Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS PELANGGARAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI PADA

PT TIGA PILAR SEJAHTERA FOOD Tbk (AISA)


Makalah ini dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi

Dosen Pengampu: Novika Rosari S.E., M.Si., Ak., CA.

Oleh :

Abdurrahman Hilmi 1810313110036


Miptahur Rahman 1810313210028
Aimee Hawiisa Novee 1810313220036
Muhammad Rafdi 1810313110012
Nurfitriyani 1810313320048
Muhammad Syarif Hidayatullah 1810313110040
Annisa Nanda Anggraini 1810313320006
Tiesa Amelia Safitri 1810313120016
Adelia Hazrati Subiagto 1810313320018

Program Studi S1 Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lambung Mangkurat
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................2

1.2 KASUS..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS

2.1 TEORI ETIKA.......................................................................................................6

2.2 KODE ETIK PROFESI.........................................................................................7

2.3 GCG (Good Corporate Governance).....................................................................9

2.4 HAKIKAT EKONOMI DAN BISNIS..................................................................10

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

1
BAB I

1. Latar Belakang
PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) merupakan perusahaan multinasional yang
memproduksi makanan yang bermarkas di Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini didirikan
pada tahun 1959. Perusahaan ini menghasilkan berbagai macam-macam bahan makanan.
Berdasarkan Pasal 68 UU No. 40 tahun 2007 bahwa setiap perseroan harus menyerahkan
laporan keuangan kepada akuntan public (KAP) untuk diaudit.
2. Masalah
Dua anak usaha TPS Food yakni PT Indo Beras Unggul dan PT Jati Sari Sri Rezeki
diduga memproduksi beras premium yang tidak sesuai dengan keterangan label. Kejadian
bermula pada 20 Juli 2017. Tim Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan dan Operasi
Penurunan Harga Beras Mabes Polri menggerebek sebuah gudang beras Gudang milik PT
Indo Beras Unggul di Bekasi, dengan dugaan melakukan praktik curang penjualan beras.
Dampak dari kejadian ini sangat massif, harga saham AISA turun dan beban tang yang
berjangka pendek dalam jumlah yang besar. Awal mula kejadian ini membuat manajemen
perusahaan memiliki niatan untuk memperbaiki laporan keuangan agar terlihat baik.
Pada Desember 2018 Perseroan (manajemen baru PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk)
menunjuk E & Y untuk melakukan investigasi berbasis fakta terhadap laporan keuangan
untuk tahun fiskal 2017 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Aryanto Amir
Jusuf dan Mawar (RSM Indonesia) dan ditemukan penggelembungan dana sebesar 4 triliun
pada akun piutang usaha, persediaan, dan asset tetap Grup TPS Food dan sebesar 662
miliar pada penjualan serta 329 miliar pada EBITDA Entitas Food pada laporan keuangan
tahun 2017. Terkait dengan hal tersebut, pihak dari BEI memanggil auditor keuangan PT
Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk pada tahun buku 2017. Juga terdapat indikasi aliran dana
sekitar Rp 1,78 triliun dengan berbagai skema dari grup Tiga Pilar Sejahtera Food kepada
pihak-pihak yang diduga memiliki afiliasi dengan manajemen lama. Skema itu, misalnya
pencairan pinjaman dari beberapa bank, pencairan deposito berjangka, transfer dana dari
rekening bank, dan pembiayaan beban terhadap pihak terafiliasi oleh induk usaha.
Kemudian dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB). Hasil
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) yang digelar oleh pihak komisaris

