Dosen Pengampu:
H. Kasyful Anwar, S.E., M.Si., Ak., CA.
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami
diberi kekuatan untuk menyelesaikan makalah Manajeman Perpajakan yang berjudul
“Strategi Penghematan Pajak Melalui Pemilihan Bentuk Usaha dan Manajemen
Penutupan Usaha & Strategi Perpajakan”.
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisa
Laporan Keuangan yang diampu oleh Bapak H. Kasyful Anwar, S.E., M.Si., Ak., CA.
yang merupakan dosen pengampu kami dalam mata kuliah ini. Tak lupa pula kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu
proses penyusunan makalah ini sehingga bisa selesai tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini mungkin masih terdapat kesalahan
baik dari pengolahan kata, ejaan kata yang tidak benar dan lain sebagainya. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
2.1. Pendahuluan........................................................................................................3
ii
2.7.3.6. Keputusan Dirjen Pajak Atas Permohonan Pencabutan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.................................................................................................25
3.1. Kesimpulan.......................................................................................................30
3.2. Saran.................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
merapikan tax management dan tax planning perusahaan. Tujuan perencanaan pajak
yang baik adalah memberikan keuntungan sebesar-besarnya kepada investor agar
return on investment yang diperoleh semakin tinggi. Strategi perencanaan pajak
dapat dimulai sejak awal berbisnis dengan melakukan setting up bentuk usaha yang
akan dipilih investor.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pendahuluan
Banyak alternatif yang bisa kita pergunakan untuk menghindari pungutan pajak.
Cara yang paling mudah adalah dengan tidak melaporkan-kan penghasilan yang kita
terima, tapi tindakan itu akan membuat kita olahraga jantung, merasa dikejar-kejar
terus oleh fiskus. Cara yang paling elegan untuk menghindari pungutan pajak ini
adalah dengan mencari cara meminimalkan pembayaran pajak tanpa menabrak
koridor peraturan perpajakan.
Dalam peraturan perpajakan, banyak celah hukum yang dapat kita manfaatkan
untuk meminimalkan beban pajak tanpa harus berhadapan langsung dengan aparat
pajak dalam pemeriksaan dan penyidikan pajak, yaitu dengan cara merapikan tax
management dan tax planning perusahaan. Tujuan perencanaan pajak yang baik
adalah memberikan keuntungan sebesar-besarnya kepada investor agar refiem on
muestiment yang meningkat tinggi. Strategi perencanaan pajak dapat dimulai sejak
awal berbisnis dengan melakukan setting up bentuk usaha yang akan dipilih
investor.
Dilihat dari aspek legalitasnya, Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, dan Yayasan,
adalah entitas berbadan hukum (karena ada pengesahan pemerintah yakni Menteri
Hukum dan HAM atas akte pendirian dan anggaran dasarnya); sedangkan
Persekutuan (Firma, CV, Kongsi) dan Perseorangan tidak berbadan hukum.
Di luar itu terdapat banyak entitas bisnis lain yang kita kenal dalam lingkup
hukum kita seperti Joint Operation (KSO), Waralaba, BUT. Kita akan membatasi
ini dalam ketiga bentuk hukum entitas bisnis tersebut, karena kebanyakan pelaku
bisnis di Indonesia menggunakan ketiganya dalam menjalankan bisnis mereka.
3
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk usaha
(Zain, 2003: 97), adalah:
1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan pribadi dan tarif pajak
penghasilan wajib pajak, termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu.
2. Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto usaha,
maupun penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para
pemegang sahamnya.
3. Kesempatan untuk menunda pengenaan pajak pada tarif pajak peng-penghasilan
lebih kecil/besar jika dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif
penghasilan dan akumulasi penghasilan perusahaan.
4. Adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian)
dan kredit investasi yang berlaku bagi bentuk usaha ter-tentu.
5. Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas mulasi laba,
pajak atas penghasilan personal, holding company, dan seterusnya.
