Anda di halaman 1dari 46

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

HASIL PEMERIKSAAN ATAS PENERIMAAN DAN PENYALURAN DANA SERTA PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA

PT BNI MULTIFINANCE
DI
KANTOR PUSAT JAKARTA DAN KANTOR CABANG DI DAERAH

Nomor : 31/S/VII-XV.3/08/2007 Tanggal : 20 Agustus 2007

DAFTAR ISI Halaman 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 6 7 10 12 16 19 21 24 31 36

BAB I RESUME HASIL PEMERIKSAAN A. Kondisi dan Perkembangan Perusahaan B. Pokok-pokok Hasil Pemeriksaan 1. Penerimaan Dana 2. Penyaluran Dana 3. Pengadaan Barang dan Jasa BAB II HASIL PEMERIKSAAN A. Gambaran Umum 1. Dasar Pemeriksaan 2. Tujuan Pemeriksaan 3. Sasaran Pemeriksaan 4. Standar Pemeriksaan 5. Metode Pemeriksaan 6. Ketentuan dan Prosedur 7. Jangka Waktu Pemeriksaan 8. Uraian singkat tentang entitas yang diperiksa B. Temuan Pemeriksaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Pengelolaan pembiayaan Sewa Guna Usaha (SGU) kepada PT Asindoindah Griyatama belum sesuai ketentuan Pengelolaan pembiayaan kepada PT Biro Perjalanan Wisata Pahala Kencana belum sesuai ketentuan Kerjasama joint financing dengan PT Armada Multi Finance kurang optimal Analisa pembiayaan asset buy sebesar Rp1.431,06 juta kepada PT Tossa Salimas Finance kurang akurat Fasilitas pembiayaan renovasi rumah kepada Sdr. AM sebesar Rp150,00 juta diduga tidak digunakan sesuai ketentuan Pemberian fasilitas pembiayaan renovasi rumah kepada Sdr. RP dan Sdr. UM seluruhnya sebesar Rp 80,00 juta belum sesuai dengan ketentuan Pemberian fasilitas pembiayaan personal financing belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai ketentuan Terdapat beberapa kelemahan sistem pengendalian intern atas kegiatan pengadaan barang dan atau jasa pada PT BNI Multifinance Pencatatan beberapa barang inventaris pada Sistem Informasi Asset (SIA) versi kantor pusat dengan unit kerja berbeda dan penomoran barang inventaris belum tertib Informasi Sektor Komersil tidak

10. Pembangunan Sistem Teknologi dilaksanakan sesuai jadwal

38 39 44

11. Sasaran dan rasio kinerja PT BNI Multifinance yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tahun 2006 belum tercapai 12. Pembukaan kantor cabang belum seluruhnya terealisir dan penilaian kinerja kantor cabang belum sepenuhnya dapat diimplementasikan

BAB I RESUME HASIL PEMERIKSAAN ATAS PENERIMAAN DAN PENYALURAN DANA SERTA PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PT BNI MULTIFINANCE KANTOR PUSAT DI JAKARTA DAN KANTOR CABANG DI DAERAH Berdasarkan Surat Tugas BPK No.82/ST/VII-XV.3/11/2006 tanggal 15 November 2006 dan No.52/ST/XV-XV.3/12/2006 tanggal 28 Desember 2006, BPK telah memeriksa kegiatan penerimaan dan penyaluran dana serta pengadaan barang dan jasa pada PT BNI Multi Finance selanjutnya disebut PT BNI MF. Pemeriksaan dilakukan untuk menilai apakah penerimaan dan penyaluran dana serta pengadaan barang dan jasa telah dilaksanakan dengan tertib dan taat kepada peraturan perundang-undangan dan pengendalian intern yang ditetapkan. A. Kondisi dan Perkembangan Perusahaan 1. Laporan Keuangan PT BNI MF Tahun Buku 2005 dan 2006 telah diaudit oleh KAP Aryanto Amir Jusuf & Mawar, dengan opini wajar tanpa pengecualian. 2. Asset yang dikelola PT BNI MF per 31 Desember 2005 dan 31 Desember 2006 masing-masing sebesar Rp427.615,71 juta dan Rp406.200,83 juta. 3. Laba (Rugi) sebelum pajak PT BNI MF tahun 2005 sebesar Rp4.787,88 juta dan tahun 2006 sebesar (Rp7.017,14) juta. B. Pokok-pokok Hasil Pemeriksaan 1. Penerimaan Dana Realisasi penerimaan dana PT BNI MF Tahun Buku 2006 adalah sebesar Rp236.913,88 juta atau 118,46% dari anggaran sebesar Rp200.000,00 juta. BPK telah memeriksa kegiatan penerimaan dana sebesar Rp96.645,96 juta atau cakupan pemeriksaan sebesar 29,57% dari realisasi. 2. Penyaluran Dana Realisasi penyaluran dana PT BNI MF Tahun Buku 2006 adalah sebesar Rp350.503,00 juta atau 116,83% dari anggaran sebesar Rp300.000,00 juta. BPK telah memeriksa kegiatan penyaluran dana sebesar Rp166.697,09 juta atau cakupan pemeriksaan sebesar 47,56 % dari realisasi. 3. Pengadaan Barang dan Jasa Realisasi pengadaan barang dan jasa PT BNI MF Tahun Buku 2006 adalah sebesar Rp6.122,00 juta atau 672,70 % dari anggaran sebesar Rp910,00 juta. BPK telah memeriksa kegiatan pengadaan barang dan jasa sebesar Rp4.892,62 juta atau cakupan pemeriksaan sebesar 79,92% dari realisasi. Beberapa temuan hasil pemeriksaan atas penerimaan dan penyaluran dana serta pengadaan barang dan jasa yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan pembiayaan Sewa Guna Usaha (SGU) kepada PT Asindoindah Griyatama belum sesuai ketentuan. 2. Pengelolaan pembiayaan kepada PT Biro Perjalanan Wisata Pahala Kencana belum sesuai ketentuan. 3. Kerjasama joint financing dengan PT Armada Multi Finance kurang optimal. 4. Analisis pembiayaan asset buy sebesar Rp1.431,06 juta kepada PT Tossa Salimas Finance kurang akurat. 5. Fasilitas pembiayaan renovasi rumah kepada Sdr. AM sebesar Rp150,00 juta diduga tidak digunakan sesuai ketentuan. 6. Pemberian fasilitas pembiayaan renovasi rumah kepada Sdr. RP dan Sdr. UM seluruhnya sebesar Rp80,00 juta belum sesuai dengan ketentuan. 7. Pemberian fasilitas pembiayaan personal financing belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai ketentuan. 8. Terdapat beberapa kelemahan sistem pengendalian intern atas kegiatan pengadaan barang dan atau jasa pada PT BNI Multifinance. 9. Pencatatan beberapa barang inventaris pada Sistem Informasi Asset (SIA) versi kantor pusat dengan unit kerja berbeda dan penomoran beberapa barang inventaris belum tertib. 10. Pembangunan Sistem Teknologi Informasi Sektor Komersil tidak dilaksanakan sesuai jadwal. 11. Sasaran dan rasio kinerja PT BNI Multifinance yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tahun 2006 belum tercapai. 12. Pembukaan kantor cabang belum seluruhnya terealisir dan penilaian kinerja kantor cabang belum sepenuhnya dapat diimplementasikan Untuk lebih jelasnya, temuan dan saran BPK dapat dibaca dalam hasil pemeriksaan. Penanggung Jawab

Drs. Aloysius Nugroho

BAB II HASIL PEMERIKSAAN ATAS PENERIMAAN DAN PENYALURAN DANA SERTA PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PT BNI MULTIFINANCE KANTOR PUSAT DI JAKARTA DAN KANTOR CABANG DI DAERAH A. Gambaran Umum 1. Dasar Pemeriksaan a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 E dan 23 G; b. Undang-Undang No.15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); c. Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; d. Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; e. Rencana Kerja Tahunan BPK Tahun Anggaran 2006; f. Rencana Kerja Pemeriksaan Auditama Keuangan Negara V Tahun Anggaran 2006. 2. Tujuan Pemeriksaan Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai apakah kegiatan penerimaan dan penyaluran dana serta pengadaan barang dan jasa telah dilaksanakan dengan tertib dan taat kepada peraturan perundang-undangan dan pengendalian intern yang ditetapkan. 3. Sasaran Pemeriksaan a. Penerimaan dan Penyaluran Dana b. Pengadaan Barang dan Jasa 4. Standar Pemeriksaan Standar yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (Peraturan BPK No.01 Tahun 2007), terutama: a. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PSP 06) dan b. Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PSP 07) 5. Metode Pemeriksaan Metode yang digunakan adalah pengujian terhadap sistem pengendalian intern dan pengujian secara uji petik terhadap bukti-bukti, pengujian fisik, konfirmasi serta prosedur pemeriksaan lain yang diperlukan. 6. Ketentuan dan Prosedur Ketentuan dan Prosedur yang menjadi Kriteria Pemeriksaan adalah sebagai berikut :

a. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT BNI MF tahun 2006 b. Program Pelaksanaan dalam rangka pencapaian RKAP PT BNI MF 2006 c. Buku Pedoman Perusahaan mengenai (BPP) Pembiayaan PT BNI MF Bab I, Sub Bab A, Sub Bab 03 d. BPP mengenai Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI tanggal 1 November 2002 e. SOP Pengelolaan Aplikasi Pembiayaan Konsumen PT BNI MF sesuai Keputusan Direksi No.BNIMF/DIR/2005/07/027 tanggal 1 Agustus 2005 f. SOP Pengelolaan Aplikasi Pembiayaan Konsumen PT BNI MF No.BNIMF/DIR/ 2006/07/041A tanggal 24 Juli 2006 Bab II g. SOP Credit Process PT BNI MF Bab III Sub A hal 24 butir 14 h. SOP Pengelolaan Asset PT BNI MF tanggal 21 November 2006 i. j. Akta Perjanjian Sewa Guna Usaha (SGU) No.144 tanggal 29 Nopember 2004, antara PT BNI MF dan PT Asindoindah Griyatama Addendum Perjanjian Sindikasi SGU No.BNIMF/SGU-Sindikasi/2004/12/ 008/A tanggal 9 Desember 2003 k. Perjanjian Kerjasama No.30 tanggal 30 Maret 2005 antara PT BNI MF dan PT Armada Multi Finance l. Perjanjian Penunjukan Pengelola Piutang (Servicing Agent) No.41 tanggal 18 Januari 2005 antara PT BNI MF dan PT Tossa Salimas Finance m. Perjanjian Pembiayaan Konsumen Renovasi Rumah antara PT BNI MF dengan Sdr. RP No.BNIMF/Bgr/Renov/2005/XII/001 tanggal 16 Desember 2005 n. Perjanjian Pembiayaan Konsumen Renovasi Rumah antara PT BNI MF dengan Sdr. UM No.BNIMF/Bgr/Renov/2006/II/012 tanggal 24 Pebruari 2006 o. Perjanjian Pembiayaan Konsumen Renovasi Rumah No.01-BGR-32-06-00055 tanggal 12 Mei 2006 p. Surat Pernyataan Debitur tanggal 12 Mei 2006 mengenai kesanggupan mengikuti prosedur PT BNI MF 7. Jangka Waktu Pemeriksaan Pemeriksaan dilaksanakan di Kantor Pusat Jakarta, Kantor Cabang di Jakarta, Bekasi, Bogor, Semarang dan Surabaya dari tanggal 15 Nopember 2006 sampai dengan 29 Januari 2007. 8. Uraian singkat tentang entitas yang diperiksa a. Pendirian perusahaan PT BNI Multi Finance (untuk selanjutnya disebut PT BNI MF) didirikan berdasarkan akta No. 21 Notaris Kartini Muljadi, SH, tanggal 8 April 1983, dengan nama PT BNI Amex Leasing. Akta pendirian tersebut disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C24406.HT.01.01.Th.83 tanggal 11 Juni 1983 dan telah diumumkan dalam Berita Negara No. 48, tambahan No. 610, tanggal 17 Juni 1983. PT BNI Amex Leasing merupakan usaha patungan antara PT Bank Negara Indonesia (Persero) dengan
4

American Express Leasing Corporation, Amerika Serikat. Pada tanggal 26 Juli 1993, PT BNI Amex Leasing berubah nama menjadi PT Swadharma Multi Finance berdasarkan Akta No. 78 Notaris Koesbiono Sarmanhadi, SH. Kemudian berubah lagi menjadi PT BNI Multi Finance berdasarkan Akta No. 103 Notaris Koesbiono Sarmanhadi, SH, tanggal 27 Juni 1994 dan telah diumumkan dalam Berita Negara No. 5, tambahan 216 tanggal 17 Januari 1997. Pada tanggal 26 September 2003, perusahaan merubah struktur permodalan berdasarkan Akta Notaris Ny. Sumardilah Oriana Roosdilan, SH No. 124. Sedangkan perubahan terakhir terhadap susunan Direksi dan Komisaris dilakukan pada tanggal 6 Juni 2006 sesuai Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT BNI MF yang disahkan oleh Notaris Ny. Sumardilah Oriana Roosdilan, SH No.12. b. Maksud dan tujuan perusahaan Berdasarkan Pasal 3 Pernyataan Keputusan Rapat No. 27 tanggal 6 September 1996, maksud dan tujuan PT BNI MF adalah berusaha dalam bidang lembaga pembiayaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, PT BNI MF melakukan kegiatan usaha sebagai berikut: Menjalankan usaha pembiayaan secara sewa guna usaha dalam bentuk penyediaan barang modal, baik dengan hak opsi (finance lease) maupun tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Menjalankan usaha pembiayaan anjak piutang dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau penagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Menjalankan usaha pembiayaan konsumen dalam bentuk pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. Menjalankan usaha pembiayaan dengan menggunakan kartu kredit untuk membeli barang dan jasa. c. Manajemen dan Organisasi 1) Manajemen Berdasarkan Akta No.124 tanggal 26 September 2003, susunan pemegang saham PT BNI MF adalah sebagai berikut:
Pemegang saham PT BNI (Persero), Tbk Koperasi Pegawai PT BNI MF Jumlah Jumlah Saham (lembar) 219.960.000 40.000 220.000.000 Kepemilikan (%) 99,98 0,02 100,00 Jumlah (Rp Juta) 219.960,00 40,00 220.000,00

Sedangkan susunan Dewan Komisaris dan Direksi berdasarkan Akta No.12 tanggal 6 Juni 2006 adalah sebagai berikut :

Presiden Komisaris Komisaris Presiden Direktur Direktur Direktur 2) Struktur Organisasi

: : : : :

Diding Fathuddin Djoko Harjanto Doddy Virgianto Prabowo Sayuti Melik

Pembidangan Direksi PT BNI MF sesuai dengan lampiran Surat Keputusan No.BNIMF/DIR/SK/2006/07/043 adalah sebagai berikut: Presiden Direktur, memimpin dan mengkoordinasikan lembaga Direksi serta membawahi langsung Chief Financial Officer dan Corporate Secretary Communication & Brand Management Direktur Pembiayaan Personal, membawahi Personel & Collective Financing QA, Personel Financing Marketing Management, Personal Financing Sales & Principal Management, Personal Financing Management & Admin, Personal Financing Account & Portfolio Management, Personal Financing Recovery Collection & Inventory Management dan Collective Financing Management. Direktur Pembiayaan Komersiil, membawahi Commercial Financing QA, Commercial Financing Principle & Product Management, Commercial Financing Sales Management, Commercial Financing Management & Admin, Commercial Financing Account & Portfolio Management, dan Commercial Financing Collection & Asset Management. d. Anggaran dan Realisasi Kegiatan Penerimaan Dana, Pengeluaran Dana dan Pengadaaan Barang dan Jasa
(dalam Rp juta )
Tahun 2005 Uraian Penerimaan Dana Penyaluran Dana Pengadaan Barang & Jasa Anggaran 515.000,00 515.000,00 7.830,00 Realisasi 230.843,90 356.156,67 9.333,00 % 44,82 69,16 119,2 Anggaran 200.000,00 300.000,00 910,00 Tahun 2006 Realisasi 236.913,88 350.503,00 6.122,00 % 118,46 116,83 672,7

B. Temuan Pemeriksaan Pemeriksaan kegiatan penerimaan dana dilakukan terhadap penerimaan dana sebesar Rp96.645,96 juta atau 29,57% dari realisasi penerimaan dana per 31 Desember 2006 dan pemeriksaan kegiatan penyaluran dana dilakukan terhadap penyaluran dana sebesar Rp166.697,09 juta atau 47,56 % dari realisasi penyaluran dana per 31 Desember 2006. Pemeriksaan kegiatan pengadaan barang dan jasa dilakukan terhadap pengadaan barang dan jasa sebesar Rp4.892,62 juta atau 79,92% dari realisasi pengadaan barang dan jasa per 31 Desember 2006. Pemeriksaan tersebut menghasilkan temuan-temuan pemeriksaan sebagai berikut:

1. Pengelolaan pembiayaan Sewa Guna Usaha (SGU) kepada PT Asindoindah Griyatama belum sesuai ketentuan PT Asindoindah Griyatama (PT AIG) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang properti sejak tahun 1990. Perusahaan bertujuan mengembangkan sebuah kota masa depan bernama Panakkukang Mas di atas area seluas 180 ha di kota Makassar. Berdasarkan Perjanjian Fasilitas SGU No.63 tanggal 7 Juli 1997, PT AIG memperoleh fasilitas sindikasi dari PT BNI MF, PT PAN (Pembiayaan Artha Negara) dan PT SSF (Surya Dharma Surya Finance) sebagai berikut:
- Jenis Fasilitas : Fasilitas SGU Sale & Lease Back (sindikasi) - Maksimum Kredit : a. Rp18.500,00 juta, terdiri dari : - BNI-MF : Rp 9.500,00 juta- (51,35%) - PAN : Rp 4.000,00 juta,- (21,62%) - SSF : Rp 5.000,00 juta,- (27,03%) b. USD 7,500.00 ribu, terdiri dari : - BNI-MF : USD 6,500.00 ribu (86,67%) - PAN : USD 1,000.00 ribu (13,33%) - Jangka Waktu : 7 tahun (84 bulan) sejak tanggal penandatanganan perjanjian. - Obyek Barang Modal : Gedung Kantor Asindo Indah Griyatama, Gedung Panakkukang Mas Country Club, Gedung Fashion Park & Benteng Hercules, Gedung Makasa Departemen Store dan Gedung Manjarasa Restaurant.