2
pada Oktober 2018, memutuskan untuk membuat manajemen baru dan disetujui oleh
pemegang saham yang hadir.
3. Analisis
Berdasarkan konsep teori fraud triangle, perusahaan melakukan tindakan kecurangan
dengan didorong beberapa factor, antara lain:
a. Tekanan
Manajemen lama melakukan kecurangan diakibatkan karena tekanan dari
kondisi keuangan perseroan yang terus memburuk sehingga tidak melakukan
pembayaran kupon atas obligasi yang telah diterbitkan oleh perseroan, beberapa
kreditur tertentu dari perseroan telah mengajukan permohonan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap perseroan dan sejumlah anak
perusahaannya. Sehingga status pinjaman menjadi jatuh tempo dan utang obligasi dan
sukuk ijarah telah direstrukturisasi dengan waktu pembayaran dan jatuh tempo pada
tahun 2019. Karena tertekan, hal ini bisa saja membuat manajemen melakukan
kecurangan untuk menaikkan laba agar perusahaan tetap dapat dipercaya oleh investor
dan kreditur.
b. Opportunity (Kesempatan)
Adanya hubungan yang sudah lama antara PT TPS Food Tbk dengan KAP Amir
Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan. Dimana KAP tersebut sudah mengaudit
laporan keuangan AISA setidaknya sejak laporan keuangan 2004. Hubungan yang
dekat ini, bisa saja membuat pihak dari AISA bekerjasama dengan pihak KAP untuk
meloloskan laporan keuangan pada tahun 2017.
Berdasarkan pelaku kecurangan, tindakan yang dilakukan oleh PT Tiga Pilar
Sejahtera Food Tbk dapat tergolong ke dalam bentuk kecurangan manajemen, karena kasus
laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen lama. Sedangkan berdasarkan jenis
kecurangannya, tindakan yang dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk tergolong
ke dalam kecurangan mempercantik laporan keuangan (cooking the books).
Perusahaan melakukan kecurangan dengan cara menggelembungkan laba bersih
dengan menggelembungkan akun piutang usaha, persediaan sebesar 4 triliun serta asset
tetap serta penjualan sebesar 662 miliar sehingga laba bersih PT Tiga Pilar Sejahtera Food

3
Tbk meningkat pesat. Sehingga berdampak pervasive dan material terhadap laporan
keuangan pada tahun 2017.
Terindikasi pula adanya hubungan istimewa dimana terjadi aliran dana kepada pihak
pihak yang diduga terafiliasi dengan manajemen lama sebesar Rp 1,78 triliun antara lain
dengan menggunakan pencairan pinjaman Grup TPS Food dari beberapa bank, pencairan
deposito berjangka, transfer dana di rekening Bank, dan pembiayaan beban Pihak
Terafiliasi oleh Grup TPS Food. Pihak manajemen baru yang kemudian menunjuk E & Y
melakukan investigasi berbasis fakta terhadap laporan keuangan untuk hatun fiscal 2017
yang telah diaudit oleh KAP Aryanto Amir Jusuf dan Mawar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pengendalian internal perusahaan lemah sehingga
menyebabkan adanya kecurangan. Selain itu risiko audit tinggi yang terlihat dari sejumlah
hambatan yang ditemukan selama pelaksanaannya termasuk terdapat keterbatasan data
bagi manajemen baru untuk memberikan data dan informasi yang diminta oleh EY, serta
tidak hadirnya sejumlah pihak yang relevan yang dimintakan oleh EY kehadirannya tetapi
menolak untuk hadir dan memberikan keterangan.
Salah saji terhadap laporan keuangan ini sangat materialitas yang dilihat dari adanya
overstatement sebesar Rp 4 Trilliun pada akun piutang usaha, persediaan, dan asset tetap
Grup TPSF dan sebesar Rp 662 miliar pada Penjualan serta Rp 329 miliar pada EBITDA
Entitas Food. Selain itu,
Melalui keterbukaan AISA pada 7 Desember 2018, menyatakan KAP EY telah
melakukan pemeriksaan, pemetaan, identifikasi, dan melakukan audit investigatif atas
berbagai aspek finansial, termasuk transaksi AISA dengan berbagai pihak untuk
mendapatkan informasi yang akurat atas keadaan keuangan untuk mengambil langkah
yang perlu dalam kerangka penyehatan dan restrukturisasi.
Namun perseroan pada keterbukaan informasi tertanggal 26 Maret 2019,
menyampaikan hasil laporan audit investigasi dilakukan oleh PT EY dan bukan oleh KAP
EY. Adapun PT EY ditunjuk untuk melakukan penelaahan atas beberapa akun dalam
laporan keuangan, di mana ruang lingkup penugasan adalah investigasi berbasis fakta
terhadap EBITDA dan Laporan Posisi Keuangan pada 2017. Laporan EY tersebut
dilakukan berdasarkan metodologi ataupun prosedur standar pemeriksaan investigasi
berbasis fakta terhadap data dan informasi yang dimiliki oleh perseroan dan anak

4
perusahaannya dengan tidak mengenyampingkan sejumlah hambatan yang ditemukan
selama pelaksanaannya.

