Anda di halaman 1dari 19

Skandal Etika Akuntan Indonesia Dalam 10 Tahun Terakhir

Tugas Mata Kuliah

Etika Bisnis dan Profesi

Oleh:

Widya Lestari 190810301032


Risma Azizah 190810301103
Maulidya Fitrianti 190810301137

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Jember

2020
PENDAHULUAN

Setiap profesi dituntut untuk bekerja secara profesional, kemampuan dan


keahlian khusus sangat perlu untuk dimiliki suatu profesi, sehingga seorang profesioanl
mampu bersaing dan berkembang dalam menjalankan pekerjaanya. Namun, tidak
hanya kemampuan dan keahlian khusus saja yang harus dimiliki suatu profesi. Setiap
profesi tentunya harus didukung juga dengan adanya etika profesi yang mengatur
seorang profesional dalam menjalankan pekerjaanya. Etika Profesi diperlukan agar
apa yang dilakukan oleh seorang profesional tidak melanggar batas-batas mengenai
apa yang boleh dilakukan dan apa yang harus dihindari oleh seorang profesional
dalam menjalankan profesinya .Namun, pada kenyataannya, masih banyak seorang
profesional dalam menjalankan pekrjaanya yang melakukan pelanggaran terhadap
batasan-batasan yang telah ada pada kode etik profesional, sehingga tentunya dengan
pelanggaran etika tersebut dapat merugikan suatu pribadi maupun berbagi pihak yang
berkepentingan.
Kemajuan ekonomi dan perkembangan bisnis merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya pelanggaran etika. Persaingan yang ketat diantara perusahaan-
perusahaan di berbagai bidang memaksa perusahaan atau organisasi untuk
memaksimalkan segala bentuk potensi dan kemampuan yang dimilikinya serta
menggunakan berbagai cara dan strategi untuk mengoptimalkan kinerja bisnis
perusahaan dengan mengesampingkan kode etik yang telah menjadi aturan, sehingga
dapat dikatakan tindakan yang dilakukan termasuk dalam tindakan yang menyimpang.
Dan masalah penyimpangan dalam dunia bisnis pun tidak jarang dilakukan oleh salah
satu pemegang peranan penting dalam dunia bisnis, yaitu akuntan publik, dan
penyimpangan ini terjadi di berbagai negara. Berkaca dari beberapa kejadian yang
memilukan dalam praktisi bisnis, diantaranya yang telah dibahas pada bab
sebelumnya, yaitu kasus perusahaan Enron dan juga Worldcom yang melibatkan KAP
Arthur Andersen yang terjadi di Negara Amerika Serikat. Tidak terkecuali di Negara
kita Indonesia, banyak pula terjadi kasus-kasus perusahaan yang melibatkan KAP
besar di Indonesia. Pada rangkuman ini akan dibahas beberapa skandal etika akuntan
Inodoseia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Skandal Etika Akuntan Indonesia ini penting untuk dipelajari karena dengan
adanya kasus atau skandal etika Akuntan terutama di Indonesia bida dijadikan
pelajaran bagi KAP lain untuk lebih memepertimbangkan berbagai aspek dalam
mengambil keputusan. Karena apabila skandal – skandal yang pernah terjadi terulang
kembali, maka masyarakat akan tidak percaya lagi pada kinerja KAP dan menganggap
auditor sebagai profesi yang hanya mencari keuntungan pribadi tanpa memperhatikan
etika. Namun, apabila skandal – skandal yang pernah te dijadikan sebagai bahan
pelajaran, maka KAP akan mampu bertahan dan memberikan yang terbaik untuk
kliennya. Akuntan profesional yang baik tidak akan mengambil keuntungan pribadi
yang dapat merugikan pihak lain. Akuntan profesional harus membuat penilaian dan
nilai-nilai yang mencakup ekspektasi publik, yang menyertai munculnya akuntabilitas
dan kerangka kerja pengelolaan berorientasi stakeholder.
PEMBAHASAN

