Anda di halaman 1dari 63

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KONSEP LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN

ATAS

PENGADAAN BARANG DAN JASA DAN TINDAK LANJUT SARAN BPK


PADA

PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO)


TAHUN ANGGARAN 2007

DI JAKARTA, SURABAYA, DAN BANDUNG

AUDITORAT UTAMA KEUANGAN NEGARA VII DI JAKARTA

Nomor : 12/AUDITAMA VII/PDTT/02/2009 Tanggal : 26 Pebruari 2009

DAFTAR ISI

Halaman BAB I RESUME HASIL PEMERIKSAAN A. B. C. Kondisi dan Perkembangan Perusahaan Pokok-pokok Hasil Pemeriksaan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 4 4 5 6 6 10

BAB II HASIL PEMERIKSAAN A. Gambaran Umum 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. B. Dasar Pemeriksaan Tujuan Pemeriksaan Sasaran Pemeriksaan Tahun Buku yang Diperiksa Metode Pemeriksaan Jangka Waktu Pemeriksaan Uraian Mengenai Entitas yang Diperiksa

Temuan Pemeriksaan 1. Pengelolaan Gedung Menara BTN tidak sesuai dengan beberapa pasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN dan Perjanjian 2. Pelaksanaan kerja sama Bank BTN dengan VISA International dan ATM Bersama tidak sesuai dengan Pasal 3 tentang prinsip efektif dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN 3. Pengadaan jasa iklan tahun 2005 s.d. 2007 seluruhnya senilai Rp24.971,26 juta tidak sesuai dengan beberapa pasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN 4. Pengadaan sewa kendaraan operasional BTN Kantor Cabang (KC) Surabaya sebesar Rp3.050,90 juta dan kendaraan dinas untuk Komisaris dan Direksi sebesar Rp3.631,04 juta tidak sesuai dengan beberapa pasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN 5. Penunjukan PT BPB sebagai pengelola gedung BTN KC Surabaya tidak sesuai dengan beberapa pasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN 6. Proses pengadaan kontraktor pelaksana pembangunan gedung BTN KC Sidoarjo tidak sesuai dengan Pasal 13 (1) Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN dan HPS-nya diragukan kewajarannya 7. Proyek standarisasi gedung kantor Kantor Cabang Pembantu (KCP) pada BTN KC Surabaya tidak sesuai dengan pasal-pasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN

13

17

22

25

27

8. Pengadaan kontraktor pelaksana renovasi dan standarisasi kantor BTN KC Jakarta Kuningan, KCP Pondok Indah, KCP BTC Ciputat dan KCP Cibitung Bekasi tidak melalui pelelangan dan HPS proyek KCP Pondok Indah diragukan kewajarannya 9. Proses pengadaan pembangunan rumah dinas setingkat kepala divisi di Tebet senilai Rp3.165,00 juta tidak sesuai Pasal 3 tentang prinsip efisien dan efektif dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN 10. Penunjukan langsung PT Diebold Indonesia (PT DI) sebagai rekanan pemeliharaan mesin ATM Diebold tidak sesuai dengan Pasal 3 tentang prinsip bersaing dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN 11. Penunjukan langsung Law Office Sulistio Anggraeni & Associates (LOSAA) sebagai penyedia jasa konsultan hukum tetap dan jasa legal audit BTN tidak sesuai dengan Pasal 3 tentang prinsip bersaing dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN 12. Pengadaan 13 Server Blade sebesar US$65.50 ribu di Kantor Pusat dan 18 unit mesin absensi finger print di KC bandung sebesar Rp126,75 juta tidak sesuai dengan pasal-pasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN 13. Proses pengadaan renovasi Gedung Kantor Kas (Kankas) Rancaekek Bandung senilai Rp329,75 juta tidak sesuai Pasal 3 (1) tentang prinsip efisien dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN dan fisik bangunan tidak memenuhi standar penyimpanan arsip 14. Perjanjian sewa menyewa gedung kantor BTN di KC Cilegon dan KC Surabaya tidak menyajikan nilai bruto (termasuk pajak) sehingga tidak sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2002 tentang pemotongan PPh oleh penyewa sebesar 10% dari nilai bruto C. Tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK Lampiran-lampiran Lampiran 1 : Lampiran 2 : Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Kredit Bank BTN Tahun 2004 dan 2005 yang status tindak lanjutnya tindak lanjut sesuai rekomendasi Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Kredit Bank BTN Tahun 2004 dan 2005 yang status tindak lanjutnya tindak lanjut belum sesuai rekomendasi atau belum selesai Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Kredit Bank BTN Tahun 2004 dan 2005 yang status tindak lanjutnya masih dalam proses evaluasi BPK

31

36

37

39

41

44

47

48

51 56

Lampiran 3 :

59

ii

BAB 1 RESUME HASIL PEMERIKSAAN ATAS KEGIATAN PENGADAAN BARANG DAN JASA SERTA TINDAK LANJUT SARAN BPK PADA PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) DI JAKARTA, SURABAYA DAN BANDUNG

Berdasarkan surat tugas BPK No. 99/ST/IX-XX.4/10/2007 tanggal 30 Oktober 2007, BPK telah memeriksa kegiatan pengadaan barang dan jasa dan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) - selanjutnya disebut Bank BTN - Tahun Buku 2005 s.d. 2007. Pemeriksaan dilakukan untuk menilai indikasi kecurangan dan penyimpangan yang berdampak material terhadap kegiatan pengadaan barang dan jasa. A. Kondisi dan Perkembangan Perusahaan 1. Laporan keuangan Bank BTN Tahun Buku 2006 dan 2007 telah diaudit oleh KAP Purwantono, Sarwoko & Sandjaja (Ernst & Young) dengan opini wajar tanpa pengecualian. 2. Asset yang dikelola Bank BTN tahun 2006 sebesar Rp32.575.797,00 juta dan tahun 2007 sebesar Rp36.693.247,00 juta. 3. Laba (rugi) setelah pajak Bank BTN tahun 2006 sebesar Rp364.674,00 juta dan tahun 2007 sebesar Rp402.020,00 juta. 4. Tingkat kesehatan BTN per 31 Desember 2006, Bank BTN berada dalam peringkat komposit 3 yaitu Bank tergolong cukup baik tetapi terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank tidak segera melakukan tindakan korektif. Per 31 Desember 2007, Bank BTN berada dalam peringkat komposit 2 yaitu Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin. B. Pokok-pokok Hasil Pemeriksaan BPK telah memeriksa pengadaan barang dan jasa Bank BTN tahun 2005 dengan realisasi sebesar Rp204.200,40 juta atau 79,48% dari anggaran sebesar Rp256.920,00, tahun 2006 dengan realisasi sebesar Rp224.747,53 juta atau 86,20% dari anggaran sebesar Rp260.735,00, dan tahun 2007 dengan realisasi sebesar Rp202.837,44 juta atau 80,30% dari anggaran sebesar Rp252.608,10 juta. Cakupan pemeriksaan atas kegiatan pengadaan barang dan jasa tahun 2005 sebesar Rp52.072,66 juta atau 25,50% dari realisasi, tahun 2006 sebesar Rp38.635,66 juta atau 17,19% dari realisasi, dan tahun 2007 sebesar Rp33.987,31 juta atau 16,76% dari realisasi.

Beberapa temuan pemeriksaan yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut: 1. Bank BTN telah bekerja sama dengan PT Binayasa Putra Batara (PT BPB) untuk pengelolaan Gedung Menara BTN sejak tahun 1992 yang telah beberapa kali diperpanjang dan diaddendum, terakhir dengan addendum tanggal 29 Oktober 2007. Selama periode 2005 s.d. 2007, biaya pengelolaan gedung yang dikeluarkan Bank BTN adalah sebesar Rp13.861,86 juta. Hasil pemeriksaan mengungkapkan beberapa permasalahan antara lain: Bank BTN menunjuk PT BPB (anak perusahaan Dana Pensiun BTN) sebagai penyedia jasa pengelolaan gedung kantor dengan penunjukan langsung dan tanpa adanya Harga Perhitungan Sendiri (HPS). PT BPB tidak melaksanakan beberapa klausul dalam perjanjian dan hasil pekerjaannya memiliki sejumlah kekurangan. Kondisi tersebut mengakibatkan harga kontrak periode tahun 2005 s.d. 2007 sebesar Rp13.861,86 juta diragukan kewajarannya. 2. Sejak tahun 2005 Bank BTN telah bergabung dengan VISA International dan ATM Bersama. Salah satu manfaat kerja sama Bank BTN dengan VISA International dan ATM Bersama yaitu adanya penambahan fitur produk sehingga dapat memproses transaksi yang berkaitan dengan VISA Internasional dan ATM Bersama. Biaya yang dikeluarkan Bank BTN sejak tahun 2005 hingga Januari 2008 adalah sebesar Rp2.440,95 juta sebagai konsekuensi keanggotaan Bank BTN pada jaringan VISA Internasional dan ATM Bersama. Hasil pemeriksaan mengungkapkan bahwa sampai dengan bulan Januari tahun 2008, implementasi penambahan fitur produk baru hasil kerja sama tersebut belum terealisir karena harus menunggu implementasi ATM switching. Kondisi tersebut mengakibatkan biaya yang dikeluarkan oleh Bank BTN sebesar Rp2.440,95 juta tidak memberikan manfaat pada perusahaan. C. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK Berdasarkan hasil Pemeriksaan atas Kredit Macet Bank BTN yang diserahkan kepada BPPN Tahun Buku 1999/2000, Pemeriksaan atas Rekapitalisasi Bank BTN Tahun Buku 2001, Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tahun Buku 2002 dan Pemeriksaan atas Kegiatan Pengelolaan Kredit tahun 2004 dan 2005, Bank BTN telah menyampaikan upaya-upaya tindak lanjutnya, dengan status temuan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Kredit Macet Bank BTN yang diserahkan kepada BPPN TB 1999/2000. Dari empat Temuan Pemeriksaan (TP) dengan tujuh rekomendasi, seluruhnya masih dalam proses evaluasi BPK. Pemeriksaan atas Rekapitalisasi Bank BTN TB 2001 Dari tiga TP (tiga rekomendasi), satu rekomendasi dinyatakan tindak lanjut sesuai rekomendasi, sedangkan dua rekomendasi lainnya masih dalam proses evaluasi BPK. Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Bank BTN TB 2002 Dari empat TP (tujuh rekomendasi), enam rekomendasi dinyatakan tindak lanjut sesuai rekomendasi, sedangkan satu rekomendasi lainnya masih dalam proses evaluasi BPK.

2.

3.

4.

Pemeriksaan atas Pengelolaan Kredit Bank BTN Tahun 2004 dan 2005 Dari 48 TP (99 rekomendasi), sebanyak 64 rekomendasi dinyatakan tindak lanjut sesuai rekomendasi, sebanyak 15 rekomendasi dinyatakan tindak lanjut belum sesuai rekomendasi atau belum selesai, sedangkan sisanya sebanyak 20 rekomendasi lainnya masih dalam proses evaluasi BPK. Untuk lebih jelasnya, temuan dan saran BPK dapat dibaca dalam hasil pemeriksaan.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Penanggung Jawab

Dadang A. Rifai, SE, MSc, Ak, CIA NIP. 240002284

BAB II HASIL PEMERIKSAAN ATAS PENGADAAN BARANG DAN JASA SERTA TINDAK LANJUT SARAN BPK PADA PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) DI JAKARTA, SURABAYA, DAN BANDUNG

A. Gambaran Umum 1. Dasar Pemeriksaan a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 E dan 23 G; b. Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; c. Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara; d. Undang-undang No.15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; e. Rencana Kerja Tahunan (RKT) BPK Tahun Anggaran 2007; f. Rencana Kerja Pemeriksaan (RKP) Auditama Keuangan Negara VII BPK Tahun Anggaran 2007 Semester II. 2. Tujuan Pemeriksaan Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai indikasi kecurangan dan penyimpangan yang berdampak material terhadap kegiatan pengadaan barang dan jasa. 3. Sasaran Pemeriksaan a. b. Kegiatan pengadaan barang dan jasa, baik sebagai belanja modal maupun beban operasional/eksploitasi. Tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK tahun 2000 s.d. 2005.

4. Tahun Buku yang Diperiksa Tahun buku entitas yang diperiksa adalah tahun 2005, 2006 dan 2007. 5. Metode Pemeriksaan Metode yang digunakan adalah analisa prosedur dengan mereview sistem pengendalian intern yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pengadaan barang dan jasa. Selain itu wawancara dengan pejabat perusahaan yang kompeten, pengujian terhadap dokumen-dokumen/bukti-bukti, pengujian fisik, konfirmasi yang dilakukan secara uji petik serta prosedur pemeriksaan lain yang diperlukan. 6. Jangka Waktu Pemeriksaan Pemeriksaan dilaksanakan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya dari tanggal 1 Nopember 2007 s.d. 31 Januari 2008.
4

7.

Uraian Mengenai Entitas yang Diperiksa a. Pendirian Perusahaan Bank BTN didirikan sebagai bank milik negara dengan nama Bank Tabungan Pos berdasarkan Undang-undang Darurat No. 9 tahun 1950 tanggal 9 Pebruari 1950. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 4 tahun 1963, nama Bank Tabungan Pos berubah menjadi Bank Tabungan Negara. Pada tanggal 29 April 1989, Bank mulai beroperasi sebagai bank umum negara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1992, bentuk badan hukum Bank berubah menjadi perusahaan perseroan terbatas milik negara (Persero) yang dituangkan dalam Akta Notaris Muhani Salim, S.H No 136 tanggal 31 Juli 1992. Berdasarkan surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.27/55/KEP/DIR tanggal 23 September 1994, Bank BTN memperoleh status sebagai bank devisa. b. Maksud dan Tujuan Perusahaan Sesuai dengan Akta Pernyataan Keputusan Pemegang Saham tentang Perubahan Anggaran Dasar Bank BTN, No.25 tanggal 4 September 1998 jo Akta No.97 tanggal 28 Juni 2002 jo. Akta No.29 tanggal 27 Oktober 2004, maksud dan tujuan perusahaan adalah turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program Pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya dibidang perbankan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. c. Struktur Organisasi Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank BTN No. 32/DIR/DPP/2008 tanggal 18 April 2008 tanggal 18 April 2008 struktur organisasi ditetapkan sebagai berikut:
Direktur Utama Wakil Direktur Utama Direktur I Kepatuhan Direktur II Direktur III Direktur IV / : membawahi semua Direksi, Komite Personalia Pusat, Komite Produk, Komite Manajemen Risiko, Komite Kredit, Komite Kebijakan Perkreditan, Komite Teknologi, dan ALCO. membawahi Divisi Sekretariat Perusahaan (DSP), Divisi Penelitian dan Perencanaan, Divisi Kebijakan dan Pengembangan Bisnis (DKPB) dan Kantor Cabang. membawahi Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (DSDM), Divisi Manajemen Risiko (DMR), dan Desk Kepatuhan. membawahi Divisi Treasury (DTRS), Divisi Pemasaran Riterl (DPRT), Divisi Syariah (DSYA) dan Kantor Cabang Syariah. membawahi Divisi Akuntansi (DAKT), Divisi Operasi (DOPS) dan Divisi Teknologi Informasi (DTI). membawahi Divisi Pengelolaan Kredit (DPK), Divisi Pembinaan dan Penyelematan (DPPK) dan Divisi Logistik (DLOG).

: : : :

d.

Anggaran dan Realisasi Pengadaan Barang dan Jasa


(Dalam juta Rupiah)

Tahun 2005 2006 2007 Total

Anggaran 256.920,00 260.735,00 252.608,10 770.263,10

Realisasi 204.200,40 224.747,53 202.837,44 631.785,37

Persentase 79,48% 86,20% 80,30%

B. Temuan Pemeriksaan Pemeriksaan terhadap pengadaan barang dan jasa Bank BTN tahun 2005 diuji petik sebesar Rp52.072,66 juta atau 25,50% dari realisasi, tahun 2006 sebesar Rp38.635,66 juta atau 17,19% dari realisasi dan tahun 2007 sebesar Rp33.448,31 juta atau 16,49% dari realisasi. Pemeriksaan terhadap pengadaan barang dan jasa tersebut menghasilkan temuan-temuan pemeriksaan sebagai berikut. 1. Pengelolaan Gedung Menara BTN tidak sesuai dengan beberapa pasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN dan Perjanjian Bank BTN bekerja sama dengan PT Binayasa Putra Batara (PT BPB) untuk mengelola Gedung Menara BTN yang terletak di Jalan Gajah Mada No. 1 Jakarta Pusat. PT BPB merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan gedung, yang berkedudukan di Jalan Gajah Mada No. 1 Jakarta dan didirikan berdasarkan Akta Notaris No. 1 tanggal 3 Februari 1992. Bank BTN pertama kali mengikat kontrak pengelolaan Gedung Menara BTN dengan PT BPB dengan Perjanjian No. 17/PKS/Dir/1992 tanggal 27 Juli 1992 dengan jangka waktu kontrak selama 10 tahun terhitung mulai tanggal 1 Juni 1992 s.d. 31 Mei 2002. Perjanjian tersebut telah beberapa kali diperpanjang dan diaddendum, terakhir dengan addendum tanggal 29 Oktober 2007. Total biaya yang dikeluarkan Bank BTN sejak tahun 2005 s.d. 2007 sebesar Rp13.861,86 juta (termasuk PPN), yaitu tahun 2005 sebesar Rp4.146,77 juta, tahun 2006 sebesar Rp 4.630,00 juta, dan tahun 2007 sebesar Rp5.085,09 juta. Hasil pemeriksaan menunjukkan beberapa permasalahan sebagai berikut. a. Proses pengadaan dilaksanakan dengan penunjukan langsung kepada PT Binayasa Putra Batara (PT BPB), anak perusahaan Dana Pensiun BTN Hasil review terhadap proses pengadaan menunjukkan bahwa Bank BTN menunjuk PT BPB sebagai penyedia jasa pengelolaan gedung kantor, tanpa melalui proses pemilihan langsung ataupun pelelangan. Selain itu, pada setiap proses perpanjangan perjanjian, Bank BTN tidak mencari harga pembanding dan/atau harga referensi di pasaran. Selanjutnya Bank BTN juga tidak mengevaluasi harga penawaran dari PT BPB, terutama evaluasi harga satuan pekerjaan yang ditawarkan. Memo No. 222/M/Dir/Dlog/PLD/2002 tanggal 25 April 2002 menyebutkan bahwa beberapa pertimbangan yang mendasari penunjukan PT BPB sebagai Pengelola Gedung Menara BTN adalah sebagai berikut: 1) PT BPB merupakan salah satu unit usaha dari Dana Pensiun Bank BTN. 2) Tenaga teknisi yang dimiliki sebagian besar merupakan teknisi yang terlibat pada awal pembangunan gedung sehingga lebih mengetahui kondisi peralatan gedung khususnya mekanikal dan elektrikal. 3) Sebagai pengelola gedung, PT BPB masih menyimpan cukup banyak arsip yang berkaitan dengan proses dan paska pembangunan gedung. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Direksi (PD) tentang Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000: 1) Pasal 3 yang menyebutkan bahwa pengadaan wajib diterapkan antara lain dengan prinsip bersaing, yang berarti pengadaan harus dilakukan melalui
6

pelelangan/seleksi dan persaingan yang sehat diantara penyedia barang dan/atau jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan. 2) Pasal 10 (3) yang menyebutkan bahwa penunjukan langsung hanya dapat diterapkan untuk: a) pengadaan barang dan/atau jasa yang setelah dilakukan pelelangan ulang hanya satu peserta yang memenuhi syarat atau pengadaan yang bersifat mendesak/khusus setelah mendapat persetujuan dari Direksi, b) penyedia barang dan/atau jasa tunggal. b. Panitia Pengadaan tidak menyusun HPS dan dokumen pengadaan Hasil pengujian menunjukkan bahwa panitia pengadaan tidak membuat HPS pada saat awal pengadaan dan tidak membuat dokumen pengadaan. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 pasal 5 ayat (2) huruf d yang menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok pemimpin pengadaan adalah mengusulkan kepada Direksi, HPS, jadwal dan/metode pelaksanaan serta lokasi pengadaan yang disusun oleh panitia pengadaan dan pasal 6 butir 2.b yang menyebutkan bahwa tugas, wewenang, dan tanggung jawab panitia pengadaan yaitu menyiapkan dokumen pengadaan, dokumen prakualifikasi termasuk kriteria dan tata cara penilaian penawaran dan dokumen pengadaan lainnya. c. PT BPB tidak melaksanakan beberapa klausul dalam Perjanjian dan hasil pekerjaannya memiliki beberapa kekurangan Hasil pengujian lebih lanjut menunjukkan bahwa pekerjaan PT BPB memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut: 1) Memo No. 222/M/Dir/Dlog/PLD/2002 tanggal 25 April 2002 menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan pengelolaan gedung oleh PT BPB, terdapat beberapa kekurangan didalam pelayanan, yang tidak sesuai dengan perjanjian yang disepakati antara lain: a) PT BPB tidak melaksanakan kontrak service dengan pihak ketiga untuk peralatan tertentu seperti Chiller AC, Genset, dan Lift sehingga kinerja alatalat tersebut kurang optimal. b) PT BPB kurang maksimal dalam memasarkan sewa ruangan yang terlihat dari tingkat hunian yang belum pernah mencapai 100%. c) PT BPB belum memberikan service terbaik kepada Bank BTN karena Bank BTN masih sering mengambil alih pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab PT BPB, misalnya menanggulangi kebocoran air pada ruang serba guna dan pada beberapa ruang lainnya. d) PT BPB kurang tanggap dalam menangani permasalahan yang terjadi misalnya penanganan suatu masalah yang menyangkut operasional gedung memakan waktu cukup lama. e) PT BPB belum maksimal dalam menangani kebersihan kantor dan lingkungannya sehingga terdapat beberapa tempat yang terlihat kumuh seperti pada basement dan areal belakang gedung kantor sehingga Bank BTN harus seringkali mengingatkan.