5
BAB II

1. Analisis Teori Etika


Teori pertama yang dilanggar adalah teori etika Egoisme Psikologis, dimana maksud
dari teori tersebut ialah kita dapat melakukan apa saja untuk kepentingan diri sendiri dan
tanpa mementingkan dampaknya bagi orang banyak. Hal tersebut terbukti dari kasus
tersebut dimana para petinggi dari perusahaan tersebut melakukan penggelapan dana,
ditambah lagi aksi para petinggi perusahaan tersebut dibantu oleeh akuntan internal dalam
merekayasa laporan keuangan perusahaan dimana terjadi perbedaan dalam laporan
keuangan internal dan laporan keuangan hasil audit, dimana terdapat dugaan overstatement
sebesar Rp 4 triliun pada akun piutang usaha, persediaan, dan aset tetap Grup AISA dan
sebesar Rp 662 miliar pada penjualan serta Rp 329 miliar pada EBITDA Entitas Food. Hal
tersebut dilakukan guna melancarkan aksi para petinggi perusahaan dalam menggelapkan
dana perusahaan tersebut. Selain dari akuntan internal perusahaan tersebut dalam
melakukan audit laporan keuangan juga dilakukan bukan oleh KAP dan akuntan publik.
Tetapi oleh akuntan biasa dan penandatanganan laporan audit tersebut juga bukan
dilakukan oleh akuntan publik, sehingga hal tersebut melanggar kode etik profesi, karena
pihak akuntan external yang melakukan audit bukan merupakan akuntan publik.
Selain dari teori egoisme psikologis selain itu ada terori utilitarisme dimana teori
tersebut ialah suatu tindakan dianggap baik apabila memberi banyak manfaat bagi orang
banyak. Nah dari kasus tersbut tindakan tersebut malah merugikan banyak pihak tetapi
hanya menguntungkan para petinggi yang melakukan kecurangan tersebut. Hal tersebut
berarti bahwa mereka melanggar teori utilitarisme tersebut.
Teori yang dapat dikaitkan dengan kasus tersebut adalah teori keutamaan yang
berdasarkan dari karakter manusianya yang kurang menyadari kesalahan yang mereka
buat, dilihat dari aspek perilaku para petinggi yang menunjukkan perilaku yang tidak baik
yaitu penggelapan dana dan ditambah lagi aksi para petinggi ini mengaitkan seirang
akuntan. Sehingga teori keutamaan sifat tidak baik sangat ditunjukkan dalam kasus terebut.
Teori hak juga berlaku dalam kasus ini dari sisi lain hak untuk memenuhi kebutuhan
para karyawan sangatlah penting karena ada tekanan tekanan dari kondisi keuangan
perseroan yang terus memburuk sehingga tidak melakukan pembayaran kupon atas
obligasi yang telah diterbitkan oleh perseroan, beberapa kreditur tertentu dari perseroan
6
telah mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
terhadap perseroan dan sejumlah anak perusahaannya. Maka dari itu hak para karyawan
menerima gaji yang sesuai terkendala.
2. Analisis Kode Etik Profesi
Prinsip etika profesi akuntan antara lain menyebutkan bahwa dengan seorang
akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri melebihi yang disyaratkan oleh
hukum dan peraturan yang berlaku. Dengan adanya kasus ini, jika benar KAP Amir Abadi
Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan. Maka auditor yang menangani laporan keuangan tersebut
telah melanggar kode etik profesi auditor yaitu integritas, obyektifitas dan standar teknis.
Jika terbukti auditor tersebut melanggar kode etik, maka auditor tersebut akan dikenakan
sanksi pidana dan perdata.
Berdasarkan kasus yang terjadi didalam PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA).
Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi adanya pelanggaran kode etik profesi yang
berpengaruh terhadap prinsipnya diantaranya sebagai berikut :
a. Kepentingan Publik
Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, seorang akuntan harus
secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme
yang tinggi. Dalam hal ini, akuntan didalam PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA)
telah mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan mereka semata. Dengan
kecurangan mempercantik laporan keuangan (cooking the books).
b. Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Namun, PT Tiga
Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), Di dalam manajemennya lamanya terbukti tidak
jujur dalam menyusun laporan keuangannya. Sehingga telah melanggar prinsip kode
etik akuntansi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan
perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan
prinsip.
c. Perilaku Profesional 

