Anda di halaman 1dari 8

Kasus Pelanggaran Akuntan Publik

Ahmad Fauzan

Muhammad Rijal

Muhammad Rudinni (2010313110003)

1. Kasus Jiwasraya - PricewaterhouseCoopers (PwC)

Pada 2006-2012, KAP yang ditunjuk adalah KAP Soejatna, Mulyana, dan Rekan. Sementara sejak 2010-
2013, KAP Hertanto, Sidik dan Rekan. Pada 2014-2015, KAP Djoko, Sidik dan Indra. Lalu 2016-2017,
PricewaterhouseCoopers (PwC).

PwC memberikan opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan konsolidasian PT Asuransi
Jiwasyara (Persero) dan entitas anaknya pada tanggal 31 Desember 2016. Laba bersih Jiwasraya yang
dimuat dalam laporan keuangan yang telah diaudit dan ditandatangani oleh auditor PwC tanggal 15
Maret 2017 itu menunjukkan laba bersih tahun 2016 adalah sebesar Rp 1,7 triliun. Sementara itu laba
bersih Jiwasraya menurut laporan keuangan auditan tahun 2015 adalah Rp 1,06 triliun.

Pada 10 Oktober 2018, Jiwasraya mengumumkan tak mampu membayar klaim polis JS Saving Plan yang
jatuh tempo sebesar Rp 802 miliar. Seminggu kemudian Rini Soemarno yang menjabat sebagai Menteri
Negara BUMN melaporkan dugaan fraud atas pengelolaan investasi Jiwasraya.

Audit BPK selama 2015-2016 menjadi rujukan. Dalam audit tersebut disebutkan investasi Jiwasraya
dalam bentuk medium term notes (MTN) PT Hanson International Tbk (MYRX) senilai Rp 680 miliar,
berisiko gagal bayar. Berdasarkan laporan audit BPK, perusahaan diketahui banyak melakukan investasi
pada aset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi, sehingga mengabaikan prinsip kehati-hatian.

Pada 2018, sebesar 22,4% atau Rp 5,7 triliun dari total aset finansial perusahaan ditempatkan pada
saham, tetapi hanya 5% yang ditempatkan pada saham LQ45. Lalu 59,1% atau Rp 14,9 triliun
ditempatkan pada reksa dana, tetapi hanya 2% yang dikelola oleh top tier manajer investasi. Kondisi-
kondisi tersebut menyebabkan kerugian hingga modal Jiwasraya minus. Negara diperkirakan mengalami
kerugian hingga Rp 13,7 miliar. (Beritasatu.com)
2. Kasus SNP Finance - Deloitte

Pada dasarnya perjanjian utang piutang antara SNP Finance dengan para kreditornya (bank) tersebut
adalah kerjasama yang sifatnya mutualistik. SNP Finance membutuhkan dana, bank juga butuh
menyalurkan kredit. Namun dalam perjalanan waktu, ternyata bisnis retail Columbia yang merupakan
induk dari SNP Finance mengalami kemunduran. Apa penyebabnya? Kita bisa melihat bahwa perilaku
pembelian customer telah berubah, konsumen saat ini tidak lagi belanja produk furniture dan elektronik
dengan datang ke toko, melainkan mereka lebih suka membeli secara online melalui
perangkat gadgetnya. Mulai dari survey harga, survey spesifikasi produk, sampai dengan pembelian,
semua dilakukan secara online. Bahkan para online shop tersebut juga memberikan fasilitas kredit tanpa
bunga (bunga 0%) untuk tenor yang bahkan sampai 12 bulan. Kondisi perubahan perilaku pembelian
customer inilah yang memukul pangsa pasar dari Columbia, dan tentunya juga berdampak pada SNP
Finance. Buntutnya adalah kredit SNP Finance kepada para bank – bank/krediturnya tersebut menjadi
bermasalah, dalam istilah keuangan disebut Non Performing Loan (NPL).