2) Dokumen Chek List Pemeriksaan Pekerjaan Pengelolaan Gedung Menara BTN secara bulanan yang ditandatangani oleh pihak Bank BTN (dhi. DLOG) untuk periode tahun 2005 s.d. 2007 mengungkapkan bahwa hasil pekerjaan PT BPB kurang optimal, yang terlihat dari kondisi sebagai berikut: a) Sejak bulan Januari 2005 sampai dengan saat ini, peralatan CCTV dalam kondisi rusak. Padahal peralatan tersebut diwajibkan oleh Kepolisian. b) Sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan Nopember 2007, hasil penilaian atas pekerjaan keamanan dan kebersihan hanya CUKUP. c) Beberapa peralatan mekanikal elektrikal dinilai dalam kondisi CUKUP seperti AC, Transformer, Cubical, Capasitor Bank, Fire Alarm, STP, Genset dan Diesel Hidrant. Bahkan pada bulan Nopember 2007, peralatan AC dan UPS dinilai dalam kondisi KURANG. 3) Laporan Kegiatan Pemeliharaan dan Kondisi Peralatan ME Gedung yang disampaikan oleh PT BPB setiap 6 bulan sekali menginformasikan beberapa halsebagai berikut: a) Pemasaran sewa ruangan kurang maksimal yang terlihat dari tingkat hunian yang belum pernah mencapai 100%, hanya 80%. b) Dari enam Chiller AC yang ada di Gedung Menara Bank BTN, terdapat satu unit yang rusak (yaitu Chiller No. 3). Dalam laporan kegiatan pengelolaan Gedung periode Juli 2007 s.d. Nopember 2007 diketahui ada dua unit chiller AC yang tidak dapat dioperasikan, sedangkan untuk empat unit chiller AC lainnya tidak beroperasi secara optimal. 4) PT BPB tidak menyerahkan laporan bulanan kegiatan pengelolaan dan pemasaran. PT BPB hanya menyerahkan laporan setiap 6 bulan sekali dan itupun tidak menjelaskan secara terinci mengenai kegiatan pengelolaan dan pemasaran gedung Menara Bank BTN. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Perjanjian berikut Addendumnya pasal 5 (1) f yang menyebutkan bahwa Bank BTN berhak mendapatkan laporan (bulanan) secara tertulis mengenai jalannya tugas pengelolaan dan pemasaran oleh PT BPB yang disampaikan setiap awal bulan berikutnya paling lambat tanggal 10. 5) PT BPB belum melaksanakan perikatan dengan pihak yang berkompeten untuk pemeliharaan Uninteruption Power System (UPS). 6) Hasil pengamatan fisik Tim BPK menunjukkan adanya beberapa kekurangan dalam pengelolaan gedung Menara BTN, yaitu: a) Lamanya proses perbaikan lift Pada pertengahan bulan Desember 2007 terjadi kerusakan satu lift karyawan. Lift tersebut bisa berfungsi kembali pada tanggal 18 Januari 2008. Kondisi tersebut menunjukkan lamanya proses perbaikan. b) Toilet di lantai 1 terkesan kumuh karena tidak adanya tisu toilet, rusaknya mesin pengering, lamanya penanganan terhadap penyumbatan pada wastafel, rusaknya beberapa pipa air, dsb. c) Toilet di lantai 5 terkesan kumuh karena ketidaktersediaan material (seperti zat kimia pembersih, kertas tisue toilet, dsb), rusaknya beberapa pipa air,

sampah yang lama tidak dibuang, lamanya penanganan terhadap genangan air dan kotoran, kerusakan pintu, dsb. d) Terjadi kerusakan pada salah satu ruangan di lantai 5, seperti kerusakan plafond sehingga terjadi kebocoran, kerusakan jendela teralis, tempat lampu yang hampir lepas, dsb. e) Penanganan kebersihan kantor dan lingkungannya belum maksimal sehingga terdapat beberapa tempat yang terlihat kumuh seperti pada areal belakang gedung kantor. Kondisi diatas menunjukkan bahwa PT BPB tidak sepenuhnya mematuhi Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Gedung Menara Bank BTN berikut perpanjangan dan addendumnya pada pasal 4 mengenai ruang lingkup pekerjaan pengelolaan gedung yang menyebutkan bahwa ruang lingkup pekerjaan PT BPB meliputi tugas pengelolaan dan pemasaran atas Gedung Menara Bank BTN. Tugas Pengelolaan meliputi pemeliharaan kebersihan, pemeliharaan, perawatan, dan pengoperasian peralatan-peralatan terpasang (seperti lift, AC, Genset, Transformer, CCTV, Sound System, Gondola, PABX, BAS, pompa, dan instalasi listrik dan telepon), menyelenggarakan keamanan, dan mengelola kegiatan perparkiran. Kondisi diatas mengakibatkan harga kontrak periode tahun 2005 s.d. 2007 sebesar Rp13.861,86 juta diragukan kewajarannya. Kondisi tersebut terjadi karena: Direksi dan panitia pengadaan tidak mematuhi beberapa pasal tersebut di atas sesuai Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT BTN. PT BPB tidak mematuhi beberapa pasal tersebut di atas sesuai Perjanjian Kerjasama dan Addendumnya. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa: Proses pengadaan dilakukan melalui penunjukan langsung bukan lelang karena: 1) PT BPB yang selama ini sebagai pengelola gedung lebih mengetahui dan menguasai kondisi peralatan gedung sejak awal pembangunan 2) Tenaga teknisi yang dimiliki sebagian besar merupakan teknisi yang terlibat langsung pada awal pelaksanaan pembangunan gedung sejak awal pembangunan. 3) Sebagai pengelola gedung cukup banyak arsip-arsip yang berkaitan dengan proses dan pasca pembangunan gedung masih tersimpan oleh PT BPB. Pada saat awal pengadaan pengelolaan gedung Menara BTN memang tidak disusun HPS. Namun dalam proses perpanjangannya, HPS sudah disusun dengan cara membandingkan pengenaan service charge ke beberapa gedung sekitar, seperti Gajah Mada Tower dan Hayam Wuruk Plaza. Dokumen pengadaan penunjukan langsung memang tidak dibuat, tetapi masih mengikuti lingkup pekerjaan pengelolaan gedung menara BTN sesuai perjanjian awal. Untuk yang akan datang, dokumen pengadaan akan dibuat. Selain itu, dalam PD tentang pengadaan belum ada keharusan disusunnya dokumen pengadaan pada proses perpanjangan.
9

a. b.

a.

b.

c.

Atas kekurangan pekerjaan dari PT BPB dari butir 1) sampai dengan 4) dan butir 6), BTN telah menegur PT BPB dengan surat No.537/S/DLOG/X/2006 tanggal 18 Oktober 2006 dan surat No.63/S/DLOG/PB/II/2007 tanggal 6 Februari 2007. Untuk butir 5), PT BPB telah disurati untuk memperpanjang kontrak service maintenance peralatan UPS. BPK menyarankan Direksi Bank BTN agar : Mempertanggungjawabkan kebijakan penunjukan PT BPB sebagai pengelola Gedung Menara BTN kepada Meneg BUMN (pemegang saham). Mengenakan sanksi kepada panitia pengadaan sesuai dengan ketentuan dan bobot penyimpangannya. Mempertimbangkan kembali penunjukan PT BPB sebagai pengelola Gedung Menara BTN.

a. b. c.

2. Pelaksanaan kerja sama Bank BTN dengan VISA International dan ATM Bersama tidak sesuai dengan Pasal 3 tentang prinsip efektif dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN Dalam rangka menunjang pemasaran dan meningkatkan daya saing produk tabungan, Bank BTN merencanakan untuk memperluas jaringan ATM dan kartu debit. Berdasarkan presentasi Pengembangan Fasilitas Berbasis Kartu pada bulan Desember 2004, Divisi Pemasaran Ritel (DPRT) mengusulkan untuk bergabung dengan jaringan Kartu Debit VISA International dan jaringan ATM Bersama. Sesuai kajian DPRT, manfaat kerja sama Bank BTN dengan jaringan Kartu Debit dan ATM, yaitu: dapat meningkatkan citra Bank BTN dan menambah daya saing produk tabungan dan layanan Bank BTN; dapat menambah kemudahan nasabah dalam mengakses layanan Bank BTN, untuk meningkatkan loyalitas dan transaksi perbankan oleh para nasabah; dapat mengurangi transaksi tunai di loket; memperoleh potensi fee based income; dapat meningkatkan transaksi kartu sehingga mengoptimalkan kapasitas mesin ATM switching. Komite Produk dalam rapat tanggal 20 Desember 2004, menyetujui untuk berkerja sama dengan VISA Internasional dan ATM Bersama. Kerja sama dengan jaringan Kartu Debit (VISA International Service) Permohonan Bank BTN untuk menjadi anggota VISA International disetujui oleh VISA Regional Asia Pasific pada tanggal 27 Mei 2005. Selanjutnya sesuai Invoice No. AR146/05 tanggal 30 June 2005 dan surat VISA International tanggal 8 Juli 2005, Bank BTN diharuskan membayar initial fee atau biaya pertama kali pada saat bergabung dengan jaringan VISA International sebesar USD159.10 ribu dan penempatan jaminan (collateral) sebesar USD100.00 ribu. Bank BTN telah membayar initial fee tersebut pada tanggal 18 November 2005. Kerja sama dengan ATM Bersama (PT Artajasa Pembayaran Elektronis) Perjanjian Kerjasama antara Bank BTN dengan PT Artajasa Pembayaran Elektronis (PT APE) No. Bank BTN : 33/PKS/DIR/2005; No. PT APE: 004/PKS.BTN/AJ/000/2005

10

tentang Berlangganan Jasa Jaringan ATM Bersama ditandatangani pada tanggal 6 Juni 2005. Kontrak tersebut menyatakan bahwa biaya keanggotaan (sekali bayar) sebesar Rp125,00 juta dan biaya langganan jasa jaringan ATM Bersama sebesar Rp16,50 juta. Hasil pemeriksaan lebih lanjut terhadap dokumen kerja sama Bank BTN dengan VISA International dan ATM Bersama menunjukkan hal-hal sebagai berikut. a. Implementasi penambahan fitur produk baru hasil kerja sama Bank BTN dengan VISA Internasional dan ATM Bersama terlambat Salah satu manfaat kerja sama Bank BTN dengan VISA International dan ATM Bersama yaitu adanya penambahan fitur produk sehingga dapat memproses transaksi yang berkaitan dengan VISA dan ATM Bersama. Hasil penelitian dokumen dan konfirmasi lebih lanjut dengan Staf DPRT mengungkapkan bahwa sampai dengan bulan Januari tahun 2008, implementasi penambahan fitur produk baru hasil kerja sama tersebut belum terealisir. Menurut DPRT seperti yang dijelaskan dalam Memo No. 459/M/DPRT/PPFP/2006 kepada Direktur III tanggal 1 Mei 2006, fitur produk tersebut belum terealisir karena harus menunggu implementasi ATM switching (dalam hal ini ATM switching akan berfungsi sebagai host dari transaksi berbasis kartu). Memo tersebut juga menjelaskan bahwa implementasi ATM switching tertunda karena adanya tahapan serta keputusan pengadaaan yang cukup panjang. Kondisi di atas menunjukkan bahwa tujuan dan manfaat kerja sama Bank BTN dengan VISA International dan ATM Bersama selama kurang lebih tiga tahun tidak tercapai karena adanya keterlambatan implementasi ATM switching. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Rencana Kerja & Anggaran Perusahaan (RKAP) Bank BTN Tahun 2005 pada bagian Sasaran Divisi Pemasaran Ritel dan Divisi Operasi yaitu tersedianya fitur dana ritel dan bergabungnya Bank BTN dengan jaringan debit card secara nasional dan internasional. b. Biaya yang telah dikeluarkan sebesar Rp2.440,95 juta karena terlambatnya implementasi kerja sama dengan VISA International dan ATM Bersama tidak memberikan manfaat Hasil review terhadap dokumen pembayaran atas keanggotaan Bank BTN di VISA International dan ATM Bersama menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 hingga Januari 2008, biaya yang telah dikeluarkan Bank BTN adalah sebesar USD235.37 ribu atau setara dengan Rp2.303,45 juta sebagai konsekuensi keanggotaannya pada jaringan VISA International dan Rp137,50 juta sebagai konsekuensi keanggotaannya pada jaringan ATM Bersama. Rincian pengeluaran tersebut berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM), adalah sebagai berikut:
Keterangan Pembayaran Pembayaran initial fee Maintenance VAP VISA bulan Juni s.d Nov2006, quaterly service fee &VISA on line core system SPM No. Tanggal 593 DLOG Tgl. 18/11/05 052 DLOG Tgl. 09/01/07 Kurs Tengah Jumlah Tanggal SPM (USD ribu) (Rp) 159.10 10.055,00 37.10 9.015,00 Jumlah (Rp juta) 1.599,75 334,46

11

Keterangan Pembayaran Maintenance VAP VISA bulan Des2006. Maintenance VAP VISA bulan Juni s.d Nov2007, quaterly service fee &VISA on line core system Total

SPM No. Tanggal 222 DLOG Tgl. 08/02/07 038 DLOG Tgl. 17/01/08

Kurs Tengah Jumlah Tanggal SPM (USD ribu) (Rp) 1.85 9.055,00 37.32 9.445,00

Jumlah (Rp juta) 16.,75 352,49

235.37

2.303,45

Catatan: Berdasarkan Memo DPRT kepada Direktur No.1068/M/DPRT/PPFP/XII/2007 tanggal 28 Desember 2007, Bank BTN memperoleh penghapusan tagihan Maintenance VAP VISA bulan Januari s.d Mei 2007 sebesar USD33.60 ribu.

Sedangkan untuk ATM bersama, Bank BTN telah membayar sebesar Rp137,50 juta sesuai SPM No. 729 DLOG tanggal 7 Nopember 2006. Sampai dengan saat pemeriksaan bulan Januari 2008, penambahan fitur produk baru hasil kerja sama dengan VISA Internasional dan ATM Bersama belum dapat diimplementasikan karena masih menunggu implementasi ATM Switching. Dengan demikian biaya yang telah dikeluarkan oleh BTN sebesar Rp2.440,95 juta (Rp2.303,45 juta + Rp137,50 juta) tidak efektif. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 dan PD No. 01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 pasal 3 yang menyebutkan bahwa pengadaan barang dan jasa wajib dilaksanakan dengan prinsip efektif, berarti pengadaan barang dan/atau jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Kondisi diatas mengakibatkan biaya yang telah dikeluarkan untuk periode tahun 2005 s.d. 2007 sebesar Rp2.440,95 juta tidak memberikan manfaat pada perusahaan. Masalah tersebut terjadi karena Kepala Divisi Pemasaran Ritel (DPRT), Divisi Operasi dan Divisi Teknologi (DTI) kurang memperhatikan prinsip efektif sesuai Pasal 3 dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa: Perencanaan atas pengembangan fitur produk Kartu Debit VISA dan jaringan ATM Bersama pada dasarnya telah memperoleh dukungan dari divisi dan unit keja pendukung (supporting unit) yang terkait dengan infrastruktur dan sistem IT. Namun demikian pada tahap pengembangan terjadi kendala keterlambatan karena: 1) Adanya kebijakan penggantian ATM Switching, yang dilakukan dengan mekanisme tender/pelelangan yang memakan waktu cukup lama ( 10 bulan) sehingga pengembangan produk berbasis kartu tertunda. 2) Adanya peraturan BI mengenai APMK (alat pembayaran menggunakan kartu) tahun 2004 2005 yang mengharuskan penggunaan chip pada kartu, sehingga diperlukan kajian teknologi yang akan digunakan terkait Kartu Debit VISA, apakah menggunakan chip atau tidak.

a.

12

b.

3) Penyesuaian jadwal pengembangan dengan beberapa mitra kerja, yang terkait dengan fitur layanan ATM dan perusahaan billing provider (tagihan pihak ketiga), yang di luar kontrol Bank BTN. Atas kondisi tersebut, DPRT pernah berupaya untuk menunda dan menegosiasi kewajiban pembayaran biaya-biaya kepada VISA dan berhasil memperoleh penghapusan kewajiban pembayaran untuk 5 bulan (Januari Mei 2007). Upaya untuk memperoleh tambahan keringanan kembali diajukan, tetapi tidak mendapat persetujuan VISA sehingga BTN wajib membayar tagihan biaya-biaya berikutnya. Biaya-biaya kerjasama tersebut harus dibayar sebagai konsekuensi keanggotaan Bank BTN dalam VISA dan ATM Bersama, sehingga terdapat kewajiban finansial yang mengikat sesuai dengan perjanjian masing-masing. Namun demikian berdasarkan perjanjian itu pula, pihak VISA dan Artajasa telah memberikan kontraprestasi yang sesuai, seperti halnya yaitu: 1) Pemberian nomor BIN untuk kartu BTN. 2) Bantuan dana marketing sebesar USD150,000. 3) Instalasi mesin/server yang diperlukan untuk menunjang transaksi. 4) Pengiriman dokumen-dokumen pedoman penyelenggaraan Kartu Debit VISA dan jaringan ATM Bersama. 5) Penyelenggaraan pelatihan kepada petugas BTN. Manajemen menyadari bahwa proses pengembangan telah memakan waktu yang lama dan oleh sebab itu saat ini penyelesaian fitur jaringan ATM Bersama dan Kartu Debit VISA menjadi prioritas utama. Pada tanggal 18 Maret 2008, pengembangan fitur jasa layanan ATM Bersama telah go live.

BPK menyarankan Direksi Bank BTN agar memperingatkan Kepala DPRT, Divisi Operasi dan DTI untuk segera mengimplementasikan kerja sama dengan VISA Internasional.

3. Pengadaan jasa iklan tahun 2005 s.d. 2007 seluruhnya senilai Rp24.971,26 juta tidak sesuai dengan beberapa pasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN Dalam rangka mempromosikan produk, Bank BTN menyelengarakan kegiatan promosi di berbagai media baik cetak dan elektronik. Dalam kegiatan itu, Bank BTN bekerja sama dengan beberapa agency untuk membuat materi iklan sekaligus menayangkannya. Beberapa pengadaan jasa iklan dimaksud, yaitu:
No 1 Nama Agency dan Materi Iklan PT Armananta Eka Putra (Artekn Partner) Balon Zeppelin PT Karsa Ide dan Karya (PT KIK) Ada Gula Ada Semut Perjanjian No. 40/SPP/DPRT/2005 tanggal 16 Juni 2005 No. 51 tanggal 25 Juli 2005 No. 21 tanggal 8 April 2005 No. 37 tanggal 26 Mei 2005 dan No. 67 tanggal 27 September 2005 Jenis Pekerjaan Pembuatan Materi Penayangan Iklan Pembuatan Materi Penayangan Iklan Nilai (Rp juta) 547.69 7,772.57 432.80 4,364.39

13

No 3

Nama Agency dan Materi Iklan Artekn Partner Masih Kurang 15 dan On line 15 Agency Cinggarindo Galba (Agency CG) Magician Artek n Partner Remote

Perjanjian No. 29 tanggal 26 April 2005

Jenis Pekerjaan Penayangan Iklan

Nilai (Rp juta) 230.46

No. 22 tanggal 8 April 2005 No. 42 tanggal 23 Juni 2005 dan No. 65 tanggal 10 September 2005 No. 17/SPP/DPRT/2007 tanggal 13 April 2007 No. 25 tanggal 10 Mei 2007, No. 27 tanggal 10 Mei 2007 dan No. 28 tanggal 22 Mei 2007

Pembuatan Materi Penayangan Iklan Pembuatan Materi Penayangan Iklan

413.88 4,640.01 659.83 2,654.00

PT Suris Wahanacipta (PT Suris) Sunatan dan Puasa Jumlah

No. 14 anggal 30 Maret 2007 No. 18 tanggal 16 April 2007, No. 19 tanggal 4 Mei 2007, No. 26 tanggal 10 Mei 2007 dan No. 36

Pembuatan Materi Penayangan Iklan

680.53 2,575.10

24,971.26

Hasil pemeriksaan terhadap dokumen pengadaan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: a. Panitia pengadaan tidak membuat HPS Hasil pengujian terhadap dokumen pengadaan jasa agency baik pembuatan materi maupun penayangan iklan menunjukkan bahwa panitia pengadaan tidak membuat Harga Perhitungan Sendiri (HPS) sebagai dasar analisa dalam menilai kewajaran biaya jasa agency. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 pasal 5 ayat (2) huruf d yang menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok pemimpin pengadaan adalah mengusulkan kepada Direksi, HPS, jadwal dan/metode pelaksanaan serta lokasi pengadaan yang disusun oleh panitia pengadaan. b. Proses pengadaan tidak melalui metode pelelangan Hasil review juga menunjukkan bahwa pengadaan jasa agency pembuatan materi dan penayangan iklan tidak menggunakan metode pelelangan. Metode yang digunakan adalah pemilihan langsung untuk pembuatan materi iklan dan penunjukan langsung untuk penayangan iklan. Berkaitan dengan pemilihan langsung, PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 Pasal 10 menyebutkan bahwa pemilihan langsung dilakukan jika cara pelelangan sulit dilaksanakan atau tidak menjamin pencapaian sasaran maka pengadaan dilaksanakan dengan cara membandingkan penawaran dari beberapa penyedia barang dan/atau jasa yang memenuhi syarat melalui permintaan harga ulang (price quotation) atau permintaan teknis dan harga serta dinegosiasi secara bersaing, baik teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

14

Namun demikian tidak ada dokumentasi yang menunjukkan bahwa pelelangan dalam pengadaan pembuatan materi iklan sulit dilaksanakan sehingga penerapan metode pemilihan langsung tidak tepat. Selanjutnya berkaitan dengan penunjukan langsung, PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 Pasal 10 menyebutkan bahwa penunjukan langsung hanya dapat diterapkan untuk a) pengadaan barang dan/atau jasa yang setelah dilakukan Pelelangan Ulang hanya satu peserta yang memenuhi syarat atau pengadaan yang bersifat mendesak/khusus setelah mendapat persetujuan dari Direksi, b) penyedia barang dan/atau jasa tunggal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dalam pengadaan konsultan penayangan materi iklan di atas, tidak ada kriteria penunjukan langsung sesuai PD di atas yang dapat dipenuhi sehingga pengadaannya seharusnya tidak melalui penunjukan langsung. c. Pengadaan pembuatan materi dan penayangan iklan TV Commercial produk Tabungan Batara Prima versi Ballon Zeppelin tidak sesuai ketentuan Pada proses pengadaan jasa agency pembuatan materi serta penayangan iklan TVC produk Tabungan Batara Prima, diketahui beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) Tidak ada evaluasi dan negosiasi atas fee agency yang ditawarkan oleh para peserta pitching Dari beberapa dokumen penawaran peserta pitching, diketahui fee agency yang ditawarkan tidak dimasukkan sebagai parameter penilaian sehingga tidak dievaluasi. Masing-masing fee agency yang ditawarkan beragam, antara lain yaitu Artekn Partner 7.5%, Nvclear Communications 7% dan Grow Ad 5%. Pada saat negosiasi harga pengadaan jasa agency yang dilakukan oleh panitia pengadaan, harga yang dinegosiasi tidak termasuk fee agency. 2) Tidak ada evaluasi dan negosiasi harga atas jasa penayangan iklan TV Commercial Produk Tabungan Batara Prima sebesar Rp7.772,57 juta Dalam proses pengadaan jasa agency penayangan iklan, DPRT dengan persetujuan Direksi menunjuk langsung kepada agency yang membuat materi iklan (Artekn Partner) tanpa mengevaluasi harga penawaran yang diajukan dan tidak dinegosiasi biaya penayangannya sebesar Rp7.772,57 juta. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No.07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 Pasal 6 ayat (2) huruf h yang menyebutkan bahwa tugas, wewenang dan tanggung jawab Panitia Pengadaan yaitu menilai penawaran yang masuk, mengklarifikasi dan menetapkan urutan atau calon pemenang pelelangan, menegosiasi dalam hal pemilihan langsung/ penunjukan langsung dan membuat berita acara dari kegiatan tersebut.

15

d.

Penayangan iklan TV Commercial Produk Tabungan eBatara Pos tidak sepenuhnya sesuai dengan kontrak Berdasarkan penelitian lebih lanjut diketahui beberapa penayangan iklan TVC Produk Tabungan eBatara Pos tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Dalam PK No. 26/SPP/DPRT/2007 tanggal 10 Mei 2007, Produk Tabungan eBatara Pos akan ditayangkan di acara KDI. Namun realisasinya ditayangkan pada acara Si Entong, Bintang Bertabur Bintang, Kartunku dan Si Boim dan 11 Raksasa. Selanjutnya dalam PK No. 36/SPP/DPRT/2007 tanggal 9 Juli 2007, Produk Tabungan eBatara Pos akan ditayangkan di acara KDI 4. Namun realisasinya ditayangkan pada acara Superstar Music Special, Casper dan kartun sore, Si Entong, Bintang Bertabur Bintang, Seputar Merdeka Special dan Indonesia Berdzikir. Dengan demikian terdapat pergeseran penayangan iklan yang seharusnya dilakukan pada program acara KDI tetapi direalisasikan pada program acara yang lain. Penayangan iklan seharusnya dilakukan pada program acara seperti yang direncanakan sehingga dapat disaksikan oleh target pasar yang dituju dan berpengaruh secara efektif kepada target pasar. Hal tersebut tidak sesuai dengan: 1) PD No. 01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 Pasal 3 bahwa pengadaan wajib diterapkan dengan prinsip efektif, yang berarti pengadaan harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. 2) PK No. 26/SPP/DPRT/2007 tanggal 10 Mei 2007 dan PK No. 36/SPP/DPRT/2007 tanggal 9 Juli 2007 pasal 7 bahwa rincian nilai kontrak antara lain penayangan di acara KDI 4 di stasiun TPI sebesar Rp300 juta.