Berdasarkan Addendum Perjanjian Sindikasi SGU No.BNIMF/SGU-Sindikasi/2004/12/ 008/A tanggal 9 Desember 2003, porsi PT PAN telah diambil alih oleh PT Putra Mandiri Finance (PMF). Total kewajiban PT AIG per 31 Desember 2006 untuk porsi PT BNI MF adalah sebesar Rp96.645,96 juta dengan kolektibilitas diragukan. Hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan beberapa hal sebagai berikut. a. DER perusahaan tinggi melebihi ketentuan Berdasarkan analisis dari Departemen Analisis Market tanggal 26 Juni 1997 diketahui DER PT AIG sangat tinggi selama 3 (tiga) tahun berturut-turut yaitu tahun 1994 = 21,5X, tahun 1995 = 13,24X dan tahun 1996 = 12,24X. Hal itu berarti perusahaan lebih banyak dibiayai oleh hutang dari pada modal sendiri yang disebabkan oleh biaya pengembangan proyek yang besar yang berasal dari pihak ketiga. Hal itu tidak sesuai dengan RKAP PT BNI MF tahun 1997 (Kebijakan Umum Direksi, hal 2, poin 1.2.a) bahwa DER untuk Industri Non Manufacturing adalah 3 kali. b. PT BNI MF tidak segera mengeksekusi obyek pembiayaan Berdasarkan surat tanggal 25 Mei 2005, PT AIG meminta agar seluruh IBP (Interest Balloon Payment = beban bunga ditangguhkan) dihapuskan. Dari surat No.BNIMF/DIR/KKS/2005/12/086A diketahui IBP PT AIG per 30 November 2005 adalah sebesar Rp70.110,44 juta yang berasal dari tunggakan bunga yang belum diselesaikan sejak restrukturisasi pertama pada bulan Juli 1998. Fasilitas IBP ini tidak

dikenakan bunga. Fasilitas SGU PT AIG telah empat kali direstrukturisasi yaitu bulan Juli 1998, Februari 2000, Oktober 2003 dan Desember 2005. Dari restrukturisasi tersebut PT AIG memperoleh pembebasan denda tunggakan pembayaran rental sebanyak dua kali yaitu pada Juli 1998 dan Februari 2000. Pada bulan Februari 2000 tersebut PT AIG juga mendapat keringanan sebesar 30% dari total tunggakan bunga dan IBP yaitu sekitar Rp3.000,00 juta. Dalam Memorandum Departemen Risiko dan Analisis Pembiayaan tanggal 16 Desember 2005 dinyatakan bahwa fasilitas PT AIG telah direstrukturisasi berulang kali namun belum menyelesaikan masalah. Penagihan melalui surat teguran dan call memo juga tidak mendapat hasil, serta pertemuan-pertemuan yang dilakukan antara sindikasi Lessor dengan Lessee juga tidak memberikan hasil. Oleh karena itu dalam Lembar Disposisi Direksi dan Dewan Komisaris No.BNIMF/KKS/Memo/2005/12/062 (untuk restrukturisasi yang keempat) dinyatakan bahwa penyelesaian ini harus bersifat final, dan apabila gagal maka penyelesaian selanjutnya adalah dengan cara mengeksekusi obyek pembiayaan. Kemudian pada tanggal 22 Desember 2005 dibuat Addendum Perjanjian Sindikasi SGU No.BNIMF/SGU-Sindikasi/2005/017/A sebagai upaya untuk merestrukturisasi kewajiban PT AIG yang keempat kalinya. Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut terhadap dokumen pembiayaan PT AIG diketahui hal-hal sebagai berikut: 1) PT AIG melakukan wan prestasi PT AIG telah menunggak pembayaran rental selama 3 bulan dari September sampai dengan November 2006. Ketiga tunggakan tersebut baru diselesaikan pada tanggal 20 Desember 2006. Hal tersebut tidak sesuai Addendum Perjanjian Sindikasi SGU di atas Pasal 17.1 yang menyebutkan bahwa; Peristiwa atau Kejadian Cidera Janji dalam Perjanjian SGU adalah Lessee lalai tidak membayar angsuran Pokok dan Imbalan Jasa SGU Pembiayaan selama 3 (tiga) kali tidak berturut-turut, maka Lessee dinyatakan wanprestasi dan obyek pembiayaan serta jaminan segera ditarik dan dikuasai oleh Lessor, untuk dijual guna diperhitungkan lebih lanjut dengan sisa hutang dan ketentuan ini berlaku secara cross default terhadap semua fasilitas pembiayaan yang diberikan Lessor kepada Lessee. 2) PT BNI MF tidak segera mengeksekusi obyek pembiayaan Sehubungan Lessee sudah wan prestasi atau cidera janji maka PT BNI MF sebagai Lessor seharusnya mengambil alih Barang Modal dari Lessee dan melakukan pemutusan masa SGU serta menerima pembayaran tunai kewajiban pokok dari lessee. Namun pada kenyataannya PT BNI MF sebagai Lessor dengan porsi terbesar (78,82%) tidak menempuh cara tersebut. Hal tersebut tidak sesuai Pasal 17.2 Addendum Perjanjian diatas bahwa; Atas permintaan tertulis dari Lessor, Lessee harus menyerahkan Barang Modal kepada Lessor dan dilakukan pemutusan masa SGU dan Lessee berkewajiban dengan segera membayar tunai kewajiban pokok tersebut.
8

3) PT AIG mengajukan permohonan penghapusan IBP Dengan surat No.001/AIG-DIR/BNI/XII/06 tanggal 8 Desember 2006, PT AIG mengajukan permohonan penghapusan IBP dan penebusan Barang Modal yang seharusnya berakhir di bulan Desember untuk diperpanjang sampai dengan bulan Maret 2007. Dari pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa dalam rapat dengan peserta sindikasi lainnya tanggal 22 Desember 2006 PT BNI MF secara prinsip menyetujui perpanjangan jangka waktu penebusan sampai dengan bulan Februari atau Maret sedangkan keringanan IBP masih akan dipertimbangkan. Sampai dengan pemeriksaan tanggal 29 Januari 2007, persetujuan perpanjangan jangka waktu penebusan tersebut belum dituangkan dalam suatu addendum perjanjian dan permohonan keringanan IBP masih diproses. Persetujuan perpanjangan jangka waktu penebusan sampai dengan bulan Februari atau Maret tersebut tidak sesuai dengan Pasal 5.6.2 Addendum Perjanjian diatas bahwa; Lessee dapat melakukan pembayaran Kewajiban Pokok dengan cara penebusan atau penjualan Barang Modal dan atau Jaminan secara bertahap sehingga seluruh Kewajiban Pokok terbayar paling lambat pada bulan Desember 2006. Selain itu apabila permohonan keringanan IBP disetujui maka hal tersebut dapat menyimpang dari Pasal 5.1.2 Addendum Perjanjian yang intinya apabila Lessee dapat menyelesaikan kewajiban SGU dengan cara melunasi seluruh Kewajiban Pokok sebelum atau pada bulan Desember 2006 maka Lessee akan mengajukan permohonan keringanan IBP. Apabila Lessee tidak dapat memenuhi skim penyelesaian sebelum atau pada bulan Desember 2006 maka permohonan keringanan IBP menjadi tidak berlaku lagi. Kondisi tersebut mengakibatkan kepentingan PT BNI MF (lessor) dari pengembalian kewajiban nasabah tidak sepenuhnya terjamin dan hilangnya potensi pendapatan dari IBP. Hal tersebut terjadi karena PT BNI MF kurang tegas terhadap PT AIG, yaitu masih memberikan kesempatan dengan menyetujui perpanjangan jangka waktu penebusan barang modal yang seharusnya berakhir di bulan Desember 2006 padahal fasilitas PT AIG telah empat kali direstrukturisasi. Dalam tanggapannya Direksi PT BNI MF menyatakan: a. DER yang melebihi ketentuan intern BNIMF telah mendapatkan exception dari Direksi pada saat itu, dengan mempertimbangkan jenis usaha yang dikelolanya yaitu property, bahwa : 1) Porsi uang pelanggan rata-rata sebesar 60% dari total jangka pendek yang ada, bukan merupakan kewajiban secara fisik, dananya harus dikeluarkan tetapi hanya pengalihan pencatatan saja didalam pembukuan perusahaan mengingat dana tersebut merupakan uang muka dari customer atas pembelian rumah. 2) Porsi hutang afiliasi + hutang pemegang saham + hutang subordinasi rata-rata sebesar 25% dari total hutang jangka panjang, adalah hutang perusahaan kepada
9

group yang masih merupakan pemilik perusahaan. Per Maret 1997, sebagian hutang tersebut direalisasikan sebagai setoran modal (Rp15.000,00 juta) dengan adanya perubahan anggaran dasar perusahaan (Akta No.52 tanggal 14 Maret 1997) yaitu : Modal Dasar Perusahaan ditingkatkan menjadi Rp50 milyar dengan Modal disetor sebesar Rp15.000,00 juta. 3) Hampir seluruh dana pihak ketiga (Bank, pemegang saham serta group) dialokasikan kepada persediaan (tanah, bangunan dalam pengerjaan serta bangunan jadi) yang siap jual. Apabila terjual tentunya akan mengurangi persediaan dan menaikkan kas yang akan digunakan untuk melunasi kewajiban. b. Perpanjangan jangka waktu penebusan dilakukan dalam rangka memperoleh recovery yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan apabila BNIMF melakukan eksekusi saat ini. Eksekusi tidak dilakukan, mengingat : 1) Hingga saat ini masih sulit mendapatkan prospek pembeli Barang Modal. 2) Pemutusan hubungan akan menimbulkan konsekuensi biaya cukup tinggi antara lain biaya eksekusi, biaya pengacara dan biaya pengadilan. 3) Pemutusan hubungan akan memakan waktu yang berlarut-larut. 4) Belum lagi jika ada perlawanan dari nasabah (proses pengadilan akan memakan waktu yang panjang dan berlarut-larut). BPK menyarankan kepada Direksi PT BNI MF agar: a. Dalam memberikan exception terhadap suatu ketentuan, hendaknya meminta persetujuan kepada pejabat satu tingkat lebih tinggi dari pejabat yang menetapkan ketentuan tersebut. b. Mengkaji secara mendalam kebijakan intern berkaitan dengan tahapan dan kesempatan restrukturisasi yang dikaitkan dengan saat/kapan suatu barang modal dapat dieksekusi. 2. Pengelolaan pembiayaan kepada PT Biro Perjalanan Wisata Pahala Kencana belum sesuai ketentuan PT Biro Perjalanan Wisata Pahala Kencana (PT BPWPK) berdiri tanggal 5 September 1995. Perusahaan bergerak di bidang Biro Perjalanan Wisata Tour & Travel yang meliputi penjualan tiket perjalanan (trayek) wisata, pengurusan dokumen perjalanan, perjalanan wisata (domestik/asing), bus wisata dan bus antar kota/propinsi. Dengan surat No.208/BPW-DirFin/VII/04 tanggal 30 Juli 2004 PT BPWPK mengajukan permohonan Pembiayaan Sewa Guna Usaha (SGU) sebesar Rp15.000,00 juta untuk pengadaan 22 unit bus merek Hino RG. Permohonan tersebut disetujui dengan surat No. BNIMF/PMR/2004/10/598 tanggal 28 Oktober 2004 dengan nilai pembiayaan maksimum 70% dari harga perolehan (harga perolehan maksimum Rp13.510,00 juta) sebesar Rp9.457,00 juta untuk pembelian 14 unit bus penumpang merek Hino type RG. Total kewajiban PT BPWPK per 31 Desember 2006 adalah sebesar Rp7.761,42 juta dengan kolektibilitas lancar. Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut terhadap dokumen pembiayaan PT BPWPK diketahui hal-hal sebagai berikut.
10

a. Barang modal yang dibiayai tidak diasuransikan Berdasarkan review lebih lanjut diketahui PT BPWPK mengajukan pengecualian kepada PT BNI MF untuk tidak mengasuransikan barang modalnya dengan pertimbangan bahwa efektivitas klaim yang diajukan oleh perusahaan otobus apabila terjadi kecelakaan sangat minim. PT BNI MF menyetujui pengecualian, yaitu bahwa obyek barang modal yang dibiayai oleh PT BNI MF tidak diasuransikan sehingga uang yang seharusnya digunakan untuk membayar premi dapat dimanfaatkan untuk yang lain. Hal tersebut tidak sesuai dengan Akta Perjanjian SGU No.144 tanggal 29 Nopember 2004 pasal 15 ayat 6 yang menyebutkan bahwa Barang Modal harus diasuransikan untuk semua resiko yang mungkin timbul pada perusahaan asuransi yang ditunjuk Lessor (PT BNI MF) dan Lessee wajib memberi kuasa kepada Lessor untuk mengasuransikan Barang Modal, dimana premi asuransi menjadi beban Lessee. Selain tidak sesuai dengan Perjanjian SGU, barang modal yang tidak diasuransikan tersebut juga tidak sesuai dengan BPP mengenai Pembiayaan Bab I, Sub Bab A, Sub Sub Bab 03 hal 2 bahwa untuk mengcover risiko kerugian atas obyek pembiayaan dan barang jaminan yang insurable, wajib diasuransikan sesuai jenis risikonya. b. PT BPWPK tidak mematuhi hal-hal yang dipersyaratkan dalam Akta Perjanjian Pembiayaan 1) Tidak menyampaikan Laporan Aktivitas Usaha 3 (tiga) bulanan. Sejak awal masa pembiayaan pada akhir November 2004 s.d. saat pemeriksaan tanggal 29 Januari 2007 PT BPWPK seharusnya telah menyampaikan 8 set Laporan Aktivitas Usaha 3 bulanan kepada PT BNI MF. Dalam kenyataannya hanya ada satu laporan yaitu Laporan Aktivitas Usaha per 30 November 2005. Hal tersebut tidak sesuai dengan pasal 14 ayat (3) Akta Perjanjian SGU No.144 yang menyebutkan bahwa Lessee wajib menyampaikan Laporan Aktivitas Usaha secara periodik setiap 3 bulan. 2) Merubah susunan pengurus perusahaan tanpa sepengetahuan PT BNI MF Berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat No.23 tanggal 12 Juli 2005 diketahui bahwa PT BPWPK telah mengubah susunan pengurus dan pemegang saham tanpa seijin dari PT BNI MF. Hal tersebut tidak sesuai dengan pasal 15 ayat (10) Akta Perjanjian SGU No. 144 yang menyebutkan bahwa Lessee tanpa izin terlebih dahulu dari Lessor tidak diperkenankan untuk merubah susunan pengurus dan pemegang saham perusahaan. 3) Menambah hutang baru tanpa seijin PT BNI MF Dari perbandingan antara Laporan Keuangan (LK) yang berakhir masingmasing pada tanggal 31 Desember 2004 dan 2005 diketahui pada LK tahun 2005 terdapat hutang leasing baru kepada PT Tamsan Dharma sebesar Rp635,21 juta, Astra Credit Company sebesar Rp328,00 juta dan Bank Niaga-KPM sebesar