   Apa yang dilakukan SNP Finance untuk mengatasi utangnya kepada bank tersebut? SNP finance
membuka keran pendanaan baru melalui penjualan surat utang jangka menengah, disebut dengan MTN
(Medium Term Notes). MTN ini sifatnya hampir mirip dengan obligasi, hanya saja jangka waktunya
adalah menengah, sedangkan obligasi jangka waktunya panjang. MTN ini diperingkat oleh Pefindo
(Pemeringkat Efek Indonesia) dan kembali lagi bahwa Pefindo juga memberikan peringkat salah satunya
adalah berdasarkan laporan keuangan SNP Finance yang diaudit oleh Deloitte. Awalnya peringkat efek
SNP Finance sejak Desember 2015 – 2017 adalah A-, bahkan kemudian naik menjadi A di Maret 2018.
Namun tidak lama kemudian, di bulan Mei 2018 ketika kasus ini mulai terkuak, perikat efek SNP Finance
turun menjadi CCC bahkan di bulan yang sama tersebut turun lagi menjadi SD (Selective Default). 

Default dalam bahasa sederhananya adalah gagal bayar. Berikutnya SNP Finance mengajukan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), sebesar kurang lebih Rp 4,07 Trilyun yang terdiri dari
kredit perbankan 2,22 Trilyun dan MTN 1,85 Trilyun. Mengapa debitur dan pemegang MTN mau percaya
dan menyalurkan kredit kepada SNP Finance? Karena awalnya pembayaran dari SNP Finance lancar, dan
para kreditur tersebut juga menganalisis kesehatan keuangan SNP Finance melalui laporan
keuangannya, yang diaudit oleh kantor akuntan publik ternama, yaitu Deloitte.

Namun ternyata terjadi pemalsuan data dan manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh
manajemen SNP Finance. Diantaranya adalah membuat piutang fiktif melalui penjualan fiktif. Piutang
itulah yang dijaminkan kepada para krediturnya, sebagai alasan bahwa nanti ketika piutang tersebut
ditagih uangnya akan digunakan untuk membayar utang kepada kreditor. Untuk mendukung aksinya
tersebut, SNP Finance memberikan dokumen fiktif yang berisi data customer Columbia. Sangat
disayangkan bahwa Deloitte sebagai auditornya gagal mendeteksi adanya skema kecurangan pada
laporan keuangan SNP Finance tersebut. Deloitte malah memberikan opini wajar tanpa pengecualian
pada laporan keuangan SNP Finance. ( https://accounting.binus.ac.id/ )

3. PT Hanson International Tbk - Ernst Young

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenakan sanksi kepada kantor akuntan publik partner dari Ernst and
Young (EY) karena dinilai tak teliti dalam penyajian laporan keuangan PT Hanson International Tbk
(MYRX). Atas kesalahan ini OJK memberikan sanksi membekukan Surat Tanda Terdaftar (STTD) selama
satu tahun.

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I Djustini Septiana dalam suratnya mengatakan Sherly Jokom
dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Purwantono, Sungkoro dan Surja terbukti melanggar udang-undang
pasar modal dan kode etik profesi akuntan publik dari Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).

Sherly terbukti melakukan pelanggaran Pasal 66 UUPM jis. paragraf A 14 SPAP SA 200 dan Seksi 130
Kode Etik Profesi Akuntan Publik - Institut Akuntan Publik Indonesia. OJK menilai KAP ini melakukan
pelanggaran karena tak cermat dan teliti dalam mengaudit laporan keuangan tahun PT Hanson
International Tbk. (MYRX) untuk tahun buku 31 Desember 2016.

Kesalahan yang dilakukan perusahaan adalah tak profesional dalam pelaksanaan prosedur audit terkait
apakah laporan keuangan tahunan perusahaan milik Benny Tjokro mengandung kesalahan material yang
memerlukan perubahan atau tidak atas fakta yang diketahui oleh auditor setelah laporan keuangan
diterbitkan. Kesalahan yang dimaksud OJK adalah adanya kesalahan penyajian (overstatement) dengan
nilai mencapai Rp 613 miliar karena adanya pengakuan pendapatan dengan metode akrual penuh (full
acrual method) atas transaksi dengan nilai gross Rp 732 miliar.