6. Liberalisasi kententuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in kind.
4
dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan. Jadi selama pemegang saham tidak merangkap sebagai pengurus
perusahaan, maka dia tidak dapat dimintai tanggungjawabnya terhadap tindakan
operasional perusahaan oleh pihak mana pun. Tanggung jawab pemegang saham
terbatas pada nilai saham yang diambilnya.
Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan UU perpajakan,
dalam hal badan, wajib pajak diwakili oleh pengurus yang bertanggungjawab secara
pribadi dan atau secara renteng atas pembayaran pajak terutang, kecuali apabila
dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka, dalam
kedudukannya, benar-be nar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas
utang tersebut. Mengenai tanggung jawab renteng ini dijelaskan lanjut dalam Surat
Edaran Dirjen Pajak No. 02/PJ.74/1990 dengan me spajak yang terlebih merujuk
kepada ketentuan Pasal 32 ayat 2 UU No. 6 tahun 1983 yang telah diubah terakhir
kalinya dengan UU No. 28 Tahun 2007 dan UU No. 16 th 2009 tentang ketentuan
Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam ketentuan perpajakan, sesuai pasal 17 UU Nomor 7 tahun 1983 yang
telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, pengenaan pajak PT dikenakan pada level net income sebelum
pembagian dividen perusahaan kepada pemegang saham.
COGS Rp 58.800.000.000
5
Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen, maka
atas pembagian tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar 10% (PPh Final untuk
WPOP), sebagai berikut:
Dengan demikian, secara total investor WPOP akan terbebani pajak keuntungan
yang diperoleh dari badan usaha PT tersebut sebesar 29,8%.
Oleh karena belum ada undang-undang yang mengatur masalah Fir ma, CV, dan
persekutuan Perdata, maka untuk persekutuan tersebut kita kembali kepada Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang mengatur masalah tersebut. Misalnya mengenai pendirian Persekutuan
(firma atau CV) yang diatur dalam pasal 1618 dan 1320 KUHPerdata dan juga
terdapat dalam Pasal 22 KUHD. Perbedaan antara persekutuan dengan PT terletak
pada tanggung jawab peseronya (shareholder). Pasal 18 dan 19 buku 1 KUHD
6
mengatur tanggung jawab renteng pemilik/pesero terhadap semua operasional atau
tuntutan dari pihak lain apabila terjadi suatu perkara.
Apabila CV mempunyai banyak utang sehingga jatuh pailit, dan apabila harta
benda CV tidak mencukupi untuk pelunasan utang-utang nya, maka harta benda
pribadi pesero pengurus dapat dipertanggungjawabkan untuk melunasi utang
perusahaan. Sebaliknya harta benda para Persero commanditaris (sleeping partner)
tidak dapat diganggu gugat. Pengaturan pajak CV diatur dalam pasal 6 dan Pasal 4
ayat 3 huruf 1 Undang-Undang PPh. Berbeda dengan PT, pengenaan pajak CV
hanya dikenakan sekali pada level net income Perseroan. Ketika didistribusikan
kepada pemegang saham tidak dikenakan pajak dividen lagi. Kita lihat ilustrasi
dibawah ini sesuai dengan data-data keuangan PT di atas.
Pasal 4 ayat 3 huruf i UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diubah ter akhir kalinya
dengan UU No. 38 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. menegaskan,
"Yang dikecualikan dari objek pajak" yakni bagian laba yang diterima
atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
Dengan asumsi yang sama seperti contoh pada tabel berikut ini, maka ilustrasi
perhitungan pajak Firma/CV dapat kita lihat sebagai berikut:
7
Net Income before tax Rp 700.000.000
Corporate Tax (Pph badan) 22% Rp 154.000.000
Net Income after tax Rp 546.000.000
Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen, maka
atas pembagian tersebut tidak akan dikenai pajak lagi sebagai berikut:
Dengan demikian, secara total, investor akan terbebani pajak keuntungan yang
diperoleh dari badan usaha Firma/CV tersebut sebesar 22%. Bila diban dingkan
dengan badan usaha PT, persentase beban pajak investor Firma/CV dengan payung
hukum UU PPh No. 36 Tahun 2008 ternyata lebih rendah dari PT, di mana badan
usaha PT tersebut, sebagaimana diuraikan sebelum nya, sebesar 29,8%. Begitu juga
secara nominal keuntungan (return) yang diberikan kepada pemegang saham adalah
lebih besar yang diterima oleh pemegang saham Persekutuan (=Rp 546 juta)
dibanding dengan pemegang saham PT (=Rp 491,4 juta).