A. Kasus PT Asuransi Jiwasraya dengan Pricewaterhouse Coopers (PwC)


PT Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan perusahaan asuransi milik
negara tertua dan terbesar di Indonesia. Terungkapnya kasus salah kelola usaha
PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya) telah menyita perhatian publik. KAP yang
mengaudit laporan keuangan Jiwasraya diduga melakukan kelalaian. Pada 2006 -
2012, KAP yang ditunjuk adalah KAP Soejatna, Mulyana, dan rekan. Sementara
sejak 2010 - 2013, KAP Hertanto, Sidik, dan rekan. Pada 2014 - 2015, KAP Djoko,
Sidik, dan Indra. Kemudian tahun 2016 - 2017 laporan keuangan Jiwasraya diaudit
oleh Pricewaterhouse Coopers (PwC). PwC memberikan opini wajar tanpa
pengecualian atas laporan keuangan konsolidasian PT Asuransi Jiwasyara
(Persero) dan entitas anaknya pada tanggal 31 Desember 2016. Laba bersih
Jiwasraya yang dimuat dalam laporan keuangan yang telah diaudit dan
ditandatangani oleh auditor PwC tanggal 15 Maret 2017 itu menunjukkan laba
bersih tahun 2016 adalah sebesar Rp 1,7 triliun. Adapun untuk laporan keuangan
2017, PwC memberikan opini adverse atau dengan modifikasi. Dalam laporan
keuangan tersebut, Jiwasraya mencatatkan laba sebesar Rp360 miliar dari yang
sebelumnya Rp2,4 triliun.
Namun, pada 10 Oktober 2018, Jiwasraya mengumumkan tak mampu
membayar klaim polis JS Saving Plan yang jatuh tempo sebesar Rp 802 miliar.
Seminggu kemudian Rini Soemarno yang menjabat sebagai Menteri Negara
BUMN melaporkan dugaan fraud atas pengelolaan investasi Jiwasraya. ketiadaan
likuiditas membuat Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim nasabah JS Saving
Plan dan mencapai Rp12,4 triliun per Desember 2019 (Kompas, 18 Januari 2019).
Buruknya keuangan Jiwasraya dikarenakan perusahaan membeli saham-saham
lapis kedua dan ketiga menjelang tutup kuartal atau tutup tahun untuk
“mempercantik” laporan keuangan (window dressing). Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) menemukan harga saham tempat Jiwasraya berinvestasi selalu
“melompat” menjelang tutup tahun, dan kemudian saham tersebut dijual lagi pada
2 Januari tahun berikutnya. Karena saham yang dibeli di bawah harga pasar,
maka pada laporan keuangan akhir tahun akan tercatat hasil investasi Jiwasraya
menguntungkan (laba semu). Namun sebenarnya perusahaan sudah mengalami
kerugian (Majalah Tempo, 19 Januari 2020).

Kronologi Kasus Jiwasraya


2015 - Hasil audit BPK menunjukkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan
laporan aset investasi keuangan melebihi realita (overstated) serta
kewajiban di bawah realita (understated).
- Jiwasraya membeli obligasi medium-term note (MTN) pada
perusahaan yang baru berdiri 3 tahun tanpa pendapatan dan terus
merugi.
- BPK mengungkap kejanggalan pembelian saham dan reksa dana lapis
kedua dan ketiga yang tidak disertai kajian memadai, tanpa
mempertimbangkan aspek legal dan kondisi keuangan perusahaan.
2016 - OJK meminta perusahaan menyampaikan rencana pemenuhan rasio
kecukupan investasi karena sudah tidak lagi menggunakan mekanisme
reasuransi.
- BPK menemukan nilai pembelian sejumlah saham dan reksa dana
lebih mahal dibanding nilai pasar sehingga berpotensi merugikan
perusahaan Rp601,85 miliar.
- BPK mencatat investasi tidak langsung senilai Rp6,04 triliun atau
setara 27,78% dari total investasi perusahaan pada tahun 2015. -
Jiwasraya melepas saham dan reksa dana lapis kedua dan ketiga
sesuai rekomendasi BPK.
2017 - OJK meminta Jiwasraya mengevaluasi produk JS Saving Plan agar
sesuai kemampuan pengelolaan investasi.
- OJK memberikan sanksi peringatan pertama karena perusahaan
terlambat menyampaikan laporan aktuaria tahun 2017.
- Pendapatan premi JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun dan laba
Rp2,4 triliun atau naik 37,64% dari tahun 2016.
- Ekuitas surplus Rp5,6 triliun tetapi kekurangan cadangan premi Rp7,7
triliun karena belum memperhitungkan penurunan aset.
- Perusahaan kembali membeli saham dan reksa dana lapis kedua dan
ketiga.
- OJK tidak menemukan saham dan reksa dana yang melebihi batas
investasi (10% saham dan 20% reksa dana) pada setiap manajer
investasi.
- Pencatatan liabilitas yang lebih rendah dari semestinya membuat laba
sebelum pajak mencapai Rp428 miliar dari sebenarnya rugi Rp7,26
miliar.
2018 - OJK dan Jiwasraya membahas penurunan pendapatan premi secara
signifikan akibat penurunan guaranted return (garansi imbal hasil) atas
produk JS Saving Plan.
- OJK mengenakan denda administratif Rp175 juta atas keterlambatan
penyampaian laporan keuangan 2017.
- Kantor Akuntan Publik (KAP) Pricewaterhouse Coopers (PwC)
memberikan opini tidak wajar pada laporan keuangan Jiwasraya 2017
karena perusahaan hanya mencatatkan liabilitas manfaat polis masa
depan Rp38,76 triliun yang seharusnya Rp46,44 triliun.
- PwC mengoreksi laporan keuangan 2017 dari laba Rp2,4 triliun
menjadi Rp428 miliar.
- Jiwasraya tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS
Saving Plan Rp802 miliar pada Oktober 2018.
- Kualitas aset investasi Jiwasraya hanya 5% dari aset investasi saham
senilai Rp5,7 triliun pada tahun 2018 yang ditempatkan pada saham
bluechip. Hanya 2% dari aset investasi saham dan reksa dana yang
dikelola manajer investasi berkualitas.
- Jiwasraya hanya mampu mendapatkan Rp1,7 triliun dari penjualan
sebagian saham dan reksa dana yang bisa dijual (karena harganya
anjlok) serta masih terdapat Rp8,1 triliun di 26 saham dan 107 reksa
dana yang tidak bisa dilepas.
- BPK menyebutkan Jiwasraya melakukan investasi aset berisiko untuk
mengejar imbal hasil tinggi sehingga mengabaikan prinsip kehati-
hatian.
2019 - Jiwasraya membutuhkan dana Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio
solvabilitas (Risk Based Capital) 120%.
- Aset Jiwasraya tercatat Rp23,26 triliun, kewajibannya Rp50,5 triliun,
nilai ekuitas negatif Rp27,24 triliun dan liabilitas produk JS Saving Plan
tercatat Rp 12,4 triliun
2020 - Kejaksaan Agung meminta BPK memulai audit investigasi Jiwasraya
dan OJK.
- Klaim nasabah yang akan jatuh tempo hingga akhir tahun 2020
mencapai Rp16,1 triliun. Indikasi kerugian negara Rp13,7 triliun akibat
gagal bayar polis.
Sumber : cnnindonesia.com, 30 Desember 2019, cnnindonesia.com, 10 Januari
2020, dan Majalah Tempo, 19 Januari 2020

