Oleh :
DAFTAR ISI..........................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN
1.2 KASUS..................................................................................................................2
3.1 KESIMPULAN......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
1
BAB I
1. Latar Belakang
PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) merupakan perusahaan multinasional yang
memproduksi makanan yang bermarkas di Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini didirikan
pada tahun 1959. Perusahaan ini menghasilkan berbagai macam-macam bahan makanan.
Berdasarkan Pasal 68 UU No. 40 tahun 2007 bahwa setiap perseroan harus menyerahkan
laporan keuangan kepada akuntan public (KAP) untuk diaudit.
2. Masalah
Dua anak usaha TPS Food yakni PT Indo Beras Unggul dan PT Jati Sari Sri Rezeki
diduga memproduksi beras premium yang tidak sesuai dengan keterangan label. Kejadian
bermula pada 20 Juli 2017. Tim Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan dan Operasi
Penurunan Harga Beras Mabes Polri menggerebek sebuah gudang beras Gudang milik PT
Indo Beras Unggul di Bekasi, dengan dugaan melakukan praktik curang penjualan beras.
Dampak dari kejadian ini sangat massif, harga saham AISA turun dan beban tang yang
berjangka pendek dalam jumlah yang besar. Awal mula kejadian ini membuat manajemen
perusahaan memiliki niatan untuk memperbaiki laporan keuangan agar terlihat baik.
Pada Desember 2018 Perseroan (manajemen baru PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk)
menunjuk E & Y untuk melakukan investigasi berbasis fakta terhadap laporan keuangan
untuk tahun fiskal 2017 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Aryanto Amir
Jusuf dan Mawar (RSM Indonesia) dan ditemukan penggelembungan dana sebesar 4 triliun
pada akun piutang usaha, persediaan, dan asset tetap Grup TPS Food dan sebesar 662
miliar pada penjualan serta 329 miliar pada EBITDA Entitas Food pada laporan keuangan
tahun 2017. Terkait dengan hal tersebut, pihak dari BEI memanggil auditor keuangan PT
Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk pada tahun buku 2017. Juga terdapat indikasi aliran dana
sekitar Rp 1,78 triliun dengan berbagai skema dari grup Tiga Pilar Sejahtera Food kepada
pihak-pihak yang diduga memiliki afiliasi dengan manajemen lama. Skema itu, misalnya
pencairan pinjaman dari beberapa bank, pencairan deposito berjangka, transfer dana dari
rekening bank, dan pembiayaan beban terhadap pihak terafiliasi oleh induk usaha.
Kemudian dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB). Hasil
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) yang digelar oleh pihak komisaris
2
pada Oktober 2018, memutuskan untuk membuat manajemen baru dan disetujui oleh
pemegang saham yang hadir.
3. Analisis
Berdasarkan konsep teori fraud triangle, perusahaan melakukan tindakan kecurangan
dengan didorong beberapa factor, antara lain:
a. Tekanan
Manajemen lama melakukan kecurangan diakibatkan karena tekanan dari
kondisi keuangan perseroan yang terus memburuk sehingga tidak melakukan
pembayaran kupon atas obligasi yang telah diterbitkan oleh perseroan, beberapa
kreditur tertentu dari perseroan telah mengajukan permohonan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap perseroan dan sejumlah anak
perusahaannya. Sehingga status pinjaman menjadi jatuh tempo dan utang obligasi dan
sukuk ijarah telah direstrukturisasi dengan waktu pembayaran dan jatuh tempo pada
tahun 2019. Karena tertekan, hal ini bisa saja membuat manajemen melakukan
kecurangan untuk menaikkan laba agar perusahaan tetap dapat dipercaya oleh investor
dan kreditur.
b. Opportunity (Kesempatan)
Adanya hubungan yang sudah lama antara PT TPS Food Tbk dengan KAP Amir
Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan. Dimana KAP tersebut sudah mengaudit
laporan keuangan AISA setidaknya sejak laporan keuangan 2004. Hubungan yang
dekat ini, bisa saja membuat pihak dari AISA bekerjasama dengan pihak KAP untuk
meloloskan laporan keuangan pada tahun 2017.