Kondisi diatas mengakibatkan harga kontrak pembuatan materi iklan TV dan penayangannya periode tahun 2005 s.d. 2007 seluruhnya sebesar Rp24.971,26 juta diragukan kewajarannya. Kondisi tersebut terjadi karena Panitia pengadaan dan Kepala DPRT dalam pengadaan pembuatan materi dan penayangan iklan kurang memperhatikan beberapa pasal tersebut di atas sesuai Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa: Pembuatan dan penayangan iklan tidak menggunakan HPS tetapi mengacu kepada perkiraan anggaran yang telah dialokasikan. Penetapan HPS sulit untuk diterapkan khususnya untuk kegiatan seperti : pembuatan kreatif desain iklan yang bersifat spesifik dan relatif karena menyangkut selera dan kreativitas, yang biayanya tidak dapat distandarisir karena dipengaruhi oleh : konsep kreatif yang dihasilkan, pemilihan talent (bintang iklan) dan properti yang digunakan, penggunaan material (film atau digital), teknik yang digunakan seperti animasi dan pemilihan sutradara, dan kru film (Production House). Untuk selanjutnya kami akan membuat kajian apakah dalam kegiatan promosi, HPS dimungkinkan untuk dibuat, dengan tidak mengurangi/menjadi kendala untuk mendapatkan kreasi yang terbaik.
16

a.

b.

c.

d.

Kegiatan pembuatan dan penayangan materi iklan tidak melalui proses pelelangan dengan pertimbangan kegiatan promosi bersifat spesifik karena menyangkut selera dan kreativitas dan untuk mengantisipasi perkembangan pasar yang cepat berubah/merespon pasar. Selanjutnya DPRT telah mengakomodir prosedur pengadaan kegiatan promosi dan publikasi dalam PD khusus Pengadaan Kegiatan Promosi & Publikasi No. 13/PD/DPRT/2007 tanggal 14 September 2007. Negosiasi atas harga pembuatan materi iklan dilakukan atas biaya secara keseluruhan, sedangkan untuk negosiasi atas biaya masing-masing komponen disesuaikan dengan kebutuhan/kewajaran masing-masing biaya tersebut. Dalam kegiatan penayangan iklan melalui stasiun televisi terdapat beberapa kemungkinan adanya pergeseran antara plan yang telah ditetapkan dengan actual penayangan iklan (realisasi). Pertimbangan kami tetap menerima adanya pergeseran penanyangan tersebut antara lain untuk menjaga kontinuitas penayangan, sehingga tujuan komunikasi berupa product image di masyarakat tercapai. Namun setiap ada perubahan penayangan iklan selalu dikonfirmasikan kepada Pihak Bank BTN.

BPK menyarankan Direksi Bank BTN agar memberikan peringatan kepada panitia pengadaan dan DPRT yang terbukti lalai dalam pengadaan pembuatan materi dan penayangan iklan sesuai dengan ketentuan dan bobot penyimpangannya.

4. Pengadaan sewa kendaraan operasional BTN Kantor Cabang (KC) Surabaya sebesar Rp3.050,90 juta dan kendaraan dinas untuk Komisaris dan Direksi sebesar Rp3.631,04 juta tidak sesuai dengan beberapa pasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN Kendaraan operasional KC Surabaya BTN KC Surabaya mengikat perjanjian dengan Koperasi Pegawai (KOPEG) Bank BTN Surabaya untuk menyediakan kendaraan operasional berupa mobil. BTN KC Surabaya menyewa 32 unit mobil yang diikat dalam 13 perjanjian sewa menyewa. Biaya yang dikeluarkan oleh BTN KC Surabaya untuk menyewa kendaraan operasional tersebut tahun 2005 s.d. 2007 sebesar Rp3.050,90 juta (belum termasuk PPN), yaitu sebesar Rp416,50 juta pada tahun 2005, Rp1.087,20 juta pada tahun 2006, dan Rp1.547,20 juta pada tahun 2007. Kendaraan dinas untuk Komisaris dan Direksi Bank BTN mengikat perjanjian sewa mobil dengan PT Jepari Mega Adidaya (PT JMA) untuk menyediakan delapan unit kendaraan dinas Komisaris dan Direksi yang dituangkan dalam perjanjian No. 28/PKS/DIR/2005 tanggal 2 Mei 2005 sebesar Rp838,20 juta selama enam bulan. Perjanjian tersebut telah beberapa kali diperpanjang dan diaddendum, terakhir dengan addendum tanggal 17 April 2007. Biaya yang dikeluarkan oleh Bank BTN untuk menyewa kendaraan tersebut periode tahun 2005 s.d. 2007 adalah sebesar Rp3.631,04 juta, yaitu tahun 2005 sebesar Rp1.085,50 juta, tahun 2006 sebesar Rp1.409,38 juta dan tahun 2007 sebesar Rp1.136,16 juta.

17

Hasil pemeriksaan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut. a. Pengadaan sewa kendaraan tidak melalui pelelangan Hasil review dokumen atas pengadaan sewa kendaraan operasional KC Surabaya menunjukkan bahwa pengadaan sewa kendaraan operasional yang diikat dalam 17 perjanjian tersebut di atas dilakukan secara terpisah-pisah. Selain itu setiap proses pengadaan sewa tersebut menggunakan metode pemilihan langsung, yaitu dengan mengundang tiga vendor untuk menyampaikan penawaran. Beberapa pengadaan tersebut seharusnya bisa dilakukan secara bersamaan terutama jika pelaksanaannya pada tahun yang sama dengan mengundang lebih banyak vendor yang mampu, sehingga dapat menaikkan posisi tawar Bank BTN dan memungkinkan untuk mendapatkan harga yang lebih baik. Hasil pemeriksaan lebih lanjut terhadap dokumen pengadaan dan konfirmasi dengan Staff DLOG menunjukkan bahwa kegiatan pengadaaan sewa mobil untuk kendaraan dinas Komisaris dan Direksi Bank BTN dilakukan melalui seleksi terhadap lima perusahaan, tidak melalui metode pelelangan, meskipun penyedia jasa penyewaan jenis kendaraan tersebut banyak tersedia. Hasil observasi terhadap situs http://www.yahoo.com tanggal 18 Desember 2007 menunjukkan bahwa terdapat banyak perusahaan penyedia jasa penyewaan kendaraan yang ada di Jakarta, antara lain: Tijar rent a car, APY-rent a car, Mobilku rent a car, Jaka car rent, Indo rent car, Sun rent car, Handayani rent a car, dll. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No. 01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 pasal 13 (3) yang menyebutkan bahwa metode pelelangan dilaksanakan untuk pengadaan dengan nilai diatas Rp100,00 juta. b. Perpanjangan perjanjian sewa kendaraan dinas Komisaris dan Direksi Bank BTN tidak didasarkan pada analisa atau kajian yang cukup Sejak Mei 2005, perjanjian sewa mobil untuk kendaraan dinas Komisaris dan Direksi Bank BTN dengan PT JMA No.28/PKS/DIR/2005 tanggal 2 Mei 2005 telah diperpanjang sebanyak empat kali, masing-masing dituangkan dalam addendum: 1) No.25/ADD/PKS/DIR/2005 tanggal 31 Oktober 2005 sebesar Rp741,91 juta (masa sewa 6 bulan) 2) No.10/ADD/PKS/DIR/2006 tanggal 4 Mei 2006 sebesar Rp705,08 juta (masa sewa 6 bulan) 3) No.26/ADD/PKS/DIR/2006 tanggal 10 Oktober 2006 sebesar rp629,10 juta (masa sewa 6 bulan) 4) No.15/ADD/PKS/DIR/DLOG/07 tanggal 17 April 2007 sebesar Rp1.075,14 juta (masa sewa 12 bulan) Hasil penelitian lebih lanjut terhadap dokumen perpanjangan di atas menunjukkan bahwa perpanjangan perjanjian sewa kendaraan tidak didasarkan pada suatu analisa atau kajian yang cukup baik dari segi teknis, service level agrement (SLA) maupun harga (biaya sewa).

18

c.

Pemilihan KOPEG Bank BTN Surabaya sebagai penyedia kendaraan operasional BTN KC Surabaya tidak sesuai dengan Kebijakan Penyediaan Kendaraan Operasional BTN KC Surabaya telah memilih KOPEG BTN Surabaya untuk menjadi rekanan penyedia kendaraan operasional. KOPEG BTN Surabaya merupakan pihak yang memiliki hubungan istimewa baik dengan Pegawai Bank BTN KC Surabaya (selaku anggota) maupun dengan KC Surabaya itu sendiri (selaku lembaga). Hal itu tidak sesuai dengan: 1) Kebijakan Penyediaan Kendaraan Operasional sebagaimana diatur dalam PD No. 20/PD/DLOG/2004 tanggal 22 Juli 2004 Pasal 2 (3) yang menyebutkan bahwa pengadaan kendaraan operasional dilakukan dengan cara sewa kepada pihak lain, yang tidak memiliki Conflict of Interest dengan pegawai Bank, serta sesuai dengan ketentuan-ketentuan pengadaan yang berlaku. 2) PD No. 01/PD/ DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 pasal 4 yang menyebutkan bahwa pengguna barang dan/atau jasa, dan penyedia barang dan/atau jasa yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan harus mematuhi etika pengadaan yaitu menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan penyedia dan pengguna barang dan/atau jasa yang terkait, langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan (conflict of interest).

d.

Pengadaan sewa kendaraan operasional BTN KC Surabaya tidak meminta putusan Kantor Pusat sesuai kewenangannya Nilai/tarif sewa kendaraan operasional untuk keseluruhan siklus masa sewa (Nilai sewa/bulan x jangka waktu sewa) per tahun pengadaan adalah sebagai berikut tahun 2004 sebesar Rp295,20 juta, tahun 2005 sebesar Rp1.177,20 juta, tahun 2006 sebesar Rp2.235,60 juta dan tahun 2007 sebesar Rp1.681,27 juta dengan rincian sebagai berikut:
No Tanggal Perjanjian Jangka waktu Nilai/tarif sewa untuk keseluruhan siklus masa sewa (Rp) = Nilai sewa/bulan x jangka waktu sewa (bulan) Nilai/tarif sewa untuk keseluruhan siklus masa sewa per tahun pengadaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

01/11/07 05/09/07 01/08/07 02/04/07 05/03/07 02/01/06, diubah dg perjanjian tgl 12/12/06 02/01/06 09/10/06, diubah dg perjanjian tgl 12/12/06 15/05/06, diubah dg perjanjian tgl 12/12/06 05/07/04 07/02/05 03/01/05 18/04/05

01/11/07 s.d. 01/11/10 05/09/07 s.d. 05/09/10 01/08/07 s.d. 01/08/10 02/04/07 s.d. 02/04/10 01/03/07 s.d. 01/03/10 02/01/06 s.d. 31/12/08 02/01/06 s.d. 31/12/08 09/10/06 s.d. 09/10/09 15/05/06 s.d. 15/05/09 05/07/04 s.d. 05/07/09 07/02/05 s.d. 07/02/08 03/01/05 s.d. 03/01/08 18/04/05 s.d. 18/04/08

131,71 juta 364,21 juta 395,12 juta 395,12 juta 395,12 juta 882,00 juta 464,40 juta 360,00 juta 529,20 juta 295,20 juta 185,40 juta 162,00 juta 829,80 juta

Untuk pengadaan tahun 2007 sebesar Rp1.681,27 juta

Untuk pengadaan tahun 2006 sebesar Rp2.235,60 juta

Untuk tahun 2004 sebesar Rp295,20 juta Untuk pengadaan tahun 2005 sebesar Rp1.177,20 juta

19

Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa persetujuan/putusan atas pengadaan sewa kendaraan operasional tersebut seluruhnya diberikan oleh Kepala KC Surabaya. Hal itu tidak sesuai dengan Surat Edaran Direksi No. 24/DIR/DLOG/2004 tanggal 22 Juli 2004 Bab III pasal 1 yang menyebutkan bahwa kewenangan memutus plafond tarif sewa oleh Kantor Pusat dan Cabang adalah sebagai berikut:
Wewenang Memutus 4 Anggota Direksi (termasuk Direktur Supervisi) 3 Anggota Direksi (termasuk Direktur Supervisi) 2 Anggota Direksi (termasuk Direktur Supervisi) Direktur Supervisi Otorisasi Tarif Sewa 2 Kepala Divisi (DLOG dan DPRT) Kepala Divisi / Kepala Cabang Utama Otorisasi Tarif Sewa Tarif Sewa (Rp) Diatas 5 Milyar Sampai dengan 5 Milyar Sampai dengan 1 Milyar Diatas 300 juta s.d. 500 juta Sampai dengan 300 juta Sampai dengan 250 juta

Besarnya kewenangan tarif tersebut adalah merupakan keseluruhan siklus masa sewa. e. KOPEG BTN Surabaya tidak menyerahkan jaminan pelaksanaan Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa KOPEG BTN Surabaya tidak menyerahkan jaminan pelaksanaan. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No. 01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 pasal 21 (2) yang menyebutkan bahwa pengadaan dengan nilai di atas Rp200,00 juta dilakukan dengan perjanjian/kontrak dan ditandatangani oleh Pejabat/Direksi/Direktur sesuai dengan kewenangannya, setelah penyedia barang dan/atau jasa menyerahkan surat jaminan pelaksanaan yang diterbitkan Bank Umum atau lembaga keuangan lainnya sebesar 5% dari nilai kontrak. f. BTN KC Surabaya tidak membuat dokumen pengadaan Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Panitia Pengadaan sewa kendaraan operasional BTN KC Surabaya tidak membuat dokumen pengadaan atau Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS). Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No. 01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 Pasal 8 butir 2.d.ii.2) yang menyebutkan bahwa tugas, wewenang, dan tanggung jawab Panitia Pengadaan antara lain menyiapkan dokumen pengadaan, dokumen prakualifikasi termasuk kriteria dan tata cara penilaian penawaran dan dokumen pengadaan lainnya. g. BTN KC Surabaya tidak mendokumentasikan monitoring hasil pekerjaan Hasil evaluasi lebih lanjut menunjukkan bahwa KC Surabaya tidak mendokumentasikan hasil monitoring atas pelaksanaan pekerjaan dari KOPEG BTN Surabaya. Hal itu terbukti dari tidak adanya Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan maupun Berita Acara Pengawasan Berkala yang dapat menjelaskan prestasi pekerjaan KOPEG BTN Surabaya. Hal tersebut tidak sesuai PD No. 01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 pasal 7 yang menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok Pemimpin Pengadaan adalah

20

memantau, mengawasi perjanjian/kontrak.

dan

bertanggung

jawab

terhadap

pelaksanaan

Kondisi tersebut mengakibatkan harga sewa kendaraan operasional BTN KC Surabaya dan sewa kendaraan Komisaris dan Direksi tahun 2005 s.d. 2007 masing-masing sebesar Rp3.050,90 juta dan Rp3.631,04 juta tidak dapat diyakini merupakan harga dan/atau penyedia barang yang terbaik dan BTN KC Surabaya menghadapi potensi risiko jika vendor wanprestasi. Kondisi tersebut terjadi karena: a. Kepala dan General Business Affairs (GBA) BTN KC Surabaya kurang memperhatikan beberapa pasal tersebut di atas sesuai Kebijakan Penyediaan Kendaraan Operasional dan Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN. b. Panitia pengadaan dan Kepala DLOG kurang memperhatikan beberapa pasal tersebut di atas sesuai Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa: Pengadaan tidak dilakukan secara bersamaan karena dari sisi kebutuhan memang tidak bersamaan. Sebelum menyewa, BTN KC Surabaya menggunakan kendaraan milik sendiri. Sehubungan kendaraan tersebut sudah tidak layak pakai/guna, sebagai gantinya, kebutuhan dilakukan dengan cara sewa. Penggantiannya dilakukan secara bertahap menurut skala prioritas, dimulai dari kendaraan yang rusak berat atau sudah tidak layak pakai. Untuk kendaraan yang masih layak pakai tidak perlu diganti. Selanjutnya BTN KC Surabaya akan merencanakan dengan lebih baik sehingga total kebutuhan dalam setahun dapat diketahui dan dilakukan pengadaan sesuai ketentuan. Lebih lanjut pertimbangan pengadaan kendaraan dinas Komisaris dan Direksi tidak menggunakan metode pelelangan: 1) Berdasarkan salinan surat Menteri Keuangan RI No.145/KMK.01/2000 tanggal 16 Mei 2000 bahwa jabatan Direksi di Bank BTN akan berakhir pada bulan Mei 2005; 2) Direksi setelah berhenti dari dinas di Bank BTN masih mendapatkan fasilitas kendaraan dinas selama 3 (tiga) bulan; 3) Bank BTN mengalami kesulitan untuk mendapatkan perusahaan yang bersedia menyewakan kendaraan baru dalam jangka waktu pendek/ 6 (enam) bulan; 4) Kendaraan lama sudah berusia 5 (lima) tahun dan sering rusak; Untuk selanjutnya hal tersebut akan menjadi perhatian kami. Analisa atau kajian perpanjangan telah dilakukan, akan tetapi tidak terdokumentasikan. Disamping itu kami tetap melakukan negosiasi agar harga kontrak dapat diturunkan/lebih murah dari sebelumnya dan terbukti pada setiap perpanjangan mengalami penurunan harga. Untuk selanjutnya hal tersebut akan menjadi perhatian kami. Pemilihan KOPEG tetap didasarkan pada biaya sewa yang lebih murah dibandingkan dengan pesaing (Astra dan Hartono) dan bukan semata-mata didasarkan pada hubungan istimewa dengan karyawan Bank BTN.
21

a.

b.

c.

d. e. f. g.

Dengan pola pengadaan yang disesuaikan dengan kebutuhan maka nilai pengadaan masih menjadi kewenangan Kantor Cabang. Selanjutnya hal ini akan menjadi perhatian BTN KC Surabaya. Kedepan dokumen RKS akan menjadi perhatian BTN KC Surabaya. Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan/Berita Acara Pengawasan Berkala memang tidak dibuat. Namun monitoring hasil pekerjaan sebenarnya sudah dilakukan tetapi tidak dibuat secara tertulis.

BPK menyarankan Direksi Bank BTN agar memberikan peringatan kepada Kepala dan GBA Bank BTN KC Surabaya serta Kepala DLOG dan Panitia Pengadaan sesuai dengan ketentuan dan bobot penyimpangannya.

5. Penunjukan PT BPB sebagai pengelola gedung BTN KC Surabaya tidak sesuai dengan beberapa pasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN BTN KC Surabaya menjalin kerjasama dengan PT Binayasa Putra Batara (PT BPB) untuk mengelola Gedung KC Surabaya yang terletak di Jalan Pemuda No. 50 Surabaya. PT BPB termasuk pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Bank BTN, karena merupakan anak perusahaan Dana Pensiun Karyawan Bank BTN. BTN KC Surabaya mengikat kontrak/perjanjian dengan PT BPB secara tahunan, yang secara berkala dapat diperpanjang. Perjanjian pengelolaan gedung antara BTN KC Surabaya dengan PT BPB dalam tiga tahun terakhir adalah sebagai berikut:
Nomor dan Tanggal Perjanjian No. 16/PT.BPB/PKS-SBY/I/2005 tgl 10 Januari 2005 No. 19/PT.BPB/PKS-SBY/VII/2006 tgl 14 Juli 2006 Sub Jumlah No. 15/PT.BPB/PKS-SBY/IV/2007 tgl 23 April 2007 Sub Jumlah Jumlah Jumlah Bulan dan Nilai Rp84,40 juta x 12 Rp84,00 juta x 5 Rp85,00 juta x 7 Rp85,00 juta x 3 Rp95,20 juta x 8 Jangka waktu 1/2/05 s.d. 31/1/06 1/2/06 s.d. 30/6/06 1/7/06 s.d. 31/1/07 1/2/07 s.d. 31/4/07 1/5/07 s.d. 31/12/07 Jumlah Nilai (Rp Juta) 1.012,82 420,00 595,00 1.015,00 255,00 761,60 1.016,60 3.044,42

Hasil pemeriksaan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: a. Pengadaan dilaksanakan dengan penunjukan langsung kepada PT BPB, anak perusahaan Dana Pensiun BTN BTN KC Surabaya menunjuk PT BPB sebagai penyedia jasa pengelolaan gedung kantor, tanpa melalui proses pemilihan maupun pelelangan dengan mempertimbangkan penawaran dari beberapa penyedia jasa sejenis untuk mendapatkan harga yang paling menguntungkan. Padahal bila dilihat dari nilai pekerjaan pengelolaan gedung tersebut sudah melebihi Rp100,00 juta yang mengharuskan pelelangan. Lebih lanjut setiap kali perpanjangan perjanjian, BTN KC Surabaya tidak mencari harga pembanding di pasaran dan tidak mengevaluasi harga

22

penawaran dari PT BPB, terutama evaluasi atas harga satuan pekerjaan yang ditawarkan. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan: 1) PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 Pasal 3 butir 3 yang menyebutkan bahwa pengadaan barang dan jasa wajib dilaksanakan dengan prinsip bersaing, berarti pengadaan barang dan/atau jasa harus dilakukan melalui pelelangan/seleksi dan persaingan yang sehat diantara penyedia barang dan/atau jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan. 2) PD No. 01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 Pasal 13 (3) yang menyebutkan bahwa metode pelelangan dilaksanakan untuk pengadaan dengan nilai diatas Rp100,00 juta. b. Penunjukan PT BPB tidak meminta persetujuan prinsip dari Kantor Pusat Bank BTN KC Surabaya tidak meminta persetujuan prinsip dari Direksi untuk menunjuk PT BPB sebagai penyedia jasa pengelola gedung KC Surabaya, sedangkan nilai jasanya telah melebihi Rp200,00 juta. Hal tersebut tidak sesuai PD No. 01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 pasal 5 yang menyebutkan bahwa Persetujuan Ijin Prinsip (PIP) untuk pelaksanaan pengadaan dengan nilai diatas Rp200,00 juta s.d. Rp1.000,00 juta ditetapkan oleh Direktur Supervisi. PIP untuk nilai pengadaan lebih besar dari Rp1.000,00 juta s.d. Rp3.000,00 juta dilakukan oleh 2 Direktur. c. Panitia Pengadaan tidak membuat HPS dan dokumen pengadaan Hasil review lebih lanjut dan konfirmasi dengan BTN KC Surabaya mengungkapkan bahwa panitia pengadaan tidak membuat HPS dan tidak membuat dokumen pengadaan, diantaranya Rencana Kerja dan Syarat (RKS). Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000: 1) Pasal 5 butir 2 bahwa salah satu tugas pokok Pemimpin Pengadaan yaitu mengusulkan kepada Direksi HPS, jadwal dan metode pelaksanaan serta lokasi pengadaan yang disusun oleh panitia pengadaan. 2) Pasal 6 butir 2 bahwa salah satu tugas, wewenang dan tanggung jawab panitia pengadaan yaitu menyiapkan dokumen pengadaan, dokumen prakualifikasi termasuk kriteria dan tata cara penilaian penawaran dan dokumen pengadaan lainnya. d. PT BPB tidak menyerahkan jaminan pelaksanaan Dalam proses pengadaan tersebut, PT BPB tidak menyerahkan jaminan pelaksanaan. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 Pasal 21 (1) yang menyebutkan bahwa para pihak menandatangani kontrak selambat-lambatnya 14 hari kerja terhitung sejak diterbitkannya surat keputusan penetapan penyedia barang dan/atau jasa dan setelah penyedia barang dan/atau jasa menyerahkan surat jaminan pelaksanaan sebesar 5% dari nilai kontrak.

23

e.

BTN KC Surabaya tidak mendokumentasikan hasil monitoring pekerjaan PT BPB Hasil evaluasi menunjukkan bahwa BTN KC Surabaya tidak mendokumentasikan hasil monitoring atas pelaksanaan pekerjaan PT BPB yang ditunjukkan dengan tidak adanya Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan maupun Berita Acara Pengawasan Berkala yang dapat menjelaskan prestasi pekerjaan PT BPB. Hal tersebut tidak sesuai PD No. 01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 pasal 7 yang menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok Pemimpin Pengadaan adalah memantau, mengawasi dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan perjanjian/kontrak.