B. Kasus SNP Finance dengan KAP Deloitte Indonesia


Sun Prima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance merupakan
perusahaan multi finance, anak perusahaan dari grup bisnis Columbia. Columbia
adalah perusahaan retail yang menjual produk perabotan rumah tangga seperti
alat-alat elektronik dan furnitur. Dalam menjual produknya, Columbia memberikan
opsi pembelian dengan cara tunai atau kredit cicilan kepada customernya. SNP
Finance inilah yang menjadi partner Columbia dalam memfasilitasi kredit dan
cicilan bagi customer Columbia. Columbia sendiri mempunyai jumlah outlet yang
sangat banyak, tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, melihat kondisi
seperti itu, tentu SNP Finance harus memiliki modal kerja (working capital) dalam
jumlah yang besar untuk menutup kredit para customer Columbia.
SNP Finance menghimpun dana melalui pinjaman Bank. Bank Mandiri
tercatat sebagai pemberi pijaman terbesar kepada SNP Finance. Bank-bank yang
memberikan pinjaman tersebut adalah kreditor, mereka punya kepentingan untuk
mengetahui bagaimana dana yang mereka pinjamakan ke SNP Finance. Dalam
hal ini bank bergantung pada informasi keuangan yang tertuang dalam laporan
keuangan yang dibuat oleh manajemen SNP Finance. SNP Finance
menggunakan jasa Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte Indonesia yang
merupakan salah satu Kantor Akuntan Publik (KAP) asing elit (disebut the Big
Four) untuk mengaudit laporan keuangannya dan memastikan bahwa laporan
keuangan yang disusun tersebut terbebas dari kesalahan atau manipulasi.

Kegagalan Bisnis dan Manipulasi oleh SNP Finance

Dalam perjalanan waktu, ternyata bisnis retail Columbia yang merupakan


induk dari SNP Finance mengalami kemunduran. Penyebabnya dikarenakan
perilaku pembelian customer telah berubah, Konsumen lebih menyukai belanja
online daripada datang ke toko, Mulai dari survey harga, survey spesifikasi
produk, sampai dengan pembelian, semua dilakukan secara online. Bahkan
para online shop tersebut juga memberikan fasilitas kredit tanpa bunga (bunga
0%) untuk tenor yang bahkan sampai 12 bulan. Hal ini mengakibatkan kredit SNP
Finance kepada para bank /krediturnya tersebut menjadi bermasalah, dalam istilah
keuangan disebut Non Performing Loan (NPL).
Dalam hal mengatasi utangnya kepada bank tersebut, SNP finance
membuka keran pendanaan baru melalui penjualan surat utang jangka menengah,
disebut dengan MTN (Medium Term Notes). MTN ini sifatnya hampir mirip dengan
obligasi, hanya saja jangka waktunya adalah menengah, sedangkan obligasi
jangka waktunya panjang. MTN ini diperingkat oleh Pefindo (Pemeringkat Efek
Indonesia) dan kembali lagi bahwa Pefindo juga memberikan peringkat salah
satunya adalah berdasarkan laporan keuangan SNP Finance yang diaudit oleh
Deloitte. Awalnya peringkat efek SNP Finance sejak Desember 2015 – 2017
adalah A-, bahkan kemudian naik menjadi A di Maret 2018. Namun tidak lama
kemudian, di bulan Mei 2018 ketika kasus ini mulai terkuak, perikat efek SNP
Finance turun menjadi CCC bahkan di bulan yang sama tersebut turun lagi
menjadi SD (Selective Default) atau gagal bayar. Berikutnya SNP Finance
mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), sebesar kurang
lebih Rp 4,07 Trilyun yang terdiri dari kredit perbankan 2,22 Trilyun dan MTN 1,85
Trilyun. Awlanya debitur dan pemegang MTN percaya dan menyalurkan kredit
kepada SNP Finance karena awalnya pembayaran dari SNP Finance lancar, dan
para kreditur tersebut juga menganalisis kesehatan keuangan SNP Finance
melalui laporan keuangannya, yang diaudit oleh kantor akuntan publik ternama,
yaitu Deloitte. Namun ternyata terjadi pemalsuan data dan manipulasi laporan
keuangan yang dilakukan oleh manajemen SNP Finance. Diantaranya adalah
membuat piutang fiktif melalui penjualan fiktif. Piutang itulah yang dijaminkan
kepada para krediturnya, sebagai alasan bahwa nanti ketika piutang tersebut
ditagih uangnya akan digunakan untuk membayar utang kepada kreditor. Untuk
mendukung aksinya tersebut, SNP Finance memberikan dokumen fiktif yang berisi
data customer Columbia. Sangat disayangkan bahwa Deloitte sebagai auditornya
gagal mendeteksi adanya skema kecurangan pada laporan keuangan SNP
Finance tersebut. Deloitte malah memberikan opini wajar tanpa pengecualian
pada laporan keuangan SNP Finance.

Sanksi atas Kecurangan Laporan Keuangan

Untuk manajemen dari SNP Finance sendiri saat ini kasusnya telah
ditangani oleh Bareskrim Polri. Mereka diduga melanggar pasal berlapis, yaitu
KUHP 362 tentang pemalsuan surat, KUHP 362 tentang penggelapan dan KUHP
378 tentang penipuan. Sementara sanksi untuk Deloitte sebagai auditornya
diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui siaran pers tertanggal 1
Oktober 2018, OJK memberikan sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Marlina dan
AP Merliyana Syamsul, keduanya dari KAP Satrio Bing Eni dan rekan (pemegang
afiliasi Deloitte di Indonesia), dan juga KAP Satrio Bing Eny dan rekan sendiri.
Sanksi yang diberikan adalah pembatalan hasil audit terhadap kliennya yaitu SNP
Finance dan pelarangan untuk mengaudit sektor perbankan, pasar modal dan
Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
Apa yang menjadi dasar dari OJK untuk pemberian sanksi tersebut? Bahwa
AP Marlinna, AP Merliyana Syamsul dan Deloitte telah melakukan pelanggaran
berat yaitu melanggar POJK Nomor 13/POJK.03/2017 tentang Penggunaan Jasa
Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik. Pertimbangannya antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Telah memberikan opini yang tidak mencerminkan kondisi keuangan yang
sebenarnya
2. Besarnya kerugian terhadap industri jasa keuangan dan masyarakat yang
ditimbulkan atas opini kedua AP tersebut atas Laporan Keuangan Tahunan
Audit (LKTA) SNP Finance
3. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan akibat
dari kualitas penyajian oleh akuntan publik.

C. Kasus PT Hanson International Tbk dengan KAP Ernst  Young


PT Mayer Textile Industri Indonesia memutuskan untuk berganti nama
menjadi PT Hanson Industri Utama pada tahun 1997. Pada tahun 2004, PT
Hanson Industri Utama kembali mengubah identitasnya menjadi PT Hanson
International Tbk. hingga saat ini. Setelah dunia industri tekstil tidak lagi
cemerlang, perusahaan ini beralih ke industri bisnis batu bara. Sayangny, bisnis
batu bara juga tidak begitu gemilang. Hingga akhirnya, Hanson mulai menjajal
bisnis properti dengan mengakuisisi ribuan hektar tanah di daerah Tangerang.
Agar bisnis di bidang properti bisa berkembang dengan baik, maka Hanson pun
menggandeng perusahaan lain yang sudah lebih senior di bidangnya.
PT Hanson International Tbk. menjual obligasi atau surat utang jangka
menengah kepada investor, salah satunya adalah Asuransi Jiwasraya yang
membeli hingga mencapai Rp680miliar. Surat Utang Jangka Menengah memang
menjadi salah satu instrumen dengan keuntungan yang menjanjikan dan dalam
tempo waktu yang cukup singkat, perusahaan sudah bisa membayar utang pokok
dan bunganya kepada investor, biasanya antara 5-10 tahun bahkan kadang lebih
cepat. Keuntungan yang didapat ini sepertinya yang membuat Asuransi Jiwasraya
tergiur samapi lupa mempertimbangkan aspek lainnya. Padahal, PT Hanson
International Tbk. saat itu sudah menunjukkan laporan keuangan dengan
pendapatan dan laba yang terus menurun yang menandakan kemungkinan
mengalami gagal bayar sangatlah besar. Kegagalan PT Hanson International Tbk.
untuk membayar surat utang jangka menengahnya pun berbuntut panjang.
Jiwasraya akhirnya mengalami penurunan aset, kerugian, hingga akhirnya gagal
bayar hak para pemegang polis.
PT Hanson International Tbk dikait – kaitkan dengan skandal dua
perusahaan BUMN asuransi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri
(Persero). Keduanya menempatkan dana nasabahnya dengan nominal cukup
besar di PT Hanson International Tbk. Dalam catatan OJK, PT Hanson
International pernah terbukti melakukan manipulasi penyajian laporan keuangan
tahunan (LKT) untuk tahun 2016 dan menjatuhkan sanksi. Manipulasi dilakukan
dalam penyajian akuntansi terkait penjualan kavling siap bangun dengan nilai
kotor Rp732 miliar, sehingga membuat pendapatan perusahaan naik tajam. 
Dalam jual beli tersebut, Hanson International melakukan pelanggaran Standar
Akuntansi Keuangan 44 tentang Akuntansi Aktivitas Real Estat (PSAK 44).
Sementara jika berdasarkan PSAK 44, pendapatan penjualan bisa diakui
dengan metode akrual penuh dengan syarat telah memenuhi kriteria, termasuk
penyelesaian Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang tidak bisa dibuktikan
oleh perseroan. Menurut OJK, dengan tidak menyampaikan PPJB kepada auditor
yang mengaudit LKT PT Hanson International Tbk, membuat pendapatan pada
LKT 2016 menjadi overstated dengan nilai material Rp613 miliar. OJK tidak dapat
menggunakan kewenangannya untuk memerintahkan PT Hanson International
Tbk melakukan koreksi atas LKT PT Hanson International. Akhirnya, OJK
menjatuhkan sanksi PT Hanson International Tbk berupa denda sebesar Rp500
juta dan perintah untuk melakukan perbaikan dan penyajian kembali atas LKT
2016. CEO PT Hanson International, Benny Tjokro dijatuhi sanksi denda Rp5
miliar. Direksi lainnya, Adnan Tabrani juga dikenai sanksi denda Rp100 juta.
Kemudian pada Sherly Jokom, auditor dari Kantor Akuntan Publik (KAP)
Purwantono, Sungkoro dan Surja, member dari Ernst and Young Global Limited
(EY), dengan hukuman pembekuan Surat Tanda Terdaftar (STTD) selama satu
tahun.

D. Kasus PT Garuda Indonesia dengan BDO International Limited


PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang berbasis
di Indonesia yang utamanya bergerak dalam bisnis penerbangan komersial.
Bisnisnya diklasifikasikan ke dalam tiga segmen: pengoperasian penerbangan,
layanan pemeliharaan pesawat terbang, dan pengoperasian lainnya. Perusahaan
ini mengoperasikan pesawat angkutan layanan-penuh dengan nama merek
Garuda Indonesia, sedangkan anak perusahaannya, PT Citilink Indonesia
mengoperasikan pesawat angkutan ekonomis dengan nama merek Citilink. Bisnis
layanan pemeliharaan pesawat terbangnya dijalankan oleh anak perusahaannya,
PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia. Pengoperasian bisnis lainnya
dijalankan oleh anak perusahaannya seperti PT Aero Wisata, yang bergerak
dalam industri horeka dan pariwisata; PT Abacus Distribution Systems Indonesia,
yang bergerak dalam bidang penyediaan layanan teknologi informasi dalam sistem
reservasi komputer, dan PT Aero Systems Indonesia, yang menyediakan
konsultasi sistem teknologi informasi, layanan rekayasa dan pemeliharaan untuk
penerbangan dan industri lainnya.
Kemudian, pada tahun 2019 Kementerian Keuangan menemukan
pelanggaran berat dalam laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA)
yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi dan
Rekan (member BDO International) dan Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea.
Kronologi Kasus Laporan Keuangan Garuda Indonesia

1. 2 April 2019: Berawal dari hasil laporan keuangan Garuda Indonesia tahun
buku 2018 yang membukukan laba bersih USD 809,85 juta atau setara
dengan Rp11,33 miliar (asumsi kurs Rp 14.000 per dolar AS). Angka ini
meningkat tajam dibanding tahun 2017. Namun, laporan keuangan tersebut
menuai kontroversi karena dua komisaris Garuda Indonesia, Tanjung dan
Dony Oskaria yang meyakini bahwa Laporan keuangan itu tidak sesuai
dengan PSAK. Karena, Garuda Indonesia memasukkan keuntungan dari PT
Mahata Aero Teknologi, yang memiliki utang terkait pemasangan wifi yang
belum dibayarkan.
2. 30 April 2019: BEI memanggil jajaran direksi Garuda Indonesia dan KAP
Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional).
Namun, Sri Mulyani Indrawati belum bisa menetapkan sanksi kepada pihak
terkait dan masih melakukan analisis terkait laporan dari pihak auditor.
3. 2 Mei 2019: OJK meminta BEI untuk melakukan verifikasi terhadap kebenaran
atau perbedaan pendapat mengenai pengakuan pendapatan dalam laporan
keuangan Garuda 2018.
4. 3 Mei 2019: Garuda Indonesia mengeluarkan pernyataan resmi setelah laporan
keuangannya ditolak oleh dua Komisarisnya dan mengaku tidak akan
melakukan audit ulang terkait laporan keuangan 2018.
5. 8 Mei 2019: Kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia ini juga menyeret
nama Mahata Aero Teknologi karena dinilai berani menandatangani kerja sama
dengan Garuda Indonesia dan mencatatkan utang sebesar USD239 juta
kepada Garuda pada kolom pendapatan.
6. 21 Mei 2019: Jajaran Direksi Garuda Indonesia dipanggil oleh Komisi VI DPR-
RI dan dimintai keterangan. Direktur Utama Garuda Indonesia mengatakan,
mengenai kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi, terkait penyediaan
layanan WiFi on-board yang dapat dinikmati secara gratis. Kerja sama ini
mencatatkan pendapatan yang masih berbentuk piutang sebesar
USD239.940.000 dan di antaranya merupakan bagi hasil yang seharusnya
dibayarkan Mahata.
7. 14 Juni 2019: Kemenkeu telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap KAP
Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan (Member of BDO Internasional)
terkait laporan keuangan tahun 2018 milik Garuda dan disimpulkan adanya
dugaan audit yang tidak sesuai dengan standar akuntansi.
8. 28 Juni 2019: Garuda Indonesia dikenakan sanksi dari berbagai untuk
membayar denda Rp100 juta dan Rp250 juta. Selain Garuda, sanksi juga
diterima Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik
(KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang dan Rekan, auditor laporan
keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Entitas Anak Tahun Buku
2018 berupa pembekuan izin selama 12 bulan.

E. Kasus Indosat Ooredoo dengan KAP Ernst Young


Kantor Akuntan Publik (KAP) Purwantono, Suherman & Surja yang
merupakan afiliasi Ernst & Young (EY) di Indonesia, didenda US$1 juta setelah
regulator audit AS menyematkan label penyimpangan pemeriksaan, terhadap hasil
audit pembukuan salah satu kliennya. Penetapan Dewan Pengawas Perusahaan
Akuntan Publik (PCAOB) yang diumumkan di Amerika Serikat. Disebutkan KAP
Purwantono, Suherman & Surja telah merilis hasil audit sebuah perusahaan
telekomunikasi Indonesia pada 2011, yang menampilkan opini berdasarkan bukti-
bukti yang tidak memadai. Sebuah perusahaan mitra EY yang mengkaji kembali
hasil audit tersebut menemukan kejanggalan bahwa hasil audit perusahan
telekomunikasi itu tidak menyajikan dukungan yang memadai, mengenai
pencatatan sewa 4.000 ruang di menara telpon selular.

PCAOB mengungkapkan, hasil audit perusahaan akuntan publik afiliasi E&Y


itu malah memberi opini wajar tanpa pengecualian. PCAOB juga mengungkapkan
bahwa tak lama sebelum memeriksa hasil audit tahun 2012, KAP Purwantono,
Suherman & Surja membuat lusinan audit baru “yang tidak semestinya”, yang
menghambat penyelidikan. Berlandaskan temuan-temuan tersebut, PCAOB
menindaklanjuti dengan mengenakan denda US$1 juta kepada KAP Purwantono,
Suherman & Surja, dan memberi sanksi kepada dua mitranya. Hasil audit
perusahaan telekomunikasi tahn 2011 itu melibatkan Roy Iman Wirahardja dan
James Randall Leali, bekas direktur praktik profesional ET untuk Asia Pasifik.

Penyimpangan audit ini langsung saja menohok Indosat, yang pada saat itu
memang mengalami perbaikan hasil audit. Menjawab hal itu, Group Head
Corporate Communications Indosat Ooredoo Deva Rachman mengatakan bahwa
selama tahun yang berakhir pada 31 Desember 2012, pihaknya mereevaluasi
kebijakan akuntansi yang relevan dan sebagai hasilnya, seperti yang tercantum di
pelaporan ke the US Securities and Exchange Commission pada 2012 dan 2013
di formulir 20-F, laporan keuangan 2011 telah disajikan kembali. Sementara itu,
data yang didapatkan Majalah ICT, terungkap bahwa karena tidak tepat dalam
mencatatkan akuntansi penjualan 2.500 menara kepada PT Tower Bersama
Infrastructure Tbk yang diikuti dengan sewa kembali (leaseback), PT Indosat Tbk
(Indosat) merevisi laporan keuangan 2010, 2011 serta 9 bulan pertama tahun
2012. Menurut manajemen Indosat, penyajian kembali laporan keuangan tersebut
terkait dengan pencatatan akuntansi yang tepat untuk penjualan menara dimana
pada 7 Februari 2012, Indosat setuju untuk menjual 2.500 menara telekomunikasi
dan aset lainnya kepada TBIG dan anak perusahaannya, PT Solusi Menara
Indonesia.

Aksi perbaikan laporan keuangan itu telah melewati proses pre clearance
kepada US Securities and Exchange Commission (US SEC). Adapun nilai
potensial keseluruhan transaksi 541,5 juta dolar AS. Saat penutupan transaksi
nilai yang dibayar adalah 429 juta dolar AS yang terdiri atas tunai sebesar 326 juta
dolar AS dan 5 persen kepemilikan saham dalam TBIG dengan nilai wajar sebesar
103 juta dolar AS atau setara Rp.977,292 miliar.