Berdasarkan pelaku kecurangan, tindakan yang dilakukan oleh PT Tiga Pilar
Sejahtera Food Tbk dapat tergolong ke dalam bentuk kecurangan manajemen, karena kasus
laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen lama. Sedangkan berdasarkan jenis
kecurangannya, tindakan yang dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk tergolong
ke dalam kecurangan mempercantik laporan keuangan (cooking the books).
Perusahaan melakukan kecurangan dengan cara menggelembungkan laba bersih
dengan menggelembungkan akun piutang usaha, persediaan sebesar 4 triliun serta asset
tetap serta penjualan sebesar 662 miliar sehingga laba bersih PT Tiga Pilar Sejahtera Food
3
Tbk meningkat pesat. Sehingga berdampak pervasive dan material terhadap laporan
keuangan pada tahun 2017.
Terindikasi pula adanya hubungan istimewa dimana terjadi aliran dana kepada pihak
pihak yang diduga terafiliasi dengan manajemen lama sebesar Rp 1,78 triliun antara lain
dengan menggunakan pencairan pinjaman Grup TPS Food dari beberapa bank, pencairan
deposito berjangka, transfer dana di rekening Bank, dan pembiayaan beban Pihak
Terafiliasi oleh Grup TPS Food. Pihak manajemen baru yang kemudian menunjuk E & Y
melakukan investigasi berbasis fakta terhadap laporan keuangan untuk hatun fiscal 2017
yang telah diaudit oleh KAP Aryanto Amir Jusuf dan Mawar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pengendalian internal perusahaan lemah sehingga
menyebabkan adanya kecurangan. Selain itu risiko audit tinggi yang terlihat dari sejumlah
hambatan yang ditemukan selama pelaksanaannya termasuk terdapat keterbatasan data
bagi manajemen baru untuk memberikan data dan informasi yang diminta oleh EY, serta
tidak hadirnya sejumlah pihak yang relevan yang dimintakan oleh EY kehadirannya tetapi
menolak untuk hadir dan memberikan keterangan.
Salah saji terhadap laporan keuangan ini sangat materialitas yang dilihat dari adanya
overstatement sebesar Rp 4 Trilliun pada akun piutang usaha, persediaan, dan asset tetap
Grup TPSF dan sebesar Rp 662 miliar pada Penjualan serta Rp 329 miliar pada EBITDA
Entitas Food. Selain itu,
Melalui keterbukaan AISA pada 7 Desember 2018, menyatakan KAP EY telah
melakukan pemeriksaan, pemetaan, identifikasi, dan melakukan audit investigatif atas
berbagai aspek finansial, termasuk transaksi AISA dengan berbagai pihak untuk
mendapatkan informasi yang akurat atas keadaan keuangan untuk mengambil langkah
yang perlu dalam kerangka penyehatan dan restrukturisasi.
Namun perseroan pada keterbukaan informasi tertanggal 26 Maret 2019,
menyampaikan hasil laporan audit investigasi dilakukan oleh PT EY dan bukan oleh KAP
EY. Adapun PT EY ditunjuk untuk melakukan penelaahan atas beberapa akun dalam
laporan keuangan, di mana ruang lingkup penugasan adalah investigasi berbasis fakta
terhadap EBITDA dan Laporan Posisi Keuangan pada 2017. Laporan EY tersebut
dilakukan berdasarkan metodologi ataupun prosedur standar pemeriksaan investigasi
berbasis fakta terhadap data dan informasi yang dimiliki oleh perseroan dan anak
4
perusahaannya dengan tidak mengenyampingkan sejumlah hambatan yang ditemukan
selama pelaksanaannya.
