Anda di halaman 1dari 7

SOAL KASUS: PELAKSANAAN PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN

PEMERINTAH
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Audit Sektor Publik

Disusun oleh :
Devia Rizky Amelia
1710112237
Lokal A

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S-1


FAKULTAS EKONOMI DAN BISINIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2020
a. Prosedur Analitis
Dalam pemeriksaan LK SKPD X, pemeriksa memperoleh informasi jumlah ASN Tahun 2016
adalah 40 orang dan Tahun 2017 adalah 50 orang. ASN Tahun 2017 terdiri 38 PNS dan 12 non
PNS. Rata-rata seorang PNS memperoleh penghasilan Rp11.000.000,00 yang dibiayai dengan
Belanja Pegawai dan rata-rata seorang non PNS memperoleh penghasilan Rp4.000.000,00 yang
dibiayai dengan Belanja Barang (Jasa ASN). Jumlah non PNS Tahun 2016 adalah 25% dari total
ASN. Dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) disajikan realisasi: TA 2016 Belanja Pegawai
Rp330.000.000,00 dan Belanja Jasa ASN Rp40.000.000,00; TA 2017 Belanja Pegawai
Rp440.000.000,00 dan Belanja Jasa ASN Rp40.000.000,00.
Lakukan prosedur analitis atas situasi tersebut. Identifikasi hubungan logis antar data,
kembangkan ekspektasi, analisis data dan hasil uji hubungan logisnya, dan lalu tentukan
pengaruhnya.

Jawaban:
Langkah 1: Identifikasi Hubungan Logis
Hubungan logis yang terdapat pada pemeriksaan tersebut adalah jumlah ASN yang terdiri dari
PNS dan Non-PNS di SKPD X tahun 2016 dan 2017 berpengaruh terhadap jumlah belanja
pegawai dalam Laporan Rencana Anggaran (LRA) tahun anggaran 2016 dan 2017.
(Jumlah PNS dan Non-PNS vs. Jumlah belanja pegawai)

Langkah 2: Mengembangkan Ekspektasi


Ekspektasi dari adanya LRA tersebut adalah jika terjadi peningkatan jumlah ASN yang berstatus
PNS di SKPD X maka akan terjadi peningkata jumlah belanja pegawai dalam LRA
(Peningkatan ASN yang berstatus PNS = Peningkatan belanja pegawai)

Langkah 3: Menganalisis Data


2016 2017
Jumlah Pegawai:
a) ASN yang berstatus PNS 30 orang 38 orang
b) ASN yang berstatus Non-PNS 10 orang 12 orang
LRA (dalam Rupiah):
a) Belanja Pegawai 330 juta 440 juta
b) Belanja Jasa ASN 40 juta 40 juta
*Penghasilan PNS = Rp 11.000.000
Penghasilan Non PNS = Rp 4.000.000

Langkah 4: Analisis Hasil


Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Keuangan skpd X bahwa terjadi peningkatan
jumlah pegawai Non-PNS pada tahun 2017, akan tetapi belanja jasa ASN dari tahun 2016 ke
2017 tidak terjadi peningkatan.
(Peningkatan jumlah pegawai Non-PNS < Peningkatan jumlah belanja jasa ASN)

Menentukan Pengaruh atau Dampak


a) Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa SKPD X salah dalam
membebankan gaji pegawai Non-PNS, sehingga menyebabkan atau berdampak pada belanja
pegawai yang berstatus PNS lebih tinggi daripada seharusnya.
b) Belanja pegawai seharusnya berjumlah Rp 418.000.000 dengan asumsi 38 orang ASN yang
berstatus PNS dikalikan dengan rata-rata penghasilan PNS (38 orang x Rp 11.000.000)
c) Belanja jasa ASN (untuk ASN yang berstatus Non-PNS) seharusnya berjumlah Rp
48.000.000 dengan asumsi 12 orang ASN yang berstatus Non-PNS dikalikan dengan rata-
rata penghasilan Non-PNS (12 orang x Rp 4.000.000)
d) Hal ini menyebabkan adanya selisih lebih di akun belanja pegawai sebesar Rp 22.000.000
dan selisih kurang di akun belanja jasa ASN sebesar Rp 8.000.000

b. Pemahaman SPI dan Penilaian Resiko (Bobot Nilai 30%)


