NPM : 1810121353
KELAS : KP6-1
TTD
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2021
Kasus Posisi :
Contoh salah satu kasus yang akan saya analisis adalah kasus gagal bayar koperasi
simpan pinjam (KSP) Indosurya yang menelan korban dalam jumlah masif yang disebabkan
minimnya literasi keuangan masyarakat Indonesia yang menjadi sasaran empuk para oknum
penjual jasa produk keuangan yang dimana banyak investor pemula yang tergiur keuntungan
besar, namun ujung-ujungnya menderita kerugian karena produk investasinya jeblok. Penipuan
berkedok investasi melalui koperasi terjadi karena lemahnya pengawasan yang diberikan oleh
pemerintah.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) indeks literasi keuangan pada 2019 baru
mencapai 38,03 persen. Literasi keuangan adalah pengetahuan dan kecakapan untuk
mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan risiko, agar dapat membuat keputusan yang
efektif dalam konteks finansial. Rendahnya angka pemahaman keuangan ini yang kemudian
sering kali merugikan nasabah, dan membuat orang kapok untuk memiliki produk keuangan,
termasuk investasi.
Sudah seharusnya disamping literasi, pengawasan dan perbaikan regulasi juga perlu
menjadi perhatian agar kasus seperti penipuan investasi yang berkedok koperasi ini tidak terjadi
karena dapat mempengaruhi citra koperasi di Indonesia sebagai salah satu media kesejahteraan
ekonomi masyarakat di Indonesia.
Dalam Kasus KSP Indosurya sendiri tengah disorot oleh berbagai pihak. Lantaran
koperasi ini mengalami gagal bayar hingga mencapai Rp14,6 triliun. Yang dimana kasus ini
bermula ketika pada Februari 2020, sejumlah nasabah Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta
tidak mendapatkan pencairan atas deposito mereka yang telah jatuh tempo di koperasi tersebut
dengan jumlah mencapai Rp14,6 triliun. Total nasabah koperasi ini sekitar 5.700 nasabah.
Yang dimana penyidik sudah melakukan pendalaman penyidikan dan tracing assets-nya.
Bareskrim Polri sebelumnya telah menetapkan HS dan SA sebagai tersangka dalam kasus
dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta.
Beberapa barang bukti yang disita penyidik terkait tersangka diantaranya bilyet simpanan
berjangka yang ditandatangani oleh tersangka lainnya HS sejak 2012-2020, bukti setoran
nasabah/korban ke rekening penampung atas nama KSP Indosurya Cipta, rekening koran Bank
BCA yang digunakan sebagai penampung, surat/ pengajuan disposisi pencairan dana dan
pembayaran bunga dan laporan keuangan kepada HS.
Pasal yang disangkakan terhadap tersangka JI adalah Pasal 46 Ayat (1) UU Perbankan jo 55
KUHP dan pasal 3 atau Pasal 4 atau pasal 5 UU TPP.
Sedangkan pasal yang disangkakan terhadap KSP Indosurya Cipta adalah Pasal 46 ayat
(2) UU Perbankan dan Pasal 3, atau Pasal 4, atau Pasal 5 UU TPPU.
Hal-hal tersebut diatas terejadi dikarenakan dalam kasus ini koperasi menjanjikan
imbalan bunga yang tinggi sebesar 9 persen hingga 12 persen per tahun, jauh di atas bunga
deposito perbankan yang berkisar 5-7 persen dalam jangka waktu yang sama. KSP Indosurya
mengalami gagal bayar dan proses hukum atas kasus tersebut terus bergulir.
Secara etika, sebuah lembaga keuangan tidak boleh menjanjikan imbal hasil dengan
nominal tertentu kepada nasabahnya. Kasus Indosurya ini mulai menyeruak ke publik pada akhir
Februari 2020. Tak sedikit nasabah yang mengeluh belum bisa mengambil simpanan pokok. dan
imbal hasil yang dijanjikan.
Upaya Hukum :
Penindakan Kasus
Salah satu upaya pemerintah untuk mencegah kasus seperti ini kembali terjadi adalah
melalui Kemenkop UKM bersama Bareskrim Polri yang akan membentuk Tim Pemeriksaan
Bersama untuk mengantisipasi potensi dan penyimpangan penyelengaraan koperasi yang
melanggar peraturan perundang- undangan.
