Anda di halaman 1dari 4

Nama : Aura Valina

NIM : 22053065
Prodi : Pendidikan Ekonomi
Matkul : Pengantar Bisnis

Kasus Dugaan Korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

A. PENDAHULUAN
Awal mula kasus mencuat ke publik ketika pada pertengahan Desember 2019,
manajemen Jiwasraya tak mampu lagi membayar polis nasabah dengan total kerugian senilai Rp
12 triliun. Setelah pengumuman itu, sejumlah pemegang polis Jiwasraya mendatangi
kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk meminta kepastian soal nasib uang
mereka.7 Besaran angka uang yang hilang inilah yang menyebabkan kasus Jiwasraya disebut
megaskandal dan melibatkan banyak pihak mulai dari manajemen, pelaku di pasar modal dan
pengambil kebijakan. Megaskandal Jiwasraya tentu jauh lebih besar dari kasus bail out ke PT
Bank Century pada 2008 senilai Rp 6,7 triliun. Jika semuanya terbongkar, total dugaan kerugian
negara mencapai angka Rp 32 triliun. Beberapa pihak yang terlibat dalam skandal Jiwasraya
inipun telahditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Agung. Mereka-mereka itu, seperti
Benny Tjokosaputro (Dirut PT Hanson International Tbk/MYRX), komisaris PT Trada Alam
Mineral Tbk (TRAM), Heru Hidayat dan Hary Prasetyo (Direktur Keuangan Jiwasraya periode
2013-2018). Hancurnya keuangan Jiwasraya diakibatkan karena Badan Usaha Milik Negara ini
ingin membuat strategi untuk dapat mempercantik laporan keuangan tahunan (window
dressing) dengan cara membeli saham-saham lapis kedua dan ketiga menjelang tutup kuartal.9
BPK menemukan temuan-temuan yang memperkuat hal itu, BPK menemukan jika harga saham
yang dibeli oleh Jiwasraya selalu melompat tinggi menjelang tutup tahun dan pada akhirnya di 2
Januari tahun berikutnya dijual. Disinilah tejadi manipulasi, di dalam laporan keuangan nampak
jika Jiwasraya memperoleh keuntungan yang nyatanya itu merupakan keuntungan semu dan
perusahan senyatanya mengalami kerugian.

Akibat Dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya ini mengakibatkan Jajaran Direktur sebagai
pimpinan perusahaan harus mempertanggungjawabkan kerugian Negara melalui
Pertanggungjawaban pidana atau Criminal Responsibility sebagaimana ketentuan kitab undang-
undang hokum pidana Indonesia atau ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Suatu perbuatan yang dinyatakan dapat dipertangungjawabkan pidana adalah
yang dapat dibuktikan bahwa perbuatan tersebut mengandung kesalahan. Kesalahan sendiri
terbagi menjadi dua jenis yaitu kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa).Sebagaimana jaksa
penuntut umum menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirubah menjadi
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pasal 2 ayat
(1) berbunyi, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah)”. Artinya setiap orang yang melakukan suatu perbuatan yang sifatnya merugikan
keuangan atau perekonomian Negara dapat dijerat pidana penjara seumur hidup atau paling
sedikit penjara 4 tahun atau paling lama 20 tahun dengan diikuti denda paling sedikit
Rp.200.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).

B. Pembahasan

`` PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang saat ini tengah menjadi sorotan publik. Dimana
Jiwasraya tengah mengalami tekanan likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat
negatif Rp23,92 triliun pada September 2019. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang
sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali sehat. Permasalahan yang dialami Jiwasraya
ternyata telah terjadi sejak tahun 2000-an, berikut kronologi kasus Jiwasraya:

a. Pada tahun 2006 Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
menyatakan ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp3,29 triliun.

b. Pada tahun 2008 Badan Pemeriksa Keuangan memberikan opini disclaimer (tidak
menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan 2006-2007 lantaran penyajian
informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Defisit perseroan semakin
lebar, yakni Rp5,7 triliun pada 2008 dan Rp6,3 triliun pada 2009.

c. Pada tahun 2010-2012 Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan


surplus sebesar Rp1,3 triliun pada akhir 2011. Namun, Kepala Biro Perasuransian Isa
Rachmatawarta menyatakan penyelesaian sementara terhadap seluruh masalah.
Sebab, keuntungan operasi dari reasuransi cuma mencerminkan keuntungan semu dan
tidak memiliki keuntungan ekonomis. Pada Mei 2012 Isa menolak permohonan perpanjangan
reasuransi. Laporan keuangan Jiwasraya 2011 disebut tidak mencerminkan angka yang wajar.
Pada tahun 2012Bapepam Lk memberikan izin produk JS Proteksi Plan pada 18 Desember 2012.
JS Proteksi Plan dipasarkan melalui kerja sama dengan bank (bancassurance). Produk ini ikut
menambah sakit perseroan lantaran menmenawarkan bunga tinggi, yakni 9 hingga 13 persen.
d. Pada tahun 2014 di tengah permasalahan keuangan, Jiwasraya menggelontorkan
sponsor untuk klub sepakbola asal Inggris, Manchester City.

e. Pada tahun 2017 kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan keuangan
Jiwasraya pada tahun 2017 positif dengan raihan pendapatan premi dari produk JS
Saving Plan mencapai Rp21 triliun. Selain itu juga, perseroan meraup laba Rp2,4
triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016. Sepanjang tahun 2013-2017 pendapatan
premi Jiwasraya meningkat karena penjualan produk JS Saving plan dengan periode
pencairan setiap tahun.
f. Pada tahun 2018 Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah menerbitkan
surat pengesahan cadangan premi 2016 sebesar Rp10,9 triliun.