11

Rp80,75 juta. Sedangkan permohonan ijin dari PT BPWPK untuk menambah hutang baru tidak disampaikan kepada PT BNI MF. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 16 Akta Perjanjian SGU yang menyebutkan selama berlangsungnya masa SGU, tanpa persetujuan tertulis dari Lessor, Lessee tidak diperbolehkan untuk mengadakan perikatan keuangan dengan pihak lain. Kondisi tersebut mengakibatkan PT BNI MF menanggung risiko kerugian atas obyek pembiayaan dan barang jaminan yang tidak diasuransikan. Hal tersebut terjadi karena pengelolaan pembiayaan pada PT BPWPK belum sepenuhnya mengacu pada ketentuan dan kurang tegas pada tindakan nasabah yang melanggar akta perjanjian. Dalam tanggapannya Direksi PT BNI MF menyatakan: a. Penutupan asuransi objek pembiayaan memang dipersyaratkan dalam Perjanjian pasal 15 ayat (6). Namun dalam pelaksanaannya, cover asuransi kendaraan umum sulit diperoleh kesepakatan dengan perusahaan asuransi, baik terhadap jenis, nilai pertanggungan, premi asuransi dan spesifikasi risikonya. b. Laporan keuangan yang diserahkan saat ini berupa R/C, namun demikian kepada nasabah akan disurati untuk menyerahkan laporan keuangan secara 3 bulanan (home statement). Perubahan yang terjadi dalam susunan direksi dengan keluarnya Ibu Vivi (Direktur Keuangan) tidak memberikan dampak signifikan terhadap PT BNI MF, namun demikian akan disurati untuk memenuhi ketentuan perjanjian SGU. Akan disurati kepada ybs perihal pinjaman dana kepada pihak lain untuk mengetahui maksud dari penggunaan tersebut. BPK menyarankan agar Direksi PT BNI MF : a. Mereview ketentuan tentang penutupan asuransi kendaraan umum sehingga ketentuan tersebut dapat diimplementasikan secara konsisten. b. Memperingatkan nasabah untuk memenuhi kelengkapan dokumen sesuai yang disyaratkan dalam akta perjanjian. 3. Kerjasama joint financing dengan PT Armada Multi Finance kurang optimal PT Armada Multi Finance (AMF) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pembiayaan. PT AMF berdiri sejak tahun 2002, berkantor pusat di Jakarta Utara dan mempunyai cabang antara lain di Jakarta, Semarang dan Surabaya. PT AMF sebelumnya bernama PT Vulgo Finance (VF), berdiri sejak tahun 1992 sesuai SK Menkeu No.354/KMK.013/1992 dengan modal dasar Rp5.000,00 juta dan modal disetor sebesar Rp2.000,00 juta. Ijin usaha PT VF adalah lembaga pembiayaan untuk melakukan kegiatan SGU, modal ventura, anjak piutang dan pembiayan konsumen. Kemudian PT VF diubah namanya menjadi PT AMF sesuai Akta No.4 tanggal 21 Desember 2002. Berdasarkan surat No.201A/AMF/CO-DIR/0904 tanggal 14 September 2004, PT AMF mengajukan pembiayaan joint financing untuk sepeda motor segala merk, Jepang

12

dan Non Jepang sebesar Rp15.000,00 juta. Permohonan tersebut dianalisis melalui Memorandum Permohonan Kerjasama Joint Financing antara PT BNI MF dengan PT AMF No.BNIMF/PMR/2004/10/592 tanggal 7 Oktober 2004. PT BNI MF menyetujui permohonan itu dan menuangkan dalam Persetujuan Kerjasama Pemberian Fasilitas Pembiayaan Bersama No.BNIMF/ PMR/2004/12/20 tanggal 17 Desember 2004 dan dalam Perjanjian Kerjasama No.30 tanggal 30 Maret 2005 dengan plafond Rp8.000,00 juta. Jumlah outstanding pokok fasilitas PT AMF per 31 Desember 2006 adalah sebesar Rp1.422,91 juta dengan kolektibilitas lancar. Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut diketahui permasalahan sebagai berikut. a. Analisis pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT AMF kurang akurat Berdasarkan analisis Memorandum tanggal 7 Oktober 2004 di atas dan Memorandum Analisa Laporan Keuangan PT AMF No.RAP/2004/10/005 tanggal 15 Oktober 2004 diketahui hal-hal sebagai berikut: 1) Perbandingan data dalam analisis kerja sama pembiayaan tidak tepat Memo tanggal 7 Oktober 2004 menggambarkan perbandingan antara aktual pembiayaan tahun 2004 dengan proyeksi pembiayaan tahun 2005 s.d 2008, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Produk Aktual Pembiayaan s.d Agustus 2004 Unit Jutaan (Rp) 182 131 313 23.275 13.053 36.328 Proyeksi Pembiayaan 2005 s.d 2008 Unit Jutaan (Rp) 2.520 1.701 15.750 19.971 302.400 170.100 157.500 630.000 Pencapaian Pembiayaan (%) Unit Jumlah 7,2 7,7 1,6 7,7 7,7 5,7

Mobil baru Mobil bekas Motor Total

Prosentase pencapaian pembiayaan dalam tabel tersebut tidak tepat karena membandingkan aktual dan proyeksi pembiayaan dalam dua kurun waktu yang berbeda. Jumlah aktual pembiayaan tahun 2004 seharusnya dibandingkan dengan proyeksi pembiayaan tahun 2004 sehingga dapat diketahui prosentase pencapaiannya secara tepat. Selanjutnya realisasi dan proyeksi pembiayaan tahun 2004 dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam memproyeksikan jumlah pembiayaan tahun-tahun berikutnya. 2) Data yang digunakan untuk analisis kerja sama pembiayaan tidak tepat Dari tinjauan industri diketahui data penjualan yang dibandingkan adalah penjualan kendaraan roda empat secara nasional karena PT AMF lebih banyak menyalurkan kendaraan roda empat jika dibandingkan dengan menyalurkan kendaraan roda dua. Hal itu terlihat sebagaimana dalam tabel pada memo tanggal 7 Oktober 2004 halaman 8 yang menyajikan data dari Gaikindo per 30 September 2004 sebagai berikut.

13

Tahun Juni 2004 2003 2004

Penj. Mobil Nas (Unit) 226.129 354.629 317.780

Keterangan Mobil Baru Mobil Baru Mobil Baru

Selain itu dari kegiatan usaha PT AMF tentang Portofolio Jenis Usaha dijelaskan jenis kendaraan sebagai berikut:
Jenis Kendaraan Angkot Bus Minibus Pick Up Sedan Truck Total Pembiayaan Konsumen per 31 Agustus 2004 Unit 37 11 74 22 67 102 313 Amount (Rp) 3.340.371.954 1.579.219.388 4.574.235.000 1.060.767.811 8.338.390.854 17.434.646.731 36.327.646.738 % 12 4 24 7 21 32 100

Data kendaraan roda empat sebagai bahan analisis tidak tepat digunakan untuk kerja sama pembiayaan kendaraan roda dua antara PT BNI MF dengan PT AMF. Memo tersebut seharusnya menyajikan gambaran pertumbuhan, prosentase dan jumlah kendaraan roda dua di pasaran dan yang dapat diserap oleh PT AMF untuk saat itu. b. PT AMF belum menyerahkan laporan keuangan periode Juni 2005 dan Desember 2006 Berdasarkan penelitian lebih lanjut diketahui PT AMF belum menyerahkan laporan keuangan posisi Juni 2005 dan Desember 2006. Hal tersebut tidak sesuai dengan Perjanjian Kerjasama No.30 tanggal 30 Maret 2005 Pasal 7.6.(a) bahwa PT AMF wajib menyerahkan kepada PT BNI MF laporan keuangan PT AMF berikut Laporan Keuangan (neraca laba rugi) periode 30 Juni dan 31 Desember (unaudit) atau yang diminta PT BNI MF. c. PT BNI MF tidak meminta post audit atas kerjasama pembiayaan kepada KAP Dari review terhadap dokumen kerja sama pembiayaan diketahui PT BNI MF atau KAP yang ditunjuk PT BNI MF belum melakukan post audit atas kerja sama pembiayaan antara PT BNI MF dan PT AMF. PT BNI MF seharusnya melakukan post audit pada akhir tahun 2005 dan 2006 sehingga dapat mengetahui kinerja kerja sama pembiayaan tersebut. Hal itu tidak sesuai dengan Perjanjian Kerjasama No.30 Pasal 13.6 yang menyatakan bahwa terhadap kerjasama Perjanjian ini akan dilakukan post audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) minimum 1 kali pada setiap akhir tahun takwim. d. Realisasi kerjasama pembiayaan dengan PT AMF kurang optimal Pada analisis dalam Memorandum Permohonan Kerjasama diketahui total permohonan pembiayaan adalah sebesar Rp25.000,00 juta terdiri dari pembiayaan mobil baru/bekas Rp15.000,00 juta dan sepeda motor Rp10.000,00 juta. Berdasarkan
14

lembar sirkulasi direksi diketahui direksi menyetujui pembiayaan motor sebanyak Rp5.000,00 juta untuk tahun 2004 dan Rp10.000,00 juta untuk tahun 2005. Selanjutnya dalam Surat Persetujuan Pembiayaan No.BNIMF/PMR/2004/12/20 tanggal 17 Desember 2004 diputuskan jumlah pembiayaan sebesar Rp8.000,00 juta dengan peruntukan pembiayaan sepeda motor Jepang dan non Jepang. Berdasarkan resume fasilitas pembiayaan dengan PT AMF periode Mei s.d September 2005, dari total fasilitas yang diberikan sebesar Rp8.000,00 juta hanya terserap sebesar Rp2.605,99 juta atau 32,57%. Hal tersebut terjadi karena kenaikan suku bunga dari 15% menjadi 19% sehingga PT AMF tidak meneruskan kerja sama tersebut. Dana yang tidak terserap menjadi idle apabila dana tersebut tidak digunakan untuk pembiayaan lainnya. Kondisi tersebut mengakibatkan kerjasama joint financing dengan PT AMF kurang optimal sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian dan kinerjanya tidak dapat dinilai. Selain itu PT BNI MF tidak dapat mengetahui kondisi keuangan terkini dari nasabah tersebut. Kondisi tersebut terjadi karena Departemen Consumer Strategic Alliance dalam menganalisis pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT AMF kurang akurat, dalam memantau kewajiban penyampaian laporan kurang optimal dan tidak menunjuk KAP untuk melakukan post audit. Dalam tanggapannya Direksi PT BNI MF menjelaskan bahwa: a. 1) Telah terjadi ketidaksesuaian dalam menganalisis antara proyeksi dan realisasi dan untuk selanjutnya akan dibandingkan antara proyeksi dan realisasi dalam tahun yang sama. 2) Setelah dianalisis ternyata nasabah tidak dapat melakukan Joint Financing di produk mobil karena bunga yang diberikan oleh PT BNI MF terlalu tinggi. Namun demikian PT BNI MF tidak ingin kehilangan kesempatan dalam pembiayaan ini dengan mencoba untuk produk motor mengingat bunga di produk motor lebih tinggi dari mobil. b. PT BNI MF telah menyurati PT AMF untuk menyerahkan laporan keuangan periode Juni 2005 dan Desember 2006 sesuai surat No.BNIMF/CSA/2005/07/534 tanggal 21 Juli 2005 dan Surat No. BNIMF/CMSM/2007/02/081 tanggal 14 Februari 2007. Namun laporan tersebut belum diterima. Untuk selanjutnya akan menjadi perhatian. c. Audit KAP tidak dilaksanakan karena yang bersangkutan telah memutuskan untuk tidak akan menggunakan fasilitas secara penuh (karena kenaikan suku bunga dari 15% menjadi 19%), namun PT AMF akan memperkecil outstanding sampai lunas. Akan menjadi perhatian dan kedepannya akan ditinjau kembali perlu atau tidaknya pemakaian KAP di dalam perjanjian kerjasama. BPK menyarankan kepada Direksi PT BNI MF agar: a. Menginstruksikan Departemen Consumer Strategic Alliance untuk lebih cermat dalam menganalisis pembiayaan dan memperingatkan debitur untuk melengkapi dokumen sesuai yang disyaratkan dalam perjanjian.

15

b. Mengkaji kembali ketentuan mengenai batasan dan tolok ukur perlu tidaknya penggunaan KAP dalam perjanjian kerja sama agar ketentuan tersebut dapat diterapkan secara konsisten. 4. Analisis pembiayaan asset buy sebesar Rp1.431,06 juta kepada PT Tossa Salimas Finance kurang akurat PT Tossa Salimas Finance (TSF) berdiri tanggal 26 Juli 2001. Perusahaan bergerak dalam bidang pembiayaan. PT TSF berkantor pusat di Jl. Sriwijaya No.74 Semarang dan mempunyai cabang antara lain di Semarang, Surabaya, Bandung, Karawang, Jakarta, Lampung dan Banten. Kegiatan usaha PT TSF mencakup kegiatan SGU, anjak piutang dan pembiayaan konsumen sesuai SK Menku No.178/KMK.06/2002 tanggal 23 April 2003. Berdasarkan surat No.TSF/KP/DIR/X/008/04 tanggal 20 Oktober 2004, PT TSF mengajukan pengambilalihan piutang (Aset Buy) pembiayaan sepeda motor Tossa sebesar Rp25.000,00 juta. Permohonan tersebut dianalisis dengan Memorandum Permohonan Kerjasama Pembiayaan dalam Bentuk Asset Buy antara PT BNI MF dan PT TSF No.PMR/2004/12/20 tanggal 17 Desember 2004. Memo tersebut disetujui dengan Persetujuan Pengambilalihan Asset atau Piutang No.BNIMF/DIR/2005/01/002 tanggal 6 Januari 2005 dan dituangkan dalam Perjanjian dan Penunjukan Pengelola Piutang (Servicing Agent) No.41 tanggal 18 Januari 2005 dengan plafond Rp25.000,00 juta. Jumlah outstanding pokok fasilitas PT TSF per 31 Desember 2006 adalah sebesar Rp1.431,06 juta dengan kolektibilitas lancar. Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut diketahui permasalahan sebagai berikut. a. Analisis pemberian fasilitas kerjasama pembiayaan kepada PT TSF kurang akurat Memo tanggal 17 Desember 2004 menggambarkan perbandingan antara aktual pembiayaan tahun 2002 s.d September 2004 dengan proyeksi pembiayaan tahun 2005 s.d 2006 sebagaimana tampak dalam tabel berikut:
Actual Pembiayaan Proyeksi Pembiayaan Thn 2002 s/d Sept.04 2005 s.d 2006 Produk Unit (Rp juta) Unit (Rp juta) Sepeda Motor Merk Tossa 22.802 133.247 36.727 220.757 Total 22.802 133.247 36.727 220.757 Pencapaian Pembiayaan (%) Unit Jumlah 62 60 62 60

Prosentase pencapaian pembiayaan dalam tabel tersebut tidak tepat karena membandingkan aktual dan proyeksi pembiayaan dalam dua kurun waktu yang berbeda. Jumlah aktual pembiayaan tahun 2002 s.d September 2004 seharusnya dibandingkan dengan proyeksi pembiayaan tahun 2002 s.d September 2004 sehingga dapat diketahui prosentase pencapaiannya secara tepat. Selanjutnya realisasi dan proyeksi pembiayaan tahun 2002 s.d. 2004 dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam memproyeksikan jumlah pembiayaan tahun-tahun berikutnya.

