihasilkan dari suatu
aktivitas kejahatan misalnya dengan pemecahan sejumlah besar uang tunai
menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok untuk ditempatkan dalam sistem
keuangan baik dengan menggunakan rekening simpanan bank, atau
dipergunakan untuk membeli sejumlah instrumen keuangan (misalnya cek atau
giro) yang akan ditagihkan dan selanjutnya didepositokan di rekening bank yang
berada di lokasi lain. Placement dapat pula dilakukan dengan pergerakan fisik
dari uang tunai, baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke
negara lain, dan menggabungkan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan
dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah.
- Layering, diartikan sebagai memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya
yaitu aktivitas kejahatan yang terkait melalui beberapa tahapan transaksi
keuangan. Dalam hal ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa
rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lainnya melalui

2
serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk
menyamarkan/menyembunyikan sumber uang “haram” tersebut.
- Integration, yaitu upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai suatu
“legitimate explanation' bagi hasil kejahatan. Disini uang yang “dicuci” melalui
placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi
sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan
sebelumnya yang menjadi sumber dari uang yang dilaundry. Pada tahap ini uang
yang telah dicuci dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk yang
sejalan dengan aturan hukum.
Tindak perbuatan ini dengan tegas sebagai tindak pidana sebagaimana mestinya
diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
Dengan diberlakukannya pencucian uang sebagai sebagai tindak pidana (kriminalisasi
dari pencucian uang), maka banyak kasus kejahatan (termasuk tindak pidana korupsi)
dapat diproses (pengadilan) melalui kejahatan utamanya dan melalui pencucian
uangnya. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan
lembaga yang penting untuk mengungkapkan pelaku-pelaku dengan menelusuri
laporan-laporan dari berbagai sumber, tanpa harus membuktikan kejahatan utamanya.
Undang-undang tentang perlindungan uang yang mendorong teknik investigasi follow
the money. Namun, sebelum dikeluarkannya undang-undang ini pun, para penyidik (di
kepolisian dan kejaksaan) telah menggunakan teknik tersebut.
3. Terorisme dan Pencucian Uang
Terdapat hubungan antara terorisme sebagai kejahatan utama atau tindak pidana
asal (predicate crime) dengan pencucian uang. Berbeda dengan tindak pidana asal
lainnya di mana uang merupakan hasil kejahatan, dalam terorisme uang digunakan
untuk mendanai tindak pidana asalnya. Oleh karena itu, pencucian uang dalam hal
terorisme disebut reverse money laundering atau pencucian uang terbalik.
Sebagai contoh, kegiatan pascapenyerangan gedung WTC di New York (2001)
didanai oleh jaringan terorisme menggunakan Yayasan dengan kegiatan sosial
keagamaan dimana dana-dana yang ditransfer melalui sistem perbankan. Transfer
melalui sistem perbankan menghadapi tantangan dengan dilancarkannya pemberantasan
pencucian uang berskala global. Dalam perkembangan berikutnya yang digunakan

3
kurir yang membawa uang ke negara di mana kejahatan akan berlangsung. Penggunaan
penghubung atau kurir akan menghilangkan berbagai macam jejak, seperti kehadiran
orang-orang asing atau perjalanan orang-orang local ke luar negeri, maupun jejak uang
(seperti uang kertas dolar Amerika Serikat) yang ditengarai beredar di negara tertentu
(Timur Tengah, Pakistan, dan lain-lain). Pencucian uang yang lebih sulit dicari atau
dilacak adalah dengan menghindari transaksi perbankan yang berkewajiban melaporkan
transaksi yang mencurigakan kepada otoritas (PPATK).
Kewajiban Melapor bagi Penyelenggara Negara
Kewajiban melapor harta kekayaan bagi penyelenggara negara, ditetapkan
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 13 (huruf a) undang-undang tersebut berbunyi:
Dalam melaksanakan tugas yang dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan
sebagai berikut : melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta
kekayaan penyelenggara negara. Ketentuan undang-undang tersebut diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor:
Kep.07/Ikpk/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Ketentuan KPK tersebut mendefinisikan “Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara” sebagai harta benda yang dimiliki oleh penyelenggara negara beserta istri dan
anak yang masih menjadi tanggungan, baik berupa harta bergerak, harta tidak bergerak,
maupun hak-hak lainnya yang dapat dinilai dengan uang yang diperoleh penyelenggara
negara sebelum, selama dan setelah memangku jabatannya. Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara dilaporkan dalam “Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara” (disingkat LHKPN). LHKPN adalah daftar seluruh Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara, yang dituangkan dalam formulir yang ditetapkan oleh KPK. Di
samping keputusan tersebut, KPK juga memberikan petunjuk pengisian LHKPN.
Ketaatan dalam Melapor Harta
Teknik audit investigatif dengan menggunakan perbandingan kenaikan atau
penurunan aset merupakan teknik yang ampuh, terutama jika diikuti dengan ketentuan
beban pembuktian terbalik (omkeren van de bewijslast). Di tingkat penyelenggaraan

4
negara, teknik audit investigatif ini akan efektif jika penyelenggara negara menaati
ketentuan perundang-undangan mengenai pelaporan harta kekayaan.
4. Follow The Money dan Data Mining
Teknik investigasi ini sebenarnya sangat sederhana. Kesulitannya adalah
datanya yang sangat banyak dalam hitungan terabytes. Kita tidak bisa memulai dengan
pelakunya, yang ingin kita lihat justru adanya pola-pola arus dana yang menuju suatu
tempat (yang memberi indikasi tentang pelaku atau otak kejahatan). Di samping
kerumitan karena data yang begitu besar, juga diperlukan kecermatan dan persistensi
dalam mengumpulkan bahan-bahannya.
5. Mata Uang Kejahatan (The Currency of Crime)
Segala yang berharga dapat menjadi currency of crime. Dalam contoh korupsi di
negara-negara berkembang yang dikuasai para diktator, muncul keserakahan untuk
menguangkan segala sesuatu yang berharga. Ciri dari penggunaan currency of crime
yang bukan berupa uang adalah adanya izin atau lisensi untuk mengakses sumber daya
alam yang umumnya dialokasikan kepada keluarga dan kerabat sang diktator. Dalam hal
itu currency of crime bisa berupa intan berlian, minyak bumi, pasir laut, kayu bundar
(logs), ganja, dan lain sebagainya. Di sini ada dua arus yang bisa diikuti penyidik,
yakni arus dana dan arus fisik barang. Arus fisik barang sering memberikan indikasi
kuat, karena adanya anomali. Contoh: data statistik resmi mengenai impor-ekspor yang
menunjukkan kesenjangan yang besar, antara data pengimpor dan negara pengekspor.

5
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus. 2010. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif. Edisi 2.


Salemba Empat : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai