Anda di halaman 1dari 61

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

TUGAS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Akuntansi Perpajakan

OLEH :

NAMA KELOMPOK :

1. EKA ROLANIA BATUBARA (15043073)


2. LATHIFAH RAHMI RAFIQA (15043057)
3. MEISY HENDRI (15043089)
4. TABAH RIZKI (15043103)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2017
PENDAHULUAN

Dalam bisnis bahwa setiap transaksi bisnis wajib memperhitungkan aspek


konsekuensi pajaknya. Hal tersebut dapat digunakan sebagai bagian dari
manajemen pajak. Pajak penghasilan sebagai pajak yang melekat kepada setiap
Wajib Pajak yang memperoleh atau menerima penghasilan. Demikian halnya pada
pihak yang berkewajiban untuk memotong atau memungut. Sistem pemajakan di
Indonesia menganut sistem self assessment yang memberikan kepercayaan
sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor
dan melapor sendiri pajak yang terutang.

PENGHASILAN SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN


Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang Undang Pajak
Penghasilan, penghasilan merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak atas seluruh penghasilannya. Tentu untuk
kepentingan akuntansi komersial dapat tercermin dalam transaksi bisnis yang
dapat memberikan penghasilan. Namun, dilihat dari keperntingan pengenaan
pajaknya, tidak setiap penghasilan dikenakan pajak penghasilan, mengingat fungsi
pajak dalam pencapaian kebijakan ekonomi.

Untuk menetapkan apakah suatu transaksi bisnis merupakan penghasilan yang


dikenakan Pajak Penghasilan atau tidak, undang-undang Pajak Penghasilan
menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas atau
basis luas (broud base), yaitu pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari mana pun asalnya yang
digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak.

Dengan demikian, dalam undang-undang pajak penghasilan walaupun


menyebutkan jenis penghasilan tidak bersifat limitatif dan tidak memperhatikan
adanya penghasilan dari dan sumber tertentu, tetapi menekankan adanya
tambahan kemampuan ekonomis. Undang –undang Pajak Penghasilan menganut
pengertian penghasilan yang luas, semua jenis penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar
pengenaan pajak. Bila dalam satu tahun suatu usaha atau kegiatan menderita
kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya
yang sering disebut dengan kompensasi horizontal, kecuali kerugian yang diderita
di luar negeri. Lebih rinci dapat dipelajari pada subbab Penggabungan
Penghasilan dan subbab Kompensasi Kerugian. Dengan memperhatikan tambahan
kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan
menjadi:

1. penghasilan dari usaha dan kegiatan


2. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, penghasilan dari praktik dokter,akuntan, pengacara, dan lain
lain.
3. penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak
seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak
yang tidak digunakan untuk usaha, dan lain-lain.
4. penghasilan lain-lain, sepeti pembebasan utang, hadiah, dan lain-lain.

Sedangkan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan juga digambarkan yang


termasuk dalam kategori penghasilan adalah sebagai berikut:

1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang


diterima atau diperoleh, termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan dalam undang-undang ini terhadap semua
pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayar oleh
pemberi kerja seperti gaji, premi asuransi, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, termasuk dalam pengertian penghasilan sebagai objek Pajak
Penghasilan. Imbalan dalam bentuk natura pada hakikatnya termasuk
penghasilan.
2. hadiah dari undian, pekerjaan, kegiatan atau penghargaan

Hadiah dimaksudkan termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan


seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga, dan
lain-lain. Penghargaan itu sendiri adalah imbalan yang diberikan
sehubungan dengan kegiatan tertentu, seperti imbalan yang diterima
seseorang karena menemukan benda purbakala.

3. laba usaha

Penghasilan yang bersumber dari usaha dikategorikan sebagai laba usaha.

4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:


a. Keuntungan (selisih antara nilai pasar dan harta yang diserahkan
dengan nilai bukunya) karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal. Wajib Pajak yang memperoleh keuntungan atas
pengalihan hartanya kepada pemegang sahamnya, maka keuntungan
sebagai objek Pajak Penghasilan dan harga jual yang dipakai sebagai
dasar menghitung keuntungan adalah harga pasar.
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya.
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama
dan dalam bentuk apapun.
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang
mengalihkan, kecuali harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagaamaan,
badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan, koperasi atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang. Premium ini terjadi apabila obligasi dijual di atas
nilai nominal, sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di
bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi
yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang
membeli obligasi.
7. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dari pembagian sisa hasil
usaha koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
a. Pembagian laba secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama
dan dalam bentuk apapun
b. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal
yang disetor
c. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran, termasuk
saham bonus yang berasal dan kapitalisasi agio saham.
d. Pembagian laba dalam bentuk saham
e. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa pnyetoran
f. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima dan
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham
oleh perseroan yang bersangkutan.
g. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dan modal yang
disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan,
kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan
modal dara yang dilakukan secara sah
h. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut
i. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi
j. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis
k. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi
l. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham
yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak

Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara
atau perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak,
sebagai imbalan atas :

a. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesenian atau


karya ilmiah, paten, desain,merek dagang atau bentuk hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak serupa lainnya
b. Penggunaan atau haka menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,
komersial, atau illmiah.
c. Pemebrian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,
industrial atau komersial.
d. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut.
e. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup. Film atau pita
video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
f. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau
hak hak lainnya sebgaimana tersebut di atasa.
9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh


dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan perusahaan
harta gerak atau harta tak gerak, sebagai contoh sewa kantor.

10. penerimaan atau perolehan pembayaran bekala

Penerimaan berupa pembayran berkala, misalnya “alimentasi” atau


tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu
tertentu.

11. keuntungan karena pemebebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah


tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12. keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. selisih lebih karena penilaian kembali aset.
14. premi asuransi, termasuk juga premi reasuransi.
15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri atas wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenai pajak.
17. penghaslian dari usaha yang berbasis syariah.
18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang
mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
19. surplus bank Indonesia.

Penghasilan Tertentu

Penghasilan tertentu sebagai penghasilan-penghasilan yang perlu diberikan


perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya seperti penghasilan bunga
deposito dan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas
lainnya di bursa efek, penghasilan dari penghasilan harta berupa tanah dan atau
bangunan, serta penghasilan tertentu lainnya. Pengenaan pajak atas penghasilan
tertentu tersebut diatur dengan peraturan pemerintah. Tabungan masyarakat yang
disalurkan melalui perbankan dan bursa efek merupaka sumber dana bagi
pelaksanaan pembangunan, sehingga pengenaan pajak atas penghasilan yang
berasal dari tabungan masyarakat tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri
dalam pengenaan pajaknya.

Pertimbanngan-pertimbangan yang mendasari diberikannya perlakuan


tersendiri dimaksud, antara lain:

1. perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan


tabungan masyarakat
2. kesederhanaan dalam pemungutan pajak
3. berkurangnya beban administrasi baik bagi wajib pajak maupun Direktorat
Jenderal Pajak
4. pemerataan dalam pengenaan pajaknya
5. memeperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak


Penghasilan bahwa penghaslian-penghasilan berikut dapat dikenai pajak yang
sifat pengenaan final:

1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi


dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
2. penghasilan berupa hadiah undian
3. penghasilan dari transaksi saham sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan psanagnnya yang diterima oleh
perusahaan modal bentura
4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan bangunan
5. penghasilan tertentu lainnya.

Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut


termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan dan
pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Obligasi dimaksud termasuk surat utang berjangka waktu lebih dari 1 tahun,
seperti Medium Term Note, Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari 1
tahun sedangkan Surat Utang Negara meliputi Obligasi Negara dan Surat
Pebendaharaan Negara.

Bukan Objek Pajak Penghasilan

Sesuai pasal 4 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan mengelompokkan


penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak adalah sebagai berikut:

1.
a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang
berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk oleh pmerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak.
b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalm garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, spanjang tidak ada hubungan dengan usaha, atau
penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. warisan
3. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
penyertaan modal.
4. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura/kenikamtan dari Wajib Pajak
atau pemerintah diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
perhitungan khusus dalam Pasal 15 Undang-undang PPh.
5. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,dll.
6. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN,BUMD, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
b) bagi perseroan terbatas, BUMN, BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah yang disetor.
7. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan baik yang dibayar oleh pemberi kerja
atau pegawai.
8. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalm bidang-
bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
9. bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan komanditer yang
modalnya tidak tebagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
10. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan psangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan tersebut:
a) merupakan perusahaan mikro kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
b) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
11. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan, atau penelitian yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan, dalam jangka waktu
paling lama 4 tahun sejak diperolhenya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
13. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penylenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

Dalam rangka mendukung usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia


melalui pendidikan serat penelitian pengembangan diperlukan sarana yang
memadai. Untuk itu dipandang perlu memberikan fasilitas perpajakn berupa
pengecualian pengenaan pajak atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh
sepanjang sisa lebih tersebut ditanamkan kembali dalm bentuk pembangunan dan
pengadaan sarana dan prasarana kegiatan dimaksud.
Untuk menjamin tercapainya tujuan pemberian fasilitas ini, maka lembaga
atau badan yang mnyelenggarakan pendidikan harus bersifat nirlaba. Demikian
untuk kepentingan bantuan atau santunan yang diberikan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) kepada wajib pajak teretntu adalah bantuan sosial yang
diberikan khusus kepada Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tidak mampu
atau sedang mendapat bencana alam atau tertimpa musibah.

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Pengenaan Pajak Penghasilan dibebankan terhadap semua Wajib Pajak Orang


Pribadi atau Wajib Pajak Umum. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak
orang pribadi dalam negeri, maka peghasilan netonya dikurangi terlebih dahulu
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai Peraturan Menteri
Keuangan No. 101/PMK. 010/2016 yang berlaku sejak 1 Januari 2016 adalah
sebagai berikut:

1. Rp 54.000.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi


2. Rp 4.500.000,00 tambahan untuk yang kawin
3. Rp 54.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat
(1).
4. Rp 4.500.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang untuk setiap
keluarga.

Wajib Pajak A mempunyai seorang istri dengan tanggungan empat orang


anak. Apabila istrinya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja yang
sudah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada
hubungannya dengan suami atau anggota keluarga lainnya. Besarnya Penghasilan
Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak A sebesar Rp
72.000.000,00 (Rp 54.000.000,00 + Rp 4.500.000,00 + ( 3 x 4.500.000,00))
sedagkan untuk istrinya, pada saat pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh
pemberi kerja diberikan penghasilan tidak kena pajak sebesar Rp 36.000.000,00.
Apabila penghasilan istriharsu digabung dengan penghasilan suami, besarnya
PTKP yang diberikan kepada Wajib Pajak A adalah sebesar Rp 126.000.000,00
(Rp 72.000.000,00 + Rp 54.000.000,00)

Perhitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan Wajib Pajak pada


awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak. Kepada Menteri Keuangan
diberikan wewenang untuk mengubah PTKP setelah berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat RI dengan mempertimbangkan ekonomi dan moneter serta
perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya.

TARIF PAJAK
Besarnya Tarif Pajak Penghasilan

Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang Undang Pajak Penghasilan,


besarnya tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak
bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia, sebagai berikut:

1) Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5% (lima persen)
Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan 15% (lima belas persen)
Rp 250.000.000,00
Di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan 25% (dua puluh lima persen)
Rp 500.000.000,00
Di atas Rp 500.000.000,00 30% (tiga puluh persen)
Besarnya tarif pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam begeri tersebut
untuk tarif tertinggi dapat diturnkan menjadi paling rendah 25%. Perubahan tarif
tersebut akan diberlakukan secara nasional mulai per 1 Januari dan diumumkan
selambat lambatnya stau bulan sebelum tarif baru itu berlaku efektif. Pemerintah
mengemukakan hal tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk dibahas
dalam rangka Penyusunan Anggran Pendapatn dan Belanja Negara.

2) Untuk Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT


Tarif pajak untuk wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
sebesar 28% . tarif PPh tersebut menjadi 25% mulai berlaku sejak Tahun
Pajak 2010.
3) Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang tidak
memiliki NPWP

ATURAN KHUSUS PENERAPAN TARIF WAJIB PAJAK BADAN


Dengan acuan besarnya tarif sebagimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf
b terdapat unsur kekhususan yang diatur dalam Pasal 17 ayat (2b) yang
menyatakan Wajib Pajak Badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka yang
sahamnya paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor tersebut
diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu
lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 17 ayat (2a) Undang undang
Pajak Penghasilan yang selanjutnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

Pada pasal 31E Undang undang Pajak Penghasilan mengatur bagi Wajib Pajak
Badan dalam negei dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif seperti
dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf “b” dan ayat (2a) yang dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00. Besaran bagian peredaran bruto dimaksud dapat dinaikan yang
pengaturannya dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Sebagai contoh dalam perhitungan PPh Badan ini

1. peredaran bruto PT Yuwana dalam tahun 2016 sebesar Rp


4.500.000.000,00 dan Penghasilan Kena Pajak Rp 500.000.000,00 sebagai
akibat jumlah peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 maka
penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang Tahun 2016 = (50% x
25%) Rp 500.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
2. peredaran bruto PT Tanaka tahun 2016 sebesar Rp 30.000.000.000,00
dengan penghasilan kena pajak Rp 3.000.000.000,00. Peredaran bruto
yang telah melebihi batas Rp 4.800.000.000,00 maka penghitungan Pajak
Penghasilan yang terutang:
a) penghasilan kena pajak yang mendapat fasilitas, yaitu:

Rp 4.800.000.000,00/ Rp 30.000.000.000,00 x Rp 3.000.000.000,00 =


Rp 480.000.000,00

b) penghasilan kena pajak yang tidak mendapat fasilitas sebesar (Rp


3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00 = Rp 2.520.000.000,00

PPh terutang :

(50% x 25%) Rp 480.000.000,00 = Rp 60.000.000,00

25% x Rp 2.520.000.000,00 = Rp 630.000.000,00

Total PPh terutang = Rp 690.000.000,00

PERHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK


Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak terutang adalah
Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Tetap berlandaskan atau bersumber pada laporan
keuangan perusahaan setelaha dilakuakn koreksi fiskal posotof atau negatif dapat
diperoleh penghasilan neto setelah koreksi. Khusus untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi, dalam mendapatkan Penghasilan Kena Pajak harus terlebih dahulu
penghasilan neto stelah dikoreksi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP)

Seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa:

Pajak Terutang = Tarif x Penghasilan Kena Pajak


Tarif yang digunakan dapat mengikuti:

1. tarif umum

Tarif pajak ini mengikuti tarif pajak yang ditunjukan dalam Pasal 17
Undang Undang Pajak Penghasilan.

2. tarif khusus
Tarif pajak ini mengikuti tarif pajak yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah biasanya ditujukan pada penghasilan tertentu, misalnya bunga
deposito yang diikuti pula dengan pengenaannya yang bersifat final. Dasar
pengenaannya juga disebutkan, misalnya penghasilan bruto. Tentu dalam
hal ini tidak perlu mempertimbangkan unsur PTKP.
3. tarif sesuai undang-undang
Tarif ini sebelumnya untuk menjelaskan bahwa selain tarif sesuai Pasal 17
Undang-undang PPh terdapat pula tarif yang disebutkan dalam pasal 23
Undang undang PPh diterapkan dengan tarif sebesar 15% dari jumlah
bruto dan 2% dari jumlah bruto, demikian halnya dengan tarif pasal 26
Undang undang PPh menetapkan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20%.

PENGHITUNGAN PAJAK TERUTANG


Dalam menghitung pajak penghasilan yang terutang dibedakan antara Wajib
Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Bagi wajib pajak dalam negeri
pada dasarnya terdapat 2 cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena
Pajak, yaitu:

1) penghitungan Pajak Penghasilan dengan dasar pembukuan


2) penghitungan Pajak Penghasilan dengan dasar pencatatan

Pembahasan masalah pajak kini dan pajak tangguhan ini lebih difokuskan
pada penghitungan Pajak Penghasilan dengan dasar pembukuan. Sebagai contoh,
diketahui data dari PT Amarta yang bersumber dari Laporan Keuangannya
sehingga dapat dihitung Pajak Penghasilan yang terutang.
Peredaran bruto Rp 900.000.000,00

Biaya untuk mendapatkan,menagih,dan memelihara

penghasilan Rp 300.000.000,00

penghasilan kena pajak Rp 600.000.000,00

PPh terutang

Total PPh Terutang 25% x Rp 600.000.000,00 Rp 150.000.000,00

Kredit pajak

PPh Pasal 22 = Rp 12.500.000,00

PPh Pasal 23 = Rp 4.000.000,00

PPh Pasal 24 = Rp 30.000.000,00 +

Rp 46.500.000,00 _

PPh terutang yang dibayar sendiri Rp 103.500.000,00

PPh Pasal 25 Rp 42.000.000,00 _

PPh yang kurang dibayar Rp 61.500.000,00

Beban pajak kini sebesar Rp 150.000.000,00 tetapi terdapat kredit pajak Rp


46.500.000,00 dan angsuran pajak (PPh Pasal 25) Rp 42.000.000,00 sehingga PPh
yang kurang dibayar (PPh Pasal 29) sebesar Rp 61.500.000,00

PENGGABUNGAN PENGHASILAN ORANG PRIBADI


Dalam sistem pemungutan Pajak Penghasilan di Indonesia telat menempatkan
keluarga sebagai kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari
seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenakan
pajak dan pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut dilakukan oleh kepala
keluarga. Dalam hal-hal tertentu, pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut
dilakukan secara terpisah.
Oleh karena itu, mengacu pada Pasal 8 Undang Undang Pajak Penghasilan,
seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun
pajak atau pada awal bagian tahun pajak, dianggap sebagai penghasilan atau
kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal
bagian tahun pajak, dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan
dikenakan Pajak Penghasilan sebagai satu kesatuan.

Penggabungan penghasilan istri tersebut tidak dilakukan dalam hal


penghasilan istri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong
pajak (PPh Pasal 21) oleh pemberi kerja, dengan ketentuan bahwa:

1) penghasilan istri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja


2) penghasilan istri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada
hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebsa suami atau anggota
keluarga lainnya.

PEMISAHAN PENGHASILAN ORANG PRIBADI


Pemisahan penghasilan dilakukan dalam hal penghasilan istri diperoleh dari
pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak oleh pemberi kerja, dengan
ketentuan:

1) suami istri boleh hidup berpisah berdasarkan putusan hakim


2) dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan
3) dikendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajaknnya sendiri.