Selain itu, dalam laporan keuangan tersebut juga tak mengungkapkan adanya Perjanjian Pengikatan Jual
Beli (PPJB) atas kavling siap bangun (KASIBA) tertanggal 14 Juli 2019 yang dilakukan oleh Hanson
International sebagai penjual. (https://www.cnbcindonesia.com/ )

4. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk - Ernst Young


Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menilai, PT Ernst Young Indonesia (EY) melanggar UU Nomor 5 Tahun
2011 tentang Akuntan Publik, karena perusahaan jasa konsultasi keuangan ini telah melakukan audit
investigasi terhadap Laporan Keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) Tahun Buku 2017.

Penilaian itu disampaikan Anggota Majelis Kehormatan IAI, Anton Silalahi di Jakarta, Senin (8/4). "Audit
investigasi itu termasuk jasa asurans. Dan, itu merupakan tugas akuntan publik sebagaimana tercantum
di UU Akuntan Publik," kata Anton.

Anton memandang, keputusan Erns Young yang melakukan audit investigasi terhadap Laporan
Keuangan AISA

Tahun Buku 2017 tersebut telah melanggar UU Akuntan Publik. "Itu hanya Delik Biasa dan bukan Delik
Aduan. Tetapi memang, sayangnya ada penyidik yang kurang paham UU Akuntan Publik,"
imbuhnya.Lebih lanjut Anton menjelaskan, pada Pasal 3 UU Akuntan Publik menyebutkan bahwa
akuntan publik memberikan jasa asurans yang meliputi jasa audit informasi keuangan historis, jasa
review atas informsi keuangan historis dan jasa asurans lainnya.

Sehingga, ujar Anton, jasa asurans hanya dapat diberikan oleh akuntan publik. "Audit investigasi itu juga
jasa asurans. Sayangnya, EY itu bukan akuntan publik," ujarnya. Sebagaimana diketahui, Ernst Young
Indonesia berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) Purwantono, Sungkoro Surja. Sementara itu,
menurut Anton, pada Pasal 57 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap orang yang bukan akuntan publik,
tetapi menjalankan profesi akuntan publik dan bertindak seolah-olah sebagai akuntan publik, maka bisa
dipidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda maksimal Rp500 juta. "Ernst Young
(Indonesia) itu melakukan hal yang tidak patut dan melanggar UU Akuntan Publik," ujar Anton.
Sebelumnya, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membantah yang menyebutkan bahwa AISA telah salah
menunjuk Kantor Akuntan Publik untuk melakukan audit investigasi terhadap Laporan Keuangan AISA
Tahun 2017.

Menurut Direktur Utama BEI, Inarno Djajadi, pada pekan lalu BEI sudah melakukan dengar pendapat
dengan AISA (manajemen baru), terkait dugaan terjadinya laporan keuangan ganda yang dilakukan oleh
manajemen lama AISA Lebih lanjut inarno menegaskan, AISA tidak salah menunjuk KAP terkait
pelaksanaan audit investigasi terhadap dugaan laporan keuangan ganda. "Tidak salah tunjuk," kata
Inarno di Gedung BEI Jakarta, Selasa (2/4) ketika ditanya mengenai kemungkinan AISA telah salah
menunjuk auditor investigasi.Perlu diketahui, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa ( RUPS -LB)
AISA pada akhir 22 Oktober 2018 mengamanatkan agar manajemen AISA melakukan audit investigasi
dengan menunjuk KAP dan/atau Konsultan Hukum Independen. Pada pelaksanaannya, AISA menunjuk
Ernst Young Indonesia. Pada Selasa, 26 Maret 2019, AISA menyampaikan keterbukaan informasi melalui
BEI mengenai "Laporan atas Investigasi Berbasis Data" yang dilakukan Ernst Young. Investigasi tersebut
didasari dugaan adanya laporan keuangan ganda yang dilakukan oleh manajemen lama AISA .
( https://www.indopremier.com/ )

5. Kasus Indosat Ooredoo - Ernst Young

Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB) atau Dewan Pengawas Perusahaan Akuntan Publik
Amerika Serikat (AS) menjatuhkan hukuman kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) Purwanto, Suherman
dan Surja beserta partner Ernst and Young (EY) Indonesia karena terbukti berperan dalam kegagalan
audit laporan keuangan PT Indosat Tbk pada tahun 2011.