Kondisi tersebut mengakibatkan nilai kontrak pengelolaan gedung tahun 2005 s.d. 2007 sebesar Rp3.044,42 diragukan kewajarannya Hal tersebut terjadi karena Panitia pengadaan pengelolaan gedung BTN KC Surabaya belum sepenuhnya memperhatikan beberapa pasal tersebut di atas sesuai Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa: BTN KC Surabaya menggunakan penunjukan langsung dalam pengadaan pemeliharaan gedung karena mengacu periode pemeliharaan selama bulanan. Mengingat harga pemeliharaan yang disepakati secara bulanan, BTN KC Surabaya tidak meminta PIP ke KP-DLOG. Untuk selanjutnya BTN KC Surabaya akan melakukan tertib administrasi. BTN KC Surabaya telah mengevaluasi harga yang telah disampaikan oleh PT BPB. Dari penawaran sebesar Rp98,34 juta dievaluasi menjadi Rp 90,32 juta (terdapat selisih sebesar Rp8,02 juta). Namun demikian, mengingat adanya kenaikan biaya operasional yang tidak dapat ditekan, harga disepakati menjadi Rp95,20 juta (selisih hanya menjadi Rp 3,10 juta). Karena bersifat penunjukan langsung, BTN KC Surabaya tidak membuat dokumen pengadaan lengkap sebagaimana dalam lelang (namun tetap mengevaluasi harga dan performance PT BPB). Garansi Bank di terbitkan oleh PT BPB Pusat, tidak diserahkan ke BTN KC Surabaya. BTN KC Surabaya telah memonitor hasil pekerjaan PT BPB. Untuk selanjutnya BTN KC Surabaya akan secara tertib menerapkan evaluasi secara kontinyu atas kartu monitoring dari BTN dan kartu monitoring PT BPB.

a. b.

c.

d. e.

BPK menyarankan Direksi Bank BTN agar memberikan peringatan kepada panitia pengadaan/pejabat/petugas terkait dalam pengadaan pengelolaan gedung KC Surabaya sesuai dengan ketentuan dan bobot penyimpangannya.

24

6. Proses pengadaan kontraktor pelaksana pembangunan gedung BTN KC Sidoarjo tidak sesuai dengan Pasal 13 (1) Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN dan HPS-nya diragukan kewajarannya Dalam rangka mendukung peningkatan status Kantor Cabang Pembantu (KCP) menjadi Kantor Cabang (KC), Bank BTN bermaksud membangun gedung KC Sidoarjo. Tahapan proyek pembangunan gedung tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Pengadaan konsultan perencana Bank BTN menunjuk PT Yodya Karya (PT YK) sebagai konsultan perencana sesuai Surat Perjanjian No. 05SPP/Dlog/0303 tanggal 31 Maret 2003 dengan biaya sebesar Rp114,00 juta dan jangka waktu selama 60 hari dari tanggal 1 April s.d. 30 Mei 2003. b. Pengadaan konsultan pengawas Bank BTN menunjuk PT Harmoni Wirya Sembada (PT HWS) sebagai konsultan pengawas sesuai dengan Surat Perjanjian No. 04/Dlog/SPP/0704 tanggal 16 Juli 2004 dengan biaya sebesar Rp92,40 juta dan jangka waktu pekerjaan terhitung sejak ditandatanganinya Surat Perjanjian s.d. tanggal penyerahan pekerjaan fisik kedua (masa pemeliharaan). Perjanjian itu telah diaddendum dengan mengubah nilai kontrak menjadi Rp127,50 juta karena pekerjaan pengawasan yang semula diasumsikan dilaksanakan pada tahun 2004 ternyata baru dilaksanakan bulan Mei 2006, perubahan besaran biaya total pelaksanaan pekerjaan fisik, inflasi selama tahun 2004 dan 2005 dan adanya kenaikan BBM tahun 2005. c. Pengadaan kontraktor pelaksana Bank BTN menunjuk PT Nindya Karya (PT NK) sebagai kontraktor pelaksana sesuai Surat Perjanjian Pemborongan (SPP) No. 06/SPP/Dlog/0506 tanggal 15 Mei 2006 dengan nilai kontrak sebesar Rp11.295,00 juta dan jangka waktu dari tanggal 15 Mei 2006 s.d. 10 April 2007 (240 hari pelaksanaan dan 90 hari masa pemeliharaan). Perjanjian itu telah dua kali diubah, yaitu dengan: 1) Addendum SPP No. 05/ADD/Dlog/0107 tanggal 10 Januari 2007, yang isinya memperpanjang jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 26 hari. 2) Addendum SPP No. 13/ADD/Dlog/0107 tanggal 31 Januari 2007 dengan nilai pekerjaan tambah kurang sebesar Rp195,30 juta. Hasil pemeriksaan terhadap proses pembangunan gedung menunjukkan beberapa kelemahan sebagai berikut. a. Proses pengadaan konsultan perencana, konsultan pengawas dan kontraktor pelaksana tidak efisien Hasil penelaahan terhadap dokumen pengadaan menunjukkan bahwa proses pengadaan konsultan perencana, konsultan pengawas dan kontraktor pelaksana tidak efisien karena prosesnya berlarut-larut dan menghabiskan waktu yang lama. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Pengadaan konsultan perencana menghabiskan waktu selama lebih dari tujuh bulan (lebih dari 210 hari), yang ditunjukkan dengan saat pengumuman pengadaan tanggal 13 Agustus 2002, sedangkan pemenang pengadaan ditetapkan tanggal 31 Maret 2003.

25

2) Pengadaan konsultan pengawas menghabiskan waktu selama lebih dari satu setengah tahun, yaitu dari tanggal 13 Februari 2003 (undangan kepada vendor) s.d. 16 Juli 2004 (surat penunjukan). 3) Pengadaan kontraktor pelaksana menghabiskan waktu selama lebih dari satu tahun, yaitu pengumuman pengadaan tanggal 24 Maret 2005, sedangkan pemenang pengadaan ditetapkan tanggal 4 Mei 2006. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 pasal 13 (1) yang menyebutkan bahwa proses pengadaan barang dan atau jasa dengan metode pelelangan mulai dari pengumuman pengadaan sampai penetapan pemenang dilaksanakan secepat-cepatnya 36 hari kerja dan selambat-lambatnya 45 hari kerja. b. Selisih harga sebagian besar item pekerjaan (52,10%) antara HPS dan Harga Penawaran diatas 20% HPS merupakan dasar panitia pengadaan dalam menegosiasi harga kepada penyedia barang dan/atau jasa. Penentuan HPS harus teliti dengan mencari harga referensi/ pembanding yang ada di pasaran maupun yang diterbitkan oleh instansi/asosiasi tekait. Lebih lanjut panitia pengadaan harus menganalisa satuan harga yang ditawarkan oleh vendor. Hasil review lebih lanjut menunjukkan bahwa dalam menganalisa penawaran harga dari rekanan, panitia hanya mengevaluasi harga secara global. Panitia tidak membandingkan harga per satuan/item pekerjaan antara yang ditawarkan oleh rekanan dengan HPS atau Rencana Anggaran dan Biaya (RAB) yang dibuat oleh Konsultan Perencana. Hasil evaluasi kami atas harga satuan menunjukkan bahwa dari 595 item pekerjaan, terdapat 310 item pekerjaan (52,10%) yang memiliki selisih antara harga penawaran dan harga satuan perencana diatas 20% (190 item diatas HPS dan 120 item dibawah HPS), diantaranya yaitu:
No 1) 2) 3) Item Pekerjaan Pondasi utama Instalasi listrik UPS Panel tegangan rendah HPS 801,10 277,04 71,00 Harga Penawaran 1.047,09 128,35 172,13 (Rp juta) Dibawah % (diatas) HPS (245,99) (30,71) 148,69 53,67 (101,13) (142,4)

Selanjutnya Berita Acara Negosiasi Harga dan Klarifikasi Teknis tanggal 6 April 2006 mengungkapkan hasil negosiasi sebagai berikut: nilai penawaran PT NK sebesar Rp11.355,91 juta, nilai negosiasi I sebesar Rp11.330,00 juta, negosiasi II Rp11.299,00 juta dan negosiasi III Rp11.295,00 juta. Dengan demikian bila dibandingkan antara harga penawaran awal dengan harga yang disepakati, PT NK hanya bersedia menurunkan harga sebesar Rp60,91 juta (Rp11.355,91 jutaRp11.295,00 juta). Kondisi tersebut mengakibatkan: Bank BTN terlambat untuk dapat mengembangkan potensi KC Sidoarjo. Harga kontrak sebesar Rp11.295,00 juta diragukan kewajarannya.
26

a. b.

Kondisi tersebut terjadi karena Panitia Pengadaan kurang memperhatikan jangka waktu proses pelelangan sesuai Pasal 13 (1) Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN dan kurang cermat dalam menyusun HPS. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa: a. Proses pengadaan konsultan perencana berlarut-larut karena perubahan informasi status KC Sidoarjo berubah-ubah. Perubahan tersebut didasari Feasibility Study yang dibuat DPRT terhadap perkembangan pasar di daerah Sidoarjo. Mengacu pada pasal 19 ayat 4 PD No.07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 bahwa penunjukan langsung dapat dilaksanakan setelah seleksi ulang jasa konsultasi dilaksanakan dua kali proses pengadaan dan hanya satu peserta yang memenuhi syarat. Proses pengadaan kontraktor pelaksana berlarut-larut terjadi karena adanya penyesuaian RAB Engineer Estimate dari konsultan perencana, dengan pertimbangan: 1) Adanya penambahan beberapa item pekerjaan pada saat proses aanwijzing; 2) Adanya kenaikan harga-harga bahan bangunan yang disebabkan oleh kenaikan BBM tanggal 1 Oktober 2005 dan kenaikan kurs Dollar; 3) Antisipasi kenaikan harga bahan material pada akhir tahun 2005 ke awal tahun 2006; 4) Kenaikan harga permeter persegi bangunan fisik di lokasi Sidoarjo. b. Adanya selisih yang cukup signifikan pada beberapa item pekerjaan antara HPS (RAB Perencana) dan Harga Penawaran dari kontraktor pelaksana terjadi karena sistem kontrak di Bank BTN, umumnya untuk pengadaan bangunan, menggunakan lumpsum fixed price. Proses penentuan harga dilakukan dengan pola sebagai berikut: 1) Spesifikasi teknis terlebih dahulu diklarifikasi berdasarkan dokumen lelang; 2) Selanjutnya dinegosiasi, yaitu negosiasi total nilai proyek, bukan negosiasi untuk setiap item pekerjaan; 3) Setelah terjadi kesepakatan negosiasi total harga, pemborong menyesuaikan total harga. Selanjutnya vendor menyesuaikan item/jenis pekerjaan tertentu. Berdasarkan penilaian oleh Panitia Lelang, PT NK memiliki nilai teknis paling tinggi dan harga paling rendah. BPK menyarankan Direksi Bank BTN agar memberikan peringatan kepada panitia pengadaan pembangunan gedung KC Sidoarjo yang terbukti lalai sesuai dengan ketentuan dan bobot penyimpangannya.

7. Proyek standarisasi gedung kantor Kantor Cabang Pembantu (KCP) pada BTN KC Surabaya tidak sesuai dengan pasal-pasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN Bank BTN KC Surabaya merencanakan untuk menstandarisasi jaringan kantor yang ada di wilayahnya, yang meliputi Kantor Cabang Pembantu (KCP) Universitas Negeri Surabaya (UNESA), KCP Jemursari, KCP Bubutan dan KCP Universitas Airlangga (UNAIR). Tahapan proyek standarisasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
27

a.

b.

Pekerjaan perencanaan renovasi KCP UNESA dan UNAIR dilaksanakan oleh Tim Perencana dari Kantor Pusat yang melibatkan konsultan perencana PT Ciriajasa. Sedangkan untuk pekerjaan perencanaan renovasi KCP Jemursari dan Bubutan tidak menggunakan jasa konsultan perencana. Pekerjaan pengawasan renovasi KCP tersebut menggunakan jasa konsultan pengawas PT Ciriajasa untuk KCP UNESA dan UNAIR namun pengadaan dilakukan oleh Kantor Pusat, sedangkan untuk KCP Jemursari dan Bubutan menggunakan jasa konsultan pengawas PT Harmoni Wirya Sembada dengan nilai kontrak masing-masing sebesar Rp15,39 juta dan Rp18,00 juta. Kontraktor pelaksana
No 1. 2. 3. 4. KCP UNESA UNAIR Jemursari Bubutan Kontraktor CV Wahyu Arta Sejahtera CV Wahyu Arta Sejahtera CV Bumi Arta CV Wahyu Arta Sejahtera Tgl. SPK/Perjanjian SPK tgl 16 Agustus 2005, 5 dan 13 September 2005 SPK tgl 29 Juni 2006 Perjanjian tgl 30 Nopember 2006 SPK tgl 11 Desember 2006 Nilai (Rp juta) 132,85 403,07 274,70 356,50 Tgl BAST

7 Agustus 2006 4 Juni 2007 9 April 2007

Hasil pemeriksaan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: a. Perencanaan renovasi KCP Jemursari dan Bubutan tidak menggunakan jasa konsultan perencana Hasil pengecekan dokumen dan konfirmasi lebih lanjut mengungkapkan bahwa perencanaan renovasi standarisasi gedung KCP Jemursari dan Bubutan dibuat oleh BTN KC Surabaya tanpa menggunakan jasa konsultan perencana karena BTN KC Surabaya sudah pernah merenovasi gedung KCP UNAIR dalam rangka standarisasi. Dokumen yang ada menunjukkan bahwa KCP UNAIR berbentuk rumah tinggal satu lantai, sedangkan KCP Jemursari dan Bubutan berbentuk ruko masing-masing dengan 3 dan 4 lantai. Selain itu, referensi harga diperoleh dengan cara menelepon vendor dan tanpa dokumentasi. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No.01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 tentang prosedur pengadaan barang atau jasa pasal 11 yang menyatakan pemimpin pengadaan dan panitia pengadaan menyusun Harga Perhitungan Sendiri (HPS) yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. b. HPS pekerjaan renovasi KCP UNAIR diragukan kewajarannya Hasil evaluasi lebih lanjut menunjukkan bahwa RAB atau Harga Perhitungan Sendiri (HPS) tidak didukung dengan harga referensi yang memadai baik yang diperoleh dari harga di pasaran maupun daftar satuan harga yang resmi dari instansi pemerintah terkait. Selanjutnya dalam menganalisa penawaran harga dari rekanan, BTN KC Surabaya hanya mengevaluasi harga secara global tanpa membandingkan harga per satuan/item pekerjaan yang ditawarkan oleh vendor dengan harga per satuan dalam HPS. Hasil evaluasi kami atas harga satuan pekerjaan menunjukkan

28

bahwa dari 120 item pekerjaan, terdapat 34 item pekerjaan (28,3%) yang memiliki selisih antara harga penawaran dan HPS diatas 20% s.d. 50% dan 39 item pekerjaan (32,5%) memiliki selisih diatas 50%. HPS seharusnya dapat digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya. c. Terdapat perbedaan volume pekerjaan antara PIP dan Hasil Negosiasi pada renovasi gedung KCP Jemursari Direksi memutuskan HPS sebesar Rp275,00 juta untuk renovasi gedung KCP Jemursari, sesuai dokumen HPS tanggal 26 September 2006 atau lebih rendah Rp112,34 juta dari yang diajukan oleh KC Surabaya. HPS tersebut memuat harga secara total, tidak memuat rincian harga per jenis pekerjaan. Selain itu, Bill Of Quantity (BQ) yang merupakan lampiran Persetujuan Ijin Prinsip (PIP) renovasi gedung Bank BTN Jemursari tanggal 29 September 2006 dari DLOG hanya memuat jenis pekerjaan, volume, satuan, dan spesifikasi tanpa mencantumkan harga. DLOG menjelaskan bahwa BQ yang dikirim ke KC Surabaya tidak memuat rincian harga agar proses negosiasi lebih fokus pada volume dan HPS secara total, sehingga volume bisa diperoleh sesuai dengan BQ dan harga sesuai HPS yaitu Rp275,00 juta. Lebih lanjut DLOG menjelaskan bahwa dalam menegosiasi harga yang dilakukan oleh KC, volume pekerjaan harus sama dengan rincian BQ yang disetujui Direksi dalam PIP tanggal 29 September 2006. Hasil pemeriksaan lebih lanjut terhadap Berita Acara Klarifikasi teknis dan negosiasi harga beserta lampirannya berupa BQ menunjukkan bahwa harga yang disetujui antara BTN KC Surabaya dengan CV Bumi Arta yaitu sebesar Rp274,00 juta. Namun terdapat perbedaan volume antara BQ yang disetujui oleh DLOG dengan BQ hasil negosiasi dengan CV Bumi Arta, antara lain sebagai berikut:
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Jenis pekerjaan Bongkar keramik dinding lantai 1 Bongkar keramik lantai eksisting lantai 3 Perbaikan plesteran dinding Partisi single gypsum 9mm hallow r.Arsip, R.out door AC Partisi dobel gypsum Dinding back drop Kerangkeng besi Pasang dot keramik lantai 1 Pasang dot keramik ruang kerja Pasang lntai karpet tile Skriting kayu kamper Plafond gypsum rangka hollow Cat dinding lama Cat plafond dan dak beton Meja teller+meja tepi Walpaper banking hall Wallpaper ruang manager dan rapat Lampu baret TL 20 W Volume BQ PIP 68.8 53.87 68.8 38.25 141.8 1 25.2 42.3 71.83 36.78 43.47 68.23 646.43 215.48 1 23.1 67.5 33 Negosiasi 64 52.28 64 10.2 141.42 24.42 23.41 70 68 29.55 130.75 34 452.42 182 2 65.52 85.5 13 -4.8 m2 -1.59 m2 -4.8 m2 -28.05 m2 -0.38 m2 23.42 ls -1.79 m2 27.7 m1 -3.83 m2 -7.23 m2 87.28 m1 -34.23 m2 -194.01 m2 -33.48 m2 1 unit 42.4 2 m2 18 m2 -20 buah Perbedaan

29

No 19 20

Jenis pekerjaan Outlet stop kontak (biasa&UPS) exclipsal Outlet stop kontak2 gang (biasa&UPS)

Volume BQ PIP 14 19 Negosiasi 11 11

Perbedaan -3 buah -8 buah

Tabel di atas menunjukkan bahwa volume pekerjaan dalam BQ hasil negosiasi dengan rekanan tidak sesuai dengan BQ dalam PIP. Dari uraian di atas diketahui bahwa HPS dari Direksi dan BQ yang merupakan lampiran dari PIP tidak bisa dibandingkan dengan BQ hasil negosiasi dengan rekanan karena tidak memuat harga rincian. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Direksi No.01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 tentang prosedur pengadaan barang atau jasa pasal 11 yang menyatakan bahwa HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya. d. Pengadaan kontraktor pelaksana KCP UNAIR, Jemursari, dan Bubutan tidak melalui pelelangan Hasil pengecekan dokumen pengadaan renovasi standarisasi menunjukkan bahwa pengadaan kontraktor pelaksana KCP UNAIR, Jemursari, dan Bubutan dilaksanakan melalui pemilihan langsung tidak melalui pelelangan. Berkaitan dengan kondisi tersebut, PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 Pasal 10 butir 2 menyebutkan bahwa jika cara pelelangan sulit dilaksanakan atau tidak menjamin pencapaian sasaran maka pengadaan dilaksanakan dengan cara membandingkan penawaran dari beberapa penyedia barang dan/jasa yang memenuhi syarat melalui permintaan harga atau permintaan teknis dan harga serta dinegosiasi secara bersaing, sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Namun demikian tidak ada dokumentasi yang menunjukkan bahwa pelelangan dalam pengadaan kontraktor pelaksana renovasi di tiga KCP di atas sulit dilaksanakan sehingga penerapan metode pemilihan langsung tidak tepat. e. Pekerjaan renovasi gedung tidak dituangkan dalam kontrak/perjanjian Hasil review lebih lanjut menunjukkan bahwa pekerjaan renovasi gedung KCP UNESA, UNAIR dan Bubutan hanya didasarkan pada SPK yang ditandatangani oleh Pemimpin Pengadaan dan Ketua Pengadaan, tanpa dibuatkan perjanjian/kontrak. Sementara nilai pekerjaan renovasi tersebut diatas Rp200,00 juta yang mengharuskan dibuatnya kontrak/ perjanjian.. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No. 01PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 pasal 21 yang menyebutkan bahwa untuk pekerjaan dengan nilai s.d. Rp200,00 juta dapat dilakukan tanpa dibuat kontrak dan cukup dengan SPK tanpa jaminan pelaksanaan. Pengadaan dengan nilai diatas Rp200,00 juta dilakukan dengan Perjanjian/Kontrak dan ditandatangani oleh Pejabat/Direktur/Direksi sesuai dengan Kewenangan pada PD ini.

Kondisi tersebut mengakibatkan nilai kontrak KCP UNAIR, KCP Jemursari dan KCP Bubutan seluruhnya sebesar Rp1.034,27 juta diragukan kewajarannya.
30

Kondisi tersebut terjadi karena Panitia Pengadaan kurang memperhatikan beberapa pasal tersebut di atas sesuai Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa: Mengingat pertimbangan adanya tambahan biaya konsultan perencana dan konsultan pengawas, berdasarkan hasil pengerjaan renovasi KCP UNAIR yang menggunakan konsultan perencana tetapi hasilnya belum optimal (banyak pekerjaan tambahan yang timbul), maka pada kesempatan renovasi KCP Jemursari dan Bubutan, KC Surabaya mencoba untuk menganalisa sendiri dengan harapan akhir dari renovasi tersebut dapat sesuai dengan standarisasi. Konsultan yang digunakan adalah konsultan pengawas saja. Sistem kontrak di Bank BTN menggunakan lumpsum fixed price. Harga ditentukan dengan pola sebagai berikut: 1) Bank BTN mengklarifikasi spesifikasi teknis berdasarkan dokumen lelang; 2) Selanjutnya total nilai proyek dinegosiasi, bukan negosiasi untuk setiap item pekerjaan; 3) Setelah terjadi kesepakatan negosiasi total harga, pemborong menyesuaikan total harga. Selanjutnya vendor menyesuaikan item/jenis pekerjaan tertentu. Sehubungan dengan pemangkasan anggaran atas pengajuan PIP yang cukup signifikan yaitu mencapai Rp112,34 juta atau 29% dari semula Rp387,34 juta dan kesulitan dari vendor untuk dapat memenuhi volume yang ditetapkan, KC Surabaya menerima negosiasi dari vendor untuk menurunkan volume pekerjaan tanpa mengurangi standarisasi minimal bangunan KCP. Pengadaan tidak melalui pelelangan karena persetujuan izin operasional dari BI dibatasi 30 hari. Apabila tidak segera operasional maka izin akan ditinjau kembali. Akibatnya hanya tersedia sedikit waktu untuk merenovasi gedung tersebut. Untuk selanjutnya akan menjadi perhatian Bank BTN KC Surabaya.

a.

b.

c.

d.

e.

BPK menyarankan Direksi BTN agar memberikan peringatan kepada panitia pengadaan yang terbukti lalai dalam proyek standarisasi beberapa gedung kantor KCP pada BTN KC Surabaya sesuai dengan ketentuan dan bobot penyimpangannya.

