Anda di halaman 1dari 2

Kasus yang dialami PT Asuransi Jiwasraya menggambarkan problem terkait pengelolaan

keuangan yang buruk dan investasi yang kurang hati-hati. Asuransi Jiwasraya gagal membayar
klaim asuransi JS Saving Plan senilai Rp 802 miliar yang jatuh tempo 10 Oktober 2018. Kesulitan
likuiditas ini baru terungkap dari sepucuk surat yang ditujukan kepada bank-bank yang menjual
produk JS Saving Plan dengan konsep bancassurance. Diketahui ada tujuh bank yang memasarkan
produk tersebut. Diantaranya, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN),
Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, dan Bank QNB
Indonesia. Lembaga auditor perlu membongkar kemungkinan praktik curang dibalik investasi
saham berisiko tinggi. Kesulitan likuiditas ini dibenarkan oleh Hexana Tri Sasongko, Direktur
Utama Jiwasraya saat ini yang diangkat dalam RUPS 18 Mei 2018 dan efektif menjabat per 27
Agustus 2018 untuk menggantikan Asmawi Syam. Seringnya bongkar-pasang direksi ini juga
menunjukkan kurang sigapnya pemerintah dalam membenahi Jiwasraya..

Seperti diketahui, JS Saving Plan adalah produk asuransi jiwa yang tidak hanya memberikan
manfaat proteksi meninggal dunia atau cacat total karena kecelakaan, JS Saving Plan ini juga
memberikan manfaat kepastian investasi sebesar pengembalian pokok dan hasil investasi yang
dijamin. Nasabah hanya membayar Rp 100 juta di awal. Setelah satu tahun, ia bisa menarik imbal
hasil dengan persentase tinggi dan tetap mendapat perlindungan asuransi selama lima tahun.
Sebanyak 17 ribu nasabah tergiur. Berdasarkan sumber anomim, Jiwasraya menjanjikan bunga
10% kepada nasabah. Dengan biaya pemasaran/komisi agen/febased income bank sebesar 3%.
lantas darimana Jiwasraya bisa menginvestasikan dana tersebut dengan return 15%, dengan asumsi
perusahaan mengambil margin keuntungan 2%. Premi asuransi tersebut mampu mendongkrak
kinerja perusahaan dalam sekejap, tetapi menimbulkan persoalan besar ketika klaim tersebut jatuh
tempo pada Oktober 2018.

Pada 2017, tercatat tiga besar investasi Jiwasraya, yakni reksadana IDR 19.17 trilliun , saham IDR
6.63 trilliun dan properti IDR 6.55 trilliun, Masalah muncul karena investasi pada reksa dana dan
saham mengalami penurunan nilai. Ditengarai, banyak investasi reksa dana dan saham dilakukan
tanpa perhitungan cermat. Kini, jiwasraya tidak bisa dengan mudahnya menjual reksa dana atau
saham yang anjlok nilainya karena akan rugi besar.

Lampu kuning sebetulnya sudah dinyatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui Laporan
hasil Pemeriksaan (LPH) tahun 2016. Saat itu, BPK telah mendeteksi investasi yang tidak wajar,
yaitu pembelian saham PT Trikomsel Oke IDR 449.5 miliar, PT Sugih Energy IDR 318.1 miliar
dan PT Eureka Prima Jakarta IDR 118 miliar. BPK menilai pembelian-pembelian saham ini kurang
cermat karena sebetulnya fundamental perusahaan itu kurang bagus. Begitu pula dalam pembelian
reksa dana Jiwasraya berinvestasi hingga IDR 6.3 trilliun untuk saham PT Inti Agri Resources
melalui rksa dana, BPK pun memberikan catatan:investasi pada satu saham dengan nilai cukup
besar ini bisa menimbulkan potensi gelembung (bubble). Harga saham Inti Agri akan melonjak
terus walaupun keuangan perusahaan ini tidak begitu baik – kondisi yang berpotensi merugikan
Jiwasraya.

Berdasarkan laporan keuangan Jiwasraya tahun 2017 (unaudited) mencatat laba bersih senilai
Rp2,4 triliun. Tapi, manajemen baru minta diaudit ulang oleh Pricewaterhouse Coopers (Pwc).
Hasilnya, laba kempes menjadi Rp360 miliar. Selisih ini karena sejatinya Jiwasraya tidak
mencadangkan sesuai ketentuan.Untuk itu, yang dulu disebut opini dengan pengecualian kini
menunukan ketidakwajaran dalam beberapa item tertentu apa yang sering disebut little adverse.

Kasus Jiwasraya seharusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan.
Kebijakan investasi yang merugikan nasabah sekaligus negara itu seharusnya tidak terjadi jika
mereka mengawasinya secara cermat. Otoritas Jasa Keuangan semenstinya berani bertindak tegas
terhadap perusahaan negara yang ceroboh dalam berinvestasi dan mengelola keuangan.

BPK yang sedang memeriksan lagi Asuransi Jiwasraya, perlu mengamati semua cacat perusahaan
ini. Temuan mengenai pembelian saham yang mencurigakan perlu diperdalam. Auditor harus
memastikan apakah ada indikasi fraud-tindakan curang yang menguntungkan pribadi atau pihak
lain. Langkah ini penting demi memberikan sanksi, bahkan memproses secara hukum jika cukup
bukti, siapapun yang bersalah.

Anda mungkin juga menyukai