I. PENDAHULUAN
PT. Asuransi:Sosial:Angkatan:Bersenjata_Republik Indonesia atau ASABRI (Persero)
merupakan perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk mengelola dana pensiun dari
anggota TNI dan Polri pada tahun 1971 dengan bentuk usaha Perusahaan Umum atas
usulan Departemen Pertahanan pada masa itu. Pengesahan berdirinya Perum ASABRI
dinyatakan pada PP No. 45 tahun 1971 yang kemudian pada tahun 1991 berubah bentuk
usaha menjadi perseroan hingga saat ini.
II. PEMBAHASAN
A. KRONOLOGI KASUS
Bermula dari hasil pemeriksaan BPK pada Februari 2021, Auditor BPK mendapatkan
adanya pengalihan dana dari deposito_ke saham_dan reksa dana sejak tahun 2013
yang berpotensi merugikan negara sebesar 16 trilliun. Selain itu, terbukanya kasus
Jiwasraya yang merugikan negara sebesar 16,81 trilliun, disinyalir terdapat
keterkaitan dengan ASABRI yang membuat Mentri BUMN Eric Tohir
mengkoordinasikan masalah ASABRI dengan Kejagung yang sebelumnya sudah
diusut oleh Bareskrim Polri dan sudah sampai pada tahap penyidikan. Melihat
keterlibatan orang pada kasus Jiwasraya dan yang mungkin juga terlibat di dugaan
korupsi ASABRI, Kejagung menduga korupsi di ASABRI yaitu berupa
penyimpangan pada pengelolaan investasi.
Dengan adanya dugaan kesamaan pelaku yang terlibat dan pola laporan keuangan
dengan kasus Jiwasraya serta dugaan penyimpangan investasi, penyidikan kasus
dugaan korupsi PT ASABRI dimulai dengan adanya Sprindik nomor
Print-01/F.2/Fd2/01/2021 tanggal 14 Januari 2021 dengan dugaan korupsi tindak
pelanggaran atau penyimpangan peraturan dalam mengelaola keuangan dana investasi
ASABRI periode 2012 - 2019.
BPK diminta Kejaksaaan Agung menghitung ulang kerugian negara yang ada
disebabkan dari penyimpangan investasi yang dilakukan pihak PT ASABRI (2012 –
2019) dengan hasil yang telah diserahkan oleh BPK pada 27 Mei 2021 dengan hasil
yang kerugian mencapai 22,78 trilliun dan dana investasi tersebut belum
dikembalikan hingga 31 Maret 2021.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui selama tahun 2012 - 2019, seluruh kegiatan
investasi ASABRI dikendalikan oleh pihak luar (HH, BT, LP) yang bukan merupakan
konsultan maupun manajer invetasi, hal tersebut terjadi karena sudah ada kesepakatan
yang dibuat dengan Dirut ASABRI, Direktur Investasi dan Keuangan ASABRI, dan
Kepala Divisi Investasi ASABRI.
Dari kesekapatan tersebut, HT, LP, dan BT ditugaskan membeli serta menukar saham
yang ada di dalam portofolio saham ASABRI menjadi saham milik HT, LP dan BT
dengan harga yang dimanipulasi sedemikian rupa agar harga menjadi lebih tinggi
dengan maksud mencerminkan kinerja ASABRI terlihat baik di portofolionya.
Selain kesepakatan di atas, HT, LP dan BT juga bersepakat dengan Direksi ASABRI
untuk mentransaksikan dan mengendalikan saham di portofolio ASABRI dengan
harapan agar saham ASABRI likuid dan bernilai tinggi padahal yang terjadi adalah
kerugian bagi ASABRI karena saham dijual di bawah harga perolehan dan transaksi
tersebut menguntungkan HT, BT dan LP yang justru bukan merupan bagian dari
ASABRI.
Untuk mengantisipasi kerugian penjualan saham yang dibawah harga beli, HT, LP
dan BT secara nomine dan ASABRI melalui underlying membeli kembali saham
ASABRI yang diatur oleh BT dan HT namun melalui pengelolaan manajer investasi
ASABRI.
2. Letjen Purn Sonny Widjaja (Mantan Dirut ASABRI, masa jabatan 2016-
2020)
Peran: Mantan Dirut ASABRI (2016-2020) juga melakukan penyimpangan
terhadap undang-undang dengan membuat kesepakatan dengan pihak luar yaitu
Heru Hidayat untuk menguasai transaksi investasi ASABRI dalam kurun waktu
jabatannya.
Tuntutan: Penjaran 10 tahun, denda sebesar Rp. 750.000.000 atau kurungan
enam bulan, mengganti kerugian sebesar Rp. 64,5 miliar atau kurungan penjaran 5
tahun.
4. Hari Setianto (Direktur Investasi dan Keuangan, masa jabatan 2013 - 2019)
Tuntutan: Pidana kurungan 14 tahun, denda sebesar Rp. 750.000.000 atau
kurungan enam bulan, mengganti kerugian sebesar Rp. 873.883.500 atau
penyitaan harta, atau kurungan selama 7 tahun.
- Laporan keuangan 2010 diaudit oleh auditor yang berasal dari KAP Hadori
Sugiarto Adi & Rekan (HLB), menyajikan kembali LK 2009 yang telah diaudit
oleh KAP yang sama.