5
BAB II
7
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Dalam hal ini, pihak
yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
(AISA) telah berperilaku tidak professional sehingga menimbulkan reputasi
perusahaan yang buruk. Bukan hanya itu saja, kinerja profesionalisme dari seorang
auditor pada PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) pun dapat merusak reputasi
mereka selaku auditor karena resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
(AISA), tersebut.
d. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua
kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting
dalam masyarakat. Dalam kasus PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA). terbukti
tidak jujur dalam menyusun laporan keuangannya. Yang mana telah melakukan
penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan. Perusahaan
melakukan kecurangan dengan cara menggelembungkan laba bersih dengan
menggelembungkan akun piutang usaha, persediaan sebesar 4 triliun serta asset tetap
serta penjualan sebesar 662 miliar sehingga laba bersih PT Tiga Pilar Sejahtera Food
Tbk meningkat pesat. Sehingga berdampak pervasive dan material terhadap laporan
keuangan pada tahun 2017.
e. Tanggung Jawab kepada Rekan Profesi
Seorang Akuntan Publik hendaknya menjaga perkataan maupun perbuatan yang
dapat mendiskreditkan profesi Akuntan untuk menjaga nama baik profesi. Tindakan
yang di lakukan auditor PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) dapat dikatakan
merusak reputasi rekan kerja sesasam profesi karena melanggar kode etik profesi
seorang Akuntan.
Sebagai seorang akuntan public seharusnya mematuhi Standar Profesi Akuntansi
Publik (SPAP) yang berlaku. Ketika memang dia harus melakukan jasa audit, maka audit
yang dilakukan pun harus sesuai dengan Standar Auditing (SA) dalam SPAP.
8
Dari kasus diatas juga dapat disimpulkan bahwa terjadi pelanggaran terhadap salah satu
prinsip standar teknis. Dimana dalam standar teknis setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar professional yang relevan,
sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati.
Kepada PT Tiga Pilar Sejahtera disarankan untuk melakukan pengelolaan manjemen
utang yang lebih baik dan mengelola kegiatan operasional perusahaan dengan lebih efisien
sehingga dapat menekan biaya operasional. karena jika dilihat dari jumlah utang selalu
meningkat setiap tahunnya dan untuk melunasi hutang perusahaan menggunakan hutang
baru atau melakukan penerbitan surat utang perusahaan semakin menumpuk, sedangkan
untuk investor sendiri terkait hal ini kurang disarankan untuk berinvestasi pada saham PT.
AISA dikarenakan kondisi keuangan perusahaan yang kurang sehat sedangkan bagi
investor yang sudah berinvestasi pada saham PT. AISA disarankan untuk melakukan
kegatan jual saham saat harga saham masih lumayan sehingga kerugian yang mungkin
diperoleh lebih sedikit.
Anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerimaan jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar
teknis dan standar profesional yang harus ditaati oleh anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), International Federation Of Accountants,
badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
3. Analisis Good Corporate Governance (GCG)
Beberapa kejadian ataupun tindakan direksi AISA diduga sebagai pelanggaran
Good Corporate Governance (GCG) yaitu transaksi material, transaksi affiliasi, transaksi
benturan kepentingan, aksi korporasi tanpa prosedur yang benar, dan keterbukaan
informasi yang tidak benar dan menyesatkan. Forum Investor Retail AISA (Forsa) minta
perlindungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Forsa juga mengajukan surat pengaduan
kepada otoritas terkait adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh direksi emiten
9
Kedua, adanya transaksi material seperti belum dilunasinya utang pembelian GOLL
beserta bunganya, yang berdamppak pada penurunan kinerja perseroan itu. Selain itu,
pembelian 99% saham PT Jaya Mas dinilai tidak dilakukan sesuai prosedur yang benar.
Keempat, investor merasa aksi korporasi penyuntikan modal pada entitas Dunia
Pangan lewat right issue HMETD 12 Juni 2017 yang dilakukan Direksi AISA, tidak
melalui prosedur yang benar dan perlu penyelidikan lebih lanjut.
Adapun beberapa fakta yang dijadikan bahan acuan bahwa berkaitan Pemilik Saham
Pendiri, emiten itu menyampaikan bahwa hal tersebut berkaitan dengan masalah legal yang
kompleks yang nantinya akan diselesaikan secara sendiri. Menurut Forsa, inkosistensi
keterbukaan informasi tersebut menunjukkan bahwa per 31 Desember 2017 kepemilikan
saham Pendiri sebesar 22.01% atau 708,41 juta lembar, tetapi saham pendiri per 30 Juni
2018 hanya tinggal 5.28% atau 169,85 juta lembar. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi
penjualan yang masif selama periode tersebut.
10
Uraian temuan-temuan di atas, terindikasi bahwa Dewan Direksi AISA telah melakukan
penyalahgunaan wewenang dan tindakan melawan hukum, sehingga kami sebagai pelapor
mohon agar OJK dapat segera melakukan investigasi terhadap Dewan Direksi AISA.
11
adanya kasus ini, tentu
saja kondisi keuangan
perusahaan tersebut
sedang ada dalam
kondisi yang tidak
stabil.
2. Pemodal
Pemegang Saham Memperoleh dividen Akibat dari kasus ini,
dan capital gain dari nilai saham AISA akan
saham yang dimiliki. turun. Hal ini akan
menyebabkan daya
Kreditur tarik saham AISA
Memperoleh menurun.
penerimaan bunga Akibat dari kasus ini,
dan pengembalian para kreditur akan
pokok pinjaman kehilangan
sesuai dengan jadwal kepercayaan terhadap
yang ditetapkan. PT Tiga Pilar Sejahtera
Food Tbk, sehingga
mereka akan kesulitan
dalam memperoleh
pinjaman.
12
kerja sementara saham
Mendapatkan Pajak AISA pencatatan
saham. Bahkan, jika
pihak perusahaan tidak
menyampaikan
kewajibannya kepada
BEI, saham mereka
terancam akan
delisting
2. Media Massa Menginformasikan Akibat berita negatif
semua kegiatan yang dipublikasikan
perusahaan yang media, perusahaan
berkaitan dengan isu akan mendapatkan
etika, nilai-nilai, citra buruk di mata
kesehatan, keamanan, masyarakat.
dan kesejahteraan.
13
BAB III
1. KESIMPULAN
Dalam melakukan kegiatan bisnis, sebaiknya setiap perusahaan memperhatikan dampak
yang akan diterima oleh pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan. Karena jika perusahaan
melakukan kegiatan bisnis yang seharusnya tidak boleh dilakukan, maka dampaknya tidak hanya
akan terjadi pada perusahaan tersebut. Maka dari itu, dalam melakukan setiap kegiatan
hendaknya mengikuti kode etik profesi yang berlaku. Hal ini betujuan agar menjaga standar hasil
kerja. Selain kode etik profesi, teori etika yang berlaku juga harus dipatuhi. Karena seperti yang
kita tahu, sanksi sosial lebih berat daripada sanksi hukum. Jika perusahaan memiliki citra yang
buruk, maka perusahaan akan kesulitan dalam melakukan kegiatan operasional. Konsep tata
kelola perusahaan juga harus diterapkan dengan baik oleh perusahaan. Jika tata kelola yang
dimiliki perusahaan tergolong baik, maka tanggung jawab yang dimiliki oleh setiap individu
yang bekerja diperusahaan menjadi jelas. Sehingga setiap karyawan dapat melaksanakan
kewajibannya tersebut sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan.
14
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.co.id/amp/s/amp.beritasatu.com/nasional/547395-audit-investigasi-lk-aisa-
pt-ey-langgar-uu-akuntan-publik
https://www.wartaekonomi.co.id/read236970/kasus-aisa-gak-kelar-kelar-pemegang-saham-
teriak-ke-ojk
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190717154732-17-85644/jokowi-menkeu-tak-
respons-investor-desak-ojk-periksa-aisa
https://m.bisnis.com/amp/read/20191122/192/1173476/terancam-delisting-ini-kata-manajemen-
tiga-pilar-sejahtera-aisa
https://amp.kontan.co.id/news/forum-investor-tiga-pilar-aisa-kecewa-dengan-langkah-bei-beri-
peringatan-delisting
https://investasi.kontan.co.id/news/investor-aisa-kasus-aisa-adalah-skandal-dalam-pasar-modal-
indonesia
https://investasi.kontan.co.id/news/ungkap-kasus-penggelapan-dana-tiga-pilar-aisa-forsa-tuntut-
integritas-ojk-dan-bei
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190401130736-17-64046/joko-mogoginta-melawan-
sebut-laporan-ey-tak-sesuai-gcg
Agoes Sukrisno, Cenik Ardana. 2009. ETIKA BISNIS DAN PROFESI Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.
15