8
badan usaha perseorangan dapat berupa wartel, salon, rumah makan, usaha
dagang (UD), waralaba, dan masih
banyak lagi.
Ada beberapa perbedaan dalam menghitung pajak usaha antara pajak
perseorangan dengan pajak Perseroan, antara lain:
Dalam perhitungan pajak perseorangan, ada beberapa faktor peng rang
seperti Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan biaya jabatan. yang
dalam perhitungan pajak Perseroan faktor tersebut tidak ada dalam
ketentuannya.
Terdapat pembedaan tax rate dan lapisan penghasilan kena pajak (taxable
income bracket) antara PPh Perseorangan dengan Pajak Peng hasilan
Badan, di mana PPh Persorangan menggunakan tarif progresif dari
lapisan tarif 5% hingga tarif maksimum 30%, sedangkan Penghasilan
Badan menggunakan tarif tunggal 22% (tarif 22% ber laku sejak awal
tahun 2020, sedangkan tahun 20010 tarifnya 25%).
0 sampai Rp 50.000.000 5%
Secara sederhana beban pajak yang harus ditanggung invenstor WPOP dengan
mengenakan pajak dengan terif progresif seperti terlihat pada tabel diatas.
COGS Rp 58.800.000.000
9
Operating Expenses Rp 500.000.000
Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen maka atas
pembagian tersebut tidak akan dikenakan pajaka lagi, sebagai berikut:
5% x 50.000.000 2.500.000
10
Total PPh Psl 21 133.400.000
Secara komparatif, beban pajak yang harus ditanggung investor dari ketiga
entitas bisnis tersebut adalah:
PT Persekutuan Perseorangan
(Fa/CV)
Dari analisis di atas, ada beberapa hal penting yang perlu kita catat:
11
instuisi semata, karena yang terakhir ini hanya dilakukan oleh pelaku
bisnis kawakan.
5 Di antara sederetan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan
bisnis modern, harus juga diakomodasi masalah permodalan, advis
management risk, lingkungan hidup, tanggung jawab pesero bila terjadi
klaim pihak ketiga, business dan market development, serta hak dan
kewajiban lainnya yang timbul dari pemilihan bentuk usaha tersebut.
12
Sebagaimana pada bentuk badan usaha lainnya, pada prinsipnya koperasi
dapat melakukan kegiatan di hampir semua bidang usaha, sehingga atas
penghasilan koperasi yang disebut sisa hasil usaha (SHU) merupakan objek
pajak penghasilan yang dikenai tarif PPh Badan, dengan tarif tunggal 28%
(tahun 2009), tarif 25% (tahun 2010), dan tariff 22% (tahun 2020)
Pada dasarnya, apa pun insentif pajak yang diberikan kepada badan usaha
(PT, firma, CV) juga berlaku bagi koperasi. Beberapa fasilitas insentif pajak
penghasilan dan yang dikecualikan dari pajak dalam UU PPh No. 36 Tahun
2008 yang berlaku bagi koperasi, antara lain:
a. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah harta hibahan dan bantuan
atau sumbangan kepada koperasi, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan (Pasal 4 ayat 3 huruf a UU PPh No: 36 Tahun 2008).
b. Sisa hasil usaha (SHU) yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya, tidak dipotong PPh Pasal 23 (Pasal 23 ayat 4 huruf f 00 PPh
No. 36 Tahun 2008).
c. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang
ditahan Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh No. 36 Tahun 2008:
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indo- nesia dengan syarat:
13
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
d. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2009 PPh tentang bunga
simpanan yang dibayarkan oleh, koperasi kepada anggota koperasi
perorangan. Besarnya Pajak Penghasilan (final) adalah:
1. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai
dengan Rp 240 ribu per bulan; atau
2. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan
berupa bunga simpanan lebih dari Rp 240 ribu per bulan.
e. Tarif baru bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Insentif ini
khusus untuk UMKM berbadan hukum yang memiliki omzet di bawah
Rp 4,8 miliar per tahun atau Rp 400 juta per bulan, Diberi insentif
pemotongan tarif PPh sebesar 50% dari tarif pajak normal sebesar 25%
oleh pemerintah
f. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007 dan No. 62 Tahun 2008 Tentang
Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang
Usaha tertentu Dan Atau Di Daerah-Daerah Tertentu.