Berdasarkan putusan tersebut, pengurus KSP Indosurya telah mencairkan dana cicilan
kepada 4.000 anggota dan prosesnya masih berjalan dengan lancar.
Dalam kasus ini Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta telah memutuskan pengesahan
perdamaian atau holomogasi perkara PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). Dan
Kuasa Hukum KSP Indosurya Juniver Girsang menyatakan bahwa, dengan pengesahan
perdamaian ini, debitur harus menjalankan kesepakatan dengan kreditur/nasabah. Yang dimana
dalam prosesnya saat ini ratusan nasabah sudah mulai mengurus pengembalian dana di posko
prioritas. Dibuktikan dengan sudah ratusan nasabah atau kreditur yang mendaftar dengan
memprioritaskan lanjut usia dan orang sakit.
Dalam pencairan dana nasabah, Pengurus KSP Indosurya akan memendekkan tenor
pengembalian dana, dengan angsuran berdasarkan jumlah dana kelolaan atau asset under
management (AUM). Kemudian, untuk AUM sampai dengan Rp100 juta akan diberikan uang
muka (down payment/DP) sebesar 10 persen yang akan dibayarkan pada September 2020.
Dalam kejadian ini masyarakat merasa kapok untuk kembali menabung di koperasi. Dan
berharap pemerintah bisa melakukan intervensi agar kepercayaan masyarakat terhadap koperasi
kembali pulih. Kejadian ini membuat masyarakat jera untuk menabung di Koperasi untuk semua
nasabah dan Menurut Pengamat Koperasi, Suroto, kasus Indosurya ini ibarat gunung es yang
didalamnya ada dua pembelajaran penting bagi pemerintah untuk menegakkan pengawasan dan
penindakan bagi koperasi yang belum menjalankan prinsip-prinsip koperasi. Dan aturan yang
ada terkait koperasi yakni UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, tidak bisa
menindak koperasi yang melanggar. Lantaran, aturan tersebut tidak memuat mekanisme
mengenai sanksi. Yang paling penting adalah masalah besar di regulasi yang tidak imperatif.
Artinya apabila ada koperasi yang melanggar prinsip-prinsip koperasi itu dia diberikan sanksi
atau tidak di UU 25/1992 itu tidak ada. Dalam kasus ini peran dari Kemenkop UKM yang belum
berani membubarkan koperasi yang abal-abal dari total jumlah koperasi, 70 persen di antaranya
merupakan koperasi abal-abal. Yang dimana aturan terkait pembubaran koperasi sudah ada, yaitu
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1997 tentang Pembubaran Koperasi. Pemerintah dalam hal
ini sudah punya otoritas untuk menjalankan ternyata tidak dilakukan pembubaran. Padahal
perintah pembubaran demi menjaga kepentingan publik itu sebenarnya sudah ada.
Pendapat lain, disampaikan Ekonom Universitas Gadjah Mada, Revrisond Baswir. Yang
menyatakan pengawasan koperasi bisa dilakukan oleh berbagai pihak.
Seperti misalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa mengawasi Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) yang berbentuk koperasi dan Lembaga Penjaminan Simpanan untuk menjamin
dana masyarakat. Kementerian Koperasi hanya mengawasi hal-hal yang berkaitan dengan badan
hukumnya, sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan bidang usaha koperasi diawasi oleh
masing-masing otoritas yang berwenang.
Dalam upaya pemerintah untuk mencegah hal ini terjadi kembali adalah melalui tindakan
yang dilakukan oleh Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop UKM, yang akan memperketat
pengawasan kepada KSP. Hal ini sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan koperasi yang
sehat. Tujuan ini hanya bisa tercapai dengan regulasi pengawasan yang tegas, kuat, sekaligus
mendorong pertumbuhan koperasi dengan sehat.
Banyak harapan para nasabah yang menjadi korban koperasi Indosurya yang ingin bahwa
Indosurya akan sanggup menjalankan kewajibannya dengan mengembalikan seluruh dana
nasabah meski dengan cara dicicil.