- Laporan keuangan 2011, diaudit oleh auditor KAP Kanaka Puradiredja, Suharto
(Nexia International), me-restatement LK 2010.
- Laporan keuangan 2015, diaudit tim auditor KAP Heliantono & Rekan (Parker
Randall International), me-restatement LK 2014 yang diaudit oleh KAP yang
sama namun beda afiliasi internasional (jaringan Masamitsu Magawa).
- Laporan keuangan 2017, diaudit oleh auditor dari KAP Tanudireja, Wibisana,
Rintis & Rekan (PWC), yang menyajikan kembali LK tahun 2016 yang telah
diaudit oleh KAP Heliantori & Rekan.
Bagi penulis, perlu dipertanyakan kenapa seringnya terjadi penyajian kembali laporan
keuangan perusahaan. Untuk itu penulis mencoba mencari informasi, namun masih
belum menemukan apa yang mendasari terjadinya penyajian kembali.
Karena nya, penulis akan menganalisa peran Akuntan Publik berdasarkan penerapan
kode etik di kasus ASABRI. Setiap profesi memiliki pedoman aturan dalam
menjalankan profesi nya yang dikenal dengan Kode Etik Profesi. Begitu juga dengan
Akuntan publik ketika menjalankan tugas sesuai perikatan yang disepakati,
hendaknya berpegang teguh pada Kode Etik,Profesi Akuntan Publik yang
diterbitkan_IAPI menyatakan prinsip,dasar etika dasar profesi seorang akuntan publik
yaitu:
1. Prinsip Integritas
Pada kasus ini KAP yang mengaudit ASABRI tidak menerapkan prinsip
integritas, karena hasil audit BPK menemukan investasi saham bodong sebesar Rp
802 miliar. ABSARI juga diketahui membeli saham yang memiliki kapitalitas
kecil hingga mudah dimanipulasi pihak tertentu, yakni saham PT
Eureka,Prima,Jakarta Tbk. (LCGP) lebih dari Rp. 200 milyar dan
PT.Sugih,Energy,Tbk ( SUGI ) lebih dari Rp 400 miliar. Transaksi yang begitu
besar dan jelas beresiko tinggi rasanya mudah untuk ditemukan oleh seorang
auditor. Karenanya, penulis menduga adanya ketidak jujuran yang dilakukan oleh
pihak KAP karena tidak mampu mengungkap pelanggaran ASABRI dalam
mendapatkan keuntungan perusahaan.
2. Prinsip objektifvtas
Pada kasus ini, bahwa KAP yang mengaudit ABSARI tidak menerapkan prinsip
objektivitas, yang seharusnya bersikap adil, tidak memihak, dan jujur secara
intelektual. KAP yang melakukan audit dan melaporkan hasil audit serta opini,
tidak sesuai dengan kode etik penerapan prinsip objektivitas, karena KAP
harusnya dapat memberikan catatan pada cara ASABRI menaikkan laba disetiap
tahunnya yang juga telah membuat P2PK curiga.
Dapat penulis simpulkan adanya ketidakadilan, tidak jujur, serta keperpihakan
pada pihak yang justru melakukan kesalahan. Memberikan hasil audit yang apa
adanya tanpa ada yang ditutupi sesuai kondisi dan kinerja perusahaan, barulah
KAP dapat dikatakan memenuhi prinsip objektivitas.
4. Prinsip kerahasiaan
Menurut penulis, KAP telah menerapkan prinsip kerahasiaan, namun sayang
kerahasiaan yang dijaga adalah kecurangan yang dilakukan manajemen ASABRI
itu sendiri dan tidak diungkap oleh KAP melalu laporan audit.
Namun, pada kasus ASABRI ini, memang cukup sulit untuk penerapan
pengendalian transaksi karena para petinggi perusahaan sudah bersama-sama
bersepakat melakukan kecurangan dan terjadi hingga 2 periode kepemimpinan
direktur utama.
ASABRI sebagai perusahaan yang dimiliki oleh Negara, seharusnya sudah dapat
menjalankan pengendalian ICoFR karena pertanggung jawaban atas kinerja nya
dipantau oleh beberapa kementrian. Dilihat dari struktur perusahaan, ASABRI
memang menarapkan pengendalian, mulai dari terdapat internal audit, direktorat
keuangan dan investasi. Namun permasalahan yang terjadi adalah tidak ada nya
komitmen dari petinggi perusahaan untuk menerapkan pengendalian ICoFR untuk
fokus pada perbaikan kinerja perushaan yang telah melakukan kesalahn penempatan
dana pada investasi yang merugikan.
Kasus ASABRI, muncul ke publik setelah dilakukan pemeriksaan dari BPK namun
yang penulis sayangkan, peran OJK dalam penelusuran transaksi penempatan
investasi yang menyalahi aturan tidak dicegah dan ditindak lanjuti sebelum
kerugian menjadi lebih besar.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang telah penulis paparkan mulai dari kronologi perusahan hingga
analisis-analisis pengendalian, dapat penulis simpulkan bahwa disayangkan perusahaan
sekelah BUMN masih belum dapat menerapkan pengendalian yang efektif dan
kurangnya komitmen dari berbagai pihak dalam pelaksanaan pengedalian efektifitas
dan efisiensi perusahaan. Tulisan ini merupakan hasil analisis penulis dan masih
memiliki kekurangan karena terbatasnya informasi yang penulis dapatkan.
------------- 0 0 0 -------------