16

Kondisi yang sama terjadi juga pada data penjualan kendaraan sepeda motor merk Tossa dari PT Tossa Shakti yaitu sebagai berikut:
Produk Sepeda Motor Merk Tossa Total Penjualan 2002 s/d Sept.04 Unit (Rp juta) 120.787 894.191 120.787 894.191 Proyeksi Penjualan Pencapaian 2005 s.d 2006 Penjualan (%) Unit (Rp juta) Unit Jumlah 219.685 1.717.505 55 52 219.685 1.717.505 55 52

Dari tabel diatas dapat diketahui perbandingan tersebut tidak tepat karena data aktual penjualan tahun 2002 s.d. September 2004 dibandingkan dengan proyeksi penjualan tahun 2005 s.d. 2006. Memo juga menjelaskan bahwa data penjualan mobil nasional dari tahun 2002 s.d September 2004 masing-masing sebesar 2.317.991 unit, 2.823.702 unit dan 3.800.000 unit, namun dalam keterangan tertulis sepeda motor baru. Jadi antara judul kolom 2 tidak sama dengan keterangan dalam kolom 3, sebagaimana tabel berikut :
Tahun Sept 2004 2003 2002 Penjualan Mobil Nasional (Unit) 3.800.000 2.823.702 2.317.991 Keterangan Sepeda motor baru Sepeda motor baru Sepeda motor baru

b. Klausul cara pembayaran commitment fee dalam Perjanjian saling bertentangan Berdasarkan Perjanjian Penunjukan Pengelola Piutang (Servicing Agent) No.41 tanggal 18 Januari 2005 pasal 4 ayat 3.b disebutkan Atas pengambilalihan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam perjanjian ini TSF diwajibkan membayar biaya commitment fee 1% dari plafond pembiayaan yang diberikan dan dibayar dimuka pada saat penandatanganan Perjanjian. Selanjutnya sesuai dengan surat PT TSF kepada PT BNI MF No.TSF/KP/DIR/II/022/05 tanggal 21 Februari 2005 perihal Pencairan Dana dan Pengambil Alihan Asset (Asset Buy) diketahui hal-hal sebagai berikut : Jumlah maksimum plafond Dikurangi: Commitment fee Biaya Administrasi Permohonan Pencairan Rp25.000,00 juta Rp 250,00 juta Rp 2,00 juta Rp24.748,00 juta

Permohonan tersebut disetujui dengan Persetujuan Penarikan Dana tanggal 23 Februari 2005 dilanjutkan dengan Disbursement Request tanggal 23 Februari 2005 sebesar Rp24.784,00 juta dengan cara ditransfer kepada PT TSF. Persetujuan pencairan oleh PT BNI MF tersebut tidak sesuai dengan pasal 4 ayat 3.b Perjanjian diatas karena commitment fee tidak dibayar pada saat akad pembiayaan tanggal 18 Januari 2005 tetapi dilakukan pada saat pencairan pembiayaan tanggal 23 Februari 2005 dengan mengurangi jumlah fasilitas yang dicairkan dari plafond pembiayaan. Namun berdasarkan Perjanjian yang sama pasal 4 ayat 4 disebutkan Apa yang disebut dalam pasal 4 ayat 3 Perjanjian ini merupakan hak dan

17

milik PT BNI MF yang pembayarannya dilakukan dengan cara dipotong langsung dari jumlah dana yang akan dicairkan dan atau PT BNI MF melakukan pendebetan langsung pada rekening TSF. Klausul dalam ayat 4 tersebut tidak sejalan dengan ayat 3.b dimana commitment fee harus dibayar dimuka pada saat penandatanganan perjanjian. Bagian legal PT BNI MF seharusnya lebih cermat dalam membuat perjanjian terutama terkait dengan klausul yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh partner kerja sama. c. PT BNI MF tidak melakukan post audit atas kerja sama pembiayaan Berdasarkan pemeriksaan dokumen diketahui PT BNI MF belum melakukan post audit terhadap kerjasama pembiayaan yang dilaksanakan antara PT BNI MF dan PT TSF. PT BNI MF seharusnya melakukan post audit pada akhir tahun 2005 dan 2006 sehingga dapat mengetahui performance kerja sama pembiayaan tersebut. Hal itu tidak sesuai dengan Perjanjian No.41 tanggal 18 Januari 2005 Pasal 10.4 tentang Pemeriksaan Setempat yaitu melakukan pemeriksaan/audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh PT BNI MF minimum 1 (satu) kali untuk pengawasan pelaksanaan kerjasama dan kelengkapan serta keabsahan dokumen pembayaran dan jaminan dengan biaya yang ditanggung oleh PT BNI MF. Kondisi tersebut mengakibatkan : a. Keputusan pembiayaan kurang tepat karena analisis kurang cermat. b. Klausul yang bertentangan dalam suatu perjanjian berpotensi menimbulkan implikasi hukum yang dapat merugikan kepentingan salah satu pihak. c. PT BNI MF tidak dapat mengukur kinerja kerjasama pembiayaan dengan PT TSF. Kondisi tersebut terjadi karena : a. Departemen Consumer Strategic Alliance dalam menganalisis pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT TSF kurang cermat dan tidak menunjuk KAP untuk melakukan post audit. b. Bagian legal PT BNI MF dan Departemen Consumer Strategic Alliance dalam membuat perjanjian kurang cermat. Dalam tanggapannya Direksi PT BNI MF menjelaskan: a. Analisis antara proyeksi dan realisasi tidak sesuai, untuk selanjutnya akan dibandingkan antara proyeksi dan realisasi dalam tahun yang sama. b. Kesalahan dalam Perjanjian terjadi karena PT TSF meminta keringanan agar commitment fee dipotong dari pencairan yang ini diakomodir oleh PT BNI MF. Untuk hal tersebut akan dilakukan perubahan (renvoi) pada perjanjian yang diketahui oleh kedua belah pihak dihadapan Notaris dan selanjutnya akan menjadi perhatian. c. Akan menjadi perhatian PT BNI MF dan kedepannya akan ditinjau kembali perlu atau tidaknya pemakaian KAP didalam perjanjian kerjasama. BPK menyarankan kepada Direksi PT BNI MF agar: a. Menginstruksikan departemen terkait untuk lebih cermat dalam menganalisis pembiayaan dan dalam menuangkan setiap klausul dalam suatu perjanjian.

18

b. Mengkaji kembali ketentuan mengenai batasan dan tolak ukur perlu tidaknya penggunaan KAP dalam perjanjian kerja sama agar ketentuan tersebut dapat diterapkan secara konsisten. 5. Fasilitas pembiayaan renovasi rumah kepada Sdr. AM sebesar Rp150,00 juta diduga tidak digunakan sesuai ketentuan Sdr. AM merupakan nasabah pembiayaan Renovasi Rumah kanca Bogor, yang mengajukan permohonan melalui aplikasi tanggal 20 April 2006. Berdasarkan permohonan tersebut, Surveyor dan Analyst Credit PT BNI MF kanca Bogor mensurvey lokasi yang dituangkan dalam LHS tanggal 24 April 2006. Setelah dianalisis, permohonan tersebut disetujui dan dituangkan kedalam offering letter No.BNIMF/Bgr/Renov/2006/V/055 tanggal 12 Mei 2006 dan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Renovasi Rumah No.01-BGR32-06-00055 tanggal 12 Mei 2006. Outstanding pokok fasilitas yang diberikan posisi 31 Desember 2006 adalah sebagai berikut.
(dalam Rp juta)

Nama Konsumen AM
)

Total Hutang Pembiayaan (Termasuk Bunga) 229,24

Saldo Piutang 203,77

Tgl. Bayar Terakhir 22/11/2006

Golongan/ Kolektibilitas*) Diragukan

* Sesuai BPP mengenai Pembiayaan Bab I Sub Bab A Sub Sub Bab 02 Hal 8

Dari pemeriksaan lebih lanjut terhadap dokumen pembiayaan renovasi rumah diketahui hal-hal sebagai berikut. a. Fasilitas pembiayaan diduga tidak digunakan untuk renovasi obyek yang dibiayai Dalam Surat Pernyataan tanggal 12 Mei 2006 disebutkan bahwa debitur akan : 1) Menyerahkan bukti pembelian barang-barang material atau bahan-bahan bangunan untuk renovasi berupa bon-bon, nota, kuitansi, dll. 2) Menyerahkan bukti-bukti pembelian barang material tersebut paling lambat 2 bulan dari tanggal kontrak perjanjian pembiayaan ditandatangani. 3) Menyerahkan foto kondisi bangunan setelah renovasi, dilakukan paling lambat 1 bulan setelah penyerahan bukti-bukti pembelian. Sampai dengan pemeriksaan dokumen di KC. Bogor dan CP Tebet tanggal 21 Desember 2006 dan tanggal 3 Januari 2007, Sdr. AM belum memberikan bukti-bukti pembelian material dalam rangka renovasi dan foto kondisi rumah setelah renovasi. Foto renovasi dan hasil kunjungan ke lokasi dilaksanakan dan diperoleh pada pertengahan bulan Januari 2007 dengan penjelasan bahwa alamat objek renovasi sekaligus agunan berbeda dengan alamat rumah tinggal debitur yang ditempati saudara perempuan Sdr. AM. Menurut informasi dari penunggu rumah tersebut, rumah belum direnovasi namun terdapat bangunan baru seluas 3 x 7 m2 yang menjadi satu dengan bangunan rumah. Berdasarkan hasil survey tersebut diketahui belum ada renovasi yang signifikan terhadap objek renovasi.

19

Dari informasi tersebut diketahui Sdr. AM tidak melaksanakan pernyataan yang telah ditandatangani mengenai kewajiban penyampaian foto hasil renovasi dan bukti-bukti pembelian bahan untuk renovasi atas objek yang dibiayai. Selain itu KC Bogor/CP Tebet juga tidak ada upaya untuk mengecek hasil renovasi terhadap objek lokasi. Hal tersebut tidak sesuai dengan: 1) Surat Pernyataan Debitur tanggal 12 Mei 2006 mengenai kesanggupan mengikuti prosedur PT BNI MF. 2) Syarat dan Ketentuan dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Renovasi Rumah No.01-BGR-32-06-00055 tanggal 12 Mei 2006, yang menyebutkan Kreditor dengan ini memberikan fasilitas pembiayaan konsumen kepada Debitor dalam bentuk penyediaan dana guna pembelian bahan-bahan untuk keperluan renovasi Rumah/Tanah dan Bangunan yang dibutuhkan oleh Debitor. b. Debitur telah menunggak pembayaran angsuran ke dua dan tidak membayar mulai angsuran ke empat Dari jadwal angsuran Sdr. AM di KC Bogor diketahui Sdr. AM membayar angsuran pertama pada tanggal 28 Juni 2006, sedangkan angsuran kedua bulan Juli dan angsuran ketiga bulan Agustus menunggak masing-masing 64 dan 91 hari yang baru dibayar pada tanggal 25 September 2006 dan 22 November 2006. Sementara kewajiban dari bulan September 2006 s.d Januari 2007 belum dibayar dan menurut petugas Collection CP diketahui Sdr. AM sulit dihubungi dan sering tidak ada di rumah. KC Bogor telah memanggil Sdr. AM untuk segera memenuhi kewajibannya, hingga pada tanggal 21 dan 27 Desember 2006 Sdr.AM membuat surat pernyataan kesanggupan untuk melunasi kewajibannya paling lambat tanggal 29 Desember 2006. Namun sampai dengan Januari 2007, Sdr. AM belum memenuhi kewajibannya. Kondisi di atas tidak sesuai dengan Perjanjian tanggal 12 Mei 2006 Pasal 2 ayat a. Syarat-syarat dan ketentuan perjanjian pembayaran angsuran bahwa Debitor wajib membayar setiap angsuran tepat pada waktunya pada hari kerja sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian atau jika bukan hari kerja harus dilakukan satu hari kerja sebelumnya dan Debitor tidak dapat menggunakan alasan apapun untuk menunda pembayaran atau membuat permohonan penjadwalan kembali pembayaran atas peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Debitor, wajib mendahulukan setiap kewajibannya berdasarkan Perjanjian. Kondisi tersebut mengakibatkan fasilitas pembiayaan renovasi kepada Sdr. AM berpotensi menjadi macet. Kondisi tersebut terjadi karena Field dan Desk Colector di CP dalam menagih kewajiban hanya melalui telepon dan belum melakukan pendekatan secara personal menanyakan kegagalan pembayaran dan sebab-sebabnya.

20

Dalam tanggapannya Direksi PT BNI MF menjelaskan bahwa pencairan tidak digunakan seluruhnya untuk renovasi. Namun untuk memperbaiki dan menghindari resiko penyalahgunaan fasilitas pembiayaan khususnya untuk produk renovasi, beberapa upaya telah dilakukan antara lain : a. Telah diupayakan untuk lebih mengontrol, memonitor dan memperbaiki system proses kredit dengan dibentuknya Central Proses yang lebih independent sehingga standarisasi checker dan proses persetujuan menjadi lebih baik dan prudent. b. Di sisi produk telah diperbaiki dengan menurunkan plafond rasio pembiayaan. c. Pembangunan program Aplikasi LOSS untuk menunjang proses kredit secara Automation, pembentukan Team Collection dan pemisahan surveyor dari cabang (lebih independen). d. Telah diupayakan penagihan oleh Kepala Cabang Bogor, dengan jalan memanggil yang bersangkutan ke kantor Cabang Bogor untuk proses penyelesaian lebih lanjut. BPK menyarankan kepada Direksi PT BNI MF agar: a. Memberikan sanksi kepada pejabat/petugas terkait yang terbukti lalai sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. b. Memperingatkan debitur untuk memenuhi kewajibannya kepada PT BNI MF. c. Mengupayakan penagihan secara intensif dan memonitor debitur secara ketat sehingga kewajiban pembiayaan debitur tersebut dapat dilunasi sesuai perjanjian. 6. Pemberian fasilitas pembiayaan renovasi rumah kepada Sdr. RP dan Sdr. UM seluruhnya sebesar Rp80,00 juta belum sesuai dengan ketentuan Sdr. RP dan UM merupakan nasabah pembiayaan Renovasi Rumah PT BNI MF Kantor Cabang Bogor, yang mengajukan permohonannya masing-masing tanggal 7 November 2005 dan tanggal 16 Pebruari 2006. Berdasarkan permohonan tersebut, Sales Officer dan Analyst Credit PT BNI MF Kanca Bogor mensurvey lokasi yang dituangkan dalam Laporan Hasil Survey (LHS) tanggal 8 Desember 2005 (Sdr. RP) dan 20 Februari 2006 (Sdr. UM). Setelah dianalisis, permohonan tersebut disetujui dan dituangkan dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Renovasi Rumah antara PT BNI MF dengan Sdr. RP No.BNIMF/Bgr/Renov/2005/XII/001 tanggal 16 Desember 2005 dan dengan Sdr. UM No.BNIMF/Bgr/Renov/2006/II/012 tanggal 24 Pebruari 2006. Outstanding pokok dari fasilitas yang dinikmati oleh Sdr. RP dan Sdr. UM per tanggal 3 Januari 2007 adalah sebagai berikut.
Nama Konsumen RP UM Total Hutang Pembiayaan (Termasuk Bunga) 65.140.000,00 65.140.000,0 Saldo Piutang 48.850.000,00 54.280.000,00 Tgl. Bayar Terakhir 08/12/2006 29/09/2006 Golongan/ Kolektibilitas*) Lancar II Lancar III

*) Sesuai Buku Pedoman Pembiayaan (BPP) mengenai Pembiayaan Bab I Sub Bab A Sub Sub Bab 02 Hal 8

Dari pemeriksaan terhadap dokumen pembiayaan renovasi rumah Sdr. RP dan Sdr. UM diketahui hal-hal sebagai berikut.