Dalam pemeriksaan LK Kabupaten ABC Tahun 2017, hasil pemahaman proses bisnis
Penerimaan Pajak Daerah diperoleh informasi bahwa Bagian Akuntansi membukukan
penerimaan pajak daerah berdasarkan Surat Tanda Setoran (STS) dan rekap penerimaan harian
yang diterima. Rekening koran tidak pernah diterima dari Bank sehingga tidak digunakan dalam
proses akuntansi. Tahun 2016, Realisasi Pendapatan Pajak Daerah Rp10 Miliar, dan Tahun 2017
mengalami kenaikan 25% karena kenaikan tarif dan meningkatnya investasi sehingga
meningkatkan jumlah wajib pajak (WP) dari 50 menjadi 70 WP. Dinas Pendapatan tidak
melakukan kegiatan sosialisasi Pajak Daerah kepada WP Tahun 2016 dan Tahun 2017, karena
WP selama ini menunjukkan tingkat kepatuhan yang memadai.
Lakukan pemahaman SPI dan tentukan risiko bawaan dan risiko pengendaliannya. Dengan
asumsi AAR adalah Tinggi (5%), tentukan nilai DR dan bagaimana strategi pemeriksaannya.

Jawaban
Pemahaman SPI dan penilaian risiko informasi bahwa selama ini WP menunjukkan tingkat
kepatuhan yang memadai dan proses bisnis. Penerimaan pajak daerah yang relatif tidak
kompleks (transaksi rutin hanya melibatkan WP, Bank, dan Dinas Pendapatan), Akun
Pendapatan Pajak memiliki risiko bawaan sedang. Informasi bahwa Bagian Akuntansi
membukukan penerimaan pajak daerah hanya berdasarian STS dan RPH, tanpa menggunakan
Rekening Koran, maka pengendalian internalnya relatif lemah, yang berarti risiko
pengendaliannya tinggi.
Dengan asumsi AAR adalah Tinggi (5%), maka DR = AAR (Tinggi) / IR (Moderat) x CR
(Tinggi), DR = Rendah.
Dengan DR Rendah maka bukti pemeriksaan Tinggi dan strategi pemeriksaan mendalam.
Pemeriksa menjadikan Pendapatan Pajak Daerah sebagai fokus pemeriksaan, melakukan
konfirmasi Rekening Koran ke Bank dan menelusuri nilai penerimaan pajak daerah dalam
dokumen tersebut. Selain itu melakukan penghitungan kembali (reperformance) nilai Pajak
Daerah dan konfirmasi kepatuhan terhadap WP baru Tahun 2017.

c. Pemeriksaan Belanja Modal (Bobot 40%)


Dalam LRA unaudited TA 20XX Kementerian A, disajikan Realisasi Belanja Modal Rp75
Miliar yang terdiri dari: 1) Belanja Modal Gedung Rp60 Miliar yang terdiri dari 5 pembangunan
gedung kantor perwakilan @Rp8 Miliar dan 4 kontrak pembangunan gedung kantor pelayanan
@5 Miliar; 2) Belanja Modal Peralatan dan Mesin Rp15 Miliar yang terdiri dari 5 kontrak
pengadaan mesin kantor perwakilan @Rp2 Miliar dan 4 kontrak pengadaan mesin kantor
pelayanan @Rp1,25 Miliar.
Seluruh pengadaan telah dibayar kepada rekanan penyedia barang/jasa pada 20XX, dan
digunakan oleh masing-masing kantor. Kantor perwakilan berlokasi di ibukota provinsi yang
relatif maju dan kantor pelayanan terletak di ibukota kabupaten yang relatif masih terbelakang.
Sesuai ketentuan, dokumen belanja dilengkapi juga dengan laporan kemajuan pekerjaan, berita
acara pemeriksaan dan serah terima barang, dan bukti pemenuhan kewajiban perpajakan.
Dalam Neraca unaudited per 31 Des 2tersaji Aset Tetap Rp1.215 Miliar meningkat dari tahun
sebelumnya yang tersaji Rp1.150 Miliar. Beban Penyusutan dalam LO meningkat Rp11,7 Miliar.
Seluruh Aset Tetap disusutkan dengan metode garis lurus selama 5 tahun dengan nilai sisa 10%
dari nilai perolehan. Pada 20 Februari, plafon gedung kantor pelayanan di Kabupaten Z runtuh
karena pengggunaan kayu yang seharusnya baja sebagai kerangka atap. Pekerjaan kerangka atap
dan plafon bernilai Rp500 juta.
Lakukan dan desain:
1) pengujian pengendalian beserta atribut pengendaliannya;
2) pemilihan sampel uji substantif (asumsi sampel sebesar 51% dari nilai Belanja Modal)’
3) pengujian substantif atas Realisasi Belanja Modal, Aset Tetap, dan Beban Penyusutan,
4) konsep Temuan Pemeriksaan dan konsep Koreksi Pembukuannya.