Hal lainnya yang perlu diperhatikan bahwa pemisahan dapat pula terjadi
apabila suami istri telah hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim, maka
penghitugan PKP dan pengenaan pajaknya dilakukan sendiri-sendiri. Khusus
untuk suami istri yang perkawinannya dengan perjanjian pisah harta dan
penghasilan secara tertulis atau bila istri menghendaki untuk menjalankan hak dan
kewajiban perpajakannya sendiri, maka penghitungan pajaknya dilakukan
berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami istri dan masing-masing
memikul beban pajak sebanding dengan penghasilan neto.

Sebagai contoh:

Penghasilan neto suami dari usaha Rp 400.000.000,00

Penghasilan neto istri dari gaji dan usaha salon Rp 250.000.000,00

Total penghasilan neto Rp 650.000.000,00

PTKP

1.. Diri wajib pajak Rp 54.000.000,00

2. Tambahan Wajib Pajak kawin Rp 4.500.000,00

3. Tambahan seorang istri yang

Penghasilannya digabungkan Rp 54.000.000,00

Rp 112.500.000,00

Penghasilan kena pajak Rp 537.500.000,00

Pajak Pengahsilan Terutang atas seluruh penghasila

1. 5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00

2. 15% x Rp 200.000.000,00 Rp 30.000.000,00

3. 25% x Rp 250.000.000,00 Rp 62.500.000,00

4. 30% x Rp 37.500.000,00 Rp 11.250.000,00

Total PPh terutang Rp 106.250.000,00


Pembagian beban pajak berdasarkan Total Penghasilan Neto:

Suami = 400.000.000,00 x Rp 106.250.000,00 = Rp 65.384.615,00

650.000.000,00

Istri = 250.000.000,00 x Rp 106.250.000,00 = Rp 40.865.384,00

650.000.000,00

Penghasilan Anak yang Belum Dewasa

Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber penghasilannya
dan apapun sifat pekerjaannya dalam tahun pajak yang sama.

Pengertian anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18
tahun dan belum pernah menikah. Apabila seorang anak yang belum dewasa, yang
orang tuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan maka
pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya
berdasarkan keadaan yang sebenarnya.

PEMAJAKAN ATAS USAHA MIKRO,KECIL, DAN MENENGEHA


SERTA ASPEK AKUNTANSINYA
Bentuk partisipasi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah dalam kewajiban
perpajakan diawali dengan diterbitkan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013.
Kebijakan perpajakan mengundang kontroversi. Dalam bidang akuntansi dikenal
juga akuntansi untuk usaha kecil yaitu Small and Medium Enterprise.

Ketentuan PP No.46 Tahun 2013 bahwa pengusaha atau wajib pajak yang
dikelompokkan sebagai usaha mikro, kecil dan menengah maksimal mempunyai
peredaran Rp 4.800.000.000,00 dalam setahun. Untuk wajib pajak yang yang
ternyata peredaran setahun lebih dari Rp 4.800.000.000,00 pemajakannya akan
diperlakukan sesuai ketentuan Pajak Penghasilan pada umumnya. Selain batasan
peredaran terdapat pengecualian dalam jenis kegiatan usahanya meliputi berikut
ini

1. pengusaha orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas seperti tenaga


ahli, pemain musik, olahragwan,pengajar,dan sbb.
2. wajib pajak yang telah dikenai PPh final berdasar ketentuan Pasal 4 ayat
(2) Undang undang PPh sebagai contoh usaha jasa kontruksi.
3. pengusaha orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan
atau jasa yang dalam usahanaya menggunakan sarana atau prasarana yang
dapat dibongkar pasang baik menetap atau tidak, sebagai contoh:
pedagang kaki lima, pedagang makanan keliling, warung tenda.
4. wajib pajak badan yang belum beroperasi secara komersial atau wajib
pajak badan yang dalam jangka waktu satu tahun setelah operasi secara
komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000,00.

TATA CARA PENGENAAN PPH BAGI UMKM


Pajak penghasilan yang dikenakan terhadap Wajib Pajak UMKM ini,
pengenaannya bersifat final yang ditetapkan dengan tarif 1% dari peredaran bruto
setiap bulan. Dalam menghitung jumlah peredaran bruto usaha, pengusaha
UMKM harus menghitung seluruh peredaran bruto yang diperoleh termasuk usaha
cabang. Akan tetapi, peredaran bruto yang dimaksud tidak termasuk dengan
penghasilan dari usaha yang dikenai PPh final.

Ketentuan yang diatur dalam PP No.46 Tahun 2013 adalah sebagai berikut

1. Bila pengusaha baru terdaftar sebagai Wajib Pajak setelah berlakunya PP


No.46 Tahun 2013 maka dihitung berdasar jumlah peredaran bruto yang
disetahunkan. Dari hasil dimaksud belum melebihi Rp 4.800.000.000,00
maka pemberlakuannya sejak Januari 2014.
2. Bila pengusaha yang telah terdaftar sejak awal tahun pajak 2013 dan tetap
dengan perederan bruto yang disetahunkan dan ternyata peredaran
brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00, maka PPh final UMKM mulai
diberlakukan sejak Juli 2013.

Dari sisi akuntansi pajak tidak ada perubahan karena dengan diterbitkannya PP
No.46 Tahun 2013 tersebut hanya tata cara pemajakannya. Bagi wajib pajak yang
tergolong sebagai wajib pajak PPh final UMKM akan dikenai PPh final, sehingga
akan terbentuk akun PPh final sedangkan tata cara pembukuannya tidak ada
perubahan. Kemungkinan yang menjadi masalah penyesuaian, karena wajib pajak
dalam satu tahun dapat mengalami perubahan yaitu tidak lagi menjadi wajib pajak
yang pemajakannya berdasar PP No. 46 Tahun 2013 atau hal lainnya yang bersifat
fasilitas Pasal 31E Undang Undang PPh yaitu berupa pengurangan tarif.

Contoh soal:

PT Ayoyda adalah perusahaan yang terkelompokkan sebagai UMKM


memperoleh penghasilan bruto sesuai pembukuan perusahaan yaitu sebesar Rp
300.000.000,00 untuk bulan September 2013. Hitung pajak terutang bulan
September 2013 dan ayat jurnal yang diperlukan.

Penghitungan PPH terutang:

PPh terutang = 1% x Rp 300.000.000,00 = Rp 3.000.000,00

Ayat jurnal yang diperukan adalah sebagai berikut

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)


PPh final UMKM 3.000.000,00
Kas dan Bank 3.000.000,00

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Pajak penghasilan 21 merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan dan pembayaran lain dengan
bentuk dan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan tersebut yang
dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.

Pada PPh 21 ini menggunakan istilah “pemotongan”. Istilah pemotongan


digunakan untuk menunjukan objek yang dikenakan pemotongan yaitu
penghasilan bruto yang dibayar oleh pemberi kerja, karena adanya aliran
penghasilan, sehingga penghasilan yang diterima pekerja utuh, tetapi setelah
dipotong PPh pasal 21.

Ditinjau dari sitem pemotongan, PPh Pasal 21 ini menggunakan “Witholding


System” yaitu pada saat penghasilan dibayar sehingga pendekatan yang dilakukan
adalah “Pay as You Earn” dan “Pay as You Go” sedangkan cara perhitungan PPh
sesuai petunjuk tata cara pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai
Tetap sebagaimana untuk menentukan besarnya penghasilan neto pegawai tetap,
penghasilan bruto dikurangi dengan:

1. biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara


penghasilan sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp
6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan.
2. iuran yang terikat gaji kepada dana yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan dan iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua
kepada badan penyelenggara Jamsostek, kecuali kepada badan
penyelenggara Taspen, yang dibayar oleh pegawai.
3. PTKP sesuai Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Besarnya
PTKP disesuaikan disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
101/PMK 010/2016 yang berlaku untuk Tahun Pajak 2016.

Ketentuan biaya jabatan yang dapat berubah sesuai dengan telah


diberlakukannya Undang Undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008 berlaku
sejak 1 Januari 2009 yang dituangkan dalam petunjuk Tata Cara Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21, tetapi dari sisi akuntansi pajak tidak mengalami
perubahan.
Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

Tn. Darusman adalah pegawai tetap PT Nagoya telah ber NPWP memperoleh
penghasilan setiap bulan sebesar Rp 7.000.000,00. Kewajiban setiap bulan yang
harus dibayar Tn. Darusman adala iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00.
Berdasarkan data tersebut, hitunglah PPh terutang setiap bulan yang harus
dibayar, apabila Tn. Darusman telah menikah dan tidak mempunyai tanggungan
serta bagaimana PT Nagoya melakukan pencatatannya melalui ayat jurnal.
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut.

Gaji sebulan Rp 7.000.000,00

Pengurangan

1. biaya jabatan 5% x Rp 7.000.000,00 Rp 350.000,00

2. iuran pensiun Rp 50.000,00 +

Rp 400.000,00 _

Penghasilan neto sebulan Rp 6.600.000,00

Penghasilan neto setahun

(12 X Rp 6.600.000,00) Rp 79.200.000,00

PTKP

Untuk wajib pajak Rp 54.000.000,00

Untuk status kawin Rp 4.500.000,00 +

Penghasilan kena pajak Rp 58.500.000,00 _

Rp 20.700.000,00

PPh pasal 21 setahun = 5% x Rp 20.700.000,00 = Rp 1.035.000,00

PPh pasal 21 sebulan = 1/12 x Rp 1.035.000,00 = Rp 86.250,00


Ayat jurnal

1. pada saat pemotongan pajak atas pembayaran gaji setiap bulan

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

Biaya gaji 7.000.000,00


Iuran Pensiun 50.000,00
Terutang
PPh Pasal 21 86.250,00
Terutang
Kas dan Bank 6.863.750,00

2. pada saat perusahaan menyetor ke kas negara dan pembayaran iuran


pensiun via bank

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)


PPh Pasal 21 86.250,00
Terutang
Iuran pensiun 50.000,00
terutang
Kas dan Bank 136.250,00
Secara umum pemotongan PPh pasal 21 juga menganut sistem self
assessment. Kwajibana menghitung PPh Pasal 21 terutang, menyetor, dan
melaporkan berada pada pihak pemeberi kerja. Kewajiban melaporkan
diwujudkan dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21, walaupun si
penanggung pajaknya adalah para karyawan. Oleh karen itu, bila ada kelebihan
pembayaran pajak dapat dikompensasikan pada bulan berikutnya. Kemungkinan
lain penanggung pajaknya sebagian atau seluruhnya adalah pemberi kerja, dapat
berupa tunjangan pajak atau berupa kenikmatan.

Perlakuan pajak tersebut adalah:


1. bagi pihak pemberi kerja tunjangan pajak tersebut dapat dianggap sebagai
biaya, sedangkan bagi pekerja tunjangan pajak dianggap sebagai
penghasilan.
2. kenikmatan berupa Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pekerja yang
ditanggung oleh pemberi kerja tidak dapat dibiayakan oleh pemberi kerja,
demikian sebaliknya bagi pekerja tidak dinyatakan sebagai penghasilan

Contoh:

Tn. Yamin berstatus kawin dan mempunyai tanggungan satu orang anak, bekerja
pada PT Nirwana dengan gaji Rp 8.000.000,00 sebulan dan diberikan tunjangan
pajak sebesar Rp 50.000,00 serta iuran pensiun yang dibayar Tn. Yamin Rp
25.000,00 sebulan ke Yayasan Dana Pensiun yang oendirinya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.

Gaji sebulan Rp 8.000.000,00

Tunjangan pajak Rp 50.000,00

PPh Pasal 21 terutang Rp 137.375,00

Iuran pensiun yang dibayar Rp 25.000,00

Ayat jurnal yang disusun

1. saat pembayaran gaji

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)


Biaya gaji 8.000.000,00
Tunjangan pajak 50.000,00
PPh Pasal 21 137.375,00
terutang
Iuran pensiun 25.000,00
terutang
Kas dan bank 7.887.635,00
2. saat penyetoran PPh Pasal 21 dsn iuran pensiun

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)


PPh Pasal 21 137.375,00
Terutang
Iuran pensiun 25.000,00
terutang
Kas dan Bank 162.375,00
3. saat pembebanan biaya atas tunjangan pajak

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)


Saldo laba 50.000,000
Tunjangan pajak 50.000,00

Apabila kesalahan dalam pembebanan atau penghitungan PPh Pasal 21,


contohnya pemberian natura mungkin secara akuntansi komersial telah
dibebankan sebagai biaya, namun untuk kepentingan akuntansi pajak haruslah
dilakukan koreksi positif atas penghasilan kena pajak.

Sifat pemotongan PPh Pasal 21 ditinjau dari pihak yang dipotong

1. pemotongan PPh pasal 21 bersifat tidak final, artinya PPh Pasal 21 sebagai
pembayaran pendahuluan, tetapi dikecualikan bagi Wajib Pajak yang
memperoleh penghasilan semata mata dari satu pemberi kerja.
2. pemotongan PPh Pasal 21 bersifat final, artinya PPh Pasal 21 yang telah
dipotong oleh pemberi kerja tidak digunakan sebagai pembayaran
pendahuluan atau kredit pajak. Dalam PSAK Nomor 46 juga memberikan
batasan Pajak Penghasilan final yang diartikan sebagai Pajak Penghasilan
yang bersifat final yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak
telah selesai dan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan final tidak
digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena Pajak
Penghasilan yang bersifat tidak final.
Pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang
manfaat pensiun, dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua sebagai contoh PPh
yang pengenaan pajaknya bersifat final diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
No. 16/PMK.03/2010/Tanggal 25 Januari 2010.

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 final

1. uang manfaat pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang


pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan tunjangan hari tua
atau tabungan hari tua yang dibayarkan sekaligus oleh badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.
2. uang pesangon
3. hadiah atau penghargaan perlombaan
4. honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan
petugas dinas luar asuransi
5. penghasilan yang dibayarkan kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri
Sipil, anggota TNI/Polri, selain PNS Golongan II/d kebawah dan Anggota
TNI/Polri berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah, yang dibebankan
ke APBN/APBD berupa honorium, uang sidang, uang hadir, uang lembur,
dan lain-lain dikenakan PPh pasal 21 bersifat final sebesar 15%.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


Pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 dapat menunjuk instansi pemerintah,
badan –badan tertentu, ataupun Wajib Pajak Badan tertentu sebagai Pemungut
Pajak adapun sesuia Pasal 22 Undang-undang Pajak Penghasilan yang dapat
ditunjuk sebagai pemungut, yaitu:

1. bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada pemerintah pusat,


pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayarn atas penyerahan
barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas
dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.
2. badan badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain,
seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif dan
semen
3. wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atau
penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak leh
wajib pajak bdan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang
yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong sangat
mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya, seperti kapal
pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondonium sangat mewah,
serta kendaraan sangat mewah.

Pada PPh Pasal 22 ini menggunakan istilah “Pemungutan” karena menunjuk


pada suatu pengenaan pajak atas suatu potensi penghasilan yang terkandung dalm
transakdi tersebut, misalnya impor bahan baku. Tentu saja atas pemungutan PPh
22 (kecuali jasa pemborong) akan menambah pembayaran bagi pihak yang
bertransaksi (pembeli).

Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan atas:

1. impor
a. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), besarnya
pungutan PPh Pasal 22 sebesar 2,5% dari nilai impor, kecuali atas
impor kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai
impor.
b. Yang tidak menggunakan API, besarnya pungutan PPh Pasal 22 adalah
sebesar 7,5%
c. Yang tidak dikuasai, besarnya pungutan PPh Pasal 22 sebesar 7,5%
dari harga jual lelang
2. pembelian barang yang memungut pajaknya bendahara oemerintah dan
KPA, bendahara pengelaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan, dan KPA atau pejabat penerbit SPM yang
diberi delegasi oleh KPA untuk pembayaran kepada pihak ketiga dan
mekanisme pembayaran langsung dari harga pembelian.
3. penjualan bahan bakar minyak, gasa dan pelumas oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas dan oelumas adalah sebagai berikut
a. Bahan bakar minyak sebesar
1) 0,25% dari penjualan tidak termasuk pajak pertmbahan nilai untuk
penjualan kepada SPBU Pertamina
2) 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPn untuk penjualan kepada
SPBU bukan pertamina dan Non-SPBU
b. Bahan bakar gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai
c. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk pajak
pertambahan nilai
4. penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja dan
industri otomatif.
a. Penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% dari dasar oengenaan
pajak Pajak Pertambahan Nilai
b. Penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% dari dasar
pengenaan pajak PPn
c. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di
dalam negeri sebesar 0,45% dari dasar pengenaan pajak PPn.
d. Penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% dari dasar pengenaan
pajak PPn.
5. pembelian bahan bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan
usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutana,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebgai pemungut PPh
Pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% dari harga pembelian
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
SAAT TERUTANG PENGHASILAN 22

Pemungutan pajak penghasilan pasal 22 di lakukan oleh pihak-pihak yang


dapat di tunjuk sebagai pemungut pajak yang terutangnya padasaat pembayaran.
Bila terdapat pengecualian ataupun pengaturan yang mengenai dasar
pemungutan,kriteria,sifat,dan besarnya pemungutan pajak di atur dengan atau
berdasarkan praturan mentri keuangan praturan tersebut meliputi berikut ini :

1. Atas kegiatan impor barang PPh paal 22 tersebut terutang pada saat
bersamaan dengan saat pembayaran dengan saat pembayaran bea masuk,
bila pembayaran bea masuk si tunda atau di bebaskan,maka PPh pasal 22
terutang pada saat penyelesaian dokumen PIB (pemberitahuan impor
padang)
2. Atas kegiatan pembelian barang,PPh pasal 22 terutang dan di pungut pada
saat pembayaran di lakukan.
3. Atas pembelian hasil produksi,PPh pasal 22 terutang dan di pungut saat
penjualan.
4. Atas penjualan hasil produksi atau pengolahan barang,PPh pasal 22
terutang dan di pungut saat penerbitan surat perintah penerbitan barang
(delivery order)
5. Pemungutan PPh pasal atas pembelian barang atau bahan-bahan
pemungutan butir 2,3,4 dan 5 di laksanakan dengan cara pemugutan dan
penyetoran oleh pemungut pajak atas nama wajib pajak ke bank persepsi
atau kantor pos.

TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG TIDAK BER-NPWP

Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak) akan
di pungut PPh pasal 22 dengan tarif (besarnya pungutan) lebih tinggi 100% dari/di
banding tarif yang di terapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukan
NPWP. Kepemilikan NPWPdapat dibuktikan dengan menunjukkan kartu NPWP.
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Pemungutan PPh pasal 22 sebagaimana telah di hiraukan sebelumnya terlihat


bahwa di pungut dari penghasilan yang terdapat pada transaksi impor atau
kegiatan lainya. Secara akuntansi tidak dapat perbedaan dalam melakukan
pencacatan transaksi tersebut. Sebagai contoh, PT Wahana adalah distributor
tunggal semen Tiga Roda menjual semen seharga Rp 400.000.000,00 kepada PT
Sarana Jaya secara tunai. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari dasar Pengenaan
Pajak (DPP) PPN.
Ayat jurnal yang di susun oleh PT Wahana (pihak pemungut)
1. Saat terjadi transaksi
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas dan Bank 401.000.000,00
PPh Pasal 22 1.000.000,00
terutang
Penjualan 400.000.000,00

2. Saat penyetoran PPh Pasal 22


Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh Pasal 22 terutang 1.000.000,00
Kas dan Bank 1.000.000,00

Ayat jurnal yang di susun oleh PT Sarana Jaya (pihak yang di pungut)
1. Saat membeli barang
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Pembelian 400.000.000,00
PPh pasal 22 1.000.000,00
Kas dan Bank 401.000.000,00
2. Saat pengkreditan pajak
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh terutang 1.000.000,00
PPh pasal 22 1.000.000,00

Apabila dalam transaksi lainya ternyata pengenaan PPh Pasal 22 bersifat


final. Maka pencacatan dalam akun PPh pasal 22 tampak dari pihak pemungut.
Contoh di atas terlihat bahwa pegenaan PPh pasal 22 bersifat tidak final. Ayat
jurnal yang di buat oleh pemungut seperti membeli barang dan luar negeri,
misalkan PT Sejahtera mengimpor US$1,100 Nilaio Kurs Bank pada saat
transaksi US$,100 = Rp13.600,00. Nilai kurs pajak saat itu adalah US$,100 =
Rp13.500,00, maka perhitungan pajaknya adalah sebagai berikut.
PPN Impor = 100/110 × Rp 14.960.000,00 = Rp 13.600.000,00
PPh pasal 22 = 2,5% × Rp 14.960.000,00 = Rp 374.000,00

Sedangkan ayat jurnal yang di catat PT Sejahtera adalah sebagai berikut.

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)


Pembelian 13.600.000,00
PPN Impor 1.360.000,00
PPh pasal 22 374.000,00
Terutang 14.586.00,00
Utang Usaha

PAJAK PENGHASILAN 23

Pemotongan pajak penghasilan Pasal 23


Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang di potong atas
penghasilan dengan nama dalam bentuk apapun yang di bayarkan, di sediakan,
untuk di bayarkan, atau telah jatuh tem;po pembayarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,bentuk,
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainya kepada wajib pajak
dalam negeri atau bentuk usaha tetap yang pemotongan pajaknya di lakukan
oleh pihak yang waib membayar sebesar :
1. 15% dari jumlah bruto
a. Dividen sebagaimana di maksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf g
b. Bunga sebagaimana di maksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf f
c. Royalti dan
d. Hadiah,penghargaan,bonus, dan sejenisnya selain yang telah di potong
pajak pengasilan sebagimana di maksud dimkasud dalam pasal Pasal
21 ayat (1) huruf e
2. 2% dari jumlah bruto
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pengunaan harta,
kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pengunaan
harta yang telah di kenai pajak penghasilan sebagaimana di maksud
dalam pasal 4 ayat (2) dan
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manjemen, jasa
kontribusi, jasa kosultan, dan jasa lain saja yang telah di potong pajak
penghasilan sebagaimana di maksud dalam pasal 21 undang undang
PPh.

TARIF PEMOTONGAN BAGI WAJIB PAJAK YANGTIDAK BER-NPWP

Dalam hal waib yang menerima atau memproleh penghasilan ternyata tidak
memiliki NPWP, besarnya Tarif pemotongan akan menjadi lebih tinggi 100%
(seratus persen) di banding tarif pemotongan PPh pasal 23 umumnya.

PENGECUALIAN DARI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN 23

Pengeculian atau pemotongan pajak penghasilan [asal 23 tidak di lakukan di


atur lansung dalam pasal 23 ayat (4) undang-undang PPh terhadap :

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;


2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi
3. Dividen sebagaimana di maksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf dan dividen
yang di terima oleh orang pribadi sebagaimana di maksud dalam pasal 17
ayat (2c) Undang-Undang PPh
4. Bagian laba sebaimana di maksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf I undang-
undang PPh
5. Sisa hasil usaha koperasi yang di bayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya
6. Pengasilan yang di bayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagaipenyalur pinjaman atau pembiayaan yang
di atur dengan peraturan meteri keuangan.

PEMOTONGAN DAN SAAT PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN


PASAL 23

Pemotongan PPh Pasal di lakukan oleh badan pemerintah, subjek pajak badan
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perusahaan luar
negeri lainya.
Sedangkan pihakyang dipotong PPh pasal 23 yaitu wajib pajak dalam negeri
atau bentuk usaha tetap. Saat pemotongan pph pasal 23 di lakukan pada saat :
1. Di bayarkan
2. Sedia untuk di bayarkan
3. Telah jatuh tempo pembayaran

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

Pada akuntansi komersial manapun akuntansi pajak yang berkaitan dengan


pencacatan PPh pasal 23 tidak terdapat perbedaan. ,mengingat terdapat PPh pasal
23 yang sifat pengenaanya final atau pengenaanya bersifat tidak final, maka
pencacatan PPh pasal 23 yang bersifat tidak final akan di catat pada kedua belah
pihak.
Sebagai contoh PT Narada membayar bunga pinjaman kepada PT Nakula
sebesar Rp200.000.000,00 atas pembayaran tersebut di potong PPh pasal23
sebesar 15% dari jumlh bruto.
Ayat jurnal yang di buat oleh PT Narada (pemberi hasil)
1. Saat pembayaran bunga
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Biaya bunga 200.000.000,00
PPh pasal 23 30.000.000,00
terutang
Kas dan bank 170.000.000,00

2. Saat menyetor ke kas negara melalui bank persepsi


Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh Pasal 23 30.000.000,00
terutang
Kas dan Bank 30.000.000,00

Ayat jurnal yang di buat oleh PT Nakula (penerima Hasil)


1. Saat menerima bunga
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas dan Bank 170.000.000,00
PPh pasal 23 30.000.000,00
Penghasilan bunga 200.000.000,00

2. Saat pengkreditan
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh terutang 30.000.000,00
PPh pasal 23 30.000.000,00
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Pajak penghasilan pasal 24 merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di


luar negeri atas pengasilan yang di terima atau diperoleh dari luar negeri yang
boleh di kreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutag atas sluruh
penghasilan waib pajak dalam negeri. Makna pengkreditan pajak untuk pasal 24
tersebut untuk menghindarkan pajak berganda. Namun demikian jumlah yang di
kreditkan tidak melebihi perhitungan pajak yang terutang berdasarlan undang
undang pajak penghasilan. Tata cara pengkreditan di lakukan sesaui dengan
ketentuan pasal 24 undang undang pajak penghasilan yang di ikuti dengan
keputusan meteri keuangan.

LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI DAN LAPORAN KEUANGAN


TERSENDIRI

Dengan berlandasan pada PSAK No.4 (Revisi 2009) mengatur masalah


penyusunan dan penyajian laporan keuangan konsolidasian untuk sekelompok
entitas yang berada dalam pengendalian suatu entitas induk. Tetapi dalam
pernyataan PSAK No.4 ini tidak berhubungan dengan metode akuntansi untuk
kombinasi bisnis (perhatikan PSAK 22) dengan demikian laporan keuangan
konsolidasi adalah laporan keuangan suatu kelompok usaha yang di sajikan
sebagai suatu entitas ekonomi tunggal.

PENGKREDITAN DAN PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN

Agar dapat memberikan perlakuan pemajakn yang sama anatara pengasilan


yang di terimaatau di proleh dari luar negeri dan penghasilan yang di terima atau
di proleh di indonesia, maka besarnya pajak yag di bayar atau terutang di luar
negeri dapat di kreditkan terhadap pajak yang terutang di indonesia tetapi tidsk
boleh melebihi besarnya pajak yang di hitung berdasarkan undang undang pajak
penghasilan. Cara perhitungan besarnya pajak yang dapat di kreditkan
selanjutnya ditetapkan oleh meteri keuangan.
Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan
sumber penghasilan sebagai berikut:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah Negara tempat badan
yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga royalty dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta bergerak adalah Negara tempat pihak yang membayar
atau dibebani bunga, royalty atau sewa tersebut bertempat kedudukan
atau berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak
gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah Negara tempat pihak yang membayar atau dibebani
imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dan pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah Negara tempat lokasi penambangan berada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara
tempathartatetapituberada.
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap itu berada.