21

a. Kelayakan pembiayaan renovasi rumah kepada Sdr. RP dan Sdr. UM tidak dianalisis secara cermat Berdasarkan dokumen Analisis Kelayakan Pembiayaan Renovasi Rumah atas nama Sdr. RP, diketahui bahwa Sdr.RP memiliki penghasilan tambahan sebesar Rp2,75 juta, tetapi penghasilan tambahan tersebut tidak jelas sumbernya. Hal tersebut didukung oleh LHS tanggal 8 Desember 2005 yang menyebutkan Sdr.RP memiliki usaha sampingan berupa penjualan oli bekas di bawah bendera CV Aura Pratama. Namun pada saat disurvey, aktivitas penjualan tersebut tidak ada sama sekali dan diperkuat dengan bukti Sdr.RP pada saat disurvey tidak dapat memberikan rekening koran dari CV tersebut. Demikian pula halnya dalam menganalisis kelayakan pembiayaan terhadap Sdr.UM yang dalam LHS tanggal 20 Februari 2006 disebutkan memiliki usaha sampingan berupa bengkel motor yang terletak di Jl. Raya Sindang Barang RT 01 RW 05 Kelurahan Sindang Barang Kecamatan Bogor Barat. Namun Surat Keterangan Usahanya diterbitkan oleh Kantor Kepala Desa Ciomas Rahayu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor (otoritas yang berbeda dengan alamat atau lokasi usaha). Hal tersebut tidak sesuai dengan SOP Credit Process Bab III Sub A hal 24 butir 14; yang pada intinya menyebutkan, untuk mengendalikan tingkat resiko maka setiap pengajuan pembiayaan yang telah memenuhi persyaratan akan dianalisis kemampuan dan kelayakannya. Analis pembiayaan selanjutnya melakukan analisis kelayakan pembiayaan konsumen, dengan membandingkan fisik dokumen dengan data hasil verifikasi lapangan dan internal yang diinput oleh Desk Authenticator. b. Dana yang diterima oleh Sdr. RP dan Sdr. UM tidak digunakan sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian Berdasarkan penjelasan dan kronologis yang dibuat oleh staff Central Process PT BNI MF diketahui Desk Call/DC (Bagian Collection) Central Process PT BNI MF, mengkonfirmasi Sdr. UM pada tanggal 15 September 2006 karena yang bersangkutan mulai menunggak pembayaran angsuran ke 3 yang telah jatuh tempo pada tanggal 2 Juni 2006. Sdr.UM mengatakan bahwa dari dana sebesar Rp40,00 juta yang diterima dari PT BNI MF, sebesar Rp35,00 juta digunakan oleh atau diberikan kepada Sdr.RP. Kondisi di atas diperkuat dengan surat pernyataan di atas materai yang dibuat oleh Sdr. UM pada tanggal 15 Oktober 2006 yang menyebutkan bahwa Sdr. RP dan Sdr. EH (Branch Head PT BNI MF Bogor) terlibat suatu usaha yang membutuhkan dana sekitar Rp150,00 juta. Berdasarkan keterangan Sdr.UM, mereka berdualah yang menggunakan dana hasil pencairan pembiayaan renovasi rumah tersebut. Tidak digunakannya dana tersebut untuk kegiatan renovasi rumah juga diakui oleh Sdr. RP yang dituangkan dalam surat pernyataan bermaterai tanpa tanggal. Dalam surat pernyataan tersebut Sdr. RP mengakui bahwa uang pencairan pembiayaan atas nama Sdr. UM sebesar Rp35,00 juta digunakan untuk keperluan pengembangan bengkel.

22

Berdasarkan hasil cek fisik lapangan oleh Surveyor PT BNI MF pada tanggal 9 Januari 2007, baik di rumah Sdr. RP maupun Sdr. UM, diketahui tidak terjadi perubahan terhadap rumah atau tidak ada tanda-tanda bahwa kegiatan renovasi rumah telah dilakukan. Hal tersebut juga diperkuat dengan tidak adanya kedua debitur tersebut menyerahkan bukti-bukti pembelian (kuitansi/faktur) material dan foto rumah mereka setelah pelaksanaan renovasi selesai. Kondisi di atas menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan renovasi rumah yang diterima oleh Sdr. RP dan Sdr. UM tidak digunakan sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian. Hal tersebut tidak sesuai dengan Syarat dan Ketentuan dalam Perjanjian tanggal 16 Desember 2005 dan Perjanjian tanggal 24 Pebruari 2006, yang menyebutkan Kreditor dengan ini memberikan fasilitas pembiayaan konsumen kepada Debitor dalam bentuk penyediaan dana guna pembelian bahan-bahan untuk keperluan renovasi Rumah/Tanah dan Bangunan yang dibutuhkan oleh Debitor. c. Beberapa persyaratan penarikan dana dan kewajiban menutup asuransi yang telah disepakati dalam surat penawaran fasilitas pembiayaan renovasi tidak dimasukkan dalam perjanjian Berdasarkan penelitian terhadap surat PT BNI MF perihal penawaran fasilitas pembiayaan renovasi tanggal 16 Desember 2005 kepada Sdr. RP dan tanggal 24 Pebruari 2006 kepada Sdr. UM diketahui terdapat beberapa persyaratan penarikan dana yang telah disepakati dalam surat tetapi tidak dimasukkan ke dalam perjanjian. Persyaratan yang dimaksud adalah: 1) Akta Pemasangan Hak Tanggungan secara Notariil; 2) Menyerahkan Asli Cover Note dari Notaris yang menyatakan bahwa apabila proses Pemasangan Hak Tanggungan telah selesai akan diserahkan kepada PT BNI MF; dan 3) Obyek Pembiayaan wajib ditutup asuransi Kebakaran dan Jiwa dengan mencantumkan Creditors Clause PT BNI MF. Berdasarkan konfirmasi dan penjelasan dari Departemen Legal PT BNI MF, semua klausul dan persyaratan yang telah disepakati dalam surat penawaran seharusnya dimasukkan ke dalam perjanjian, bahkan biasanya ditambahkan beberapa klausul atau ketentuan umum yang biasanya terdapat dalam perjanjian, seperti klausul force majeur. Kondisi tersebut mengakibatkan: a. Fasilitas pembiayaan kepada kedua debitur tersebut berpotensi menjadi macet. b. Kepentingan PT BNI MF terhadap obyek pembiayaan tidak terlindungi. Kondisi tersebut terjadi karena: a. Analyst Credit dan Branch Head selaku pemutus tidak cermat dalam menganalisis kelayakan pembiayaan.

23

b. Branch Head tidak mengakomodir dan memperhatikan kepentingan PT BNI MF dengan memberikan beberapa kemudahan atau menghilangkan beberapa persyaratan dalam suatu perjanjian yang dapat meningkatkan resiko pembiayaan. Direksi PT BNI MF menjelaskan: a. Hal tersebut akan menjadi perhatian dan telah ditindaklanjuti secara internal dengan pemberian sanksi tegas (punishment) terhadap Kepala Cabang Bogor, Sales yang bersangkutan dan Operasional Head Cabang Bogor. Untuk menuntaskan tunggakan pembayaran angsuran atas nama RP dan UM telah diupayakan penagihan secara intensif oleh Departemen Collection. b. Kedepannya analisis kelayakan pembiayaan renovasi akan menjadi perhatian dan persetujuannya akan dilakukan dengan lebih hati-hati. Seluruh Surveyor dan Analis yang ada akan diberikan training dan bimbingan yang lebih intensif. c. Memang benar beberapa kemudahan kepada debitur telah diberikan untuk mempercepat proses pencairan pembiayaan. Untuk selanjutnya langkah perbaikan dan menghindari resiko fasilitas pembiayaan khususnya untuk produk Renovasi, beberapa upaya telah dilakukan antara lain : 1) Telah diupayakan untuk lebih mengontrol, memonitor dan memperbaiki system proses kredit dengan dibentuknya Central Proses yang lebih independent sehingga standarisasi checker dan proses persetujuan menjadi lebih baik dan prudent. 2) Di sisi produk telah diperbaiki dengan menurunkan plafond rasio pembiayaan.

3) Pembangunan program Aplikasi LOSS untuk menunjang proses kredit secara


Automation, pembentukan Team Collection dan pemisahan surveyor dari cabang (lebih independen). BPK menyarankan kepada Direksi PT BNI MF agar: a. Memberikan sanksi kepada pejabat/petugas terkait sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. b. Memperingatkan debitur untuk memenuhi kewajibannya kepada PT BNI MF. c. Mengupayakan penagihan secara intensif dan memonitor debitur secara ketat sehingga kewajiban pembiayaan kedua debitur tersebut dapat dilunasi sesuai perjanjian. 7. Pemberian fasilitas pembiayaan personal financing belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai ketentuan Berdasarkan SOP Pengelolaan Aplikasi Pembiayaan Konsumen sesuai Keputusan Direksi No.BNIMF/DIR/2005/07/027 tanggal 1 Agustus 2005 Bab I Sub Bab B, Pembiayaan Konsumen (Personal Financing) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan jasa berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. Jenis obyek pembiayaan yang ditetapkan yaitu pembiayaan elektronik, renovasi, kendaraan roda empat/roda dua dan lease back dengan wilayah pemasaran meliputi :

24

a. Wilayah I di Central Proses Jakarta (Cabang Depok, Bekasi dan Bogor), b. Wilayah II di Semarang (Cabang Semarang, Solo dan Yogyakarta), c. Wilayah III di Surabaya (Cabang Surabaya). Sampai dengan posisi tanggal 31 Desember 2006, total pembiayaan per masingmasing produk adalah sebagai berikut :
Jenis Pembiayaan Renovasi Elektronik Motor Mobil Jumlah (Rp juta) 39.851,91 4.643,33 8.279,24 6.354,35 59.128,84 Debitur NPL 5,03% 3,51% 3,39% 7,42% 4,84%

Dari pengujian terhadap dokumen pembiayaan konsumen di Cabang Bogor, Bekasi, Central Proses, Surabaya, Semarang dan Solo dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut. b. Pembiayaan Renovasi Berdasarkan uji petik atas pembiayaan renovasi diketahui terdapat beberapa kelemahan atau ketidaksesuaian dengan ketentuan yaitu: 1) Slip gaji atau keterangan gaji/pendapatan dari instansi untuk konsumen Sdr. Ach di Cabang Bekasi tidak ada karena pendapatan bersifat cash on hand. Surveyor dan staf verifikasi cabang tidak meminta rincian dari bagian keuangan/gaji dan survey kantor usaha tidak diisi lengkap. Hal itu tidak sesuai dengan SOP BNIMF/DIR/2005/07/027 tanggal 1 Agustus 2005 Bab I Sub Bab D Point B.2.4 bahwa verifikasi adalah upaya pembuktian keaslian/kebenaran data yang dilakukan baik dengan mendatangani langsung ke sumber data dan atau dengan meminta keterangan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan baik secara langsung ataupun tidak langsung kepada sumber data. 2) Rencana Anggaran Biaya (RAB) Renovasi untuk konsumen Sdr. BW di Cabang Semarang tidak menjelaskan rincian pembelian material atau kebutuhan renovasi tetapi untuk pembelian furniture ruangan dan elektronik. Hal itu tidak sesuai dengan SOP diatas Bab III Sub Bab A hal 24 point 14.3. bahwa analisis data objek pembiayaan, meliputi keabsahan dokumen-dokumen yang terkait dengan objek untuk kendaraan bekas dan kesesuaian RAB untuk pembiayaan renovasi. 3) Konsumen Sdr. IK dan ER di Cabang Bogor, Sdr. Ach dan BG di Cabang Bekasi, karyawan BNI di Cabang Surabaya, Semarang dan Solo, tidak menyerahkan buktibukti pembelian material dan foto hasil renovasi untuk pemantauan pembiayaan dan hasilnya.

25

Hal itu tidak sesuai dengan surat pernyataan oleh masing-masing end user pembiayaan Renovasi di Cabang Bogor. Untuk cabang yang lain tidak ada karena belum diatur dalam SOP mengenai pemantauan terhadap pembiayaan renovasi. 4) Pembiayaan renovasi untuk konsumen Cabang Bogor dan karyawan PT BNI di semua cabang, tidak diketahui penggunaannya apakah untuk pembiayaan renovasi atau tidak karena tidak ada pemantauan dan fasilitasnya macet. Hal itu seharusnya diatur di dalam SOP mengenai pemantauan terhadap pembiayaan renovasi. 5) Konsumen Sdr. Snt di Cabang Bekasi, Sdr. DY dan SH di Cabang Surabaya, memiliki kasus keluarga yang berdampak pada macetnya fasilitas yang diberikan. Hal itu seharusnya dimasukkan dalam pembiayaan yang dilarang/dihindari dalam personal financing untuk mengurangi risiko pembiayaan. 6) Informasi tentang pinjaman pada lembaga keuangan lain untuk konsumen Sdr. Snt di Cabang Bekasi, WWB di Cabang Surabaya, Sdr. AM di Cabang Bogor, kurang akurat. Setelah bermasalah baru diketahui konsumen/debitur mempunyai pinjaman pada bank/lembaga keuangan lain dan bermasalah.. Hal itu tidak sesuai dengan SOP PT BNI MF/DIR/2006/07/041A tanggal 24 Juli 2006 Bab II point 4.1.c bahwa larangan pembiayaan ditujukan kepada pembiayaan untuk konsumen yang mempunyai masalah pembiayaan dengan pihak lain dan atau dengan perseroan (dimungkinkan dengan pihak lain apabila memenuhi kebijakan repeat order). 7) Konsumen Sdr. Snt di Cabang Bekasi, HN di Cabang Bogor tidak membayar angsuran sejak pembiayaan dicairkan karena analisis pendapatan kurang layak. Hal itu tidak sesuai dengan SOP BNIMF/DIR/2005/07/027 Bab I Sub Bab A point 4 bahwa Bagian Collection (Authenticator) bertanggungjawab memastikan data-data hasil verifikasi lapangan dapat dipertanggungjawabkan secara analisis kelayakan pembiayaan, sehingga dapat menekan terjadinya first payment default agar dengan cepat ditelusuri apabila terjadi masalah. 8) RAB untuk konsumen Sdr. IS di Cabang Solo tidak ada. Hal itu tidak sesuai dengan SOP tanggal 24 Juli 2006 Bab I Sub Bab B hal 2 point 5 Pembiayaan Renovasi adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan dana bagi pembelian barang-barang material yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan renovasi/perbaikan atas rumah yang diajukan berdasarkan kebutuhan RAB yang dilampirkan. 9) Analis tidak meminta Informasi Debitur dari Bank Indonesia (ID BI) untuk konsumen Sdr. AM Cabang Bogor, DY dan SH Cabang Surabaya, sehingga tidak diketahui apakah debitur mempunyai pinjaman pada bank lain sehingga fasilitas pembiayaan menjadi macet. Mengingat banyaknya kasus kegagalan pembayaran konsumen karena mempunyai hutang kepada bank/lembaga keuangan lain, maka pada saat analisis pembiayaan seharusnya dimintakan ID BI untuk meminimalisir risiko pembiayaan.
26

10) Analisis pembiayaan menyarankan pembiayaan untuk konsumen Sdr. IK di Cabang Bogor hanya Rp65,00 juta tetapi tetap disetujui Rp100,00 juta dengan exception jaminan atas nama pihak lain. Keputusan pembiayaan tidak berdasarkan analisis pembiayaan, angsuran ketiga terlambat dibayar dan angsuran ke 4 s.d ke 6 belum dibayar. Hal itu tidak sesuai dengan SOP tanggal 24 Juli 2006 Bab I Sub Bab B point 7 Analisis Pembiayaan adalah suatu proses penilaian terhadap kelayakan permohonan pembiayaan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan dalam pemberian pembiayaan, karena kegiatan yang sifat usahanya lebih tergantung kepada itikat baik dan atau kepercayaan (credo) sehingga diperlukan analisis secara langsung dan tidak langsung melalui metode atau analisis kelayakan pembiayaan yang ada. c. Pembiayaan Elektronik 1) Informasi tentang konsumen Sdr. Zrt di Cabang Semarang kurang akurat seperti pinjaman pada lembaga keuangan lain. Pinjaman pada bank/lembaga keuangan lain baru diketahui setelah bermasalah. Mengingat banyaknya kasus kegagalan pembayaran konsumen karena mempunyai hutang dengan bank/lembaga keuangan lain, maka pada saat analisis pembiayaan seharusnya dengan meminta informasi debitur dari Bank Indonesia untuk meminimalisir risiko pembiayaan. 2) Copy rekening tabungan konsumen Sdr. AA di Cabang Solo hanya satu bulan dan untuk konsumen Sdr. PS di Cabang Solo, copy rekening tabungannya 3 bulan, namun bulan pertama tahun 2004 dan bulan kedua dan ketiga tahun 2006, copy rekening tabungan Sdr. DW tidak ada sehingga tidak diketahui pengendapan dana tiap bulannya. Selain itu analisis pemberian pembiayaan konsumen Sdr. NS di Cabang Surabaya tidak wajar, yaitu bahwa data penghasilan debitur tidak akurat sehingga konsumen tidak mampu membayar pada angsuran ke-3. Hal itu tidak sesuai SOP BNIMF/DIR/2005/07/027 Bab I Sub Bab A point 4 bahwa Bagian Collection (Authenticator) bertanggung jawab memastikan datadata hasil verifikasi lapangan dapat dipertanggungjawabkan secara analisis kelayakan pembiayaan, sehingga dapat menekan terjadinya first payment default agar dengan cepat ditelusuri apabila terjadi masalah. 3) Surat keterangan penghasilan dari instansi terkait untuk konsumen Sdr. NS di Cabang Surabaya, tidak ada. Hal itu tidak sesuai dengan SOP BNIMF/DIR/2005/07/027 Bab I Sub Bab D Point B.2.4 bahwa verifikasi adalah upaya pembuktian keaslian/kebenaran data yang dilakukan baik dengan mendatangani langsung ke sumber data dan atau dengan mendatangi langsung ke sumber data dan atau dengan meminta keterangan dari pihak ketiga yang punya hubungan baik secara langsung ataupun tidak langsung kepada sumber data.