Hukuman yang diberikan PCAOB yaitu berupa denda US$ 1 juta kepada Ernst and Young Indonesia.
Kemudian hukuman denda juga diberikan kepada akuntan public yang merupakan partner EY Indonesia
yaitu Roy Iman Wirahardja sebesar US$ 20.000 ditambah larangan berpraktek selama lima tahun,
kemudian denda sebesar US$ 10.000 diberikan kepada mantan Direktur EY Asia-Pasific, Randall Leali
dengan larangan berpraktek selama satu tahun.

Hukuman ini dijatuhkan karena KAP Purwanto, Suherman dan Surja karena telah gagal menyajikan bukti
yang mendukung perhitungan atas sewa 4.000 menara seluler yang terdapat dalam laporan keuangan
Indosat. Mereka malah memberikan label Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan
tersebut, padahal perhitungan dan analisisnya belum selesai.

PCAOB merupakan lembaga yang mengawasi praktik audit terhadap perusahaan publik guna melindungi
investor. Selain itu, lembaga ini juga mengawasi laporan audit perusahaan broker dan manajer investasi
di bursa. Tujuan lembaga ini tentunya selain melindungi investor juga mempromosikan laporan audit
yang informatif, akurat dan independen.

CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli menyampaikan terkait dengan transaksi tower di 2011 dan 2012
dalam buku Indosat tahun 2012 sudah di disesuaikan. Jadi masalah EY Indonesia kena periksa dan
akhirnya kena denda kami sudah tidak tahu lagi. "Setelah itu juga sudah ganti auditor," ujar Alexander
kepada KONTAN, Senin (13/2).

Sementara Group Head Corporate Communications Indosat Ooredoo, Deva Rachman menyampaikan
selama tahun yang berakhir 31 Desember 2012, mereeevaluasi kebijakan akuntansi yang relevan dan
sebagai hasilnya, seperti yang tercantum dalam pelaporan US Securities and Exchange Commission (SEC)
pada 2012 dan 2013 di formulir 20-F, laporan keuangan 2011 kami telah sajikan kembali.

Selain itu, lanjut Deva, manajemen juga telah merevaluasi dan memperbaiki internal controls over
financial reporting yang relevan. “Sebagai best practice, kami mengevaluasi secara berkala kebijakan
akuntansi dan internal controls kami untuk memastikan kepatuhan dengan standar yang berlaku,” ujar
Deva. ( https://nasional.kontan.co.id/ )

6. Kasus Baker Hughes - KPMG

Nama KPMG-SSH tentu sudah tidak asing lagi bagi para eksekutif perusahaan-perusahaan besar di
Jakarta. KAP ini juga merupakan satu dari beberapa kantor akuntan besar andalan Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dalam melakukan restrukturisasi sekian banyak institusi keuangan di
Indonesia.

Namun, berita tentang KPMG-SSH yang dikeluarkan oleh Securities Exchange Commision (SEC) pada 17
September 2001 lalu bukanlah hal yang bisa dikatakan prestasi bagi KAP itu. Pasalnya, rilis SEC tersebut
mengumumkan bahwa KPMG-SSH dan senior partner-nya, Sony B. Harsono, diduga telah melakukan
penyuapan terhadap pejabat kantor pajak di Jakarta.

Ada apa di balik dugaan praktek penyuapan yang dituduhkan terhadap KPMG-SSH yang notabene
berkantor di Indonesia? Lagi pula, praktek suap yang dituduhkan oleh kedua lembaga pemerintah AS itu
pun terjadinya di Indonesia. Jadi, persoalan ini menjadi tanda tanya besar bagi publik, khususnya bagi
mereka yang telah bertahun-tahun memakai jasa KPMG-SSH.