Memperhatikan pengertian arti luas dari prnghasilan tersebut maka


penentuan sumber penghasilan selain penghasilan seperti pada butri 1 samapi
dengan butir 8 menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang di anut di
atas. Sebagai contoh, Tn Abidin sebagai wajib pajak dalam negeri memilikii
sebuah rumah di Singapura dan dalam tahun 2011 rumah tersebut di jual.
Kruantungan dari hasil penjualan rumah merupakann penghasilan yang bersumber
di singapura karena rumah tersebut terletak di singapura.
TATA CARA PENGKREDITAN

Untuk melkasanakan pengkreditan pajak luar negeri, wajib pajak


menyampaikan permohonan kepada di rektur jendral pajak dengan melampirkan :
1. Laporan keuangan dari penghasilan yang bersal dari luar negeri
2. Foto kopi surat pemberitahuan pajak (tax Return) yang di sampaikan di
luar negeri dan
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Permohonan kredit pajak luar negeri haruslah bersamaan denga
penyamapaian surat pemebritahuan pajak luar negeri

PENGGABUNGAN PENGHASILAN

Untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan


yang di terima atau di proleh wajib pajak dalam negeri baik dai dalam maupun
dari luar negeri, maka seluruh penghasilan wajib pajak tersebut di gabungkan.
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeridi lakukan.
1. Penghasilan dari usaha yaitu di lakukan dalam tahun pajak di prolehnya
penghasilan tersebut
2. Penghasulan lainya yaitu di lakukan dalam tahun pajak di terimanya
penghasilan tersebut
3. Pengasilan berupa dividen sebagaimana di maksud dalam pasal 18 ayat (2)
undang-undang pajak penghasilan, yaitu di lakukan dalam tahun pajak
pada saat prolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan keputusan
meteri keuangan.

Penggabungan penghasilan ini tidak di perkenankan apabila terjadi kerugian


yang di derita di luar negeri.

Saat Penggabungan Penghasilan


Apabila dalam penghasilan dalam penghasilan kena pajak ternyata
terdapat penghasilanyang berasal dari luar negeri, maka penghasilan yang di
bayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat di kreditkan
terhadap pajak penghasilan yang terutang di indonesia. Pengkreditan pajak
tersebut di lakukan dalam tahun pajak di gabungkannya penghasilan dari luar
negeri dengan penghasilan di Indonesia.

Tata cara perhitungan kredit pajak luar negeri


Ketentuan mengenai jumlah pajak luar negeri yang boleh di kreditkan
sebagai berikut :
1. Jumlah kredit pajak yang besarnya paling tinggi sama dengan jumlah
pajak yang di bayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh
melebihi jumlah tertentu (ordinary credit menthod)
2. Jumlah tertentu seperti pada butir 1 di hitung menurut perbandingan
antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan kena pajak di
alihkan dengan pajak terutang atas penghasilan kena pajak, paling
tinggi sama dengan pajak terutang atas penghasilan kena pajak dalam
hal penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
3. Kemungkinan pengasilan dari luar negeri tersebut berasal dari
beberapa negara, maka perhitungan kredit pajak di lakukan untuk
masing masing negara.
4. Penghasilan kena pajak yang di gunaakan sebagai perbandingan (
perhatikan butir2) tidak termasuk penghasilan yang di kenakan pajak
yang bersifat final yang di atur dalam pasal 4 ayat (2) undang undang
pajak penghasilan tentang penghasilan yang di kenakan pajak bersifat
final yaitu di atur dengan praturan pemerintah atau penghasilan yang di
kenakan pajak tersendiri bagaimana di atur dalam pasal 8 ayat (1) dan
ayat (4) undang undang pajak penghasilan.
5. Apabila ternyata pajak penghasilan yang di bayar atau terutang di luar
negeri melebihi jumlah kredit pajak yang di perkenankan atau
kelebihan tersebut tidaklah dapat di perhitungkan dengan pajak
penghasilan yang terutang tahun beriutnya, maka kelebihan itu tidak
boleh di bebankan sebagai biaya atau pengurangan penghasilan dan
tidak dapat di mintakan restitusi/pengembalian.
Pasal 18 ayat 2 undang undang pajak penghasilan mengatur
kewenangan mentri keuangan untuk menetapkan saat di prolehnya
dividen oleh wajib pajak dalam negeri atas pernyataan modal usaha di luar
negeri selain badan usaha menual sahamnya di bursa efek dengan
ketentuan:
1. Penyertaan modal wajib pajak dalam negeri sekurang-kurangnya 50%
dari jumlah yang di setor atau
2. Secara bersama sama dengan wajib pajak dalam negeri lainya memilki
penyertaan modal sebesar 50% atau lebih jumah saham yang di setor.

Beberapa contoh perhitungan :

PT amarta berkedudukan di jakarta menerima dan memproleh penghasilan


neto dalam tagun pajak 2016 dari sumber luar negeri sebagai berikut :

1. Penghasilan dari hasil usaha di singapura dalam tahun pajak 2016


sebesar Rp800.000.000,00
2. Dividen atas pemilikan saham pada “Singapura Ltd” di singapura
sebesar Rp200.000.000,00 yang bersal dari keuntungan tahun 2011
yang di tetapkan dalam rapat pemegang saham tahun 2015 dan di
bayar baru tahun 2016.
3. Dividen atas penyertaan saham sebesar 70% pada Sung Lie
Corporation di Hong Kong yang berasal dari keuntungan saham tahun
2012 yang beredar keputusan menteri keuangan di tetapkan di proleh
tahun 2016.
4. Bunga kuartal IV tahun 2016 sebesar Rp100.000.000,00 dari Riza di
kuala Lumpur yang baru akan di terima bulan juli 2017.

Berdasarkan data di atas, penghasilan dari sumber luar negeri yang di


gabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 2016
adalah penghasilan yang bersumber dari :

1. Penghasilan usaha dari singapura (butir 1)


2. Penghasilan dari dividen (butir 2)
3. Penghasilan dari dividen (butir 3)
Penghasilan yang berrasal dari bunga (butir 4) di gabungkan dengan
penghasilan dalam negeri pajak 2015.

PERHITUNGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI WAJIB PAJAK


BADAN

PT Abadi di jakarta memproleh penghasilan neto dalam tahun 2016 sebagai


berikut.
Penghasilan neto dalam negeri Rp1.000.000.000,00
Penghasilan luar negeri Rp1.000.000.000,00
(dengan tarif pajak 20%)
Perhitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah sebgai berikut :
1. Penghasilan luar negeri Rp1.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri Rp1.000.000.000,00
Jumlah penghasilan neto Rp2.000.000.000,00 (+)
2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan penghasilan kena pajak
maka sesuai dengan tarif pajak 17, pajak penghasilan terutang sebesar :
25% × Rp2.000.000.000,00 = Rp500.000.000,00
3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
Rp100.000.000,00
× Rp500.000.000,00 = Rp 250.000.000,00
Rp. 2.000.000.000,00
Oleh karena itu batas maksimum krefit pajak luar negeri sebesar
Rp250.000.000,00 lebih sebesar dari jumlah pajak luar negeri yang
terutang atau di bayar di luar negeri yaitu sebesar Rp200.000.000,00 (20%
× Rp100.000.000,00), maka jumlah kredit pajak luar negeri yang di
perkenankan sebesar Rp200.000.000,00

PERHITUNGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI WAJIB PAJAK


ORANG PRIBADI

Seperti pada contoh perhitungan kredit pajak luar negeri waib pajak badan,
apabila penghasilan tersebut di proleh oleh waib pajak orang pribadi, untuk
menghitung penghasilan kena pajak harus di kurangi dahulu dengan penghasilan
tidak kena pajak (PTKP). Oleh karena itu, perhitungan PPh Pasal 24 menjadi
sebagai berikut .
1. Penghasilan neto dalam negeri Rp1.000.000.000,00
Penghasilan neto luar negeri Rp1.000.000.000,00
PTKP (TK/0) Rp 54.000.000,00
Penghasilan kena pajak Rp1.946.000.000,00
2. Pajak penghasilan terutang sesuai tarif pasal 17 UU PPh
5% × Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% × Rp200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25% ×Rp250.000.000,00 = Rp 62.000.000,00
30%×Rp 1.446.000.000,00 = Rp 433.800.000,00
Total Rp 528.800.000,00
3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri :
Rp100.000.000,00
× Rp528.800.000,00 = Rp 271.736.896,00
Rp1.946.000.000,00
Pajak yang terutang atau di bayar di laur negeri Rp200.000.000,00
ternyata masing lebih kecil di abndingkan batas maksimum (Rp
271.736.896,00). Oleh karena itu, jumlah kredit pajak luar negeri (pasal
24) yang di perkenankan adalah Rp200.000.000,00.

KERUGIAN DALAM NEGERI

PT tugu indah di jakarta memproleh penghasilan neto dalam tahun 2016


sebagai berikut :
Penghasilan dari usaha di luar negeri Rp1.000.000.000,00
Rugi usaha di dalam negeri (Rp 200.000.000,00)
Pajak atas penghasilan di luar negeri misalnya 40% Rp 400.000.000,00
Penghitungan maksimum kredit pajak luar negeri srta [ajak terutang adalah
sebagai berikut :
1. Penghasilan dari usaha di
Luar negeri Rp1.000.000.000,00
Rugi usaha di dalam negeri (Rp 200.000.000,00)
Jumlah penghasilan neto Rp 800.000.000,00
2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan penghasilan kena pajak,
maka sesuai dengan tarif pasal 17 UU PPh, pajak penghasilan yang
terutang : 25% × Rp800.000.000,00 = Rp200.000.000,00
3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri :

Rp100.000.000,00
× Rp200.000.000,00 = Rp 250.000.000,00
Rp 800.000.000,00

Oleh karena itu yang di bayar di luar negeri (Rp400.000.000,00) dan


batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat di kreditkan Rp
250.000.000,00 masih lebih besar dari jumlah pajak terutang
(Rp224.000.000,00), maka pajak yang di bayar di luar negeri di
perkenankan untuk di kreditkan dalam perhitungan pajak penghasilan
yaitu sebesar pajak penghasilan yang terutang Rp 224.000.000,00.