Jawaban
1) Pengujian Pengendalian beserta Atribut Pengendalian
a. Menguji apakah pembayaran belanja telah didukung dengan dokumen kontrak, laporan
kemajuan pekerjaan, berita acara pemeriksaan dan serah terima barang, dan bukti
pemenuhan kewajiban perpajakan.
b. Menguji apakah dokumen kontrak, laporan kemajuan pekerjaan, serta berita acara
pemeriksaan dan serah terima barang telah bertanggal, bertandatangan, dan memuat hal-
hal tertentu yang disyaratkan.
2) Pemilihan sampel uji substantive
Asumsi sampel sebesar 51% dari nilai Belanja Modal, maka nilai sampel Rp38,25 Miliar
(51% x 75 Miliar). Berdasarkan pemahaman risiko: kantor pelayanan lebih berisiko karena
ibukota kabupaten yang relatif lebih terbelakang dan ada kejadian plafon runtuh. Maka
kantor pelayanan lebih diprioritaskan untuk disampel.
Misalnya sampel ditetapkan:
 3 kontrak gedung kantor pelayanan (15 Miliar),
 2 kontrak gedung kantor perwakilan (16 Miliar),
 3 kontrak mesin kantor pelayanan (3,75 Miliar), dan
 2 kontrak mesin kantor perwakilan (4 Miliar)
Dari kontrak tersebut , sehingga total Rp38,75 Miliar (sudah melebihi 51%). Pertimbangkan
kantor perwakilan yang disampel adalah yang paling dekat dengan kantor pelayanan yang
disampel (cost – benefit).
3) Pengujian Substantif Belanja Modal
Vouching nilai Realisasi Belanja Modal kepada catatan dan bukti belanja (bukti
pembayaran dan kontrak). Rekomputasi nilai pembayaran dan nilai kewajiban pajak rekanan,
bandingkan dengan kemajuan pekerjaan. Konfirmasi kepada rekanan tentang penerimaan
pembayaran, bandingkan dengan rekening koran. Konfrimasi kepada kantor Kas Negara
tentang pemenuhan kewajiban perpajakan oleh rekanan. Pengujian fisik pekerjaan bangunan
dan mesin kantor, prioritaskan pada pekerjaan kerangka atap.
4) Pengujian Substantif Aset Tetap
Prosedur analitis horizontal antara nilai realisasi Belanja Modal dengan nilai penambahan
Aset Tetap. Tracing bukti Belanja Modal, khususnya Berita Acara Pemeriksaan dan Serah
Terima Pekerjaan beserta dokumen Kontrak, ke catatan dan Neraca untuk uji asersi
kelengkapan/completeness. Pengujian pengungkapan dalam CaLK, memastikan Aset Tetap
yang baru telah diklasifikasikan dengan akurat dan memuat informasi lokasi, spesifikasi,
rincian nilai masing-masing item.
5) Pengujian Substantif Beban Penyusutan
Prosedur analitis horizontal antara nilai penambahan Aset Tetap dengan nilai penambahan
Beban Penyusutan. Rekomputasi beban penyusutan per Aset Tetap berdasarkan daftar Aset
Tetap dan kebijakan penyusutan. Pengujian pengungkapan dalam CaLK, memastikan rincian
dan klasifikasi beban penyusutan sesuai jenis Aset Tetap.
6) Konsep Temuan dan Koreksi
Aset Tetap kurang saji Rp10 Miliar, seharusnya tersaji Rp1.225 Miliar dalam Neraca
unaudited per 31 Des 20X1 (1.150 Miliar + 75 Miliar). Beban Penyusutan kurang saji Rp1,8
Miliar dalam LO yaitu 13,5 Miliar (75 Miliar x 90% / 5) - Rp11,7 Miliar. Indikasi kerugian
kerangka atap dan plafon gedung kantor pelayanan di Kabupaten Z senilai Rp500 juta karena
penyimpangan spesifikasi bahan kerangka atap oleh rekanan, yang seharusnya baja namun
terpasang kayu.

Anda mungkin juga menyukai