8. Pengadaan kontraktor pelaksana renovasi dan standarisasi kantor BTN KC Jakarta Kuningan, KCP Pondok Indah, KCP BTC Ciputat dan KCP Cibitung Bekasi tidak melalui pelelangan dan HPS proyek KCP Pondok Indah diragukan kewajarannya Dalam rangka mengembangkan jaringan kantor, Bank BTN merenovasi gedung BTN KC Jakarta Kuningan. Selain itu pada RKAP 2004/2005, Bank BTN membuka kantor cabang baru, antara lain Kantor Cabang Pembantu (KCP) Pondok Indah, KCP Bintaro Trade Centre Ciputat dan KCP Cibitung Bekasi. Dalam rangka menunjang pembukaan KCP tersebut, Bank BTN merenovasi dan menstandarisasi ketiga gedung KCP tersebut dengan penjelasan sebagai berikut.

31

(Dalam Rp juta)

KC/KCP KCP Pondok Indah (PI)

Perencanaan dan Pengawasan Konsultan Nilai -

KC Jakarta Kuningan

KCP Bintaro Trade Centre (BTC) Ciputat KCP Cibitung Bekasi

PT Ciriajasa Rancang Bangun (PT CRB), Perjanjian No. 01/DLOG/SPP/PB/0405 tanggal 4 April 2005 PT CKP, Perjanjian No. 08/DLOG/SPP/PB/07/05 tanggal 29 Juli 2005 PT CKP, Perjanjian No. 07/DLOG/SPP/PB/07/05 tanggal 29 Juli 2005

58,00

Pelaksana Kontraktor PT Dutaraya Dinametro (PT DD), Perjanjian No. 11/SPP/DLOG/1204 tanggal 9 Desember 2004 PT Ciremai Jati, Perjanjian No. 01/SPP/Jkk.Ut/4/05 tanggal 12 April 2005 PT DD, Perjanjian No. 08/SPP/DLOG/1005 tanggal 13 Oktober 2005 PT Sentra Indah Perkasa (PT SIP), Perjanjian No. 07/SPP/DLOG/1005 tanggal 13 Oktober 2005

Nilai 210,00

467,55

44,00

340,00

46,00

409,00

Hasil pemeriksaan terhadap tahapan proyek renovasi dan standarisasi gedung kantor tersebut menunjukkan beberapa hal sebagai berikut. a. Pengadaan konsultan perencana KC Jakarta Kuningan, KCP BTC Ciputat dan KCP Cibitung Bekasi dan pengadaan kontraktor pelaksana KCP PI, BTC Ciputat dan Cibitung Bekasi dengan penunjukan langsung Hasil review terhadap dokumen pengadaan menunjukkan bahwa pengadaan konsultan perencana KC Jakarta Kuningan dilaksanakan dengan metode penunjukan langsung. Sesuai Memo DLOG kepada Direksi No. 148/M/DLOG/PB/III/05 tanggal 16 Maret 2005, pertimbangan penunjukan langsung PT CRB adalah karena PT CRB pernah bekerjasama dengan beberapa Bank BUMN dan Depkeu, memiliki kualifikasi sertifikasi M dari INKINDO dan memiliki tenaga yang berpengalaman pada bidangnya. Demikian pula pengadaan konsultan perencana dan pengawas proyek renovasi dan standarisasi KCP BTC Ciputat dan Cibitung Bekasi dilaksanakan dengan penunjukan langsung kepada PT CKP. Memo No. 258/M/DLOG/PB/V/2005 tanggal 27 Mei 2005 menyebutkan bahwa pertimbangan penunjukan langsung tersebut yaitu: 1) PT CKP merupakan desainer standarisasi gedung kantor Bank BTN. 2) PT CKP berpengalaman dalam pekerjaan perencanaan dan pengawasan pekerjaan renovasi gedung kantor bank. 3) Target waktu yang tersedia 60 hari kantor sudah operasional. 4) Dokumen administrasi lengkap. Hasil review lebih lanjut menunjukkan bahwa pengadaan kontraktor pelaksana renovasi KCP PI, BTC Ciputat, dan Cibitung Bekasi juga dilaksanakan dengan metode penunjukan langsung karena waktu yang sudah cukup mendesak, terutama terkait adanya target operasional gedung KCP-KCP tersebut. RKAP menjelaskan target operasional KCP tersebut sebagai berikut.

32

Kantor KCP PI KCP BTC Ciputat KCP Cibitung

Target operasional Sept 2004 19 Juli 2005 13 Juli 2005

Surat Penunjukan Perencana Pelaksana 28 Juli 2005 28 Juli 2005 8 Des 2004 10 Okt 2005 10 Okt 2005

BAST I 31 Des 2004 7 Des 2005 12 Des 2005

Target operasional tersebut seharusnya tidak dapat dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa pengadaan tersebut bersifat mendesak/khusus, karena Bank BTN seharusnya dapat merencanakan pengadaan tersebut dengan baik agar sesuai dengan target yang ditetapkan dalam RKAP. Pada kenyataannya, sesuai tabel di atas, waktu penunjukan konsultan perencana saja sudah melewati target operasional yang telah ditetapkan dalam RKAP. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 Pasal 10 yang menyebutkan bahwa penunjukan langsung hanya dapat diterapkan untuk a) pengadaan barang dan/atau jasa yang setelah dilakukan Pelelangan Ulang hanya satu peserta yang memenuhi syarat atau pengadaan yang bersifat mendesak/khusus setelah mendapat persetujuan dari Direksi, b) penyedia barang dan/atau jasa tunggal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dalam pengadaan konsultan perencana dan kontraktor pelaksana di tiga kantor cabang di atas, tidak ada kriteria penunjukan langsung sesuai PD di atas yang dapat dipenuhi sehingga pengadaannya seharusnya tidak melalui penunjukan langsung. b. Beberapa item pekerjaan dalam HPS (RAB Perencana) dan harga penawaran dari kontraktor pelaksana pada pelaksanaan proyek renovasi dan standarisasi KCP PI (PT DD) berbeda Harga penawaran PT DD sesuai surat No. 142/DD/D/XI/2004 tanggal 5 Nopember 2004 adalah sebesar Rp297,81 juta. Jika dibandingkan dengan RAB/HPS Bank BTN sebesar Rp216,49 juta, harga penawaran tersebut lebih tinggi Rp81,32 juta atau 37,56%. Selanjutnya hasil evaluasi harga satuan dari 99 item pekerjaan yang ditawarkan oleh rekanan yang dibandingkan dengan harga satuan dalam RAB/HPS menunjukkan adanya selisih yang signifikan, yaitu: 1) sebanyak 42 item (42,4%) memiliki selisih antara 0% s.d 20%; 2) sebanyak 22 item (22,2%) memiliki selisih antara 20% s.d 50%; dan 3) sebanyak 35 item (35,4%) memiliki selisih diatas 50%. Berita Acara Negosiasi Harga dan Klarifikasi Teknis tanggal 8 Nopember 2004 menginformasikan bahwa PT DD setuju menurunkan harga penawaran sebesar Rp87,81 juta menjadi Rp210,00 juta. Walaupun secara total harga kontrak dibawah HPSnya, tetapi karena harga-harga item pekerjaannya memiliki selisih/perbedaan yang signifikan, harga kontrak diragukan kewajarannya. Berkaitan dengan kondisi tersebut, PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 Pasal 2 butir 2 hanya memberikan arahan bahwa tujuan pengadaan barang dan atau jasa adalah untuk memperoleh barang dan atau jasa yang dibutuhkan Bank dalam jumlah yang cukup, dengan kualitas dan harga yang dapat dipertanggungjawabkan,

33

dalam waktu dan tempat tertentu, secara efektif dan efisien, menurut ketentuan dan tata cara yang berlaku. c. Pengadaan kontraktor pelaksana renovasi KC Jakarta Kuningan tidak sepenuhnya sesuai ketentuan 1) Pengadaan kontraktor pelaksana dengan pemilihan langsung bukan pelelangan Hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa kontraktor pelaksana renovasi KC Jakarta Kuningan ditunjuk dengan metode pemilihan langsung bukan dengan pelelangan. Sesuai Memo No. 148/M/DLOG/PB/III/05 tanggal 16 Maret 2005, DLOG mengusulkan kepada Direksi pengadaan kontraktor pelaksana renovasi KC Jakarta Kuningan dengan metode pemilihan langsung dengan mengundang lima kontraktor. Nilai imbalan jasa kontraktor (HPS) diperkirakan sebesar Rp545,69 juta. Direksi Bank BTN menyetujui usulan tersebut pada tanggal 21 Maret 2005. Menindaklanjuti persetujuan tersebut, dengan Facsimile DLOG kepada KC Jakarta Kuningan No. 67/PP/DLOG/PB/3/05 tanggal 29 Maret 2005, DLOG menyampaikan persetujuan prinsip pelaksanaan pekerjaan relokasi dan renovasi gedung. Berkaitan dengan kondisi tersebut, PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 Pasal 10 menyebutkan bahwa pemilihan langsung dilakukan jika cara pelelangan sulit dilaksanakan atau tidak menjamin pencapaian sasaran maka pengadaan dilaksanakan dengan cara membandingkan penawaran dari beberapa penyedia barang dan/atau jasa yang memenuhi syarat melalui permintaan harga ulang (price quotation) atau permintaan teknis dan harga serta dinegosiasi secara bersaing, baik teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Namun demikian tidak ada dokumentasi yang menunjukkan bahwa pelelangan dalam pengadaan kontraktor pelaksana renovasi KC Jakarta Kuningan sulit dilaksanakan sehingga penerapan metode pemilihan langsung tidak tepat. 2) Harga penawaran tidak dievaluasi dari aspek administrasi dan teknis Panitia pengadaan pada KC Jakarta Kuningan tidak mengevaluasi harga penawaran dari para rekanan dengan melakukan pembobotan yang memperhatikan aspek administrasi dan teknis sebagaimana ditentukan dalam RKS. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak adanya Berita Acara Evaluasi Administrasi dan Teknis. Hal tersebut tidak sesuai dengan RKS Bab XII tentang Penilaian untuk menentukan pemenang yang menyebutkan bahwa untuk menetukan pemenang, Panitia akan mengevaluasi penawaran yang masuk berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Selain itu juga menggunakan pembobotan sebagai berikut: a) Administrasi bersifat mutlak. b) Teknis berbobot 40%, yang terdiri atas pengalaman (15%), tenaga ahli (15%), dan waktu pelaksanaan (10%). c) Biaya dengan bobot 60%.

34

a.

b.

Kondisi tersebut mengakibatkan: Nilai kontrak renovasi dan standarisasi KC Jakarta Kuningan, KCP BTC Ciputat dan KCP Cibitung seluruhnya sebesar Rp1.216,55 juta tidak dapat diyakini merupakan harga yang terbaik. Nilai kontrak renovasi dan standarisasi KCP Pondok Indah sebesar Rp210,00 juta diragukan kewajarannya.

Kondisi tersebut terjadi karena Panitia pengadaan kurang memperhatikan beberapa pasal tersebut di atas sesuai Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN dan Kepala DPRT dan Divisi Logistik (DLOG) kurang cermat dalam merencanakan pembukaan dan pembangunan gedung kantor cabang. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa: KC Jakarta Kuningan Pengadaan konsultan perencana dengan menunjuk langsung PT CRB karena terbatasnya waktu yang tersedia untuk pelaksanaan relokasi dan renovasi gedung. Penandatanganan Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Wisma Budi tanggal 7 Januari 2005, sedangkan masa sewa gedung lama berakhir tanggal 31 Mei 2005. Rentang waktu yang ada akan digunakan untuk merenovasi. KCP PI, KCP Ciputat dan KCP Cibitung Pengadaan konsultan perencana dengan menunjuk langsung PT CKP sesuai dengan Memo DLOG No. 258/M/DLOG/PB/V/2005 tanggal 27 Mei 2005 adalah karena terbatasnya waktu yang tersedia untuk pelaksanaannya dari proses sewa s.d. keluarnya izin Bank Indonesia yaitu dua bulan. Selain itu pekerjaan tersebut bersifat khusus, karena PT CKP merupakan konsultan perencana yang melaksanakan standarisasi KCP Bank BTN dan pekerjaan perencanaan renovasi KCP BTN Ciputat dan KCP Cibitung merupakan mock up outlet KCP yang akan diterapkan di seluruh outlet Bank BTN. Pengadaan kontraktor pelaksana di tiga KCP di atas dengan penunjukan langsung karena target waktu yang singkat dari DPRT mulai dari sewa gedung, perencanaan dan jasa pemborong lainnya. Selisih yang cukup signifikan pada beberapa item pekerjaan antara HPS (RAB Perencana) dan Harga Penawaran dari kontraktor pelaksana terjadi karena pola/sistem kontrak di Bank BTN, umumnya untuk pengadaan bangunan, menggunakan lumpsum fixed price. Proses penentuan harga dilakukan dengan pola sebagai berikut: 1) Bank BTN mengklarifikasi spesifikasi teknis berdasarkan dokumen lelang; 2) Selanjutnya total nilai proyek dinegosiasi, bukan negosiasi setiap item pekerjaan; 3) Setelah terjadi kesepakatan negosiasi total harga, pemborong menyesuaikan total harga. Selanjutnya vendor menyesuaikan item/jenis pekerjaan tertentu. Kontraktor pelaksana renovasi gedung BTN KC Kuningan ditunjuk dengan metoda pemilihan langsung bukan pelelangan karena target waktu pembukaan/operasional ditetapkan tanggal 1 Juni 2005 (waktu efektif 60 hari) dari hasil perencanaan selesai, sebagaimana surat izin yang diterima dari BI. Evaluasi administrasi dan teknis tidak dilakukan karena pekerjaan tersebut adalah pekerjaan renovasi gedung, bukan
35

a.

b.

c.

pekerjaan pembangunan. Namun demikian BTN KC Kuningan tetap mengevaluasi harga/biaya. Disamping itu pekerjaan renovasi harus diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat yaitu hanya 60 hari mendasarkan pada waktu efektif izin dari BI. Untuk selanjutnya akan menjadi perhatian kami. BPK menyarankan Direksi Bank BTN agar memberikan peringatan kepada Panitia pengadaan dan pejabat/petugas yang terbukti lalai sesuai dengan ketentuan dan bobot penyimpangannya.

9. Proses pengadaan pembangunan rumah dinas setingkat kepala divisi di Tebet senilai Rp3.165,00 juta tidak sesuai Pasal 3 tentang prinsip efisien dan efektif dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN Bank BTN bermaksud untuk membangun dua unit rumah dinas (rudin) pejabat setingkat kepala divisi di Jl. Tebet Utara I-III No. 4, Jakarta Selatan. Biaya pembangunan telah dianggarkan dalam RKAP tahun 2002 s.d. 2006. Rencana pembangunan rudin tersebut telah dimulai sejak tahun 2002. Konsultan perencana pembangunan tersebut yaitu PT Hazata Saintek Prakarsa sesuai Perjanjian Kerja Sama No.04/SPP/Dlog/0803 tanggal 29 Agustus 2003 dengan nilai kontrak sebesar Rp59,00 juta, sedangkan konsultan pengawasnya yaitu PT Yodya Karya sesuai Perjanjian No.06/SPP/Dlog/2005 tanggal 13 Oktober 2005 dengan nilai kontrak sebesar Rp65,00 juta. Selanjutnya direksi memberikan Persetujuan Ijin Prinsip (PIP) dan HPS/Owner Estimate pada Memo DLOG No.58/M/DLOG/PB/II/2006 tanggal 22 Februari 2006. HPS yang disetujui adalah sebesar Rp3.125,56 juta. Setelah melalui proses lelang terbuka, Bank BTN menunjuk PT Opatsa Putra (PT OP) sebagai kontraktor pelaksana pembangunan rudin Tebet Jakarta yang dituangkan dalam Perjanjian No.03/SPP/DLOG/2006 tanggal 11 Desember 2006 dengan nilai kontrak sebesar Rp3.100,00 juta, jangka waktu 224 hari terhitung tanggal 11 Desember 2006 s.d. Serah Terima Pertama Pekerjaan tanggal 22 Juli 2007. Hasil pemeriksaan dokumen menunjukkan bahwa perencanaan proyek pembangunan dua unit Rudin Tebet Jakarta memerlukan waktu yang lama. Proses perencanaan pembangunan rudin Tebet Jakarta dimulai sejak pengajuan usulan renovasi dari DLOG tahun 2002 s.d. perintah kerja kepada kontraktor tanggal 23 November 2006 atau lebih kurang selama 3 tahun. Tabel berikut menunjukkan kronologis proses pengadaan.
Proses Pengajuan & Persetujuan Direksi SPK Perencana Pengajuan & Persetujuan Direksi SPK Pengawas Pengajuan & Persetujuan Direksi Pengumuman lelang di media cetak Prakualifikasi Undangan Perihal Usulan Konsultan Perencana Memo No.247/Dir/Dlog/PB/2002 No.138/Dlog/2003 Usulan Konsultan Pengawas Memo No.325/M/Dlog/PDB/VI/2005 No.481/Dlog/PB/X/2005 PIP & HPS sebesar Rp3.125,56 juta Memo No.58/M/Dlog/PB/II/2006 Pengadaan Jasa Pemborong/Kontraktor Pengambilan dokumen Pengambilan dokumen pengadaan dan aanwijzing Tanggal 14 Mei 2002 21 Maret 2003 4 Juli 2005 6 Oktober 2005 22 Februari 2006 24 April 2006 25 April-3 Mei 2006 10 Juli 2006

36

Proses Pengambilan dokumen lelang Aanwijzing Hasil pelelangan & rangking Klarifikasi teknis & negosiasi harga SPK Jasa Pemborong Kesepakatan Perjanjian Serah terima pekerjaan pertama

Perihal Dokumen syarat Dokumen lelang Peringkat I yaitu PT OP No.319/DIR/Dlog/PB/XI/2006 No.03/SPP/Dlog/2006 Progress 100%

Tanggal 17-19 Juli 2006 24 Juli 2006 9 Oktober 2006 19 Oktober 2006 23 November 2006 11 Desember 2006 20 Juli 2007

Hasil cek fisik Tim BPK tanggal 24 Januari 2008 menunjukkan bahwa sejak serah terima pekerjaan tahap I pada tanggal 20 Juli 2007 sampai dengan saat pemeriksaan, dua unit rudin belum ditempati oleh pejabat setingkat kepala divisi. Dengan demikian pembangunan dua rudin tersebut belum efektif. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 dan PD No.01/PD/DLOG/2006 tgl 21 Juni 2006 Pasal 3 butir 1 dan 2 yang menyebutkan bahwa salah satu prinsip pengadaan yang wajib dilaksanakan adalah Efisien, berarti pengadaan harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan dan Efektif, berarti pengadaan harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Kondisi diatas mengakibatkan proyek pembangunan rudin Tebet Jakarta kurang efektif karena rentang waktu proses pengadaan yang terlalu lama dan adanya dua unit yang belum dimanfaatkan. Kondisi tersebut terjadi karena Kepala DLOG dan DPRT kurang cermat dalam merencanakan pembangunan rumah dinas Tebet Jakarta. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa proses perencanaan sampai dengan pembangunan rudin Tebet memerlukan waktu yang cukup lama karena : a. Adanya kenaikan BBM pada tanggal 1 Oktober 2005 sebelum proyek pembangunan dilaksanakan yang mengakibatkan kenaikan harga-harga sehingga konsultan perencana perlu menyesuaikan kembali RAB pada item harga-harga bahan bangunan. b. Proses pengurusan Advice Planning memerlukan waktu yang cukup panjang. BPK menyarankan Direksi Bank BTN agar menginstruksikan kepala divisi untuk memanfaatkan rumah dinas yang telah selesai dibangun.

10. Penunjukan langsung PT Diebold Indonesia (PT DI) sebagai rekanan pemeliharaan mesin ATM Diebold tidak sesuai dengan Pasal 3 tentang prinsip bersaing dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN Sehubungan dengan berakhirnya masa garansi pemeliharaan ATM Merk Diebold, Bank BTN menunjuk langsung PT Diebold Indonesia (PT DI) untuk maintenance 42

37

Mesin ATM-Diebold sesuai Perjanjian Kerjasama No.15/PKS/DLOG/XII/2005 tanggal 30 Desember 2005 sebesar Rp586,74 juta. Sesuai Addendum Perjanjian No.07/ADD/DLOG/PKS/ VIII/2006 tanggal 31 Agustus 2006, jumlah ATM-Diebold yang di-maintenance bertambah dari 42 unit menjadi 59 unit sehingga biaya kontrak menjadi Rp790,47 juta. Pada tanggal 31 Januari 2007, Bank BTN dan PT DI menandatangani Addendum Perjanjian No.10/ADD/DLOG/PKS/II/2007 tentang pemeliharaan 59 unit mesin ATM-Diebold sebesar Rp824,23 juta. Hasil pemeriksaan menunjukkan beberapa kelemahan sebagai berikut. Dengan surat No. 401/DLOG/VII/2005 tanggal 25 Juli 2005, Bank BTN meminta PT DI minimal tiga perusahaan yang mendapat dukungan layanan berikut suku cadang untuk mengikuti proses seleksi pelaksanaan maintenance (pemeliharaan) Mesin ATM Diebold di Bank BTN. Dengan surat No.195/DI/LO/SVR/VIII-05 tanggal 2 Agustus 2005, PT DI mengajukan permohonan untuk dapat menangani sendiri perawatan mesin ATM yang dimiliki oleh Bank BTN (tanpa business partner). Berdasarkan surat PT DI tersebut, dengan Memo No.446/M/DLOG/PPB/IX/2005 tanggal 29 September 2005, DLOG mengusulkan pengadaan pemeliharaan mesin ATMDiebold dilaksanakan melalui penunjukan langsung kepada PT DI. Berdasarkan penelitian dokumen pengadaan pemeliharaan 59 unit mesin ATM Diebold, Tim BPK tidak memperoleh kajian/evaluasi yang cukup, baik dari segi teknis maupun harga (biaya), mengapa pelaksanaan pengadaan pemeliharaan mesin ATM Diebold tersebut harus dilaksanakan dengan penunjukan langsung kepada PT DI, tidak dengan pelelangan atau pemilihan langsung. Hasil konfirmasi dengan staf DLOG mengungkapkan bahwa penunjukan langsung tersebut dilakukan karena PT DI dengan suratnya kepada Bank BTN tanggal 2 Agustus 2005 menyatakan akan melakukan sendiri (tanpa melalui business partner) pemeliharaan mesin ATM Diebold. Sedangkan dalam risalah rapat tanggal 3 Maret 2005 yang dihadiri oleh Divisi Operasi (DOPS), Divisi Teknologi Informasi (DTI) dan DLOG, diungkapkan bahwa paling tidak ada dua perusahaan yang mengajukan penawaran harga untuk pemeliharaan ATM Diebold tersebut, yaitu PT Mitra Intergrasi Komputindo dan PT Asaba Computer. Risalah rapat tersebut juga menyebutkan bahwa dimungkinkan untuk mengundang vendor lainnya. Demikian pula perpanjangan pemeliharaan 59 unit mesin ATM Diebold periode tanggal 22 Desember 2006 s.d. 21 Desember 2007 tidak didahului oleh evaluasi/kajian yang cukup, baik dari segi teknis, service level agrement (SLA) maupun harga (biaya) dan mengapa pelaksanaan pengadaan harus menunjuk langsung kembali PT DI. Bahkan dalam memo DLOG No.12/M/DLOG/I/2007 tanggal 11 Januari 2007 kepada Direktur II diketahui bahwa pada saat pengajuan usulan perpanjangan perjanjian pemeliharaan 59 unit mesin ATM Diebold, DTI belum memberikan tanggapan dan pendapat atas usulan perpanjangan tersebut (sesuai memo permintaan DLOG No.650/M/DLOG/PBP/XI/2006 tanggal 22 November 2006). Kondisi tersebut tidak sesuai dengan PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 Pasal 3 butir 3 yang menyebutkan bahwa pengadaan barang dan jasa wajib dilaksanakan dengan prinsip bersaing, berarti pengadaan barang dan/atau jasa harus
38

dilakukan melalui pelelangan/seleksi dan persaingan yang sehat diantara penyedia barang dan/atau jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan. Kondisi diatas mengakibatkan harga kontrak pemeliharaan ATM tahun 2006 dan 2007 sebesar 1.614,70 juta dengan PT DI tidak dapat diyakini merupakan harga/penyedia jasa yang terbaik. Kondisi tersebut terjadi karena panitia pengadaan kurang memperhatikan prinsip bersaing sesuai Pasal 3 butir 3 dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa berdasarkan surat tanggal 2 Agustus 2005, PT DI selaku Principal Mesin ATM Merk Diebold di Indonesia (sesuai Surat Diebold Incorporated USA) menyampaikan bahwa untuk pekerjaan pemeliharaan Mesin ATM Diebold Bank BTN dilaksanakan oleh PT DI saja tanpa business partner. Dengan penunjukan langsung kepada PT DI, Bank BTN akan mendapatkan jaminan Software Up Date (Licensi). Selain itu setting Parameter Protokol IP ATM Mesin ATM Diebold menggunakan desimal, suatu pola yang teknologinya hanya dikuasai oleh rekanan yang mendapatkan jaminal dari principal. Kajian/analisa teknis terhadap setiap perpanjangan pemeliharaan 59 unit mesin ATM Diebold belum dilakukan secara memadai. Namun demikian setiap perpanjangan selalu meminta pendapat dan klarifikasi DOP dan DTI mengenai SLA dan segi teknisnya untuk mengetahui apakah perjanjian pemeliharaan tersebut dapat diperpanjang atau tidak. BPK menyarankan Direksi Bank BTN agar memberikan peringatan kepada panitia pengadaan yang terbukti lalai sesuai dengan ketentuan dan bobot penyimpangannya.