PENGHASILAN WAJIB PAJAK DI KENAKAN BERSIFAT FINAL

Mengacu padal pasal 4 ayat 2 undang undang pajak pengasilan mengatur


objek pajak yang mengenaan pajaknya tersendiri (diatur dengan praturan
pemerintah). Penghasilan yang pengenaannya pajaknya bersifat final tidak di
gabungkan dengan penghasilan teratur lainya.
Contoh :
PT jayakarta memproleh penghasilan tahun 2016 yang terdiri atas :
1. Penghasilan dari cina Rp 2.000.000.000,00 deengan tarif pajak 30%
2. Penghasilan dalam negeri Rp 3.500.000.000,00.
Dalam pengasilan dalam negeri ini termasuk penghasilan sebagaimana di
maksud dalam pasal 4 ayat (2) undang-undang pajak penghasilan sebesar
Rp500.000.000,00.

Penghitungan kredit pajak luar negeri.

1. Penghasilan dari luar negeri

Penghasilan dari cina Rp2.000.000.000,00


2. Pengahasilan dari dalam negeri Rp3.500.000.000,00
Koreksi (pasal 4 ayat (2) Rp 500.000.000,00
Rp3.000.000.000,00
3. Total penghasilan Rp5.000.000.000,00
4. PPh terutang
25% × Rp500.000.000,00 = Rp1.250.000.000,00
5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar :

Rp2.000.000.000,00
× Rp1.250.000.000,00 = Rp 500.000.000,00
Rp 5.000.000.000,00

Pajak terutang di cina sebesar 30% × Rp2.000.000.000,00 =


Rp600.000.000,00 namun maksimum kredit pajak yang di kredutkan
sebesar Rp500.000.000,00 sehingga jumlah kredit pajak luar negeri yang
di perkenankan hanya sebesar Rp 500.000.000,00.
Ayat jurnal perkreditan
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh terutang 500.000.000,00
PPh pasal 24 500.000.000,00

PENGURANGAN/PENGEMBALIAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI

Sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan pasal 24 ayat24 (5) undang-undang


pajak penghasilan, apabila terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas
penghasilan yang di bayar di luar negeri sehingga besarnya pajak yang dapat di
kreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dari besarnya perhitungan semula,
maka selisihnya di tambahkan padapajak penghasilan yang terutang atas sluruh
penghasilan wajib pajak dalam negeri pada tahun pengurangan atau pengembalian
itu di lakukan.

Contoh :
Dalam tahun 2016,wajib pajak mendapatkan pengurangan pajak atas
penghasilan luar negeri tahun pajak 2015 sebesar Rp33.000.000,00 yang semula
telah masuk dalam umlah pajak yang telah di kreditkan terhadap pajak yang
terutang untuk tahun pajak 2015, maka jumlah sebesar Rp33.000.000,00 tersebut
ditambahkan padapajak penghasilan yang terutang dalam tahun pajak 2016.

PERUBAHAN BESARNYA PENGAHSILAN LUAR NEGERI

Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar
negeri, wajib pajak harus melakukan pembentulan surat pemberitahuan tahunan
untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang
berkenan dengan perubahan tersebut .
Sepanjang koreksi fiskal diluar negeri tersebut di laporkan sendiri oleh wajib
pajak memlalui pembentulan surat pemberitahuan tahunan,maka atas kekurangan
tersebut tidak di kenankan bunga sebagaimana di maksud dalam pasal 8 ayat (2)
undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang KUP
Contoh :
1. Penghasilan di luar negeri (SPT) Rp 1.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000,00
3. Penghasilan di luar negeri setelah
Di koreksi di luar negeri Rp 2.000.000.000,00
4. Pajak atas penghasilan yang terutang
Di luar negeri misalnya 40%
5. PPh pasal 25 yang di bayar Rp 440.000.000,00
6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri sebagai
berikut .
SPT PPh Badan Pembentulan SPT
1. penghasilan luar negeri Rp1.000.000.000,00 1. Penghasilan luar negeri Rp2.000.000.000,00
2. penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000,00
3.penghasilan kena pajak Rp3.000.000.000,00 3. Penghasilan kena pajak Rp4.000.000.000,00
4. PPh terutang (tarif pasal 17)Rp 750.000.000,00 4. PPh terutang (trf psl 17) Rp1.000.000.00,00
5. kredit pajak luar negeri 5. Kredit pajak luar negeri
Rp1.000.000.000,00 Rp2.000.000.000,00
× Rp750.000.000,00 × Rp1.000.000.000,00
Rp3.000.000.00,00 Rp4.000.000.00,00
=Rp 250.000.000,00 =Rp500.000.000,00
6. Harus di bayar di indonesia Rp500.000.000,00 6. Harus di bayar di indonesia Rp500.000.000,00
7. PPh pasal 25 Rp440.000.000,00 7. PPh pasal 25 Rp440.000.000,00
8. PPh pasal 29 Rp60.000.000,00 8. Masih PPh pasal 29 Rp60.000.000,00
9. masih harus di bayar Rp NIHIL
Dalam contoh ini terjadi NIHIL apabila terjadi kurang bayar tidak di tagih bunga
Apabila koreksi fiskal di luar negeri menyebabkan pengahsilan pajak atas
penghasilan yang terutang di luar negeri lebih kecil dari yang di laporkan
dalam surat pemberitahuan tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di
bayar,maka hal ini akan mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang di
indonesia juga menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi lebih
bayar. Atas kelbihan bayar pajak tersebut dikembaliakan kepada wajib pajak
setelah perhitungan dengan pajak lainya
Contoh :
1. Penghasilan luar negeri (SPT) Rp1.000.000.000,00
2. Pengahsilan dalam negeri tahun 2016 Rp2.000.000.000,00
3. Penghasilan di luar negeri setelah
Dikoreksi di luar negeri Rp 700.000.000,00
4. Pajak atas penghasilan yang terutang
Di luar negeri misalnya 40%
5. PPh yang di bayar Rp 440.000.000,00
6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri sebagai
berikut.
SPT PPh Badan Pembentulan SPT
1. penghasilan luar negeri Rp1.000.000.000,00 1. Penghasilan luar negeri Rp 700.000.000,00
2. penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000,00
3.penghasilan kena pajak Rp3.000.000.000,00 3. Penghasilan kena pajak Rp2.700.000.000,00
4. PPh terutang (tarif pasal 17)Rp 750.000.000,00 4. PPh terutang (trf psl 17) Rp 675.000.000,00
5. kredit pajak luar negeri 5. Kredit pajak luar negeri
Rp1.000.000.000,00 Rp700.000.000,00
× Rp750.000.000,00 × Rp675.000.000,00
Rp3.000.000.00,00 Rp2.500.000.00,00
=Rp 250.000.000,00 =Rp189.000.000,00
6. Harus di bayar di indonesia Rp500.000.000,00 6. Harus di bayar di indonesia Rp486.000.000,00
7. PPh pasal 25 Rp440.000.000,00 7. PPh pasal 25 Rp440.000.000,00
8. PPh pasal 29 Rp60.000.000,00 8. Kurang bayar Rp46.000.000,00
9. PPh pasal 29 telah di bayar Rp60.000.000,00
10. lebih dibayar Rp14.000.000,00

Kelebihan bayar sebesar Rp14.000.000,00 dapat di minta kembali setelah


di perhitungkan dengan utang pajak yang lain.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Sesuai dengan sistem perpajakan di indonesia yang di anut yaitu self


assessment systembahwa kepada wajib pajak di berikan kewenangan sepenuhnya
untuk menghitung pajak terutang,memperhitungkan,menyetor danmelaporkan
pajak terutang,memperhitungan,menyebar dan melaporkan pajak yang terutang
khusus untuk pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak selama
tahun berjalan atas usuhanya (sell payment) sesuai ketentuan yang berlaku disebut
PPH pasal 25.Dengan demikian ,pph pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan
yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan dalam tahun pajak
berjalan . besar angsuran pajak tersebut (PPh pasal 25) digunakan sebagai kredit
pajak terhadap pajak yang terhutang atas seluruh penghasilan pajak pada akhir
tahun tahun pajak yang dilaporkan dalam suratpemberitahuan (SPT) tahunan
pajak penghasilan.
Besar nya PPh pasal 25 dapat dihitung dalam rumus berikut :

PPh terhutang menurut SPT tahunan PPh tahun lalu dikurangi dengan PPh
yang dipotomg atai dipungut serta PPh yang dibayar atau terhutang diluar negeri
yang boleh dikreditkan ( Pasal 21,pasal 22,pasal 23, dan pasal 24) selanjutnya
dibagi 12 (banyak bulan dalam setahun)

Contoh :

Pajak penghasilan terhutang berdasarkan SPT tahunan Tn.Brahmana ( WP orang


pribadi)

Pajak penghasilan tahun 2015 Rp 2.100.000.000,00

Dikurangi :

1. pajak penghasilan yang dipotong Rp.200.000.000,00


oleh pihak lain (PPh pasal 21)

2. pajak penghasilan yang dipungut


oleh pihak lain (PPh pasal 22) Rp.100.000.000,00

3. pajak penghasilan yang dipotong


oleh pihak lain (PPh pasal 23) Rp.150.000.000,00
4. kredit pajak penghasilan
luar negeri (PPh pasal 24) Rp.150.000.000,00

Rp.600.000.000,00

Pajak penghasilan yang dibayar sendiri


Rp.1.500.000.000,00

Besar nya PPh pasal 25 yang harus dibabayr sendiri tiap bulan Tn.Brahmana
untuk tahun pajak 2016 = 1/12 × Rp.1.500.000.000,00 = Rp. 125.000.000,00

Seperti contoh di atas, apabila untuk tahun 2015 ternyata penghasilam yang
diterima atau diperoleh untuk masa 6 bulan,maka besar angsuran bulanan yang
harus dibayar sendiri tiap bulan dalam tahun pajak 2016 = 1/16 × Rp.
1.500.000.000,00 = Rp.250.000.000,00.