Pada bulan yang sama, Direktur Utama Jiwasraya Hary Prasetyo dicopot. Nasabah
mulai mencairkan JS Saving Plan karena mencium kobobrokan direksi lama. Pada
bulan Mei 2018, pemegang saham menunjuk Asmawi Syam sebagai Direktur Utama
Jiwasraya. Pada saat menjabat, direksi baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan
keuangan kepada Kementerian BUMN. Indikasi kejanggalan itu benar, karena hasil
audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan
keuangan 2017 mengoreksi laporan keuangan interm dari laba sebesar Rp2,4 triliun
menjadi hanya Ro428 miliar.

Pada bulan Agustus 2018, Menteri BUMN Rini Soemarno mengumpulkan direksi
untuk mendalami potensi gagal bayar perseroan. Ia juga meminta BPK dan BPKP
untuk melakukan auit investigasi terhadap Jiwasraya. Pada bulan Oktober-November
2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. Perseroan
mengumumkan tidak dapat membayar kalim polis jatuh tempo nasabah JS Saving
Plan sebesar Rp802 miliar. Pada November pemegang saham menunjuk Hexana Tri
Sasongko sebagai Direktur Utama menggantikan Asmawi Syam.

Manipulasi Laporan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Sejumlah fakta telah terungkap pada
saat jelang putusan sidang kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang
merugikan negara hingga mencapai Rp16,8 triliun. Mantan Direktur Keuangan, Hary Prasetyo,
periode 2008-2018 mengakui bahwa untuk dapat menjalankan perusahaan selama 10 tahun
tahun ia bersama dengan mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim telah
melakukan sejumlah rencana atau contingency plan. Hary mengatakan bahwa sebagai dampak
rencana cadangan bersama Hendrisman yang saat ini berstatus sebagai terdakwa direksi pun
melakukan manipulasi laporan keuangan atau window dressing.

Manipulasi laporan keuangan dilakukan dengan menampilkan laporan keuangan yang


selalu sehat kepada Bapepam Lk yang kini menjadi OJK dan Kementerian Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). Pada saat di dalam persidangan, Hary Prasetyo dinilai terbukti bersalah dalam
melakukan tindak pidana korupsi dan secara bersama-sama dengan terdakwa lainnya sehingga
merugikan negara hinga Rp16,8 triliun. Hary diketahui menerima suap oleh terdakwa lainnya
pada saat Jiwasraya menempatkan portofolio investasi perusahaan yang dananya diperoleh dari
premi yang disetor pemegang polis.

Dari adanya bukti yang dikumpulkan, Hary terbutki menerima yang sebesar Rp2,4
miliar, mobil Toyota Harrier senilai Rp550 juta hingga mobil Marcedes Benz E Class senilai Rp950
juta, serta tiket perjalana bersama istri menonton konser Coldplay ke Melbourne (Australia).
Selain itu, Hary juga menerima fasilitas pembayaran biaya jasa konsultan pajak hary Prasetyo
dari Joko Hartono selaku pihak terafiliasi terdakwa Heru Hidayat sebesar Rp46 juta. Dari bukti
tersebut, Jaksa Penuntun Umum meminta majelis hakim menjatuhkan pidana seumur hidup
dengan denda Rp1 miliar.
C. Solusi
Berikut beberapa solusi yang dapat digunakan dalam pencegahan manipulasi laporan
keuangan, yaitu :

1. Terus mendorong dan meningatkan kualitas pengawasan terhadap profesi keuangan.


Pengawasan yang dimaksud meliputi Kantor Akuntan Publik (KAP), profesi penilai,
hingga profesi akuntan publiknya.
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia profesi keuangan. Karena pengawasan
saja tidak cukup maka perlu perbaikan kualitas sumber daya manusia agar akuntansi
dilaporkan secara benar.
3. Memberikan sanksi. Sanksi dapat dinilai tetap diperlukan agar dapat memberikan
efek jera atau setidaknya mengingatkan para profesi keuangan agar tidak melakukan
manipulasi akuntansi.

D. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari adanya kasus PT Asuransi Jiwasraya yaitu kasus
yang melanda persero merupakan kasus yang sudah lama terjadi dan kasus tersebut dapat
disebut sebagai kongkalikong. Dalam PT Asuransi Jiwasraya dapat dibilang bahwa persero
tersebut dimana kurang adanya pengawasan serta sumber daya manusia yang didalamnya tidak
memiliki cukup kualitas bagi profesinya.
Dengan adanya kasus seperti itu, maka persero diharapkan dalam lebih berhati-hati
mengenai pengelolaan laporan keuangan serta memperhatikan sumber daya manusia
yang ada di dalamnya. Kasus seperti ini dapat merugikan persero dimana nama baik
persero dapat tercemar. Sehingga dapat menimbulkan rasa ketidakpercayaan masyarakat
terhadap persero atas kasus yang menimpanya.

Anda mungkin juga menyukai