27

d. Pembiayaan Kendaraan Roda Empat 1) Perjanjian jaminan fiducia untuk konsumen Sdr. Kt dan Ki S di Cabang Surabaya tidak menyebutkan nomor dan tanggal surat kuasa kreditor. Hal itu tidak sesuai dengan SOP PT BNI MF/DIR/2006/07/041A tanggal 24 Juli 2006 Bab III Sub Bab B point 10 tentang contoh Surat Kuasa Pembebanan Jaminan Fiducia (lampiran SOP pengelolaan Aplikasi Pembiayaan Konsumen). 2) Kanca Surabaya dalam menandatangani Perjanjian Pembiayaan konsumen Sdr. Kt, YS, Ki S, WWB tidak dilengkapi dengan surat kuasa dari Direktur PT BNI MF. Hal tersebut seharusnya dilengkapi dan ditulis dalam perjanjian pembiayaan untuk lebih menguatkan posisi PT BNI MF jika ada permasalahan karena perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak. 3) Surat kuasa pembebanan jaminan fiducia tidak diisi tanggal, identitas penerima kuasa dan jumlah yang terutang (Sdr. WWB di Cabang Surabaya). Hal itu tidak sesuai dengan SOP PT BNI MF/DIR/2006/07/041A tanggal 24 Juli 2006 Bab III Sub Bab B point 10 tentang contoh Surat Kuasa Pembebanan Fiducia (lampiran SOP pengelolaan Aplikasi Pembiayaan Konsumen). 4) Dalam analisis untuk konsumen Sdr. WWB di Cabang Surabaya tidak diminta ID BI sehingga debitur menjadi macet dan pada saat yang bersamaan fasilitas debitur tersebut di bank dan lembaga keuangan lain macet. Mengingat banyaknya kasus kegagalan pembayaran konsumen karena mempunyai hutang dengan bank/lembaga keuangan lain, pada saat analisis pembiayaan seharusnya dimintakan ID BI untuk meminimalisir risiko pembiayaan. 5) Analisis kelayakan pembiayaan untuk konsumen Sdr. OR di Cabang Bekasi tidak didasarkan pendapatan usaha. Hal itu tidak sesuai dengan SOP BNIMF/DIR/2005/07/027 Bab I Sub Bab A point 4 bahwa Bagian Collection (Authenticator) bertanggung jawab memastikan data-data hasil verifikasi lapangan dapat dipertanggungjawabkan secara analisis kelayakan pembiayaan, sehingga dapat menekan terjadinya first payment default agar dengan cepat ditelusuri apabila terjadi masalah. e. Pembiayaan Kendaraan Roda Dua 1) Berita acara serah terima untuk konsumen Sdr. EK di Cabang Semarang tidak diisi, hanya ditandatangani konsumen. Hal ini tidak sesuai dengan SOP PT BNI MF/DIR/2006/07/041A tanggal 24 Juli 2006 Bab III Sub Bab B point 11 tentang contoh Berita Acara Serah Terima Kendaraan (lampiran SOP pengelolaan Aplikasi Pembiayaan Konsumen). 2) Pembiayaan kendaraan roda dua merk Viar per 31 Desember 2006 sebesar Rp5.751,83 juta dengan total konsumen 1.796 mempunyai tingkat kolektibilitas sebagai berikut: a) Lancar b) 1-30 hari : 879 konsumen : Rp2.436,43 juta atau 42,36% : 310 konsumen : Rp934,86 juta atau 16,25%

28

c) 31-60 hari d) 61-90 hari e) >91 hari

: 161 konsumen : Rp496,91 juta atau 8,64% : 89 konsumen : Rp258,69 juta atau 4,50% : 357 konsumen: Rp1.624,93 juta atau 28,25%

Pembiayaan kendaraan roda dua dengan NPL diatas 28,25% dinilai tidak sehat karena melebihi NPL yang ditetapkan dalam RKAP tahun 2006 yaitu 5%. f. Pembiayaan Lease Back Hasil uji petik terhadap dua debitur lease back di Kanca Depok menunjukkan beberapa hal sebagai berikut. 1) Konsumen Sdr. HS tidak pernah membayar angsuran kewajiban sejak pencairan dana pada tanggal 28 Agustus 2006. Berdasarkan analisis diketahui Sdr. HS layak untuk dibiayai dengan pendapatan tambahan dari rumah kos-kosan namun tidak dijelaskan sedang ada masalah dengan keluarganya. Hal itu mengakibatkan potensi kerugian minimal sebesar Rp58,91 juta (pokok Rp45,00 juta). Sampai saat pemeriksaan tanggal 29 Januari 2007 PT BNI MF telah menarik jaminan pembiayaan berupa kendaraan. 2) Konsumen Sdr. DHKG, tidak pernah membayar angsuran kewajiban sejak pencairan dana pada tanggal 13 Juli 2006. Lebih lanjut diketahui Sdr. DHKG telah melarikan jaminan pembiyaan (mobil) ke Palembang sehingga tidak bisa ditarik. Hal itu mengakibatkan potensi kerugian minimal sebesar Rp60,24 juta (pokok Rp45,50 juta). Kondisi tersebut mengakibatkan: a. Beberapa fasilitas pembiayaan yang analisisnya kurang cermat dan penggunaan dananya tidak sesuai perjanjian berpotensi menjadi bermasalah. b. Dokumentasi pembiayaan dan perjanjian yang tidak lengkap kurang melindungi kepentingan PT BNI MF. Kondisi tersebut terjadi karena: a. Analis dalam menganalisis kelayakan pembiayaan dan Kepala Cabang sebagai pejabat pemutus pembiayaan kurang memperhatikan ketentuan yang berlaku. b. SOP yang ada belum mengatur mengenai pemantauan hasil pembiayaan renovasi dan informasi ID BI untuk konsumen tertentu (kalangan pengusaha perorangan). c. Staff cabang kurang tertib dalam mengadministrasikan dokumen pembiayaan. Dalam tanggapannya Direksi PT BNI MF menjelaskan: a. Pembiayaan Renovasi 1) Slip gaji atau keterangan gaji, bukti-bukti renovasi dan RAB akan dimintakan ke konsumen untuk dilengkapi. 2) Aturan untuk produk paket/bundle dan pemantauan terhadap pembiayaan renovasi akan dimasukkan dalam SOP. 3) Akan menjadi perhatian selanjutnya dan training untuk para analis tentang kasuskasus yang telah ditemukan oleh Auditor.
29

4) Akan menjadi perhatian selanjutnya dalam analisis konsumen. 5) Akan menjadi perhatian selanjutnya dan training untuk para analis. 6) BI Checking masih menjadi kendala (belum bisa). Untuk selanjutnya akan menjadi perhatian. 7) Akan menjadi perhatian selanjutnya dalam memberikan keputusan pembiayaan dengan memperhatikan hasil analisis konsumen. b. Pembiayaan Elektronik 1) BI Checking masih menjadi kendala (belum bisa). Untuk selanjutnya akan menjadi perhatian. 2) Akan menjadi perhatian dalam menganalisis pembiayaan selanjutnya. 3) Akan dimintakan ke konsumen dan selanjutnya menjadi perhatian. c. Pembiayaan Kendaraan Roda Empat 1) Perjanjian jaminan Fiducia akan diperbaiki. 2) Akan dilengkapi dengan penulisan penerima kuasa dari PT BNI MF dalam perjanjian. 3) Perjanjian jaminan Fiducia akan segera dilengkapi. 4) BI Checking masih menjadi kendala (belum bisa). Untuk selanjutnya akan menjadi perhatian. 5) Akan menjadi perhatian selanjutnya dan training untuk para analis khususnya kelayakan pembiayaan d. Pembiayaan Kendaraan Roda Dua 1) Berita Acara Serah Terima akan dilengkapi sesuai yang diserahkan. 2) Permasalahan Viar akan menjadi perhatian e. Pembiayaan Lease Back yang menunggak akan menjadi perhatian untuk

penyelesaiannya. BPK menyarankan kepada Direksi PT BNI MF agar: a. Meneliti kembali proses pembiayaan kepada debitur-debitur tersebut diatas dan mengenakan sanksi kepada pejabat/petugas yang terbukti lalai sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. b. Memperingatkan debitur untuk segera melengkapi dokumen yang dipersyaratkan. c. Mengupayakan penagihan secara intensif dan memonitor secara ketat terhadap debitur yang telah menunggak.

30

8. Terdapat beberapa kelemahan sistem pengendalian intern atas kegiatan pengadaan barang dan atau jasa pada PT BNI Multifinance Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Akuntansi PT BNI MF, selama tahun 2005 dan 2006 (s.d 30 November) pengadaan barang dan atau jasa pada PT BNI MF adalah sebagai berikut:
(dalam Rp juta) No. 1. 2. 3. Jenis Pengadaaan TI (termasuk jasa TI) Non TI Jasa selain TI Total Pengadaan Barang dan Jasa Tahun 2005 1.733,61 2.060,3 6 4.035,85 7.829,82 Tahun 2006 (30 Nov) 1.189,14 143,39 1.574,96 2.907,50

Pengujian dilakukan terhadap Sistem Pengendalian Intern terkait dengan ketentuan atau prosedur pengadaaan barang dan atau jasa, serta pengujian atas beberapa kegiatan pengadaan barang dan atau jasa yang dilakukan di Kantor Pusat dan Central Process, yaitu: a. Pengadaan Software Sistem Aplikasi Akuntansi dan Multifinance senilai Rp1.124,22 juta, sesuai Perjanjian Jual Beli Software System Aplikasi Akuntansi dan Multifinance No.001/2006/SCDI-BNIMF dan No.001/05-2006/SCDI, dengan rekanan PT Sumber Central Data International (PT SCDI). b. Pengadaan Lisensi Oracle senilai USD60.78 ribu atau Rp546,98 juta (asumsi USD1.00 = Rp9000,00), sesuai Surat PT BNI MF No.BNIMF/DIR/IT/2005/01/001/013 tanggal 11 Januari 2005 perihal Purchase Order (PO) Oracle License, dengan rekanan PT Interperdana Cemerlang (PT IC). c. Pengadaan Lisensi Aplikasi CuBES Consumer Loan Origination System dan Pekerjaan Implementasinya senilai Rp500,00 juta, sesuai Perjanjian No.BNIMF/DIR/PKS/2006/ 10/003 tanggal 18 Oktober 2006, dengan rekanan PT Digital Mind System (PT DMS). Sampai dengan pemeriksaan tanggal 29 Januari 2007 pekerjaan belum selesai. d. Pengadaan Kontraktor Interior Design Kantor Pusat senilai Rp950,40 juta, sesuai Agreement for Interior Fit Out Services tanggal 29 Desember 2004, dengan rekanan PT Morelli Mitra Mandiri. e. Pekerjaan Renovasi Ruangan Lt. 7 Kantor Pusat PT BNI MF senilai Rp298,61 juta, sesuai Surat Perintah Kerja (SPK) No.BNIMF/DIR/06-06-048 tanggal 12 Juni 2006, dengan rekanan PT Prada Catur Indonesia. f. Pekerjaan Renovasi Kantor PT BNI MF yang terletak di Gedung Gajah (Central Process) senilai Rp270,00 juta, sesuai SPK No.BNIMF/DIR/06-06-049 tanggal 12 Juni 2006, dengan rekanan PT Prada Catur Indonesia. g. Pekerjaan Renovasi sebagian Ruangan Lt.8 Kantor PT BNI MF senilai Rp147,50 juta, sesuai SPK No.BNIMF/DIR/04-10-245 tanggal 11 Oktober 2004, dengan rekanan PT Adhiasri Selaras.

31

h. Pengadaan Penyusunan Struktur Organisasi PT BNI MF senilai Rp130,00 juta, sesuai Perjanjian Kerja Sama No. BNIMF/HRD/DIR/05/05/022 tanpa tanggal, dengan rekanan PT Insani Jaya Mandiri. i. Pengadaan Pembuatan Annual Report tahun 2004 senilai Rp57,75 juta, sesuai surat quotation annual report tanggal 15 Pebruari 2005 dan tahun 2005 senilai Rp67,16 juta, sesuai surat quotation annual report tanggal 9 Pebruari 2006, dengan rekanan Milestone Advertising dan Communication. Berdasarkan pemeriksaan diketahui hal-hal sebagai berikut. a. Pedoman pengadaan barang yang ada belum sepenuhnya mencerminkan proses pengadaan barang yang sehat sesuai dengan BPP Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI sebagai induknya. Berdasarkan penelitian lebih lanjut diketahui SOP Pengelolaan Asset yang diterbitkan pada tanggal 21 November 2006 belum sepenuhnya mencerminkan proses pengadaan barang yang sehat sesuai dengan BPP Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI sebagai induknya. Beberapa hal yang tidak dijelaskan atau diatur dalam SOP Pengelolaan Asset PT BNI MF tersebut, yaitu : 1) SOP belum mengatur pengelolaan barang yang tidak bergerak seperti gedung, rumah dinas, gudang, tanah, dan benda tidak bergerak lainnya yang kemungkinan akan dimiliki atau disewa oleh PT BNI MF. 2) SOP belum mengatur apakah masing-masing unit kerja dalam organisasi PT BNI MF diberikan batas kewenangan pengadaan, seperti pengadaan peralatan TI (berapapun nilainya) masih dilakukan oleh Departemen TI. 3) SOP belum mengatur ketentuan pengadaan yang akan digunakan seperti pelelangan, pemilihan langsung, penunjukan langsung atau swakelola. 4) SOP belum mengatur keharusan adanya penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) atau Owner Estimate (OE) sebelum proses pengadaan dimulai. 5) SOP belum mengatur mengenai rekanan atau vendor, baik kualifikasi, klasifikasinya, maupun cara evaluasinya. 6) SOP belum mengatur mengenai penyusunan dan pembuatan perjanjian/kontrak, surat perintah kerja, purchase order, dll. 7) SOP belum mengatur jaminan penawaran dan pelaksanaan dari rekanan atau vendor yang akan mengikuti proses pengadaan di lingkungan PT BNI MF 8) SOP belum mengatur tentang Service Level Agreement (SLA) antara PT BNI MF dengan rekanan atau vendor. 9) SOP belum mengatur strandarisasi tentang Asset, baik dari segi model, tipe, bahan, atau harga, misalnya gedung, kursi, meja, dan peralatan TI, dll, yang akan digunakan sebagai pedoman sebelum melakukan proses pengadaan. Kondisi di atas tidak sesuai dengan BPP Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI tanggal 1 November 2002 yang mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 2003 di seluruh unit organisasi Bank BNI.