7
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Dalam hal ini, pihak
yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
(AISA) telah berperilaku tidak professional sehingga menimbulkan reputasi
perusahaan yang buruk. Bukan hanya itu saja, kinerja profesionalisme dari seorang
auditor pada PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) pun dapat merusak reputasi
mereka selaku auditor karena resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
(AISA), tersebut.
d. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua
kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting
dalam masyarakat. Dalam kasus PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA). terbukti
tidak jujur dalam menyusun laporan keuangannya. Yang mana telah melakukan
penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan. Perusahaan
melakukan kecurangan dengan cara menggelembungkan laba bersih dengan
menggelembungkan akun piutang usaha, persediaan sebesar 4 triliun serta asset tetap
serta penjualan sebesar 662 miliar sehingga laba bersih PT Tiga Pilar Sejahtera Food
Tbk meningkat pesat. Sehingga berdampak pervasive dan material terhadap laporan
keuangan pada tahun 2017.
e. Tanggung Jawab kepada Rekan Profesi
Seorang Akuntan Publik hendaknya menjaga perkataan maupun perbuatan yang
dapat mendiskreditkan profesi Akuntan untuk menjaga nama baik profesi. Tindakan
yang di lakukan auditor PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) dapat dikatakan
merusak reputasi rekan kerja sesasam profesi karena melanggar kode etik profesi
seorang Akuntan.
Sebagai seorang akuntan public seharusnya mematuhi Standar Profesi Akuntansi
Publik (SPAP) yang berlaku. Ketika memang dia harus melakukan jasa audit, maka audit
yang dilakukan pun harus sesuai dengan Standar Auditing (SA) dalam SPAP.

8
Dari kasus diatas juga dapat disimpulkan bahwa terjadi pelanggaran terhadap salah satu
prinsip standar teknis. Dimana dalam standar teknis setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar professional yang relevan,
sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati.
Kepada PT Tiga Pilar Sejahtera disarankan untuk melakukan pengelolaan manjemen
utang yang lebih baik dan mengelola kegiatan operasional perusahaan dengan lebih efisien
sehingga dapat menekan biaya operasional. karena jika dilihat dari jumlah utang selalu
meningkat setiap tahunnya dan untuk melunasi hutang perusahaan menggunakan hutang
baru atau melakukan penerbitan surat utang perusahaan semakin menumpuk, sedangkan
untuk investor sendiri terkait hal ini kurang disarankan untuk berinvestasi pada saham PT.
AISA dikarenakan kondisi keuangan perusahaan yang kurang sehat sedangkan bagi
investor yang sudah berinvestasi pada saham PT. AISA disarankan untuk melakukan
kegatan jual saham saat harga saham masih lumayan sehingga kerugian yang mungkin
diperoleh lebih sedikit.
Anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerimaan jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar
teknis dan standar profesional yang harus ditaati oleh anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), International Federation Of Accountants,
badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
3. Analisis Good Corporate Governance (GCG)
Beberapa kejadian ataupun tindakan direksi AISA diduga sebagai pelanggaran
Good Corporate Governance (GCG) yaitu transaksi material, transaksi affiliasi, transaksi
benturan kepentingan, aksi korporasi tanpa prosedur yang benar, dan keterbukaan
informasi yang tidak benar dan menyesatkan. Forum Investor Retail AISA (Forsa) minta
perlindungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Forsa juga mengajukan surat pengaduan
kepada otoritas terkait adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh direksi emiten

Dalam surat pengaduan tersebut, Forsa memaparkan adanya dugaan pelanggaran


GCG dalam lima poin besar. Pertama terkait kondisi Direksi yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan kinerja perseroan di sidang Rapat Umum Pemegang Saham
Tahunan (RUPST) pada 27 Juli 2018.

9
Kedua, adanya transaksi material seperti belum dilunasinya utang pembelian GOLL
beserta bunganya, yang berdamppak pada penurunan kinerja perseroan itu. Selain itu,
pembelian 99% saham PT Jaya Mas dinilai tidak dilakukan sesuai prosedur yang benar.