11. Penunjukan langsung Law Office Sulistio Anggraeni & Associates (LOSAA) sebagai penyedia jasa konsultan hukum tetap dan jasa legal audit BTN tidak sesuai dengan Pasal 3 tentang prinsip bersaing dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN Dalam rangka mengantisipasi risiko hukum yang mungkin timbul dan untuk melindungi kedudukan hukum Bank BTN, sesuai Rapat Direksi (Radir) pada tanggal 16 Desember 2003, Direksi Bank BTN memutuskan untuk menambah konsultan hukum tetap yang semula dua konsultan hukum menjadi tiga konsultan. Untuk penambahan konsultan hukum tetap tersebut, Direksi menunjuk Law Office Sulistio Anggraeni & Associates (LOSAA) karena Law Office tersebut telah berpengalaman dalam menangani berbagai permasalah hukum. Berdasarkan Radir tersebut, pada tanggal 19 Desember 2003, Bank BTN dan LOSSA menandatangani Perjanjian Jasa Konsultasi Hukum Tetap (Retainer) No.79/PKS/DIR/2003 dengan jangka waktu mulai tanggal 1 Desember 2003 dan berakhir tanggal 30 November 2005. Setelah perjanjian itu berakhir, Bank BTN dan LOSAA menandatangani perpanjangan perjanjian yang dituangkan dalam Perjanjian

39

No.104/PKS/DIR/2005 tanggal 1 Desember 2005 dengan jangka waktu mulai tanggal 1 Desember 2005 dan berakhir tanggal 30 November 2007. Di samping perjanjian di atas, pada tanggal 6 Desember 2006, Bank BTN dan LOSAA menandatangani Kesepakatan Harga Jasa Legal Audit yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Perjanjian No.104/PKS/DIR/2005 tanggal 1 Desember 2005. Total nilai kontrak jasa konsultan hukum tetap (retainer) dan jasa legal audit Bank BTN minimal adalah: a. Retainer Fee periode 01/12/2003 s.d. 30/11/2005 = Rp 600,00 juta b. Retainer Fee periode 01/12/2005 s.d. 30/11/2007 = Rp 720,00 juta c. Harga Jasa Legal Audit = Rp 400,00 juta Total = Rp1.720,00 juta Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dalam pengadaaan jasa konsultan hukum tetap (retainer), Bank BTN tidak menggunakan metode pelelangan atau seleksi umum tetapi secara penunjukan langsung kepada LOSAA, sementara jasa konsultan hukum untuk perbankan dan perusahaan banyak tersedia. Selain itu dalam pengadaan jasa legal audit, Bank BTN juga menunjuk langsung LOSAA, tanpa analisa atau kajian yang memadai, mengapa pengadaan jasa legal audit harus dilakukan dengan penunjukan langsung tidak dengan metode pelelangan atau pemilihan langsung. Sesuai konfirmasi lebih lanjut dengan DHHP, penunjukan langsung tersebut terkait dengan perjanjian kerja sama LOSAA sebagai konsultan hukum tetap sehingga tidak diperlukan pemilihan atau pelelangan terhadap lingkup pekerjaan legal audit tersebut. Hasil observasi terhadap situs Bapepam menunjukkan bahwa pada tahun 2003 terdapat 514 konsultan hukum dan 245 kantor konsultan hukum yang terdaftar sebagai profesi penunjang pasar modal di Bapepam. Selanjutnya dalam memperpanjang penunjukan jasa konsultan hukum kepada LOSAA, Bank BTN tidak mendasarkan pada analisa atau kajian yang memadai, dari sisi biaya (kenaikan fee yang diminta) dan service level agrement (SLA). Bank BTN juga tidak menganalisa kinerja LOSAA. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan: a. PD No. 07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 Pasal 3 ayat (3) prinsip bersaing, berarti pengadaan barang dan/atau jasa harus dilakukan melalui pelelangan/seleksi dan persaingan yang sehat diantara penyedia barang dan/atau jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan. b. PD No. 01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006: 1) Pasal 3 ayat (3) prinsip terbuka dan bersaing, berarti pengadaan harus terbuka bagi penyedia barang atau jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang atau jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan. 2) Pasal 13 ayat (3) yang menyebutkan bahwa metoda pelelangan dilaksanakan untuk pengadaan yang mempunyai nilai pengadaan diatas Rp100,00 juta.

40

Kondisi diatas mengakibatkan nilai kontrak pengadaan jasa konsultan hukum tetap dan jasa legal audit periode tahun 2005 s.d. 2007 sebesar Rp1.720,00 juta dengan LOSAA tidak dapat diyakini merupakan harga/penyedia barang/jasa terbaik. Kondisi tersebut terjadi karena panitia pengadaan kurang memperhatikan prinsip bersaing sesuai Pasal 3 butir 3 dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa pengadaan jasa Konsultan Hukum Tetap (retainer) tidak dilaksanakan dengan metode pelelangan karena pengadaan bersifat khusus dan telah disetujui Direksi dalam Risalah Rapat Direksi tanggal 16 Desember 2003. Risalah Rapat Direksi tanggal 16 Desember 2003 mengungkapkan bahwa LOSAA ditunjuk menjadi Konsultan Hukum Tetap karena telah berpengalaman dalam menangani berbagai permasalahan hukum. Memang Risalah Rapat tersebut tidak menyajikan analisa yang konkrit mengapa LOSAA ditunjuk sebagai Konsultan Hukum Tetap. Namun demikian dalam Rapat Direksi dimaksud telah dipresentasikan analisa kompetensi LOSAA. Pengadaan jasa legal audit tidak menggunakan metode pelelangan/seleksi umum karena: a. Pengalaman LOSAA yang pernah melakukan legal audit pada Bank lain; b. Biaya jasa legal audit sebesar Rp400 juta lebih murah dibandingkan dengan apabila memakai jasa retainer yang dihitung 10 jam per bulan. Belum dilakukannya analisa/kajian yang memadai terhadap perpanjangan perjanjian kerjasama Bank BTN dengan LOSAA karena LOSAA telah memberikan pendapat hukum dan legal action yang dapat mengamankan Bank dan dari service level agrement yang bersangkutan menunjukan kompetensi yang dibutuhkan oleh Bank BTN. Berdasarkan pertimbangan dimaksud maka perjanjian kerjasama perlu diperpanjang mengingat permasalahan hukum yang semakin kompleks. Atas permintaan yang bersangkutan untuk menaikkan biaya jasa, menurut pertimbangan kami telah sesuai dengan hasil yang mereka berikan kepada kami sehingga kenaikan biaya jasa yang diajukan adalah wajar. Kenaikan biaya jasa kami samakan dengan biaya jasa Konsultan Hukum Remy dan Darus. BPK menyarankan Direksi Bank BTN agar memberikan peringatan kepada panitia pengadaan yang terbukti lalai sesuai dengan ketentuan dan bobot penyimpangannya.

12. Pengadaan 13 Server Blade sebesar US$65.50 ribu di Kantor Pusat dan 18 unit mesin absensi finger print di KC bandung sebesar Rp126,75 juta tidak sesuai dengan pasalpasal tertentu dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN Pengadaan 13 server blade Untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur berupa back up server non AS 400 dan untuk menjaga ketersediaan dan kemampuan Sistem Treasury, Real Time Gross Settlement (RTGS), Management Information System (MIS) dan sistem aplikasi lainnya, Bank BTN mengadakan 13 server blade merk DELL yang akan ditempatkan di DRC Bandung. Merk yang diusulkan adalah Dell, IBM, Fujitsu dan HP. Pemilihan merk
41

tersebut didasarkan pada hasil uji coba Bank BTN yang menunjukkan kompatibilitas dengan jaringan dan dapat dikonsolidasikan dengan server yang sudah terpasang. Setelah melalui proses pemilihan langsung, Bank BTN menunjuk PT Dinamika Berkah Solusindo (PT DBS) sebagai pelaksana pengadaan 13 unit server blade untuk main control sistem DRC Non AS-400 dengan nilai kontrak sebesar US$65.50 ribu yang ditetapkan dengan Surat Perjanjian No.09/SPP/DLOG/XII/2006 tanggal 29 Desember 2006. Pengadaan 18 unit Finger Print Dalam tahun 2006 dan 2007, Bank BTN KC Bandung mengadakan 18 unit finger print kepada PT Datascrip dengan nilai pengadaan sebesar Rp126,75 juta. Hasil pemeriksaan menunjukkan beberapa kelemahan sebagai berikut. a. HPS untuk pengadaan 13 unit server blade diragukan kewajarannya DTI telah menyusun HPS dan menyampaikan kepada DLOG dengan Memo No.145/M/DTI/BIOK/VII/2006 tanggal 13 Juli 2006 sebagai berikut:
Deskripsi Estimasi harga per unit US$16.200 Jumlah item Jumlah harga

2 US$32,400 Perangkat Chasis/Enclosure dengan spesifikasi: Redundant power supply dan hot plug, rack support, integrated KVM, I/O module (Eth Switch, FC, Pass trought) US$5,770 13 US$75,010 Blade server dengan spesifikasi processor intel Xeon 2 core 3.4 Ghz, CC 2 Gb, Drive Controller SCSI/SAS, Hard drive bay 2 slotbays, NIC embedded Gigabit Eth 100 FC, Hard drive speed SCSI 1000 rpm, L2 Cache 2 Mb, Hard drive Capacity 80 Gb x 2, VGA Min 16 Mb, Garansi 3 tahun. Jumlah US$107,410 Ket: Estimasi harga termasuk pemeliharaan 1 tahun dan penggantian unit atau suku cadang

Hasil konfirmasi dengan DTI menginformasikan bahwa HPS dan rinciannya disusun berdasarkan data yang diperoleh dari internet. Namun dari penelitian lebih lanjut diketahui data HPS yang dapat disajikan hanya data besaran, sedangkan untuk rincian dan data pendukungnya tidak tersedia. Selain itu hasil reviu lebih lanjut terhadap dokumen pengadaan menunjukkan bahwa HPS yang disusun oleh DTI berbeda secara signifikan dengan harga penawaran dari peserta pemilihan langsung, yaitu sebagai berikut.
Merk (1) Dell Fujitsu HP IBM Vendor (2) PT DBS PT LCI PT AMS PT BTM HPS (3) 107,410 107,410 107,410 107,410 Penawaran Rekanan (USD) (4) 68,981 66,220 66,935 69,910 Selisih (USD) (5=3-4) 38,429 41,190 40,475 37,500 % (6=5/3) 35.78% 38.35% 37.68% 34.91%

Dengan Memo No.470/M/DLOG/PDB/XII/2006 tanggal 14 Desember 2006, panitia pengadaan mengusulkan kepada Direktur II dan IV untuk menegosiasi harga PT DBS dengan mendasarkan pada harga penawaran terendah yaitu US$66,220 dari PT LCI yang mewakili merk Fujitsu. Hal itu menunjukkan bahwa HPS tidak dapat
42

difungsikan sebagai acuan dalam evaluasi penawaran dan dalam menilai kewajaran harga. Negosiasi dengan PT DBS menyepakati harga sebesar US$65.50 ribu. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No. 01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006: 1) Pasal 1 bahwa Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah harga yang disusun oleh Penguna barang atau jasa, Pemimpin Pengadaan dan Ketua Panitia Pengadaan sebagai dasar untuk menilai kewajaran dari harga penawaran calon penyedia barang atau jasa; 2) Pasal 11 bahwa Pemimpin pengadaan dan panitia pengadaan menyusun HPS yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya. b. Empat unit server dan 13 unit finger print belum dimanfaatkan Hasil pemeriksaan serta konfirmasi dengan staf DTI menunjukkan bahwa dari 13 server yang dibeli, empat server diantaranya belum dimanfaatkan, yaitu: 1) tiga server yang direncanakan untuk server OPICS, karena Bank BTN belum mengajukan lisensi untuk back up sistem OPICS pada DRC kepada vendor sistem. 2) satu server yang direncanakan untuk server RTGS, karena menunggu instalasi RTGS. Selain itu hasil konfirmasi lebih lanjut dengan staf GBA mengungkapkan bahwa dari 18 unit mesin absensi finger print yang dibeli pada bulan Agustus dan September, sebanyak 4 unit yang telah berfungsi yaitu: 1 mesin type SM401 (on line dengan jaringan pusat), 1 mesin type SM401 (tidak on line dengan jaringan karena digunakan untuk outsourcing) dan 3 mesin type F-100 (pada KCP Ujung Berung, Rancaekek dan Kopo Mas). Sedangkan 13 unit lainnya belum difungsikan karena pada KCP yang bersangkutan belum tersedia komputer berbasis aplikasi Windows XP. Kondisi di atas menunjukkan adanya perencanaan yang kurang memadai karena untuk mengoperasikan mesin absensi finger print ternyata dibutuhkan komputer berbasis aplikasi Windows XP. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No.01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 Pasal 3 yang menyatakan bahwa pengadaan wajib diterapkan dengan prinsip (1) Efisien, berarti pengadaan harus diusahakan dengan menggunakan daya dan dana yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu yang sesingkatsingkatnya dan dapat dipertangungjawabkan; (2) Efektif, berarti pengadaan harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Kondisi tersebut mengakibatkan pengadaan 13 server Blade senilai US$65.50 ribu diragukan kewajaran harganya dan tidak sepenuhnya efektif karena ada empat unit server dan 13 unit mesin absensi finger print yang belum digunakan. Kondisi tersebut terjadi karena: a. Panitia Pengadaan kurang cermat dalam menyusun HPS.
43

b. Kepala DTI dan Kepala BTN KC Bandung kurang cermat dalam menyusun perencanaan sebelum pengadaan server blade dan mesin absensi finger print dilaksanakan. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa: a. Rincian harga sparepart untuk HPS tidak disampaikan dalam Memo DTI. Namun harga komponen utamanya yaitu enclosure dan servernya yang diperoleh dari email/internet sudah disampaikan secara terpisah untuk dasar perhitungan, tetapi tidak terdokumentasikan oleh DTI. HPS dihitung berdasarkan harga rata-rata yang diambil dari harga gabungan seluruh merk karena harga untuk setiap merk tidak sama dan menghindari selisih atas/bawah yang terlalu jauh antar merk. b. Pada dasarnya jumlah kebutuhan telah sesuai dengan perencanaan saat itu. Implementasi tiga server untuk aplikasi OPICS tertunda karena adanya keharusan lisensi untuk instalasi DRC yang tidak terantisipasi. Terkait dengan satu server untuk RTGS, kami sedang menyiapkan rencana instalasi RTGS ke blade server di DRC. Selanjutnya kami akan segera mengusulkan komputer berbasis Windows XP kepada Kantor Pusat, untuk mendukung beroperasinya mesin absensi finger print. Untuk selanjutnya jika ada usulan pengadaan yang sifatnya spesifik, kami akan memintakan kajian dari divisi yang berwenang. BPK menyarankan Direksi Bank BTN agar: a. Memberikan teguran tertulis kepada panitia pengadaan yang kurang cermat dalam menyusun HPS. b. Menginstruksikan Kepala DTI dan KC Bandung untuk menyusun rencana pemanfaatan server blade dan mesin absensi finger print yang belum digunakan. 13. Proses pengadaan renovasi Gedung Kantor Kas (Kankas) Rancaekek Bandung senilai Rp329,75 juta tidak sesuai Pasal 3 (1) tentang prinsip efisien dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN dan fisik bangunan tidak memenuhi standar penyimpanan arsip Bank BTN telah merencanakan renovasi Kankas Rancaekek sejak tahun 2004. Untuk melaksanakan renovasi tersebut, DLOG menunjuk PT Yodya Karya (PT YK) sebagai konsultan perencana sekaligus konsultan pengawas yang dituangkan dalam Perjanjian No.06/DLOG/SPP/PB/0604 tanggal 30 Juni 2004 dengan nilai kontrak perencanaan sebesar Rp28,00 juta dan pengawasan sebesar Rp19,00 juta. Selanjutnya DLOG menunjuk PT Daya Piska (PT DP) sebagai kontraktor pemenang dalam pelaksanaan proyek renovasi Kankas Rancaekek yang ditetapkan dalam Perjanjian No.01/SPP/DLOG/PB/II/2007 tanggal 2 Februari 2007 dengan nilai kontrak sebesar Rp279,00 juta, jangka waktu 75 hari terhitung sejak tanggal 22 Januari 2007 s.d. 6 April 2007. Perjanjian itu diaddendum sesuai Perjanjian No.02/ADD/ SPP/DLOG/PB/IV/2007 tanggal 17 April 2007 dengan perubahan antara lain nilai kontrak menjadi sebesar Rp329,75 juta dan jangka waktu 85 hari terhitung sejak tanggal 22 Januari 2007 s.d. 16 April 2007.
44

Hasil pemeriksaan dokumen dan cek fisik proyek renovasi gedung Kankas Rancaekek Bandung menunjukkan hal-hal sebagai berikut. a. Proses pengadaan berlarut-larut DLOG mengajukan usulan renovasi sejak bulan Januari tahun 2004 dan SPK kepada kontraktor baru diterbitkan tanggal 8 Januari 2007. Proses pengadaan sejak permintaan pengadaan s.d. penunjukan kontraktor memerlukan waktu kurang lebih 3 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan untuk kegiatan renovasi hanya 3 bulan, yaitu sejak dibuatnya SPK jasa pemborong pada tanggal 8 Januari 2007 s.d. serah terima pekerjaan pertama tanggal 6 April 2007. Waktu lebih lama diperlukan untuk proses administrasi selama 3 tahun. Disamping itu, proses pemilihan langsung sejak pengiriman undangan kepada peserta tanggal 14 Maret 2006 s.d. penetapan pemenang tanggal 29 November 2006 menghabiskan waktu 8 bulan. Jangka waktu tersebut terlalu lama jika dibandingkan dengan kelaziman, sebagaimana ditentukan dalam PD tanggal 27 Juni 2000 bahwa jangka waktu untuk metode pelelangan selambatlambatnya 45 hari kerja. Sehingga untuk metode pemilihan langsung jangka waktu pelaksanaannya dapat lebih singkat. Kondisi tersebut kurang memperhatikan PD No.01/PD/DLOG/2006 tanggall 21 Juni 2006 Pasal 3 ayat (1) yang menyebutkan bahwa salah satu prinsip pengadaan yang wajib diterapkan adalah efisien, berarti pengadaan harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan. b. Analisa kebutuhan kurang mendalam dan fisik bangunan tidak sesuai dengan peruntukannya karena digunakan sebagai tempat penyimpanan arsip Pada saat pengajuan Rencana Anggaran dan Biaya (RAB) sesuai memo No.198/M/DLOG/PB/VI/04 tanggal 4 Juni 2004, terdapat dua alternatif yang diajukan yaitu fungsi gedung tetap sebagai Kankas atau berubah fungsi menjadi gedung arsip. Oleh karena itu terdapat dua alternatif biaya sebagai berikut.
RAB Alt I (Kankas) 667,33 526,86 (Rp juta) RAB Alt II (Gd. Arsip) 483,91 443,09

Usulan PT YK (perencana/pengawas) Evaluasi DLOG

Disamping itu dalam proses pengadaan jasa konstruksi renovasi Kankas Rancaekek, terjadi tiga kali perubahan RAB/HPS yaitu:
Rencana I II III Persetujuan Memo No.198/M/Dir/DLOG/PB/VI/04 tgl 4 Juni 2004 Memo No.276/M/DLOG/PB/VI/2005 tgl 8 Juni 2005 Memo No.350/M/DLOG/PB/VII/2005 tgl 26 Juli 2005 Memo No.52/M/DLOG/PB/II/2006 tgl 17 Februari 2006 RAB/HPS (Rp juta) 443,09 525,00 670,00

Selanjutnya berdasarkan perjanjian terakhir No. 02/ADD/SPP/DLOG//PB/IV/2007 tanggal 17 April 2007, nilai kontrak adalah sebesar Rp329,75 juta. Dengan demikian anggaran biaya pembangunan Kankas Rancaekek

45

beberapa kali berubah. Hal itu menunjukkan bahwa perencanaan peruntukan Kankas Rancaekek kurang mendalam dan pasti. Hasil pemeriksaan fisik bangunan pada tanggal 25 November 2007 menunjukkan bahwa proyek renovasi bangunan telah selesai. Namun bangunan tersebut digunakan sebagai tempat penyimpanan arsip Kantor Cabang Bandung. Fisik bangunan tidak memenuhi standar sebagai penyimpanan arsip, terutama dari segi keamanan dan kekuatannya melindungi arsip karena bangunan itu didesain tidak untuk keperluan gedung arsip. Hal tersebut tidak sesuai dengan PD No.07/PD/DLOG/0600 tanggal 27 Juni 2000 dan No.01/PD/DLOG/2006 tanggal 21 Juni 2006 Pasal 3 butir 2 yang menyebutkan bahwa salah satu prinsip dasar pengadaan yaitu efektif, berarti pengadaan harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Kondisi tersebut mengakibatkan: a. BTN KC Bandung terlambat memanfaatkan Kankas Rancaekek. b. Keamanan arsip menjadi kurang terlindungi Kondisi tersebut terjadi karena panitia pengadaan renovasi Kankas Rancaekek Bandung belum sepenuhnya memperhatikan prinsip efisien dan efektif sesuai Pasal 3 dalam Prosedur Pengadaan Barang dan/atau Jasa BTN. Direksi Bank BTN menjelaskan bahwa: a. Proses pengadaan berlarut-larut karena pekerjaan perencanaan belum dapat dilanjutkan dengan proses pengadaan jasa pemborongannya karena menunggu gedung kantor yang lama kosong. Sedangkan relokasi memerlukan waktu untuk proses sewa dan proses renovasi gedung sewa. Selain itu setelah aanwijzing di lapangan terdapat masukan dari peserta pemilihan langsung, konsultan, maupun pendapat dari BTN. b. Konsep awal saat renovasi adalah tidak merubah bentuk karena pertimbangan arsitektur, sehingga kurang cocok untuk menyimpan arsip. Untuk mengantisipasi keamanan, dinding yang menggunakan material kaca, akan diteralis, atau mengubahnya dengan dinding bata finishing plesteran dan cat. BPK menyarankan agar Direksi Bank BTN: a. Memberikan teguran tertulis kepada panitia pengadaan dalam proyek renovasi Kankas Rancaekek. b. Menggunakan bangunan sesuai peruntukannya. Jika arsip KC Bandung diputuskan disimpan di Gedung Rancaekek, maka KC Bandung segera menetapkan langkah pengamanan terhadap gedung arsip tersebut sehingga memenuhi standar sebagai penyimpanan arsip.