32

b. Dari uji petik terhadap beberapa kegiatan pengadaan barang dan atau jasa di PT BNI MF, diketahui hal-hal sebagai berikut. 1) Beberapa kegiatan atau proses pengadaan barang dan atau jasa tidak menggunakan metode pelelangan Berdasarkan pengecekan lebih lanjut terhadap dokumen pengadaan yang ada serta konfirmasi dengan Staff Departemen General Affair, diketahui beberapa kegiatan pengadaaan barang dan atau jasa tidak menggunakan metode pelelangan, meskipun barang yang dibeli merupakan kategori barang komoditas yang nilai pengadaannya di atas Rp500.000.000,00. Kegiatan pengadaan tersebut meliputi: a) Pengadaan Software Sistem Aplikasi Akuntansi dan Multifinance senilai Rp1.124,22 juta. b) Pengadaan Lisensi Oracle senilai USD60.77 ribu atau Rp546,96 juta (asumsi USD1,00 = Rp9000,00). c) Pengadaan Lisensi Aplikasi CuBES Consumer Loan Origination System dan Pekerjaan Implementasinya senilai Rp500,00 juta (tidak termasuk pajak). d) Pengadaan Kontraktor Interior Design Kantor Pusat senilai Rp950,40 juta. e) Pengadaan Pekerjaan Renovasi Ruangan Lt.7 Kantor Pusat dan di Central Process dengan nilai masing-masing Rp298,61 juta dan Rp270,00 juta atau seluruhnya Rp568,61 juta. Hal tersebut tidak sesuai dengan BPP Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI: a) Buku I Bab 3.2.1.5 yang menyebutkan kriteria pelelangan adalah pengadaan barang dan jasa dengan nilai di atas Rp500.000.000,00. b) Buku I Bab 3.2.1.3 yang menyebutkan pelelangan harus diikuti oleh sekurangkurangnya 5 (lima) penyedia barang dan atau jasa yang memenuhi syarat. 2) Rekanan tidak diwajibkan untuk menyerahkan jaminan penawaran dan pelaksanaan dalam mengikuti proses pengadaan di lingkungan PT BNI MF Berdasarkan penelitian lebih lanjut terhadap beberapa dokumen pengadaan, serta konfirmasi dengan Staff Departemen General Affair, diketahui selama proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan PT BNI MF, tidak ada rekanan atau vendor yang menyerahkan jaminan penawaran pada saat akan mengikuti kegiatan pengadaaan atau menyerahkan jaminan pelaksanaan pada saat rekanan ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan pengadaan, meskipun nilai pengadaannya di atas Rp100,00 juta. Hal tersebut tidak sesuai dengan BPP Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI Buku I Bab 3.9.2.1 yang menyebutkan Jaminan pelaksanaan diperuntukkan bagi pengadaan barang dan atau jasa dengan nilai di atas Rp100,00 juta. 3) Terdapat beberapa kegiatan pengadaan tanpa didasari dengan perjanjian atau kontrak kerja Berdasarkan penelusuran dokumen pengadaan lebih lanjut diketahui terdapat beberapa kegiatan pengadaan barang yang dilakukan tanpa dilandasi atau
33

diikat dengan kontrak kerja atau perjanjian kerja, padahal nilainya di atas Rp50,00 juta. Pengadaan tersebut adalah: a) Pengadaan Lisensi Oracle sesuai PO No.BNIMF/DIR/IT/2005/01/001/013 tanggal 11 Januari 2005, senilai USD60.78 ribu atau Rp546,98 juta (asumsi USD1,00 = Rp9000,00). b) Pekerjaan Renovasi Ruangan Lt.7 Kantor Pusat PT BNI MF sesuai SPK No.BNIMF/DIR/06-06-048 tanggal 12 Juni 2006, senilai Rp298,61 juta. c) Pekerjaan Renovasi Kantor PT BNI MF yang terletak di Gedung Gajah (Central Process) sesuai SPK No.BNIMF/DIR/06-06-049 tanggal 12 Juni 2006, senilai Rp270,00 juta. d) Pekerjaan Renovasi sebagian Ruangan Lt.8 Kantor PT BNI MF sesuai SPK No.BNIMF/DIR/04-10-245 tanggal 11 Oktober 2004 senilai Rp147,50 juta. e) Pembuatan Annual Report tahun 2004 sesuai surat quotation annual report tanggal 15 Pebruari 2005, senilai Rp57,75 juta, dan tahun 2005 sesuai surat quotation annual report tanggal 9 Pebruari 2006, senilai Rp67,16 juta. Hal tersebut tidak sesuai dengan BPP Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI: a) Buku I Bab 4.4.2.3 yang menyebutkan pengadaan barang dengan cara pengadaan langsung dilakukan tanpa kontrak. b) Buku I Bab 3.2.4.2 yang menyebutkan kriteria pengadaan langsung adalah pengadaan barang dengan nilai sampai dengan Rp25,00 juta. 4) Kegiatan pengadaaan barang dan atau jasa di lingkungan PT BNI MF tidak didukung oleh HPS yang memadai Harga Perhitungan Sendiri (HPS) atau Owner Estimate (OE) merupakan perkiraan harga yang dikalkulasikan secara keahlian /profesional. HPS digunakan sebagai acuan dalam evaluasi penawaran serta untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya. Sesuai penelitian lebih lanjut terhadap dokumen pengadaan yang disampling, serta konfirmasi dengan Staff Departemen General Affair diketahui sebelum melakukan proses pengadaan, unit kerja yang bersangkutan tidak membuat HPS. Hal tersebut tidak sesuai dengan BPP Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI: a) Buku I Bab 3.3.5. yang menyebutkan Panitia Pengadaan bertugas dan bertanggung jawab menyelenggarakan proses pengadaan dari awal sampai dengan akhir, termasuk menghitung HPS. b) Buku I Bab 3.4.1. yang menyebutkan Setiap unit yang berwenang melaksanakan pengadaan barang dan atau jasa harus memiliki HPS yang dikalkulasikan secara keahlian/profesional. HPS harus disahkan oleh pemimpin unit yang akan melaksanakan pengadaan barang dan atau jasa atau pejabat yang berwenang memutus pengadaan barang dan atau jasa sebelum acara pembukaan penawaran harga.
34

Kondisi tersebut mengakibatkan: a. Pengadaan barang dan jasa yang telah dilakukan oleh PT BNI MF belum mencerminkan pengadaan yang sehat. b. PT BNI MF kehilangan peluang untuk memperoleh harga yang lebih menguntungkan. c. Kepentingan, hak dan kewajiban kedua belah pihak (dhi. PT BNI MF dan rekanan) tidak terlindungi jika terjadi perselisihan atau wanprestasi. d. PT BNI MF tidak memiliki patokan harga pengadaan barang dan atau jasa sebagai alat kontrol dalam menentukan kewajaran harga. Kondisi tersebut terjadi karena: a. PT BNI MF dalam menyusun SOP tidak mengacu kepada ketentuan pengadaan barang dan atau jasa induknya yaitu BPP Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI. b. Bank BNI sebagai induk perusahaan kurang mensosialisasikan BPP Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI kepada PT BNI MF. Direksi PT BNI MF menjelaskan: a. SOP pengadaan barang akan segera diperbaharui sesuai masukan dari BPK, serta menggunakan BPP Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI sebagai referensi. b. Meskipun tidak dilakukan melalui proses pelelangan, namun pengadaan barang dan jasa di atas telah melalui pembandingan harga dari beberapa vendor. Untuk selanjutnya penentuan metode pengadaan akan menjadi perhatian sesuai ketentuan yang akan ditetapkan. c. Untuk selanjutnya penentuan perlu tidaknya jaminan penawaran dan pelaksanaan dari rekanan akan kami perhatikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. d. Untuk selanjutnya hal tersebut akan menjadi perhatian sesuai ketentuan yang ditetapkan. e. HPS secara dokumentasi memang tidak ada, tetapi kami tetap mempunyai harga dasar sebagai patokan untuk melakukan negosiasi. Disamping itu pengadaan tetap membandingkan harga penawaran dari beberapa vendor, sehingga kewajaran harga masih dapat diyakini. Untuk selanjutnya dokumentasi HPS akan kami perhatikan. BPK menyarankan kepada Direksi PT BNI MF agar segera memperbaharui SOP pengadaan barang dan jasa yang disesuaikan dengan BPP Pengelolaan Aktiva Tetap Bank BNI terkini. Apabila dalam perkembangannya terdapat beberapa ketentuan dalam BPP Bank BNI tersebut yang tidak dapat diterapkan di PT BNI MF, agar PT BNI MF terlebih dahulu meminta persetujuan kepada pejabat yang berwenang di Bank BNI.

35

9. Pencatatan beberapa barang inventaris pada Sistem Informasi Asset (SIA) versi kantor pusat dengan unit kerja berbeda dan penomoran beberapa barang inventaris belum tertib Sejak tanggal 2 Juni 2006 kegiatan pencatatan, pemantauan dan pengawasan (pengelolaan dan pengadministrasian) aktiva tetap atau barang inventaris PT BNI MF dilakukan secara terintegrasi melalui Sistem Informasi Asset (SIA). Berdasarkan pemeriksaan atau cek fisik lapangan yang dilakukan terhadap pengelolaan dan administrasi barang inventaris atau aktiva tetap di unit-unit kerja PT BNI MF di kantor pusat (KP), Kantor Cabang (Kanca) Bogor, Bekasi, Surabaya, Semarang, Solo dan Central Process Jakarta serta Point Of Sale (POS) Trenggalek, diketahui hal-hal sebagai berikut. a. Terdapat perbedaan jumlah aktiva tetap atau barang inventaris antara yang dicatat SIA versi kantor pusat/head office dengan pencatatan unit kerja atau kondisi sebenarnya di lapangan, yaitu: Central process (CP):
No. 1. 2. 3. Nama Aktiva Tetap/Asset Locker Camera Kursi Hadap Jumlah Menurut SIA 5 9 6 CP 4 8 11 Selisih -1 -1 5 Tanggal Perolehan 08/08/2006 01/08/2006 17/07/2006

Kantor Cabang Semarang:


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama Aktiva Tetap/Asset Kursi Staff Kursi Head Meja Biro Filling Cabinet Kursi Hadap Tamu Kursi Tunggu Jumlah Menurut SIA 12 0 12 30 14 0 Kanca 22 6 19 34 19 4 Selisih 10 6 7 4 5 4 Tanggal Perolehan 04/01/2005 04/01/2005 04 dan 10/01/2005 04/01/2005 04/01/2005 07/01/2005

Kantor Cabang Solo:


No. 1. 2. 3. Nama Aktiva Tetap/Asset Meja Komputer Whiteboard Camera Digital Jumlah Menurut SIA 8 1 2 Kanca 10 2 3 Selisih 2 1 1 Tanggal Perolehan 15/09/2005 28/04/2005 06/06/2006

Kondisi di atas menunjukkan antara SIA dengan pencatatan di masing-masing unit kerja di lingkungan PT BNI MF belum terintegrasi. Hal tersebut tidak sesuai dengan SOP Pengelolaan Asset PT BNI MF tanggal 21 November 2006: 1) Halaman 2 butir 2 yang menyebutkan pencatatan, pemantauan dan pengawasan pengelolaan barang inventaris dilakukan secara terintegrasi melalui System Information Asset (SIA).

36

2) Halaman 14 butir 1.3.8 yang menyebutkan dilakukan pendataan pada SIA PT BNI MF, sesaat setelah pelaksanaan pembelian. 3) Halaman 23 butir 3.2 yang menyebutkan pengelolaan administrasi barang inventaris dilakukan oleh departemen yang menggunakan/mengelola dan terintegrasi melalui SIA. b. Belum tertibnya penomoran aktiva tetap (barang inventaris), termasuk belum seragamnya cara dan tempat penempelan Nomor Indentitas Barang (NIB)/Barcode, serta terdapat perbedaan NIB antara yang ditempel pada barang inventaris dengan daftar inventaris. Hal tersebut terjadi di unit kerja: 1) Kanca Bekasi, terdapat beberapa barang inventaris yang belum mempunyai NIB, seperti kursi, kursi head, meja kerja, meja samping, lemari kecil dan mesin fax, sehingga tidak dapat diyakini apakah barang tersebut merupakan barang yang tercatat dalam daftar barang inventaris. 2) KP PT BNI MF, Kanca Surabaya dan Kanca Solo, penempelan NIB untuk beberapa barang inventaris seperti meja kerja/laci dilakukan di atas meja/laci dan tanpa dilapisi selotip, sehingga NIB akan pudar seiring dengan sering dibersihkannya meja tersebut, pada filling cabinet dan server penempelan NIB dilakukan pada sisi yang sulit terlihat. 3) Kanca Bogor, terdapat beberapa kursi yang NIB-nya berbeda antara yang ditempel pada barang inventaris dengan daftar inventaris, antara lain :
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nama Asset Meja Samping Meja Samping Meja Samping AC (out door) AC (in door) Kursi Tunggu Kursi Tunggu No. Asset Menurut Yang Tertempel pd Brg Inventaris*) BNIMF01-005/301/10/06/1093 BNIMF01-005/301/10/06/1100 BNIMF01-005/301/10/06/1094 BNIMF01-005/906/07/05/1003 BNIMF01-005/906/07/05/1004 BNIMF01-005/101/10/06/1127 BNIMF01-005/101/10/06/1128

SIA*)

BNIMF01-005/302/10/06/1093 BNIMF01-005/302/10/06/1100 BNIMF01-005/302/10/06/1094 BNIMF01-005/906/08/05/1003 BNIMF01-005/906/08/05/1004 BNIMF01-005/105/10/06/1127 BNIMF01-005/105/10/06/1128

*) perbedaan NIB pada nomor yang dicetak tebal

Hal tersebut tidak sesuai SOP Pengelolaan Asset PT BNI MF tanggal 21 November 2006: 1) Halaman 14 butir 1.3.5 yang menyebutkan pada saat barang diterima harus diberikan NIB/Barcode. 2) Halaman 24 butir 4.1.6 yang menyebutkan Label NIB ditempel di tempat yang mudah dilihat tidak mengganggu fungsi barang dan estetika. Kondisi tersebut diatas dapat mengakibatkan nilai aktiva tetap yang disajikan dalam neraca PT BNI MF belum sepenuhnya menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

37

Kondisi tersebut terjadi karena petugas pengelola aktiva tetap di masing-masing unit kerja belum memahami SOP Pengelolaan Asset dan belum dapat mengakses SIA, sehingga tidak dapat segera melakukan pendataan barang inventaris. Direksi PT BNI MF menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena saat ini masih dalam masa set up system, namun demikian perbedaan data antara IFS dengan kantor cabang akan segera diperbaiki/dimutakhirkan sesuai ketentuan yang ditetapkan dan kondisi yang sebenarnya. BPK menyarankan Direksi PT BNI MF agar menginstruksikan departemen terkait untuk segera mensosialisasikan SOP Pengelolaan Asset ke seluruh unit kerja di lingkungan PT BNI MF dan segera memperbaiki perbedaan data aktiva tetap tersebut sehingga dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

10. Pembangunan Sistem Teknologi Informasi Sektor Komersil tidak dilaksanakan sesuai jadwal Perencanaan pengadaan Teknologi Informasi (TI) merupakan bagian dari Perencanaan Perusahaan (Corporate Plan) yang dituangkan ke dalam Business Plan (BP) atau Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Perencanaan TI terkait dengan blue print atau cetak biru atau gambar rencana TI perusahaan yang bersangkutan. Blue print menggambarkan apa dan bagaimana kebutuhan TI perusahaan tersebut, baik kebutuhan jangka pendek (saat ini) maupun jangka panjangnya (masa akan datang). RKAP PT BNI MF tahun 2006 menyebutkan salah satu strategi yang dapat mendukung keberhasilan usahanya adalah dengan memiliki jaringan pemasaran yang luas serta kelengkapan infrastruktur pembiayaan konsumen dan komersil yang berbasis TI. Salah satu penjabaran dari strategi tersebut adalah membangun sistem TI untuk sektor komersil. Fasilitas pembiayaan sektor komersil yang diberikan oleh PT BNI MF adalah fasilitas pembiayaan yang akan digunakan nasabah atau debitur untuk mendukung kegiatan usahanya, yang diberikan dalam bentuk sewa guna usaha (leasing) atau anjak piutang (factoring), misalnya pembiayaan kendaraan kantor, genset kantor, mesin kompresor tambal ban, dll. Namun sampai dengan pemeriksaan tanggal 29 Januari 2007, pembangunan TI untuk sektor komersil tersebut belum selesai, bahkan masih dalam tahap pelaksanaan atau proses pemilihan vendor. Hal tersebut tidak sesuai dengan RKAP PT BNI MF tahun 2006 yang mensyaratkan untuk segera melaksanakan pembangunan sistem TI sektor komersil mengingat peluang pasar konsumen Indonesia yang sangat besar dan masih berpotensi untuk tumbuh. Dalam RKAP tersebut juga dijelaskan bahwa pembangunan sistem TI untuk sektor komersil menjadi tanggung jawab Departemen IT yang seharusnya dimulai pada bulan Januari dan selesai pada bulan Maret 2006.