Alasan Indosat mengajukan revisi penyajian laporan keuangan per


September 2012 atas transaksi tersebut adalah kompleksitas dan pertimbangan
yang tinggi dalam menentukan pencatatan akuntansi yang tepat. Dalam laporan
keuangan (LK) triwulanan yang berakhir 30 September 2012 ISAT mengakui
sebagian besar sewa atas slot yang disewa kembali sebagai sewa operasi dan
mengakui keuntungan awal dari penjualan sebesar Rp.2.187.300 juta dan
keuntungan yang ditangguhkan sebesar Rp68.635 juta. Dampak dari revisi LK
triwulan per 30 September 2012 menyebabkan penurunan jumlah laba langsung
yang diakui dari Rp. 2,187 triliun jadi Rp.1,125 triliun. Selain itu terjadi peningkatan
laba yang ditangguhkan dari Rp. 68,635 miliar menjadi Rp. 1,410 triliun. Laba yang
ditangguhkan ini akan diamortisasi selama 10 tahun berdasarkan periode sewa
dalam laporan laba rugi konsolidasi.

Dengan kondisi ini, maka akibat terhadap kinerja Indosat pada saat itu
adalah penurunan laba sebesar Rp1,079 triliun, peningkatan aset Rp. 2,160 triliun
dan dan peningkatan kewajiban atau pasiva menjadi Rp.3,315 triliun. Revisi juga
berdampak pada LK 2010 dan 2011. Untuk 2010, laba bersih lebih rendah sebesar
Rp.12,363 miliar, sementara nilai aset menjadi Rp. 506,941 miliar dan kewajiban
jadi Rp.519,304 miliar. Sedangkan untuk 2011, laba menjadi lebih rendah sebesar
Rp. 50,449 miliar, peningkatan aset jadi Rp.68,930 miliar dan peningkatan
kewajiban menjadi Rp.131,742 miliar.

F. Kasus Baker Hughes Incorporated (BHI) dengan KPMG


Pada September 2001, Securities Exchange Commision (SEC)
mengumumkan bahwa KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono melakukan aksi
suap terhadap aparat pajak Indonesia dalam rangka membantu kliennya PT
Easman Christensen. PT Easman Christensen merupakan perusahaan yang
mayoritas sahamnnya dimiliki oleh Baker Hughes Incorporated (BHI), perusahaan
tambang yang berada di Texas, Amerika Serikat. Berdasarkan informasi,
penyuapan ini dilakukan berdasarkan atas perintah dari BHI. Hal ini
mengakibatkannya terlibat dalam kasus hukum karena terbukti menyogok aparat
pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Untuk menyiasatinya, maka diterbitkan
faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT
Easman Christensen. Hal ini membuat kewajiban pajak perusahaan ini menurun
drastis. Yang semula US$ 3,2 juta hanya menjadi US$ 270 ribu. Karena khawatir
terhadap apa yang dilakukan anak perusahaannya bersama auditor, maka
Penasihat Anti Suap Baker memilih melaporkan kasus ini dan memecat
eksekutifnya daripada menanggung risiko yang lebih besar.
Atas hal ini, Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange
Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang
anti korupsi untuk perusahaan Amerika di luar negeri. Ini mengakibatkan Baker
dan KPMG hampir terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker
melakukan permohonan maaf, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan.
Keduanya, KPMG dan Baker selamat dari jeratan kasus hukum.
Kronologi

Dari kasus ini, KPMG-SSH telah melanggar 4 prinsip etika profesi, yaitu:

1. Integritas : Menyuap oknum pegawai pajak untuk kepentingan klien.

2. Objektifitas: Lebih mementingkan klien dengan mengorbankan negara


(penerimaan negara hilang sebesar hampir US$3 juta) .