Ketiga adanya transaksi afiliasi dan transaksi dengan indikasi benturan


kepentingan, terlihat dari laporan keuangan 2017 di mana transaksi afiliasi ditulis sebagai
transaksi pihak ketiga dan belum mendapat persetujuan pemegang saham independen.
Selanjutnya, pada agenda ke-2 RUPST 27 Juli 2018 mayoritas pemegang saham juga telah
kuorum menolak laporan keuangan 2017 tersebut.

Keempat, investor merasa aksi korporasi penyuntikan modal pada entitas Dunia
Pangan lewat right issue HMETD 12 Juni 2017 yang dilakukan Direksi AISA, tidak
melalui prosedur yang benar dan perlu penyelidikan lebih lanjut.

Dugaan terakhir atau kelima yakni, indikasi pelanggaran Keterbukaan Informasi,


seperti Inkonsistensi pernyataan tentang Berita Simpang Siur ke Bursa Efek Indonesia
(BEI).

Merujuk surat perseroan no: 047/TPSC/CORSEC/VI/2018 pada 26 Juni 2018 (lampiran 3,


hal.21) perihal Tanggapan berita simpang siur mengenai AISA di pasar modal, manajemen
AISA menyampaikan dalam surat tersebut bahwa, manajemen dan Pemegang Saham
Pendiri tidak lari meninggalkan perusahaan itu, walau sesulit apapun persoalan yang
dihadapi oleh perusahan.

Adapun beberapa fakta yang dijadikan bahan acuan bahwa berkaitan Pemilik Saham
Pendiri, emiten itu menyampaikan bahwa hal tersebut berkaitan dengan masalah legal yang
kompleks yang nantinya akan diselesaikan secara sendiri. Menurut Forsa, inkosistensi
keterbukaan informasi tersebut menunjukkan bahwa per 31 Desember 2017 kepemilikan
saham Pendiri sebesar 22.01% atau 708,41 juta lembar, tetapi saham pendiri per 30 Juni
2018 hanya tinggal 5.28% atau 169,85 juta lembar. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi
penjualan yang masif selama periode tersebut.

10
Uraian temuan-temuan di atas, terindikasi bahwa Dewan Direksi AISA telah melakukan
penyalahgunaan wewenang dan tindakan melawan hukum, sehingga kami sebagai pelapor
mohon agar OJK dapat segera melakukan investigasi terhadap Dewan Direksi AISA.

4. Analisis Hakikat Bisnis


Dalam melakukan kegiatan bisnis, perusahaan saling berinteraksi dengan semua
pihak terkait (stakeholder) sehingga keberadaan perusahaan saling bersifat mempengaruhi
dengan semua pemangku kepentigan. Menyadari bahwa keberadaan perusahaan sangat
ditentukan oleh para pemangku kepentingan ini, maka seharusnya para eksekutif
perusahaan mulai menyadari pentingnya melakukan proses pengambilan keputusan yang
tepat sebelum mengambil suatu tindakan.
Dalam setiap tindakan yang dilakukan perusahaan, hal itu pasti memiliki dampak
bagi orang-orang yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Pemangku
kepentingan ini memiliki kepentingan dan kekuasaannya masing-masing. Kepentingan di
sini adalah sesuatu yang menyebabkan kelompok pemangku kepentingan ini tertarik atau
peduli pada perusahaan, sedangkan kekuasaan di sini diartikan sebagai seberapa kuat
pengaruh/kekuatan kelompok ini dalam menentukan arah dan keberadaan perusahaan.
Berikut adalah pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan dan kekuasaan
pada PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk yang berkaitan dengan kasus penggelembungan
dana ini.
Kepentingan dan Kekuasaan Pemangku Kepentingan
Kelompok Primer
No Pemangku Kepentingan Kepentingan Kekuasaan
1. Pemasok  Menerima  Akibat dari kasus ini,
pembayaran tepat pihak pemasok akan
waktu berpikir lagi apakah
mereka akan tetap
memberikan bahan
baku yang dibutuhkan
oleh perusahaan,
mengingat dengan

11
adanya kasus ini, tentu
saja kondisi keuangan
perusahaan tersebut
sedang ada dalam
kondisi yang tidak
stabil.