46

14. Perjanjian sewa menyewa gedung kantor BTN di KC Cilegon dan KC Surabaya tidak menyajikan nilai bruto (termasuk pajak) sehingga tidak sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2002 tentang pemotongan PPh oleh penyewa sebesar 10% dari nilai bruto Perjanjian sewa menyewa gedung kantor Bank BTN KC Cilegon ditandatangani oleh Kepala Cabang BTN Cabang Cilegon dan pihak penyewa yang dinyatakan dalam Akta Perjanjian Perpanjangan Sewa Menyewa No.2 tanggal 11 Oktober 2004 dan Perpanjangan II Sewa Menyewa tanggal 19 Nopember 2007 masing-masing sebesar Rp508,20 juta dan Rp750,00 juta atau seluruhnya sebesar Rp1.258,20 juta. Akta-akta tersebut menyatakan bahwa PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 10% atau seluruhnya sebesar Rp125,82 juta (10% x Rp1.258,20 juta) akan ditanggung oleh Bank BTN. Pajak tersebut seharusnya merupakan kewajiban yang menyewakan karena obyek pajaknya adalah pendapatan sewa yang diterima oleh penyewa dan BTN KC Cilegon selaku penyewa wajib memotong sebesar 10% dari nilai bruto (nilai perjanjian). Selanjutnya hasil pengujian terhadap dokumen perjanjian sewa dan beberapa Surat Perintah Membayar (SPM) biaya sewa gedung KCP pada BTN KC Surabaya mengungkapkan bahwa Pajak Penghasilan atas penghasilan dari sewa tanah dan/bangunan (PPh pasal 4 ayat 2) sebesar Rp76,30 juta ditanggung oleh Bank BTN, dengan uraian sebagai berikut:
Masa sewa 2 tahun 3 tahun 5 tahun 3 tahun 3 tahun (Dalam juta Rupiah) PPh Nilai ditanggung Bank BTN 70,00 17,50 105,00 300,00 30,00 210,00 225,00 910,00 6,30* 22,50 76,30

No 1. 2. 3. 4.

KCP UNESA UNAIR Jemursari Bubutan

No dan tgl perjanjian Akta No. 103 tanggal 18 Mei 2005 Akta No. 25 tanggal 5 Mei 2007 No.067/ADD/PKS/Sby.Ut/CS/III/2006 tanggal 9 Maret 2006 Akta No. 150 tanggal 22 Mei 2006 Akta No.5 tanggal 12 Juni 2006 Total

* PPh atas sewa gedung KCP Jemursari yang ditanggung Bank BTN hanya sebesar 3% dari nilai sewa

Pajak tersebut seharusnya merupakan kewajiban pihak yang menyewakan dan pihak Bank BTN (selaku penyewa) hanya wajib memotong sebesar 10% dari nilai bruto (nilai perjanjian). Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2002 pasal 2 yang menyebutkan bahwa atas penghasilan sewa tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh dari penyewa, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh penyewa. Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final. Kondisi tersebut mengakibatkan BTN KC Cilegon dan KC Surabaya menanggung beban PPh atas sewa gedung kantor masing-masing sebesar Rp125,82 juta dan Rp76,30 juta seluruhnya sebesar Rp202,12 juta.

47

Kondisi tersebut terjadi karena Kepala BTN KC Cilegon dan KC Surabaya kurang cermat dalam menetapkan klausul perjanjian sewa menyewa gedung terkait dengan penetapan kewajiban PPh atas sewa gedung. BPK menyarankan Direksi Bank BTN untuk memperingatkan Kepala KC Cilegon dan KC Surabaya untuk membakukan peraturan agar setiap harga penawaran sewa sudah termasuk pajak. C. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK 1. Pemeriksaan Kredit Macet Bank BTN yang diserahkan kepada BPPN Tahun Buku (TB) 1999/2000 Dari empat Temuan Pemeriksaan (TP) dengan tujuh rekomendasi, seluruhnya masih dalam proses evaluasi BPK, yaitu: a. Pemberian KYG kepada PT Citra Mega Santoso (PT CMS) dengan total kewajiban sebesar Rp9.739,97 juta. Terhadap temuan tersebut, BPK menyarankan agar: 1) Menteri Keuangan dan Direksi Bank BTN minta pertanggungjawaban pejabat lini kredit terkait baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif atas pemberian kemudahan fasilitas kredit PT CMS yang tidak berdasarkan prinsip kehati-hatian dan memberikan sanksi kepada pejabat terkait atas kelalaian dalam pengelolaan kredit. 2) Direksi Bank BTN melakukan penagihan denda atas kelambatan penyerahan sertifikat. b. Pemberian KYG kepada PT Citra Grahamega Asri (PT CGMA) dengan total kewajiban sebesar Rp8.080,41 juta. Terhadap temuan tersebut, BPK menyarankan agar : 1) Menteri Keuangan dan Direksi Bank BTN meminta pertanggungjawaban pejabat lini kredit terkait baik yang masih aktif maupun sudah tidak aktif atas pemberian kredit kepada PT CGMA yang tidak mematuhi PK. 2) Direksi Bank BTN memberikan sanksi kepada pejabat terkait atas kelalaian pengelolaan kredit PT CGMA. c. Pemberian KMK Sindikasi kepada PT Margamas Griya Realty (PT MGR) dengan total kewajiban sebesar Rp24.353,33 juta. Terhadap temuan tersebut, BPK menyarankan agar: 1) Menteri Keuangan dan Direksi Bank BTN meminta pertanggungjawaban pejabat lini kredit terkait baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif atas pemberian kredit kepada PT MGR yang tidak dilakukan dengan prisip kehatihatian dan memberikan sanksi kepada pejabat terkait atas pemberian kredit kepada PT MGR. 2) Direksi Bank BTN mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dalam rangka penyelamatan jaminan kredit PT MGR.

48

d. Pemberian KYG kepada PT Adyaesta Ciptatama (PT AC) dengan total kewajiban sebesar Rp245.629,15 juta. Terhadap temuan tersebut, BPK menyarankan agar Menteri Keuangan dan Direksi Bank BTN meminta pertanggungjawaban pejabat lini kredit terkait baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif atas pemberian kelonggaran fasilitas kredit dan penyimpangan penggunaan kredit prasarana yang digunakan untuk membayar bunga 2. Pemeriksaan atas Rekapitalisasi Bank BTN TB 2001 Dari tiga TP (tiga rekomendasi), satu rekomendasi dinyatakan tindak lanjut sesuai rekomendasi, yaitu temuan Bank BTN belum melakukan perubahan anggaran dasar atas penambahan modal Negara Republik Indonesia dalam rangka rekapitalisasi Bank Umum dengan rekomendasi: BPK menyarankan agar Direksi Bank BTN merealisasikan perubahan anggaran dasar atas penambahan modal Negara RI kedalam modal Bank BTN. Sedangkan dua rekomendasi lainnya masih dalam proses evaluasi BPK, yaitu: a. Pemerintah menerbitkan obligasi untuk rekapitalisasi Bank BTN terlampau tinggi sebesar Rp64.661,00 juta Terhadap temuan tersebut, BPK menyarankan agar Direksi Bank BTN mengembalikan obligasi kepada Pemerintah sebesar Rp64.661,00 juta. b. Pelaksanaan divestasi terhadap empat anak perusahaan tidak mencapai target yang telah ditetapkan dalam kontrak manajemen. Terhadap temuan tersebut, BPK menyarankan agar Direksi Bank BTN menghapusbukukan penyertaan (write off) pada Bank IFI dan PT PAN sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam business plan serta terus berusaha untuk mendivestasikan kedua penyertaan. 3. Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Bank BTN TB 2002 Dari empat TP (tujuh rekomendasi), enam rekomendasi dinyatakan tindak lanjut sesuai rekomendasi, yaitu : a. Ketentuan mengenai pengendalian intern yang berlaku di Bank BTN dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya ditaati oleh beberapa kantor cabang Terhadap temuan tersebut, BPK menyarankan agar Direksi Bank BTN: 1) Meminta Divisi Teknologi dan Informasi (DTI) Kantor Pusat untuk memberikan bantuan teknis kepada cabang-cabang untuk melakukan penutupan rekening tabungan yang bersaldo nihil sesuai SE No.13/DIR/DPRT%2002 tanggal 12 Oktober 2002. 2) Meminta pimpinan Cabang Jakarta Kuningan, Bekasi, Surabaya, Makasar dan Jakarta Harmoni untuk meningkatkan pengendalian intern atas penggolongan kualitas kredit yang ada di masing-masing cabang. Dalam hal terdapat perbedaan antara kualitas yang sebenarnya dengan menurut sistem atau masalah lainnya yang berhubungan dengan aplikasi sistem, maka cabang agar proaktif meminta bantuan kepada divisi terkait di Kantor Pusat untuk membenahi secara sistem. 3) Meminta kepada pimpinan Cabang Jakarta Kuningan untuk segera mengupayakan pengikatan jaminan berupa tanah seluas 9.360 m2 dari debitur

49

Koperasi Penghuni Rumah Susun Penjaringan. b. Pelaksanaan akuntansi di beberapa kantor cabang Bank BTN masih belum tertib Terhadap temuan tersebut, BPK menyarankan agar Direksi Bank BTN menginstruksikan kepada: 1) Pimpinan Cabang Bekasi, Tangerang, Surabaya, Jakarta Harmoni dan Cabang Medan untuk meminta bantuan teknis secara sistem kepada DTI untuk mengidentifikasi field atau bagian tertentu dari data yang tidak terbaca oleh sistem. Field data yang telah teridentifikasi selajutnya dikoreksikan agar antara saldo GL kredit dengan SL-nya mempunyai jumlah yang sama. 2) Bagian Loan Admin pada masing-masing cabang yang bersangkutan secara periodik setiap bulan supaya merekonsiliasi untuk mencocokkan saldo menurut GL dengan saldo SL-nya. c. Pengawasan intern terhadap rekening Tagihan Lain-lain Kantor Pos Surplus Tabanas Batara masih belum berjalan dengan baik Terhadap temuan tersebut, BPK menyarankan agar Direksi Bank BTN meminta pimpinan Cabang Palembang untuk segera menagih surplus Tabanas Batara, dan menyelesaikan rekonsiliasi surplus minus pada Bank BTN Cabang Surabaya, Medan, Denpasar, Makassar serta cabang lainnya yang belum menyelesaikan tersebut. Untuk pengendalian intern cabang Bank BTN agar seluruh melaporkan rekonsiliasi surplus minus ini secara periodik ke Kantor Pusat. Sedangkan satu rekomendasi lainnya masih dalam proses evaluasi BPK, yaitu atas temuan Terdapat simpanan pihak ketiga dalam bentuk deposito dan tabungan yang hasil bunganya belum dipotong Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.51/KMK.04/2001 tanggal 1 Februari 2001. Terhadap temuan tersebut, BPK menyarankan agar Direksi Bank BTN melalui tim CIF yang telah dibentuk dapat segera membenahi data CIF di seluruh Cabang di Indonesia (kecuali cabang yang ada di wilayah Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Timur yang sudah dibenahi) dilakukan dengan cara langsung mendampingi proses penggabungan (merging) data nasabah yang mempunyai lebih dari satu nomor CIF. Setelah data CIF diperbaharui, maka setiap cabang agar memotong PPh atas bunga dari deposito dan tabungan yang jumlah simpanannya lebih dari Rp7,50 juta. 4. Pemeriksaan atas Pengelolaan Kredit Bank BTN Tahun 2004 dan 2005 Dari 48 TP (99 rekomendasi), status tindak lanjutnya sebagai berikut: a. 64 rekomendasi dinyatakan tindak lanjut sesuai rekomendasi sebagaimana diuraikan dalam lampiran 1. b. 15 rekomendasi dinyatakan tindak lanjut belum sesuai rekomendasi atau belum selesai, sebagaimana diuraikan dalam lampiran 2. c. 20 rekomendasi masih dalam proses evaluasi BPK, sebagaimana diuraikan dalam lampiran 3.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


50

Lampiran 1

Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Kredit Bank BTN Tahun 2004 dan 2005 yang status tindak lanjutnya tindak lanjut sesuai rekomendasi

NO

KANTOR CABANG / JUDUL TEMUAN KC Cilegon

REKOMENDASI BPK RI

1)

KYG sebesar Rp 9.750 juta a.n. PT. Pradipta Ratna Pratala belum sepenuhnya berdasarkan ketentuan (TP 1)

Menginstruksikan KC untuk lebih meningkatkan pengawasan jalannya proyek pembangunan perumahan serta meningkatkan pembinaan kepada debitur. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

2)

3)

KGU kepada 27 debitur (anggota DPR) senilai Rp 3.199,50 juta dilakukan tanpa memperhatikan kebutuhan kredit dan sumber pengembalian kredit (TP 2) Fasilitas kredit kepada PT. Musa Mandiri Persada sebesar Rp1.000,00 juta termasuk kredit yang harus dihindari serta pencairan/penggunaan dan legalitas tidak sesuai ketentuan (TP 3) Pengelolaan kredit PT. Dharmasembada Primarindo belum sesuai ketentuan (TP 4)

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

4)

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan di atas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

5)

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

6)

Pengelolaan fasilitas kredit CV Putra Handara dan CV Putri Sari belum sepenuhnya sesuai ketentuan (TP 5) KC Tangerang

7)

KYG sebesar Rp 5 milyar & KPL sebesar Rp 1 milyar a.n. PT. Purigraha Asripermai (PT PA) belum sepenuhnya sesuai ketentuan (TP 1) KYG & KPL sebesar Rp 5.5 M a.n. PT. Bumi Karya Mandiri belum sepenuhnya mengacu kepada SE NO.38/2004 (TP 2) KC Purwakarta

Mengkaji ulang kebijakan analisis risiko kredit agar dipertimbangkan untuk dapat diterapkan pada setiap permohonan kredit.

8)

Mengkaji ulang kebijakan analisis risiko kredit agar dipertimbangkan untuk dapat diterapkan pada setiap permohonan kredit.

9)

Analisis kredit PT. Bagasasi Konstruksindo (PT. BK) sebesar Rp 17.000 juta kurang cermat (TP 1) Fasilitas kredit sebesar Rp4.350,00 juta kepada PT Langgeng Pranamukti Arta belum sepenuhnya diawasi dengan baik (TP 2)

Mengkaji ulang kebijakan analisa risiko kredit agar dipertimbangkan untuk dapat diterapkan pada setiap permohonan kredit. Menginstruksikan kepada DRPK untuk melakukan langkahlangkah penyelamatan kredit agar kerugian bank dapat diminimalisir misalnya dengan mencari investor yang dapat mengambil alih kewajiban kredit PT LPA tersebut. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang terkait dengan beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

10)

11)

51

NO

KANTOR CABANG / JUDUL TEMUAN KC Medan

REKOMENDASI BPK RI

12)

Pengambilalihan kredit sebesar Rp3,55 milyar dan tambahan fasilitas sebesar Rp 1,65 milyaratas nama PT Catur Wahana Mandiri (PT. CWM) kurang layak (TP 2) Fasilitas KYG PT. Lentera Qolbu sebesar Rp 10 milyar belum sesuai dengan ketentuan (TP 3) Pengelolaan fasilitas kredit kepada PT Berdikari Indonesia belum sesuai ketentuan (TP 4) Pengelolaan fasilitas kredit kepada PT Raja Lalo sebesar Rp1.661,90 juta belum sesuai ketentuan (TP 5) KC Surabaya

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan di atas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

13)

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan di atas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terkait dengan beberapa penyimpangan di atas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

14)

15)

16)

Pengalihan kredit oleh PT Griya Hijau Lestari sebesar Rp16.419,00 juta belum sepenuhnya diikuti dengan penguasaan agunan kreditnya dan pengelolaan fasilitas kredit tersebut belum sesuai ketentuan (TP 3) Agunan, penggunaan dan angsuran kredit Pusat Koperasi Karyawan-Jatim tidak sesuai dengan ketentuan (TP 4) Pencairan kredit PT Tri Marta Nusaperdana serta pengikatan dan penilaian agunan pokok belum sesuai ketentuan (TP 5)

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

17)

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Menginstruksikan KC. Surabaya untuk memonitor secara ketat kondisi keuangan debitur dan progres proyek sehingga pengembalian kewajiban kredit dapat dipenuhi dengan lancar. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan di atas seuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

18)

19)

KC Manado 20) Hasil realisasi KPR Proyek Perumahan Griya Tugu Mapanget Asri tidak seluruhnya digunakan untuk mengangsur kewajiban KYG PT CGS sebesar Rp1.000 juta (TP 1) Menginstruksikan KC. Manado untuk meminta debitur meningkatkan penjualan rumah yang masih tersisa dan menyelesaikan bangunan rumah setengah jadi dengan menggunakan dana sendiri sehingga pengembalian kewajiban kredit tetap dapat dipenuhi dengan lancar. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK) kepada 7 debitur sebesar Rp1.795,00 juta bukan termasuk prioritas usaha Bank BTN yaitu Housing Related (TP 2) Fasilitas kredit kepada PT Citra Gravia Persada sebesar Rp500,00 juta tidak diawasi dengan baik sehingga menjadi kredit bermasalah (TP 3) Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

21)

22)

23)

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

52

NO 24)

KANTOR CABANG / JUDUL TEMUAN Analisis kredit kepada PT Connlita Investama sebesar Rp868,36 juta kurang cermat dan fasilitas kredit tidak diawasi dengan baik (TP 4)

REKOMENDASI BPK RI Menginstruksikan DRPK & KC Manado untuk mengupayakan penyelamatan kredit agar kerugian bank dapat diminimalisir. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

25)

26)

Analisis kredit sebesar Rp 667 juta kepada CV SAS dan CV AJI kurang cermat dan dokumen kredit belum diadministrasikan dengan baik (TP 5) Pencairan kredit PT Pinan Jaya Pratama sebesar Rp 1.800 juta belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan (TP 6)

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

27)

Menginstruksikan KC. Manado untuk meningkatkan monitoring pelaksanaan pembangunan proyek dan meminta debitur segara menyerahkan dokumen-dokumen yang belum disampaikan. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

28)

Dokumentasi fasilitas kredit kepada PT BSL, PT MEW dan PT AJ yang seluruhnya macet tidak diadmistrasikan dengan baik (TP 7) KC Batam

29)

Pemberian fasilitas KYG sebesar Rp5.000,00 juta kepada PT Griya Hijau Lestari belum sesuai ketentuan (TP 1) KYG a.n. PT Mutiara Permata Biru sebesar Rp 10.000 juta belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan (TP 2) Pemberian fasilitas dan pengelolaan kredit sebesar Rp18.820,81 juta Kepada PT Surya Mutiara Utama belum sesuai ketentuan (TP 3) KYG a.n. PT Dwi Mitra Sukses sebesar Rp 5.900 juta dan monitoring penggunaan dana belum sepenuhnya sesuai ketentuan (TP 4)

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Menginstruksikan kepada KC agar dalam memberikan dan memantau fasilitas kredit yang diberikan lebih maksimal dan sesuai dengan ketentuan. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Menginstruksikan KC. Batam untuk memonitor secara ketat kondisi keuangan dan performance debitur dan meminta debitur segera melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan di atas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

30)

31)

32)

33)

34)

KYG a.n. PT Daliltani Maju Terus sebesar Rp 15.5 M belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan (TP 5) KC Makassar

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan di atas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

35)

Pengelolaan fasilitas kredit PT Murtigraha Perkasa Dinamika belum sesuai ketentuan yang berlaku. (TP 1)

Menginstruksikan KC. Makassar untuk memonitor secara ketat kondisi keuangan dan performance debitur dan meminta debitur segera melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

36)

37)

38)

Pemberian fasilitas kredit kepada PT Baruga Asrinusa Development tanpa melihat latar belakang debitur sebelumnya dan terdapat pelaksanaan kredit yang tidak sesuai ketentuan berlaku (TP 2)

Menginstruksikan KC. Makassar untuk memonitor secara ketat kondisi keuangan dan performance debitur khususnya terhadap hasil realisasi penjualan tunai maupun KPR. Memberikan peringatan kepada pihak-pihak terkait dengan beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

53

NO 39)

KANTOR CABANG / JUDUL TEMUAN Kredit kepada PT Media Sarana Nusantara Indah belum sesuai dengan ketentuan (TP 3)

REKOMENDASI BPK RI Menginstruksikan KC. Makassar untuk memonitor secara ketat kondisi keuangan dan performance debitur khususnya terhadap hasil realisasi penjualan tunai maupun KPR. Memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang terkait dengan beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern.

40)

KC Bekasi 41) Kredit kepada PT Galaxida Agung Rp2.525 juta tidak diawasi dengan baik sehingga debitur melakukan pelanggaran beberapa ketentuan PK (TP 1) Menginstruksikan KC. Bekasi untuk mengawasi secara ketat cashflow PT GA dan PT Amsaco dan meminta debitur untuk memenuhi kewajiban pe- nyampaian laporan sesuai PK secara tepat waktu. Mengenakan sanksi kepa- da pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. KYG A.N. PT Panorama Mega Realtindo sebesar Rp 6.800 juta belum sepenuhnya sesuai ketentuan (TP 2) Menginstruksikan KC. Bekasi untuk meminta PT. PMR segera melakukan upaya upaya yang lebih optimal agar rumah yang masih tersisa segera terjual, dan menyelesaikan bangunan rumah setengah jadi dengan menggunakan dana sendiri. Memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang terkait dengan beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. KC Jakarta Harmoni 45) Pengelolaan kredit PT Cipta Niaga Kreasindo belum sepenuhnya berdasarkan prinsip kehatihatian (TP 1) Pemberian fasilitas kredit kepada PT Citra Ratumulia Persada sebesar Rp2.000,00 juta tidak sesuai ketentuan (TP 3) Kredit kepada PT Ciputra Residence sebesar Rp46.500 juta berisiko tinggi dan pelunasan kewajiban anak perusahaannya yaitu PT AKCS tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan (TP 4) Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Mengkaji kembali kebijakan Bank BTN terkait dengan fasilitas kredit yang tergolong ke dalam refinancing dan menetapkannya dalam suatu pedoman intern. Menginstruksikan kepada KC. Harmoni agar mengawasi secara ketat cashflow PT. CR dan afiliasinya agar potensi interfinancing dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga pengembalian kredit tetap dapat dipenuhi dengan lancar. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Kredit kepada PT Esha Bestari sebesar Rp7.500 juta kurang memperhatikan ketersediaan pasar (TP 5) Menginstruksikan kepada KC. Harmoni untuk meminta debitur meningkatkan penjualan terhadap ruko yang tersedia agar debitur dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan jadwal (atau saat jatuh tempo). Memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang terkait dengan beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern

42)

43)

44)

46)

47)

48)

49)

50)

51)

52)

Fasilitas kredit PT Adco Citra Asri sebesar Rp14.600 juta belum sesuai ketentuan dan

Direksi Bank BTN agar mengistruksikan KC. Harmoni agar segera meminta debitur untuk merubah site plan atau

54

NO

KANTOR CABANG / JUDUL TEMUAN terdapat kelebihan dalam pemberian KPL sebesar Rp985,63 juta (TP 6)

REKOMENDASI BPK RI mengembalikan kelebihan perhitungan KPL dan untuk selanjutnya didalam analisa mengenai pengembalian kredit agar dijelaskan mengenai sumber pengembalian kredit lainnya seperti Pinjaman Uang Muka RSH.