14
3. Pondok Boro yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak
bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh perorangan atau koperasi
buruh atau koperasi karyawan yang diperuntukkan bagi para buruh tidak
tetap atau para pekerja sektor informal berpenghasilan rendah dengan
biaya sewa yang disepakati, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak diperoleh (Perato an Menkeu No.
36/PMK.03/2007.jo.No.80/PMK.03/2008 dan No PMK.03/2011).
Dalam ketentuan perpajakan, sesuai pasal 17UU No. 7 Tahun 1983 yang telah
diubah terakhir kali dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, pajak
koperasi dikenakan pada level net income sebelum pembagian SHU perusahaan kepada
anggota koperasi.
Ilustrasi perhitungan pajak koperasi dapat kita lihat dalam table berikut ini:
COGS Rp 58.800.000.000
15
hukum entitas bisnis yang cukup banyak digunakan di Indonesia, yang didirikan
dengan payung hukum UU No. 16 tahun 2001 Tentang Yayasan.
Pendirian sebuah perusahaan dengan bentuk Yayasan, didasarkan pada
akte notaris yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan
diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, serta diperlukan adanya
pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Dalam Yayasan, tanggung
jawab per- usahaan dibebankan kepada Pengurus. Pengurus yayasan adalah
organ yayasan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan.
Bahkan setiap pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila
yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengananggaran
dasar sehingga mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga (pasal 35 ayat
3).
Ada beberapa macam jenis yayasan, diantaranya:
1. Yayasan Pendidikan (dari TK hingga universitas)
2. Yayasan Keagamaan dan Sosial (Misalnya: Yayasan Mesjid dan Yayasan
Panti Asuhan Yatim Piatu)
3. Yayasan Kesehatan (Misalnya:poliklinik dan rumah sakit)
4. Yayasan bidang penelitian dan pengembangan (misalnya yayasan lembaga
konsumen)
16
1. Mendapat fasilitas pembebasan bea masuk dan cukai dengan mengajukan
permohonan untuk dapat ditetapkan sebagai badan atau lembaga yang
mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 144/KMK.05/1991 tentang Pembebasan Bea
Masuk Dan Cukai Atas Impor Barang Kiriman Hadiah Untuk Keperluan
Ibadah Umum, Amal, Sosial, dan Kebudayaan (Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 22/PMK.04/2000. sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
67/PMK.04/2006). Dalam hal ini Yayasan dapat mengajukan
permohonan untuk memperoleh fasilitas tersebut setiap saat dibutuhkan.
2. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan, yakni orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan
atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial, termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-
pihak yang bersangkutan (PER- 30/PJ/2009 dan SE-48/PJ./2009).
3. Yayasan Keagamaan dan Sosial lainnya
Sesuai Pasal 2 UU Pajak Penghasilan, yayasan tetap digolongkan sebagai
subjek pajak penghasilan. Objek pajaknya terbagi dua, sesuai orientasi
bidang usaha yayasan. Bila yayasan bermotif mencari keuntungan
(misalnya yayasan universitas), maka penerimaannya merupakan objek
pajak penghasilan, namun sebaliknya bila penerimaan yayasan bukan
bermotif mencari keuntungan (misalnya sumbangan untuk panti asuhan
yatim piatu), maka atas penerimaan tersebut tidak terutang PPh.
Sebagaimana badan usaha lainnya, yayasan juga harus melaksanakan
kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan dalam hal yayasan tersebut
melakukan transaksi pembayaran berbagai jasa, seperti sewa, dividen,
royalti, dan gaji karyawan.