2. Pemodal
 Pemegang Saham  Memperoleh dividen  Akibat dari kasus ini,
dan capital gain dari nilai saham AISA akan
saham yang dimiliki. turun. Hal ini akan
menyebabkan daya
 Kreditur tarik saham AISA
 Memperoleh menurun.
penerimaan bunga  Akibat dari kasus ini,
dan pengembalian para kreditur akan
pokok pinjaman kehilangan
sesuai dengan jadwal kepercayaan terhadap
yang ditetapkan. PT Tiga Pilar Sejahtera
Food Tbk, sehingga
mereka akan kesulitan
dalam memperoleh
pinjaman.

Kepentingan dan Kekuasaan Pemangku Kepentingan


Kelompok Sekunder
No Pemangku Kepentingan Kepentingan Kekuasaan
1. Pemerintah  Mengharapkan  Akibat dari kasus ini,
bantuan dalam rangka pemerintah melalui
pertumbuhan BEI memberikan
ekonomi dan sanksi berupa
membuka lapangan penghapusan

12
kerja sementara saham
 Mendapatkan Pajak AISA pencatatan
saham. Bahkan, jika
pihak perusahaan tidak
menyampaikan
kewajibannya kepada
BEI, saham mereka
terancam akan
delisting
2. Media Massa  Menginformasikan  Akibat berita negatif
semua kegiatan yang dipublikasikan
perusahaan yang media, perusahaan
berkaitan dengan isu akan mendapatkan
etika, nilai-nilai, citra buruk di mata
kesehatan, keamanan, masyarakat.
dan kesejahteraan.

13
BAB III

1. KESIMPULAN
Dalam melakukan kegiatan bisnis, sebaiknya setiap perusahaan memperhatikan dampak
yang akan diterima oleh pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan. Karena jika perusahaan
melakukan kegiatan bisnis yang seharusnya tidak boleh dilakukan, maka dampaknya tidak hanya
akan terjadi pada perusahaan tersebut. Maka dari itu, dalam melakukan setiap kegiatan
hendaknya mengikuti kode etik profesi yang berlaku. Hal ini betujuan agar menjaga standar hasil
kerja. Selain kode etik profesi, teori etika yang berlaku juga harus dipatuhi. Karena seperti yang
kita tahu, sanksi sosial lebih berat daripada sanksi hukum. Jika perusahaan memiliki citra yang
buruk, maka perusahaan akan kesulitan dalam melakukan kegiatan operasional. Konsep tata
kelola perusahaan juga harus diterapkan dengan baik oleh perusahaan. Jika tata kelola yang
dimiliki perusahaan tergolong baik, maka tanggung jawab yang dimiliki oleh setiap individu
yang bekerja diperusahaan menjadi jelas. Sehingga setiap karyawan dapat melaksanakan
kewajibannya tersebut sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/amp/s/amp.beritasatu.com/nasional/547395-audit-investigasi-lk-aisa-
pt-ey-langgar-uu-akuntan-publik
https://www.wartaekonomi.co.id/read236970/kasus-aisa-gak-kelar-kelar-pemegang-saham-
teriak-ke-ojk
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190717154732-17-85644/jokowi-menkeu-tak-
respons-investor-desak-ojk-periksa-aisa
https://m.bisnis.com/amp/read/20191122/192/1173476/terancam-delisting-ini-kata-manajemen-
tiga-pilar-sejahtera-aisa
https://amp.kontan.co.id/news/forum-investor-tiga-pilar-aisa-kecewa-dengan-langkah-bei-beri-
peringatan-delisting
https://investasi.kontan.co.id/news/investor-aisa-kasus-aisa-adalah-skandal-dalam-pasar-modal-
indonesia
https://investasi.kontan.co.id/news/ungkap-kasus-penggelapan-dana-tiga-pilar-aisa-forsa-tuntut-
integritas-ojk-dan-bei
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190401130736-17-64046/joko-mogoginta-melawan-
sebut-laporan-ey-tak-sesuai-gcg
Agoes Sukrisno, Cenik Ardana. 2009. ETIKA BISNIS DAN PROFESI Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.

15

Anda mungkin juga menyukai