KC Jakarta Kuningan 53) Fasilitas kredit YASA GRIYA kepada PT Grahadaya Nusaprima sebesar Rp4.200 juta belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan (TP 1) Menginstruksikan kepada KC. Dalam memberikan dan pencairan fasilitas kredit sesuai ketentuan. Menginstruksikan kepada KC. Kuningan untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terha dap debitur sehingga pengem balian kewajiban kredit tetap dapat dipenuhi dengan lancar. Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang terkait dengan beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Fasilitas kredit PT Putrapersada Griyakarya sebesar Rp1.985 juta belum sepenuhnya sesuai ketentuan (TP 2) Menginstruksikan kepada Cabang dalam memberikan fasilitas kredit dan tambahannya sesuai ketentuan. Menginstruksikan KC Kuningan untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap debitur sehingga pengembalian kewajiban kredit tetap dapat dipenuhi dengan lancar. Memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang terkait dengan beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan. Pemberian fasilitas KYG kepada PT Karyagraha Rekatama sebesar Rp1.394 juta belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan (TP 3) Menginstruksikan kepada KC. Kuningan untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap debitur sehingga pengembalian kewajiban kredit tetap dapat dipenuhi dengan lancar dan meminta debitur untuk segera memenuhi kelengkapan dokumen sesuai PK. Memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang terkait dengan beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Fasilitas kredit Yasa Griya kepada PT Wismamas Citra Raya sebesar Rp4.770 juta belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan (TP 4) Menginstruksikan kepada KC. Kuningan untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap debitur sehingga pengembalian kewajiban kredit tetap dapat dipenuhi dengan lancar dan meminta debitur untuk melengkapi persyaratan-persyaratan yang belum dipenuhi. Memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang terkait dengan beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Penandatanganan akad kredit kepada PT Pratama Sari Utama sebesar Rp1.760 juta dan pencairan dana kredit belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan (TP 5) Menginstruksikan kepada KC. Kuningan untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap debitur sehingga pengembalian kewajiban kredit tetap dapat dipenuhi dengan lancar dan meminta debitur untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi Memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang terkait dengan beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangan dan ketentuan intern.

54)

55)

56)

57)

58)

59)

60)

61)

62)

63)

64)

55

Lampiran 2

Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Kredit Bank BTN Tahun 2004 dan 2005 yang status tindak lanjutnya tindak lanjut belum sesuai rekomendasi atau belum selesai

NO 1)

KANTOR CABANG /JUDUL TEMUAN KC Cilegon TP 3 Fasilitas kredit kepada PT Musa Mandiri Persada sebesar Rp1.000,00 juta termasuk kredit yang harus dihindari serta pencairan/penggunaan dan legalitas tidak sesuai ketentuan KC Cilegon TP 4 Pengelolaan kredit PT Dharmasembada Primarindo belum sesuai ketentuan

REKOMENDASI BPK RI Rekomendasi butir a: Direksi Bank BTN agar mengupayakan langkahlangkah penyelamatan kredit dalam rangka penyelesaian tunggakan debitur sehingga risiko kerugian bank dapat diminimalisir. Rekomendasi butir a: Direksi Bank BTN agar menginstruksikan KC Cilegon untuk meminta debitur segera memenuhi legalitas proyek dan melengkapi sarana dan prasarana proyek, diantaranya jaringan listrik dan air sehingga debitur dapat menempati rumah, yang diharapkan dapat membantu penyelesaian tunggakan. Rekomendasi butir b: Direksi Bank BTN agar mengupayakan langkahlangkah penyelamatan kredit dalam rangka penyelesaian tunggakan debitur sehingga risiko kerugian bank dapat diminimalisir. Rekomendasi butir a: Menginstruksikan DRPK dan KC untuk meningkatkan upayaupaya penagihan dan penyelamatan kredit sehingga risiko kerugian bank dapat diminimalisir

TINDAK LANJUT BANK BTN Saran BPK telah dilaksanakan dengan mengirim Facsimile No.214/F/DRPK/ KUP/IV/2007 tgl. 18 April 2007. Selanjutnya KC Cilegon telah mengundang debitur untuk penyelesaian kredit. Saat ini sedang dalam proses negosiasi dengan investor baru dalam rangka restrukturisasi.

KETERANGAN Belum Selesai karena saat ini sedang dalam proses negosiasi dengan investor dalam rangka restrukturisasi.

2)

a) Saran BPK telah dilaksanakan dengan mengirim Facsimile No. 214/F/DRPK/ KUP/IV/2007 tanggal 18 April 2007. Selanjutnya KC Cilegon telah menyurati debitur untuk melengkapi dokumentasi legalitas yang kurang. KC Cilegon telah menyampaikan perkembangan kondisi sarana prasarana.

Belum Selesai karena berdasarkan Memo Laporan Kunjungan Proyek No. 99, debitur belum melaksanakan instruksi BTN untuk memenuhi legalitas proyek dan melengkapi saranaprasarana proyek.

3)

b) Untuk langkah penyelamatan selanjutnya direncanakan untuk pelunasan dengan menjual asset.

Belum Selesai karena masih dalam proses penyelamatan kredit dengan menjual asset.

4)

KC Cilegon TP 5 Pengelolaan fasilitas kredit CV Putra Handara dan CV Putri Sari belum sepenuhnya sesuai ketentuan

5)

KC Medan TP 1 Pemberian fasilitas kredit kepada PT Milala Rumah Tengah sebesar Rp11.144,00 juta belum sesuai ketentuan

Rekomendasi butir a: Direksi Bank BTN agar menginstruksikan DRPK untuk mengupayakan penagihan dan langkahlangkah penyelesaian kewajiban kredit agar

Saran BPK telah dilaksanakan oleh DRPK dengan mengirim Facsimile No. 214/F/DRPK/ KUP/IV/2007 tanggal 18 April 2007. Selanjutnya KC.Cilegon telah mengundang debitur untuk penyelesaian kredit. Namun developer sudah tidak datang/tidak kooperatif lagi sehingga akan diambil langkah litigasi. Pada awal April 2008 debitur datang ke KC dan berkomitmen akan menjual agunan guna menyelesaikan kredit Saat ini dalam proses pengembangan proyek perumahan atau penjualan agunan.

Belum Selesai karena debitur tidak kooperatif dan akan diambil langkah litigasi

Belum Selesai karena masih dalam proses penjualan agunan.

56

NO

KANTOR CABANG /JUDUL TEMUAN

REKOMENDASI BPK RI kerugian bank dapat diminimalisir. Direksi Bank BTN agar mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern dan agar tidak memberikan keringanan lagi kepada PT DSP. Rekomendasi butir a: Direksi Bank BTN agar menginstruksikan DRPK untuk melakukan langkah penyelamatan kredit agar kualitas kredit dapat ditingkatkan atau segera meminta PT GHL menurunkan outstanding pokok kredit dengan memperoleh pembayaran dari sumber lain. Rekomendasi butir a: Direksi Bank BTN agar menginstruksikan DRPK untuk melakukan upaya penyelamatan kredit secara optimal agar kerugian bank dapat diminimalisir.

TINDAK LANJUT BANK BTN

KETERANGAN

6)

KC Surabaya TP 2 Penjualan rumah belum sepenuhnya dimonitor dengan baik dan PT Dua Sekawan Propertindo tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kreditnya

Direksi telah mengenakan sanksi kepada pihakpihak yang bertanggungjawab. Keringan diskon sudah tidak diberikan lagi dan upaya penyelesaian saat ini sedang dalam proses litigasi gugatan melalui pengadilan Negeri Surabaya sesuai Memo DRPK kepada Direksi No.15/M/DRPK/KUP/I/2008 tanggal 28 Januari 2008. Upaya litigasi dilakukan melalui Eksekusi Groose Hak Tangungan berkoordinasi dengan PN Surabaya dan PN Surabaya karena objek Agunan terletak di Sidoarjo. Untuk penyelesaiannya, Developer telah berusaha memasarkan rumah-rumah dengan bekerja sama dengan pihak koperasi PT PLN, PT SAMPOERNA, dan PERUM DAMRI. Namun demikian karena kekhawatiran calon konsumen, kerjasama tersebut belum ada progress. Sampai dengan bulan April 2008, Developer sedang menjajaki kerja sama dengan pihak investor dan akan segera menyurati Bank BTN KC Surabaya untuk upaya Restrukturisasi II.

Belum Selesai karena debitur sedang dalam proses litigasi.

7)

KC Surabaya TP 3 Pengalihan kredit oleh PT Griya Hijau Lestari sebesar Rp16.419,00 juta belum sepenuhnya diikuti dengan penguasaan agunan kreditnya dan pengelolaan fasilitas kredit tersebut belum sesuai ketentuan

Belum Selesai karena masih dalam upaya restrukturisasi.

8)

KC Surabaya TP 4 Agunan, penggunaan dan angsuran kredit Pusat Koperasi KaryawanJatim tidak sesuai dengan ketentuan

9)

KC Manado TP 3 Fasilitas kredit kepada PT Citra Gravia Persada sebesar Rp500,00 juta tidak diawasi dengan baik sehingga menjadi kredit bermasalah

10)

KC Manado TP 5 Analisis kredit sebesar Rp 667 juta kepada CV SAS dan CV AJI kurang cermat dan dokumen kredit belum diadministrasikan dengan baik

Rekomendasi butir a: Direksi Bank BTN agar menginstruksikan DRPK dan KC Manado untuk melakukan upaya penyelamatan kredit diantaranya meminta debitur merevisi kesepakatan kerjasama dengan pihak ketiga Sdr. RG sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Rekomendasi butir a: Direksi Bank BTN agar menginstruksikan KC. Manado untuk meningkatkan monitoring keuangan debitur agar dapat mengangsur kewajibannya tepat waktu sehingga dapat mencegah penurunan kualitas.

Untuk penyelesaiannya, Puskopkar Jatim telah diberikan kesempatan untuk menyelesaikan kreditnya dengan 2 cara, yaitu dengan KSO dan Penjualan sebagian Jaminan. Pokok kredit posisi 30 April 2008 sebesar Rp 19.965.966.958,-, apabila dibandingkan dengan plafond kredit restrukturisasi sebesar Rp25.528.344.000,-, maka terdapat pengurangan pokok kredit sebesar Rp 5.562.377.042,-.. Penyelesaian kredit akan dimonitor terus hingga kredit lunas. Kesepakan kerjasama dengan kontraktor (Sdr.RG) tidak dapat dilanjutkan, sehingga sesuai Facs. dari KC.Manado, debitur ini sedang dalam proses lelang/eksekusi hak tanggungan.

Belum Selesai karena perkembangan penyelesaian kreditnya perlu dimonitor.

Belum Selesai karena bukti yang menunjukkan debitur dalam proses lelang/ eksekusi hak tanggungan, belum ada.

KC Manado telah memonitor secara ketat penggunaan dana debitur berkaitan dengan proyek dan pembinaan terhadap kredit tsb, antara lain dengan surat No.424/MND.III/RS/V/ 2007 tgl.25-05-2007, No.467//MND.III/ RS/VI/2007 tgl.26-06-2007, No.610/ MND.III/RS/VIII/2007 tgl.26-08-2007, No.447/MND.III/C.WO/VII/2006 tgl 11/07/06, 710/MND.III/C.WO/X/2006 tgl 06/10/2006. KC Manado telah mengadakan pertemuan dengan debitur untuk membicarakan penyelesaian kredit tsb dan ybs bersedia menyelesaikan kewajibannya melalui penjualan unit rumah

Belum Selesai karena bukti debitur direstrukturisasi dan pertemuan KC Manado dengan debitur belum ada.

57

NO

KANTOR CABANG /JUDUL TEMUAN

REKOMENDASI BPK RI

TINDAK LANJUT BANK BTN pada proper debitur lainnya (Proper Star Of Singkil), dengan potongan pokok kredit sebesar Rp 450 juta, sisanya akan dilunasi dari sumber lainnya. Debitur tidak dapat memenuhi syarat restrukturisasi, yaitu : pembayaran tunggakan bunga dan provisi. Rencana penyelesaian kredit bersumber dari hasil penjualan asset diluar agunan kredit atau litigasi. Tindak lanjut s.d April 2008 : atas persetujuan restrukturisasi sebelumnya (Facs. No.116/F/ DRPK/KUP/III/2007 tanggal 9 Maret 2007, DRPK telah mereview restrukturisasi dan disampaikan ke KC.Batam dengan Facs. No.126/F/DRPK/KUP/ III/2008 tgl.11-03-2008 perihal Persetujuan Penundaan Pembayaran Denda a.n PT GHL. Pelaksanaan restrukturisasi telah dimonitor dan selalu dilaporkan ke Bank Indonesia (bukti laporan bulanan ke BI terlampir). Perkembangan terakhir: kredit telah Lancar.

KETERANGAN

11)

KC Batam TP 1 Pemberian fasilitas KYG sebesar Rp5.000,00 juta kepada PT Griya Hijau Lestari belum sesuai ketentuan

Rekomendasi butir b: Direksi Bank BTN agar menginstruksikan DRPK untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan kredit agar risiko kerugian bank dapat diminimalisir.

Belum Selesai karena bukti penundaan pembayaran denda belum ada dan masih dalam proses penyelesaian kredit.

12)

KC Batam TP 3 Pemberian fasilitas dan pengelolaan kredit sebesar Rp18.820,81 juta Kepada PT Surya Mutiara Utama belum sesuai ketentuan

13)

KC Batam TP 5 KYG a.n. PT Daliltani Maju Terus sebesar Rp 15.5 M belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.

14)

KC Makassar TP 4 Fasilitas kredit kepada PT Semen Bosowa Maros sebesar Rp60.553,68 juta belum sesuai ketentuan

Rekomendasi butir b: Direksi Bank BTN agar menginstruksikan KC. Batam untuk memonitor kondisi keuangan dan performance debitur dan meminta debitur segera melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi. Rekomendasi butir b: Direksi Bank BTN agar menginstruksikan KC. Batam untuk memonitor secara ketat kondisi keuangan dan performance debitur dan meminta debitur segera melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sesuai ketentuan. Direksi Bank BTN agar menginstruksikan DRPK untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan kredit agar risiko kerugian bank dapat diminimalisir dan berkoordinasi lebih intensif dengan peserta sindikasi lainnya dalam rangka mencari pola penyelesaian terbaik terhadap fasilitas kredit PT SBM. Direksi Bank BTN agar mereview ketentuan pencairan I, khususnya dalam kondisi fisik bangunan >0% dan ketentuan sub kontraktor untuk membuka rekening di Bank.

Belum Selesai karena bukti debitur telah melengkapi persyaratan, belum ada.

Saran BPK telah dilaksanakan sebagaimana faksimili kepada KC. Batam No. 152/F/DPKK/KK/IV/2007. Dokumen yang disyaratkan (appraisal independen) saat ini telah dilengkapi oleh debitur. KC telah melakukan pengawasan dan pembinaan kredit debitur dengan lebih maksimal, sesuai surat pembinaan No.1143/BTN.I/XI/2007 tgl 08-11-2007, Facs No.666/FACS/BTM.I/XI/06 tgl.30-11-2006 dan lembar hasil monitoring tgl 31/12/07. Dari 3 (tiga) rekening, dua rekening yaitu fasilitas PJP I dan PJP II telah lunas (dengan total pelunasan PJP I & II adalah sebesar Rp21.046, 9 juta). Sedangkan 1 rekening yaitu fasilitas KJPOS sedang dalam pembahasan review restrukturisasi antara peserta sindikasi PT.SBM dan Investor TAEL. Hasil pembahasan yaitu bahwa pihak PT SBM merencanakan pelunasan s.d jangka waktu kredit tahun 2015. Perencanaan pmbayaran dimulai tahun 2009 setelah PT SBM Go-Publik. Untuk saat ini PT Semen Bosowa memprioritaskan penyelesaian untuk PJP1 dan PJP2 yang ada di Bank Mandiri dan Bank BNI dengan bantuan Investor Asing (TAEL). Ketentuan bahwa pencairan I dapat memperhitungkan kondisi fisik bangunan > 0% telah diatur pada SE No.12/Dir/DPKK/2007 tgl 11/04/07, Bab II butir 8.1.2. Ketentuan sub kontraktor untuk membuka rekening di Bank, saat ini dalam proses usulan perubahan pada Rapat Komite Kebijakan Perkreditan (sesuai Memo No.125/M/ DPKK/KK.V/07 tgl 30/05/2007 dan No.234/M/DPK/KK/IX/2007 tgl 26/09/2007).

Belum Selesai karena bukti debitur telah melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi, belum ada.

Belum Selesai karena 1 fasilitas yaitu KJPOS sedang dalam review restrukturisasi.

15)

KC Jkt Harmoni TP 2 Pelaksanaan fasilitas kredit PT Sari Indah Lestari sebesar Rp20.000 juta belum sesuai ketentuan

Belum Selesai karena ketentuan sub kontraktor untuk membuka rekening di Bank masih dalam proses.

58

Lampiran 3

Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Kredit Bank BTN Tahun 2004 dan 2005 yang status tindak lanjutnya masih dalam proses evaluasi BPK

NO 1)

KANTOR CABANG / JUDUL TEMUAN KC Cilegon TP 2 KGU kepada 27 debitur (anggota DPR) senilai Rp 3.199,50 juta dilakukan tanpa memperhatikan kebutuhan kredit dan sumber pengembalian kredit

REKOMENDASI BPK RI Menginstruksikan KC untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pembinaan kepada debitur dan membuat perjanjian kerjasama antara KC Cilegon dengan sekretariat dewan untuk mengatur potongan angsuran dari gaji anggota dewan yang masih aktif. Mengupayakan langkah-langkah penyelamatan kredit dalam rangka penyelesaian tunggakan debitur sehingga risiko kerugian bank dapat diminimalisir.

2)

3)

KC Tangerang TP 1 KYG sebesar Rp 5 milyar & KPL sebesar Rp 1 milyar a.n. PT. Purigraha Asripermai (PT PA) belum sepenuhnya sesuai ketentuan

Menginstruksikan KC. Tangerang untuk meminta debitur agar memenuhi kewajiban penyampaian laporan-laporan tersebut diatas sesuai PK secara teratur.

4)

KC Tangerang TP 2 KYG & KPL sebesar Rp 5.5 M a.n. PT. Bumi Karya Mandiri belum sepenuhnya mengacu kepada SE NO.38/2004

Menginstruksikan KC agar dalam memberikan dan mencairkan fasilitas kredit yang disetujui selalu berdasarkan ketentuan intern yang telah ditetapkan dan segera melakukan proses balik nama menjadi atas nama pengembang. Menginstruksikan KC. untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan kepada debitur sehingga proyek berjalan sesuai dengan rencana yang diatur dalam PK dan pengembalian kewajiban kredit tetap dapat dipenuhi dengan lancar. Dalam memberikan dan memantau fasilitas kredit yang disetujui selalu berdasarkan ketentuan intern yang ditetapkan. Mengenakan sanksi kepada pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan diatas sesuai dengan bobot penyimpangannya dan ketentuan intern. Menginstruksikan kepada KC. Medan dalam melakukan analisa kredit lebih agar akurat dan lengkap serta memonitor secara ketat kondisi keuangan debitur dan penyelesaian progres proyek sehingga apabila timbul permasalahan dapat diantisipasi secara dini dengan laporan debitur yang rutin dikirimkan sesuai ketentuan. Menginstruksikan Kantor Cabang Medan memonitor secara ketat kondisi keuangan debitur dan penyelesaian progres proyek dan untuk selanjutnya agar dalam menganalisa kredit lebih akurat dan menuangkan setiap persyaratan dalam SP2K ke dlm PK. Menginstruksikan kepada KC. Medan memonitor secara ketat kondisi keuangan debitur dan memperingatkan debitur untuk memenuhi kewajibannya sesuai PK. Menginstruksikan KC. Medan segera menyerahkan fasilitas kredit PT.RL kepada Loan Recovery untuk direstrukturisasi dan kepada DRPK untuk segera melakukan langkah-langkah

5)

KC Purwakarta TP 1 Analisis kredit PT. Bagasasi Konstruksindo (PT. BK) sebesar Rp 17.000 juta kurang cermat

6)

KC Medan TP 1 Pemberian fasilitas kredit kepada PT Milala Rumah Tengah sebesar Rp11.144,00 juta belum sesuai ketentuan

7)

8)

KC Medan TP 2 Pengambilalihan kredit sebesar Rp3,55 milyar dan tambahan fasilitas sebesar Rp 1,65 milyaratas nama PT Catur Wahana Mandiri (PT. CWM) kurang layak

9)

KC Medan TP 3 Fasilitas KYG PT. Lentera Qolbu sebesar Rp 10 milyar belum sesuai dengan ketentuan

10)

KC Medan TP 4 Pengelolaan fasilitas kredit kepada PT Berdikari Indonesia belum sesuai ketentuan

11)

KC Medan TP 5 Pengelolaan fasilitas kredit kepada PT Raja

59

NO

KANTOR CABANG / JUDUL TEMUAN Lalo sebesar Rp1.661,90 juta belum sesuai ketentuan

REKOMENDASI BPK RI penyelamatan kredit agar kerugian bank dapat diminimalisir.

12)

KC Surabaya TP 1 Pengelolaan kredit PT. Kencana Raya Maju Jaya belum sesuai ketentuan

Menginstruksikan KC. Surabaya untuk memonitor secara ketat terhadap penggunaan dana debitur yang berkaitan dengan aktivitas proyek dan nilai agunan serta perubahannya terutama dari adanya perubahan struktur kredit Menginstruksikan DRPK dan KC. Manado untuk melakukan upaya penyelamatan kredit misalnya meminta debitur merivisi kontrak jual-beli antara debitur dengan PT MCS agar dapat menjual produknya kepada pihak lain.

13)

KC Manado TP 2 Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK) kepada 7 debitur sebesar Rp1.795,00 juta bukan termasuk prioritas usaha Bank BTN yaitu Housing Related.

14)

KC Manado TP 7 Dokumentasi fasilitas kredit kepada PT BSL, PT MEW dan PT AJ yang seluruhnya macet tidak diadmistrasikan dengan baik

Menginstruksikan KC. Manado untuk melengkapi berkas kredit ketiga debitur tersebut dan kepada DRPK untuk mengupayakan penyelamatan kredit agar kerugian bank dapat diminimalisir.

15)

KC Batam TP 1 Pemberian fasilitas KYG sebesar Rp5.000,00 juta kepada PT Griya Hijau Lestari belum sesuai ketentuan

Menginstruksikan kepada Cabang dalam memberikan dan memantau fasilitas kredit lebih maksimal dan sesuai dengan ketentuan.

16)

KC Batam TP 2 KYG a.n. PT Mutiara Permata Biru sebesar Rp 10.000 juta belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan

Mengenakan sanksi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyimpangan di atas sesuai dengan bobot penyimpangan dan ketentuan intern.

17)

KC Batam TP 3 Pemberian fasilitas dan pengelolaan kredit sebesar Rp18.820,81 juta Kepada PT Surya Mutiara Utama belum sesuai ketentuan

Menginstruksikan Cabang dalam memberikan, mencairkan dan mengelola fasilitas kredit yg diberikan sesuai ketentuan.

18)

KC Batam TP 5 KYG a.n. PT Daliltani Maju Terus sebesar Rp 15.5 M belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan

Menginstruksikan kepada KC agar dalam memberikan dan mencairkan fasilitas kredit sesuai dengan ketentuan serta melakukan pengawasan lebih maksimal.

19)

KC Jakarta Harmoni TP 1 Pengelolaan kredit PT Cipta Niaga Kreasindo belum sepenuhnya berdasarkan prinsip kehatihatian

Menginstruksikan DRPK dan KC. Harmoni untuk meningkatkan upaya-upaya penagihan dan penyelamatan kredit sehingga risiko kerugian bank dapat diminimalisir.

20)

KC Jakarta Harmoni TP 3 Pemberian fasilitas kredit kepada PT Citra Ratumulia Persada sebesar Rp2.000,00 juta tidak sesuai ketentuan

Mendukung sepenuhnya KP2LN dalam upaya menagih (recovery kredit) dalam rangka meminimalisir kerugian bank khususnya terkait dengan jumlah dan penguasaan agunan.

60

Anda mungkin juga menyukai