17
4. Peraturan Dirjen Pajak No. PER 44/PJ./2009 dan Peraturan Menkeu No.
80/PMK.03/2009 tentang pelaksanaan pengakuan Sisa Lebih yang
diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang
dikecualikan dari objek pajak penghasilan. Yayasan pendidikan
diperkenankan untuk mengakui dana pembangunan gedung dan
prasarana pendidikan yang berasal dari Sisa Lebih.
Sisa Lebih adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek
Pajak Penghasilan, selain penghasilan yang dikenakan Paiak Penghasilan
tersendiri, dikurangi pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau
lembaga nirlaba. Badan atau lembaga nirlaba wajib menyampaikan
pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya
pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau
penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
wajib pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya.
Berikut ini PKP yayasan Rumah Sakit X pada tahun 2017 sebesar Rp.
2.606.800.000 dengan rincian sebagai berikut :
18
Hibah Rp 120.000.000
Perhitungan:
Hibah Rp 120.000.000
Sumbangan Rp 30.000.000
19
PPh terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
Bila usaha penyelamatan tersebut juga buntu, tidak ada pilihan lain selain
menutup usaha atau melikuidasi perusahaan. Keputusan melikuidasi perusahaan
merupakan pilihan terakhir yang harus diambil pengusaha karena tindakan
tersebut selain berdampak pada berhentinya pemasukan, perusahaan juga harus
menyelesaikan kewajiban terhadap pihak ketiga, termasuk kewajiban utang pajak
yang dilindungi undang-undang.
20
Pajak dinyatakan pailit, bubar atau dilikuidasi, maka kurator, likuidator, atau
orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan, dilarang
membagikan harta wajib pajak dalam pailit, pembubaran, atau likuidasi kepada
pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut
untuk membayar utang pajak wajib pajak tersebut (Pasal 21 Ayat 1 dan (3a) UU
KUP No. 28 Tahun 2007).
Saat penutupan usaha tidak bisa lagi dihindari oleh pengusaha, dan legalisasi
dari pihak yang berwenang seperti notaris dan pihak-pihak berwenang lainnya
telah didapatkan, maka penutupan usaha idealnya ditindaklanjuti dengan
pengajuan permohonan penghapusan NPWP dan penghapusan NPPKP (Nomor
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak). Hal ini disebabkan karena penghapusan
NPWP atau pencabutan NPPKP tidak dapat terjadi secara otomatis karena alasan
perusahaan tidak beroperasi lagi. NPWP tidak dapat dihapus bila wajib pajak
masih memiliki utang pajak.
Seringkali, Wajib pajak membiarkan kondisi tersebut menggantung walaupun
mereka khawatir juga bila perusahaan sewaktu-waktu di datangi orang pajak
untuk pemeriksaan. Sebaiknya penyelesaian masalah ini tidak ditunda-tunda,
karena penundaan tersebut hanya solusi semu, karena saat gilirannya tiba wajib
pajak akan semakin terpuruk dengan timbulnya akumulasi sanksi perpajakan.
21
dengan disertai alasan dan jumlah pembayaran yang dimohonkan
untuk diangsur atau ditunda.
3. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Dirjen Pajak tidak
memberi suatu keputusan, maka permohonan wajib pajak
dianggap diterima.
22
perusahaan merupakan suatu hal yang diperkenankan oleh ketentuan
perpajakan, khususnya Pasal 2 ayat (6) Tahun 1983 yang telah dirubah
terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang KUP, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 dan Keputusan Dirjen Pajak No.
161/PJ/2001 Jo PER 160/PJ./2007.
a. Wajib pajak dan atau ahli warisnya karena wajib pajak sudah
tidak memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif sesuai
dengan ketentuan undang-undang perpajakan.
23
3. Dalam permohonan wajib pajak dianggap dikabulkan, Direktur Jenderal Pajak
harus menerbitkan surat keputusan penghapusan NPWP dalam rangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan setelah itu.
4. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan dari wajib pajak orang
pribadi diterima dengan lengkap, Dirjen Pajak harus memberikan waktu
pemberian keputusannya 6 (enam) bulan atau dengan kata lain mencapai 12
(dua belas) bulan.