3. Kompetensi, Kecermatan dan Kehati – hatian Profesional: Tidak


mempertimbangkan resiko akibat perbuatannya menyuap oknum pegawai pajak

4. Prilaku Profesional: Tindakan ini telah mencoreng dan mendeskreditkan profesi


akuntan
KESIMPULAN

Terdapat beberapa perusahaan besar dan pihak-pihak tertentu yang


melakukan praktik kecurangan akuntansi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir yang
tentunya sangat merugikan negara.
Diantaranya Kasus PT Asuransi Jiwasraya dengan Pricewaterhouse Coopers
(PwC), perusahaan Jiwasraya membeli saham-saham lapis kedua dan ketiga
menjelang tutup kuartal atau tutup tahun untuk “mempercantik” laporan keuangan
(window dressing). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan harga saham
tempat Jiwasraya berinvestasi selalu “melompat” menjelang tutup tahun, dan kemudian
saham tersebut dijual lagi pada 2 Januari tahun berikutnya. Karena saham yang dibeli
di bawah harga pasar, maka pada laporan keuangan akhir tahun akan tercatat hasil
investasi Jiwasraya menguntungkan (laba semu). Namun sebenarnya perusahaan
sudah mengalami kerugian. Namun, pihak PwC yang melakukan pengauditan pada
laporan keuangan PT Jiwasraya tidak mengungkapkan adanya manipulasi oleh
perusahaan. PwC memberikan opini tidak sesuai dengan kode etik atau standar
pemeriksaan pada laporan keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Kasus SNP Finance dengan KAP Deloitte Indonesia, pihak manajemen dari
SNP Finance diduga melanggar pasal berlapis, yaitu KUHP 362 tentang pemalsuan
surat, KUHP 362 tentang penggelapan dan KUHP 378 tentang penipuan, dan
kasusnya telah ditangani oleh Bareskrim Polri. Sedangkan KAP Deloitte Indonesia
telah melakukan pelanggaran berat yaitu melanggar POJK Nomor 13/POJK.03/2017
tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik. sanksi untuk
Deloitte sebagai auditornya diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui
siaran pers tertanggal 1 Oktober 2018.
PT Hanson International melakukan pelanggaran Standar Akuntansi Keuangan
44 tentang Akuntansi Aktivitas Real Estat (PSAK 44). Sedangkan PT Garuda
Indonesia telah melanggar Pasal 69 UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(UU PM), Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik, Interpretasi
Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu Perjanjian
Mengandung Sewa, dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 dan
telah diberikan sanksi
Selanjutnya ada kasus KPMG-SSH telah melanggar 4 prinsip etika profesi,
yaitu: Integritas, objektifitas, kompetensi ; kecermatan dan kehati – hatian professional,
dan prilaku profesional. Sedangkan pada kasus Kantor Akuntan Publik (KAP)
Purwanto, Suherman dan Surja beserta patner Ernst and Young (EY) Indonesia yang
mengaudit laporan keuangan PT Indosat Tbk dan terbukti terjadi kegagalan dalam
mengaudit. Kantor Akuntan Publik (KAP) Purwanto, Suherman dan Surja memberikan
opini (WTP) Wajar Tanpa Pengecualian terhadap PT Indoesat Tbk, namun Kantor
Akuntan Publik (KAP) Purwanto, Suherman dan Surja telah gagal menyajikan bukti
yang mendukung perhitungan atas sewa 4.000 menara seluler yang terdapat dalam
laporan keuangan Indosat.
DAFTAR PUSTAKA

Dahono, Y. (2019, Desember 29). Kasus Jiwasraya, Komisi VI Akan Panggil Akuntan
Publik PWC. Dipetik Desember 06, 2020, dari beritasatu.com: https://www
.beritasatu.com/yudo-dahono/nasional/592855/kasus-jiwasraya-komisi-vi-akan-
panggil-akuntan-publik-pwc

Kampai, H. (2020, Mei 25). Kasus-Kasus Melilit KAP Besar di Indonesia. Dipetik
Desember 06, 2020, dari akuntansi.or.id: https://akuntansi.or.id/ baca-tulisan/
44_kasus-kasus-melilit-kap-besar-di-indonesia.html

Sayekti, N. W. (2020). PERMASALAHAN PT ASURANSI JIWASRAYA:PEMBUBARAN


ATAU PENYELAMATAN. KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN
STRATEGIS.

Soepriyanto, B. L. (2018, Desember 03). Merunut Kasus SNP Finance & Auditor
Deloitte Indonesia. Retrieved Desember 06, 2020, from accounting.binus.ac.id:
https://accounting.binus.ac.id/2018/12/03/merunut-kasus-snp-finance-auditor-
deloitte-indonesia-1/

Hartomo, G. (2019, Juni 28). OkeFInance. Retrieved Desember 8, 2020, from


Kronologi Kasus Laporan Keuangan Garuda Indonesia hingga Kena Sanksi:
https://economy.okezone.com/read/2019/06/28/320/2072245/kronologi-kasus-
laporan-keuangan-garuda-indonesia-hingga-kena-sanksi?page=3

Idris, M. (2020, Januari 15). Kompas.com. Retrieved Desember 8, 2020, from Jejak
Hitam PT Hanson International, Manipulasi Laporan Keuangan 2016:
https://money.kompas.com/read/2020/01/15/160600526/jejak-hitam-pt-hanson-
international-manipulasi-laporan-keuangan-2016?page=all

Investing.com. (2020). Retrieved Desember 8, 2020, from Profil Perusahaan Garuda


Indonesia Persero Tbk : https://id.investing.com/equities/garuda-indones-
company-profile

Saragih, H. P. (2019, Juni 28). CNBC Indonesia. Retrieved Desember 8, 2020, from
Siapa Kasner Sirumapea, Auditor Garuda yang Dicabut Izinnya?:
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190628113323-17-81334/siapa-
kasner-sirumapea-auditor-garuda-yang-dicabut-izinnya
Hardianto, E. (2014). PELANGGARAN ETIKA PROFESI KPMG SIDHARTA –
SIDHARTA & HARSONO. data kasus kpmg, 1.

mvp, a. (2018, Oktober 28). MVP JOGJA : more value more result. Retrieved
Desember 8, 2020, from PELANGGARAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK
(Part 2): https://mvpjogja.com/pelanggaran-kode-etik-akuntan-publik-part-2/

redaksi. (1, April 2020). Majalah ICT : All About ICT Indonesia. Retrieved Desember 8,
2020, from Ada Apa Ketika Afiliasi Ernst & Young Salah Audit Keuangan
Indosat: https://www.majalahict.com/ada-apa-ketika-afiliasi-ernst-young-salah-
audit-keuangan-indosat/

ricordp11. (2017, November 2017). ETIKA PROFESI AKUNTAN. Retrieved Desember


8, 2020, from ricordp11: http://ricordp11.blogspot.com/2017/11/etika-profesi-
akuntan.html

Anda mungkin juga menyukai