38

Kondisi tersebut mengakibatkan PT BNI MF tidak dapat segera memanfaatkan dan menggunakan sistem TI dalam rangka memperluas dan mengembangkan konsumen (nasabah/debitur) di pasar sektor komersil. Kondisi tersebut terjadi karena dalam perkembangannya terdapat pergeseran skala prioritas dalam pembangunan sistem TI untuk sektor komersil. Dalam tanggapannya Direksi PT BNI MF menjelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan sistem TI untuk sektor komersil belum terlaksana karena adanya skala prioritas untuk penyelesaian Program Aplikasi Personal Finance. Sedangkan Commersial finance difokuskan pada penyelesaian bussines model dan pencarian sumber dana. Oleh karena itu requirement (Blue Print Komersil) baru dijadwalkan kembali untuk mencari sistem yang tepat untuk mendukung bussines model yang ada. Saat ini pelaksanaan program telah sampai pada tahap rekomendasi pemenang vendor aplikasi commercial dari panitia lelang. BPK menyarankan agar Direksi PT BNI MF dengan memperhatikan skala prioritas menuntaskan pembangunan sistem aplikasi sektor komersial sehingga sistem tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan dalam rangka mendukung perluasan dan pengembangan konsumen (nasabah/debitur) di pasar komersil.

11. Sasaran dan rasio kinerja PT BNI Multifinance yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Tahun 2006 belum tercapai Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2006 menetapkan visi PT BNI MF yaitu menjadi perusahaan pembiayaan kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan (customer service) dan kinerja (profitability) dengan menjadi perusahaan pembiayaan yang berada dalam kategori 5 (lima) besar di Indonesia. Sedangkan misinya adalah memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi pembiayaan yang fokus pada segmen pasar konsumen. Selanjutnya misi tersebut diterjemahkan ke dalam sasaran perusahaan baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam strategi dan program pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan terhadap pencapaian sasaran dan program yang ditetapkan dalam RKAP PT BNI MF tahun 2006 menunjukkan beberapa hal sebagai berikut. a. Sasaran kualitatif tidak tercapai Berdasarkan data portofolio per 31 Desember 2006 diketahui realisasi pembiayaan konsumen pada tahun 2006 adalah sebesar Rp88.699,00 juta atau sebesar 17,34% dari targetnya sebesar Rp500.000,00 juta dan realisasi pembiayaan komersil sebesar Rp23.436,00 juta atau hanya mencapai 11,72% dari targetnya sebesar Rp200.000,00 juta yang ditetapkan dalam RKAP. Hal tersebut tidak sesuai dengan sasaran kualitatif PT BNI MF tahun 2006 yaitu tercapainya pengelolaan pembiayaan konsumen mayoritas di channeling sebesar Rp500.000,00 juta dan komersiil sebesar Rp200.000,00 juta.
39

b. Sasaran kuantitatif tidak tercapai Dalam RKAP 2006 telah ditetapkan beberapa rasio indikator kuantitatif yang ingin dicapai oleh PT BNI MF dalam tahun 2006, yang meliputi ROA (Return On Assets), ROE (Return On Equity), NIM (Net Interest Margin), CIR (Cost to Income Ratio) dan Laba setelah pajak. Dalam perjalanannya, pada tanggal 9 Juli 2006 Komisaris PT BNI MF merekomendasikan manajemen untuk merevisi RKAP 2006. Pada bulan September 2006, RKAP tersebut direvisi karena sampai dengan Semester I sebagian besar Faktor Kunci Keberhasilan belum dapat terpenuhi, yaitu: - Tambahan setoran modal Rp50.000,00 juta dari Bank BNI - Pinjaman modal kerja, fasilitas channeling/joint financing dari Bank BNI. - Penggunaan infrastruktur, database nasabah dan tenaga pemasaran Bank BNI. Berdasarkan review lebih lanjut diketahui rasio indikator kuantitatif yang dapat dicapai oleh PT BNI MF per 31 Desember 2006 adalah sebagai berikut. ROA : -1,68% ROE : -3,75% NIM : 4,72% CIR : 119,88% Rugi (Lapkeu unaudited) : Rp7.943,00 juta Kondisi tersebut tidak sesuai dengan rasio indikator kuantitatif yang ditetapkan dalam RKAP 2006 dan revisinya, yaitu sebagai berikut.
No 1 2 3 4 5 ROA ROE NIM CIR Laba setelah pajak Indikator RKAP 2006 0,53% 1,79% 6,82% 85,14% Rp4.900,00 juta Revisi RKAP per September 2006 0,3% 0,6% 4,5% 96,9% Rp1.382 juta

Berdasarkan penjelasan manajemen PT BNI MF dan Laporan Realisasi Rencana Bisnis triwulan IV tahun 2006 diketahui RKAP 2006 yang telah direvisi tersebut belum dapat dicapai oleh PT BNI MF karena sejak triwulan II perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp1.025,00 juta yang disebabkan: Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD, sehingga perusahaan mengalami kerugian kurs yang besar, kurs Maret Rp9.066,00 sedangkan pada bulan Juni mencapai Rp9.263,00. Bertambahnya beban perusahaan karena masih dalam tahap pengembangan dan pembangunan infrastruktur. Terbatasnya dana yang dapat digunakan untuk modal kerja perusahaan dalam upaya mengembangkan bisnis c. Program Pelaksanaan sebagai penjabaran dari pencapaian strategi belum sepenuhnya tercapai Evaluasi program pelaksanaan sebagai penjabaran dari pencapaian strategi dibuat dalam bentuk Laporan Realisasi Rencana Bisnis triwulanan yang disajikan per
40

sasaran atau strategi. Dari Laporan Realisasi Rencana Bisnis triwulan IV tahun 2006 diketahui pencapaian RKAP 2006 dan hasil evaluasi Tim Audit BPK dari pencapaian tersebut yaitu :
Sasaran / Strategi 1. Mencapai laba perusahaan setelah pajak sebesar Rp1.382,00 juta 2. Menyelesaikan masalah NPL secara agresif dan menciptakan sistem pencegahan yang komperehensif dengan menyempurnakan risk management, quality assurance dan prudential. Realisasi Secara keseluruhan perusahaan membukukan kerugian sebesar Rp7.943,00 juta Keterangan Tidak tercapai

3. Memperluas jaringan pemasaran dan kerja sama dengan institusi keuangan lokal dan asing untuk memperluas pasar cross selling.

4. Meningkatkan efisiensi operasional dengan penyempurnaan sistem IT yang mengacu kepada office automation dan peningkatan core system bisnis

Penyelesaian masalah NPL terus dilakukan terhadap beberapa nasabah dengan beberapa cara, yaitu: 1. Melanjutkan proses penjualan objek pembiayaan, jaminan dan asset-asset lainnya. 2. Penyelesaian/penjualan asset nasabah melalui BUPLN/KP2LN. 3. Penyelesaian melalui jalur hukum dengan menggunakan jasa lawyer. 4. Melakukan restrukturisasi (3R) Mengaktifkan Central Process Application dan Collection untuk wilayah Jabodetabek sebagai salah satu bentuk efisiensi dalam upaya meningkatkan produktifitas dari analisis kredit & collector. Pembukaan cabang dilakukan secara selektif dan berdasarkan skala prioritas. Hingga saat ini telah terjalin kerja sama dengan pihak ketiga yang meliputi merchant/toko, showroom dan dealer/ATPM Jaringan IT : - Install IFS Client di kantor cabang Bogor, Depok dan Bekasi. - Set up jaringan di Cabang Surabaya dan melakukan maintenance jaringan. - Uji coba jaringan on line antara Kantor Pusat , Cabang Surabaya dan Depok. - Uji coba VOIP, sehingga dapat menekan biaya komunikasi antar cabang. - Menyiapkan konfigurasi jaringan data Pengembangan system : - Auto jurnal untuk sistem akunting - Pelaksanaan End of Day. - Pengembangan sistem CSA.

Dari sisi kuantitas, strategi tidak dapat diukur. Namun dari sisi kualitas, meskipun sudah tidak ada kendala yang dihadapi tetapi tingkat keberhasilan juga belum dapat dinilai karena sejak awal tidak ditetapkan targettarget terinci yang akan dicapai. Dari sisi kuantitas, strategi tidak dapat diukur. Namun dari sisi kualitas, meskipun sudah tidak ada kendala yang dihadapi tetapi tingkat keberhasilan juga belum dapat dinilai karena sejak awal tidak ditetapkan targettarget terinci yang akan dicapai. Secara keseluruhan belum tercapai karena masih terdapat kendala perlunya biaya investasi yang cukup besar dalam pengembangan IT baik hardware maupun software.

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 4 (empat) sasaran/strategi yang akan dicapai, sasaran pertama dan keempat belum tercapai sedangkan 2 (dua) sasaran lainnya yaitu menyelesaikan masalah NPL secara agresif dan memperluas jaringan pemasaran dan kerjasama dengan institusi lokal maupun asing tidak dapat dinilai karena tingkat keberhasilannya tidak dapat diukur secara kuantitatif. Sejak awal perusahaan memang tidak menetapkan target-target secara terinci mengenai hal-hal yang akan dicapai.

41

Tidak tercapainya sasaran dan rasio kinerja PT BNI MF berdampak pada pencapaian sasaran dan rasio kinerja Bank BNI sebagai induk perusahaan secara keseluruhan. Kondisi tersebut terjadi karena: b. Belum terlaksananya komitmen Bank BNI sesuai dengan yang telah direncanakan seperti penambahan modal dan pemberian fasilitas channeling dari Bank BNI. c. Beberapa program pelaksanaan dari sasaran perusahaan yang telah ditetapkan dalam RKAP tahun 2006, sulit diimplementasikan/dilaksanakan. Dalam tanggapannya Direksi PT BNI MF menyatakan bahwa sasaran kuantitatif dan kualitatif belum sepenuhnya tercapai karena belum terlaksananya komitmen Bank BNI memberi tambahan modal dan fasilitas channeling karena adanya kendala internal BNI mengenai BMPK. Permasalahan tersebut mengakibatkan hal-hal sebagai berikut : a. PT BNI MF masih kekurangan modal sehingga akan berdampak pada sulitnya penyusunan planning ke depan serta pengaruh yang cukup signifikan terhadap belum tercapainya sasaran dan rasio kinerja baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif (efek domino) PT BNI MF sesuai dengan RKAP tahun 2006. b. Rasio yang telah ditetapkan sulit diukur. c. Program yang telah direncanakan sulit diimplementasikan. d. Strategi portofolio untuk mempertahankan high yield assets belum tercapai secara optimal. BPK menyarankan agar Direksi PT BNI MF : a. Dalam menetapkan target atau sasaran dalam RKAP selanjutnya memberikan perhatian yang lebih terhadap ketersediaan sumber dana dan menyesuaikan dengan kondisi perusahaan yang sedang dalam tahap pengembangan dan pembangunan infrastruktur. b. Menetapkan suatu ukuran keberhasilan dari setiap sasaran dan program yang akan dicapai sehingga memudahkan manajemen dalam mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja suatu program.

42

12. Pembukaan kantor cabang belum seluruhnya terealisir dan penilaian kinerja kantor cabang belum sepenuhnya dapat diimplementasikan Hasil pemeriksaan lebih lanjut terhadap RKAP tahun 2006 terkait dengan rencana pembukaan kantor cabang dan implementasi standardisasi penilaian kinerja kantor cabang menunjukkan beberapa hal sebagai berikut. a. Rencana Pembukaan Kantor Cabang belum seluruhnya terealisasi Sebagai salah satu anak perusahaan Bank BNI, PT BNI MF bermaksud mengoptimalkan cross selling dan sinergi dengan Bank BNI dengan menggunakan database nasabah Bank BNI. Salah satu langkahnya yaitu melalui pembukaan 14 kantor cabang sehingga bisa lebih dekat dengan nasabah Bank BNI di daerah. Ke-14 kantor cabang yang direncanakan akan dimiliki tersebut adalah Bogor, Depok, Bekasi, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Tangerang, Bandung, Tegal, Malang, Kediri, Denpasar dan Medan. Pembukaan 6 (enam) kantor cabang telah direalisasikan pada tahun 2005, yaitu Bogor, Depok, Bekasi, Semarang, Solo dan Surabaya. Selanjutnya dari Laporan Realisasi Rencana Bisnis Triwulanan tahun 2006 diketahui kantor cabang baru yang telah dibuka yaitu Cabang Yogyakarta serta membuka POS (Point of Sales) di Pacitan dan Lampung. Pos Lampung hanya memantau kegiatan collection di Lampung dan sekitarnya. Sampai dengan saat pemeriksaan tanggal 29 Januari 2007, pembukaan tujuh kantor cabang lainnya yaitu Tangerang, Bandung, Tegal, Malang, Kediri, Denpasar dan Medan belum terealisir. Kondisi di atas tidak sesuai dengan Program Pelaksanaan dalam rangka pencapaian RKAP 2006 yaitu akan merealisasikan ijin pembukaan 14 kantor cabang yang sudah disahkan oleh RUPS serta melanjutkan pembukaan kantor cabang yang tertunda yang direncanakan dimulai dari bulan Januari dan berakhir pada bulan Desember 2006. b. Standardisasi Penilaian Kinerja Kantor Cabang belum berjalan sesuai rencana Sesuai dengan hasil pertemuan pada tanggal 20 November 2006 antara Presiden Direktur, Pinwil I, Pimpinan Cabang (Pinca) Bekasi, Pinca Depok, Pinca Bogor, General Manager Human Resources and Development (GM HRD) dan Head QA di Kantor Pusat, Pinwil dan Pinca agar menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut dengan : 1) Pinwil dan Pinca wajib mendiskusikan Key Performance Indicator (KPI) yang akan digunakan di wilayah masing-masing. 2) KPI yang harus diisi adalah untuk tahun 2006 dan tahun 2007 serta KPI per produk per cabang. 3) KPI yang telah diisi agar diserahkan ke GM HRD selambat-lambatnya tanggal 24 November 2006. 4) Untuk item SLA (Service Level Agreement) agar didiskusikan sebagai standarisasi SLA cabang, mengingat terdapat perbedaan proses antara Wilayah I dan Wilayah yang lain.

43

Dari penelitian lebih lanjut diketahui Keputusan Rapat pada tanggal 20 November 2006 tersebut tidak disosialisasikan ke cabang-cabang sehingga sampai dengan batas akhir waktu penyampaian KPI tanggal 24 November 2006 belum ada cabang yang mengirimkan hasil KPI. Sampai dengan pemeriksaan tanggal 29 Januari 2007, hanya Kantor Cabang Solo yang mengirimkan KPI yaitu pada tanggal 13 Desember 2006. Kondisi di atas tidak sesuai dengan Program Pelaksanaan dalam rangka pencapaian RKAP 2006 yaitu mengimplementasikan standardisasi kinerja kantor cabang yang berakhir pada bulan Desember 2006. Hal tersebut mengakibatkan: a. Cross selling dan sinergi dengan Bank BNI dengan menggunakan database nasabah Bank BNI di daerah belum optimal. b. Prestasi pencapaian kinerja kantor cabang dan perbandingannya dengan kantor cabang lainnya serta kontribusinya terhadap pencapaian tujuan PT BNI MF secara keseluruhan belum dapat dinilai secara kuantitatif. Hal tersebut terjadi karena: a. Adanya keterbatasan dana/anggaran untuk merealisasikan pembukaan kantor cabang. b. Kantor Pusat belum melakukan sosialisasi dan standarisasi KPI dan kurang memantau penyampaian KPI dari cabang-cabang. Dalam tanggapannya Direksi PT BNI MF menjelaskan: a. Rencana pembukaan kantor cabang tersebut belum sepenuhnya dapat direalisasikan karena keterbatasan dana yaitu belum terlaksananya komitmen Bank BNI sesuai dengan yang telah direncanakan (penambahan modal) sehingga PT BNI MF kesulitan dalam mengimplementasikan program yang telah direncanakan. Selain itu di tahun 2006 seluruh perusahaan multifinance mengalami penurunan penjualan. Rencana pembukaan kantor cabang tersebut kedepannya akan menjadi perhatian PT BNI MF. b. KPI untuk seluruh cabang sudah dibuat oleh seluruh cabang dan keterlambatan tersebut dikarenakan key person cabang belum mempunyai persepsi yang sama mengenai point-point yang ada di dalam KPI sehingga butuh waktu untuk penyesuaian dalam proses standarisasinya. Untuk itu PT BNI MF telah melaksanakan sosialisasi dan proses standarisasi untuk KPI seluruh cabang. BPK menyarankan agar Direksi PT BNI MF mengoptimalkan terlebih dahulu peranan kantor cabang yang sudah ada di daerah dalam meningkatkan cross selling dan sinergi dengan Bank BNI sebelum merealisasikan pembukaan kantor-kantor cabang yang tertunda.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

44

Anda mungkin juga menyukai