5. Dalam hal Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu
yang telah ditentukan, maka permohonan penghapusan NPWP dianggap
dikabulkan. Kemudian dalam waktu 1 (satu) bulan setelah jangka waktu
24
pemberian keputusan terakhir, Dirjen Pajak harus menerbitkan surat
keputusan penghapusan NPWP.
1. Utang pajak tidak dapat ditagih lagi kepada wajib pajak karena
sudah tidak adanya harta kekayaan.
25
2. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara
lengkap, Dirjen Pajak harus memberikan keputusan.
3. Bila jangka waktu untuk memberikan keputusan telah lewat, maka pencabutan
NPPKP dianggap dikabulkan.
1. Direktur Jenderal Pajak, karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak
dapat melakukan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
2. Atas permohonan wajib pajak untuk melakukan Pencabutan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak, Direktut Jenderal Pajak setelah melakukan
pemeriksaan harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
3. Apabila jangka waktu telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak
member keputusan, maka permohonan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak dianggap dikabulkan dan surat keputusan mengenai Pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan setelah itu
26
benar-benar akan menutup usahanya, maka berangsur-angsur persyaratan
legal pembubaran perusahaan dilakukan.
27
Jikapun ada temuan, dipastikan jumlahnya tidak material karena
secara subtantif perusahaan tidak lagi memiliki kegiatan operasional usaha
dan mungkin telah tidak lagi memiliki pegawai sehingga kemungkinan risiko
pajak yang ditemukan hanya berupa keterlambatan lapor SPT saja.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU KUP yang berlaku, di mana apabila SPT
tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), maka dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar:
Ketentuan tersebut juga diperkuat oleh Pasal 17 ayat (2) huruf e PMK
Nomor 243 Tahun 2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) di mana bunyinya
persis sama dengan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU KUP. Akan tetapi, kenyataan
di lapangan justru berbicara lain. Pada kebanyakan kasus, pemeriksaan pajak
untuk penghapusan NPWP, Surat Tagihan Pajak (STP) untuk menagih denda
tersebut seringkali diterbitkan. Atas penerbitan STP tersebut, perusahaan
dapat mengajukan permohonan untuk membatalkan STP sesuai dengan
Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP, tetapi sebaiknya perlu ada analisis dari
28
perusahaan terkait perbandingan biaya antara menerima STP dan mengajukan
permohonan pembatalan STP. Bisa jadi karena jumlahnya yang kurang
signifikan, banyak perusahaan menerima STP tersebut atau dengan kata lain
tidak keberatan untuk melunasi denda tersebut agar penghapusan
NPWP/NPPKP perusahaan dapat berjalan lancer.
29
30
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pembagian atas tiga bentuk
Badan Usaha tersebut bersumber dari Undang – Undang 1945 khususnya pasal 33.
Di Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk badan yaitu Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Koperasi dan Swasta. Bentuk badan usaha swasta dapat dibagi ke dalam
beberapa macam : Perseorangan, Firma, Perserikatan Komanditer (CV), Perseroan
Terbatas (PT), Yayasan.
Pilihan bentuk badan usaha yang tersedia secara umum adalah bentuk Perseroan
Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV) atau Perorangan (Pribadi).
Secara umum, total beban pajak PT akan selalu lebih besar dari CV, karena
adanya tambahan PPh pasal 23 yang harus dipotong dari dividen yang dibayarkan
oleh PT, sedangkan pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan pajak (bukan obyek
pajak). Sedangkan perbedaan besarnya total beban pajak yang dibayar oleh usaha
perorangan dan PT/CV tergantung pada besarnya penghasilan kena pajak (laba).
3.2. Saran
Pajak bukanlah satu – satunya alasan dalam pemilihan bentuk usaha, namun
pemilihan bentuk usaha yang tepat dapat memberikan penghematan pajak. Sehingga
dalam melakukan penghematan tersebut bisa dengan cara perencanaan pajak agar
kewajiban perpajakan dapat dilakukan oleh wajib pajak dengan baik.
31
DAFTAR PUSTAKA
32