Tidak ada asap kalau tidak ada api. "Api" yang menyala di Indonesia, "asapnya" mengembara sampai ke
AS. Kronologisnya begini, AS memiliki undang-undang yang dinamakan Foreign Corrupt Practises Act
(FCPA), yaitu undang-undang yang melarang praktek korupsi yang dilakukan di ranah asing. UU ini
memungkinkan pemerintah AS melakukan aksi hukum terhadap warga asing yang diduga terlibat
korupsi dengan pihak AS, baik korporat ataupun perorangan.

Dalam kasus gugatan terhadap KPMG-SSH – mitra bisnis dari multinational accounting firm KPMG
International – ini, salah satu pihak yang terlibat secara langsung adalah PT Eastman Christensen (PTEC).
PTEC ini adalah perusahaan Indonesia yang mayoritas sahamnya dipegang oleh Baker Hughes
Incorporated, perusahaan pertambangan yang bermarkas di Texas, AS.

PTEC ini sendiri adalah pihak yang, menurut gugatan SEC dan Departemen Kehakiman AS, meminta
KPMG-SSH untuk menyogok pejabat kantor pajak Jakarta Selatan (PTEC berdomisili di Jakarta Selatan-
red). Perintah itu dimaksudkan agar jumlah kewajiban pajak bagi PTEC dibuat seminim mungkin.
(https://www.hukumonline.com )

7. PT Garuda Indonesia - BDO International Limited

Kementerian Keuangan memaparkan tiga kelalaian Akuntan Publik (AP) dalam mengaudit laporan
keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2018. Hal itu akhirnya berujung sanksi dari Pusat
Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK).

Adapun, laporan keuangan tersebut diaudit oleh AP Kasner Sirumapea dari Kantor Akuntan Publik (KAP)
Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang, dan Rekan. Sebelumnya, laporan keuangan Garuda Indonesia
menuai polemik. Hal itu dipicu oleh penolakan dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan
Dony Oskaria untuk mendatangani persetujuan atas hasil laporan keuangan 2018.

Keduanya memiliki perbedaan pendapat terkait pencatatan transaksi dengan Mahata senilai US$239,94
juta pada pos pendapatan. Pasalnya, belum ada pembayaran yang masuk dari Mahata hingga akhir
2018.

Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto merinci kelima kelalaian yang dilakukan. Pertama, AP
bersangkutan belum secara tepat menilai substansi transaksi untuk kegiatan perlakuan akuntansi
pengakuan pendapatan piutang dan pendapatan lain-lain. Sebab, AP ini sudah mengakui pendapatan
piutang meski secara nominal belum diterima oleh perusahaan.

"Sehingga, AP ini terbukti melanggar Standar Audit (SA) 315," ujar Hadiyanto, Jumat (28/6). Kedua,
akuntan publik belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup untuk menilai perlakuan
akuntansi sesuai dengan substansi perjanjian transaksi tersebut. Ini disebutnya melanggar SA 500.

Terakhir, AP juga tidak bisa mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan keuangan sebagai
dasar perlakuan akuntansi, di mana hal ini melanggar SA 560. Tak hanya itu, Kantor Akuntan Publik (KAP)
tempat Kasner bernaung pun diminta untuk mengendalikan standar pengendalian mutu KAP. "KAP mau
tidak mau harus comply dengan seluruh standar ini," jelas dia.

Sebelumnya, Kemenkeu menjatuhkan dua sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan
Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang Rekan terkait dengan polemik
laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk tahun buku 2018.

Tak hanya itu, KAP yang mengaudit laporan keuangan Garuda Indonesia juga dikenakan peringatan
tertulis disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan
dilakukan reviu oleh BDO International Limited kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang Rekan.
( https://www.cnnindonesia.com/ )

Anda mungkin juga menyukai