Perlu diperhatikan bila besarnya PPh pasal 25 tersebut untuk wajib pajak
badan terutama berkaitan dengan kredit pajak PPh pasal 21. PPh pasal 21 tidak
dapat dikreditkan dalam menghitung besarnya PPh pasal 25 karena wajib pajak
badan sebagai pemotong PPh pasal 21.

Seperti comtoh terdahulu bila pajak penghasilan terhutang PT rahwana sebesar


Rp.450.000.000,00 seusai dengan SPT tahunan PPh badan tahun 2015 dan kredit
pajak (1) pph pasal 22 sebesar Rp25.000.000,00, (2) PPh pasal 23 sebesar
Rp35.000.000,00 dan (3) PPh pasal 24 sebesar RP120.000.000,00.

Perhitungan besarnya PPh pasal 25


Pajak penghasilan terutang berdasarkan SPT tahunan PT Rahwana.
Pajak penghasilan tahun 2015
Kredit pajak (pengurang)
1. pajak penghasilan yang di pungut oleh
pihak lain (PPh Pasal 22) Rp 600.000.000,00
2. pajak penghasilan yang di potong oleh
pihak lain (PPh pasal 23) Rp 400.000.00,00
3. kredit pajak penghasilan luar negeri Rp 1.200.000.000,00

Rp2.200.000.000,00

Pajak penghasilan yang di bayar sendiri


Rp3.240.000.000,00

Besarnya PPh pasal 25 yang harus di bayar sendiri tiap bulan Tn. Brahmana
untuk tahun pajak 2016 = 1/12 × Rp 3.240.000.000,00 = Rp270.000.000,00.
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Berdasarkan pada contoh di atas pihak yang membayar PPh pasal 25 akan
menyusun ayat jurnal.
1) Saat pembayaran setiap bulan .
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh pasal 25 4.000.000,00
Kas dan bank 4.000.000,00

2) Saat diperhitungkan dengan PPh terutang


Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh terutang 48.000.000,00
PPh pasal 25 500.000.000,00

(selama 12 bulan rata-rata membayar Rp.4.000.000,00 per bulan)


Setelah pajak terutang (sesuai SPT tahunan PPh ) dilaksanakan pengkreditan
dengan kredit pajak lainnya yang tidak bersifat final seperti PPh pasal 21,PPh
pasal 22,PPh pasal 23, dan PPh pasal 24, sisanya masih harus dikurangi dengan
angsuran pajak (PPh pasal 25) yang telah disetor selama satu tahun pajak. Apabila
ternyata masih terdapat bagian pajak terhutang yang belum dibayar pada akhir
tahun (PPh pasal 29),maka penyetoran harus dilakukan selambat-lambatnya
tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak.
Pembayaran PPh pasal 25 sebagai angsuran pajak yang harus dibayar oleh
wajib pajak setiap bulan yang telah ditetapkan sesuai batas waktu pembayaran
yaitu paling lambat tanggal 15 ( lima belas) bulan takwin berikutnya setelah masa
pajak berakhir.sebagai contoh,PT Aman membayar PPh Pasal 25 bulan maret
2016 sebesar Rp.300.000.000,00 sehingga ayat jurnal yang disusun pembayaran
tunai sebagai berikut:
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh pasal 25 300.000.000,00
Kas dan bank 300.000.000,00
Seperti yang telah di jelaskan bahwa perhitungan pada akhir tahun dapat terjadi
kurang bayar dengan mengacu pada pasal 29 undang-undang PPh demekian
sebaliknya dapat terjadi lebih bayar yang mengacu pada pasal 28A undang-
undang PPh. Ilustrasi selengkapnya dalam jurnal akhir tahun.
1. Saat akhir tahun atau perhitungan kurang bayar
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh terutang 60.000.000,00
PPh pasal 25 48.000.000,00
PPh pasal 29 12.000.000,00
terutang

2. Saat pelunasan PPh pasal 29

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)


PPh pasal 29 terutang 12.000.000,00
Kas dan Bank 12.000.000,00

3. Saat akhir tahun atau perhitungan lebih bayar

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)


PPh terutang 40.000.000,00
PPh pasal 28A lebih 8.000.000,00
bayar 48.000.000,00
PPh pasal 25

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Terhadap penghasilan yang di terima atau di proleh wajib pajak luar negeri dari
indonesia,selain penghasilan usaha yang di proleh melalui bantuk usaha tetap di
indonesia, di potong PPh pasal 26. Pengenaan pajak penghasilan menurut
perundang-undangan perpajakan mengabut 2 sistem,yaitu sebagai berikut.
1. Sistem pemenuhan sendiri
Sistem yang di gunakan sebagai kewajiban perpajakn untuk wajib pajak
luar negeri yang mejalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu
bantuk usaha tetap di Indonesia.
2. Sistem Pemotongan
Pada sistem pemotongan ini,di lakukan pemotongan pajak terhadap
penghasilan oleh pihak yang wajib pajak luar negeri lainya.

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN 26

Khusus untuk PPh pasal 26, apabila terjadi pembayaran dividen danbunga
yang di tunjukan pembayaranya kepada wajib pajak kepada wajib pajak luar
negeri yang bersifat final (tetapi juga perlu di perhatikan adanya perjanjian
perpajakan dengan negara lain) maka tarif yang umunya di berlakuan untuk PPh
pasal 26 yaitu sebesar 20% haruslah di perlakuan penyesuaian dengan tarif
menurut perjanjian perpajakan. Dengan menggunakan tarif yang lebih rendah
terhadap wajib pajak luar negeri harus menunjukan keterangan domisili dari
kantor pajak negara asal. Secara umum akuntansi komersial dan akuntansi pajak
berkaitan dengan PPh pasal 26 tidak terdapat perlakuan.
Sebagai contoh, PT Dahana membayar premi asuransi kepadanagoya
corporatioan Ltd, sebesar Rp30.000.000,00 dengan perkiraan pengahsilan neto
sesuai kepeutusan menteri keuangan sebesar 50%.
Perhitungan PPh pasal 26 yang di potong oleh PT Dahana =(20% × 50% ×
Rp30.000.000,00) = Rp3.000.000,00.
Ayat jurnal PPh pasal 26
1. Saat pemotongan PPh pasal 26
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Premi asuransi 30.000.000,00
Kas dan Bank 27.000.000,00
PPh pasal 26 3.000.000,00
terutang
2. Saat penyetoran PPh pasal 26
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh pasal 26 terutang 3.000.000,00
Kas dan Bank 3.000.000,00

PPh pasal 26 merupakan pajak merupakan pajak penghasilan yang dikenakan


atau di potong atas pengahsilan yang bersumber dari indonesia yang di terima atau
di proleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap yang pemenuhannya
sebagaimana di uraikan di atas. Sifat pengenaan terhadap PPh pasal 26 ini adalah
final, sebagaimana di uraikan di atas, sehingga tidak dapat du kreditkan dengan
pajak terutang lainya.

AKUNTANSI PAJAK ATAS PAJAK PENGAHSILAN YANG


PENGENAANNYA BERSIFAT FINAL (PPH PASAL 4 AYAT 2)

Dengan mengacu pada pasal 4 ayat 2 undang undang pajak pengahsilan


sebagai pengahsilan tertentu yang mengenaan pajaknya di atur dalam peraturan
pemerintah. Pertmbnagan yang mendasar di berikanya perlakuan tersendiri anata
lain adalah kesederhaan dalam pemungutan pajak, keadilan dan pmertaan dalam
pengenaan pajaknya serta perkembangan ekonomi meneter. Pengasilan –
pengasilan tertentu yang mengenaanya bersifat final meliputi bunga deposito dan
tabungan serta diskonto sertifikat bank indonesia (SBI).
Peraturan pemerintah No.138 Tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000 atas
bunga deposito dan tabungan serta serifikat bank indonesia termasuk bunga yang
diterima atau di peroleh dari deposito dan tabungan yang di tempatkan di luar
negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan kedudukan di
indonesia atau cabang bank luar negeri di indonesia di kenakan pemotongan pajak
yang bersifat final oleh bank termasuk Bank Indonesia,sedangkan tarif diatur
sebagai berikut.
1. Sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto dan bersifat final, atas
bunga dan diskonto yang terutang atau di bayarkan kepada penerima
penghasilan,baik orang pribadi maupun badan dalam negeri dan bentuk
usaha tetap di indonesia.
2. Sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan tarif yang di tetapkan
dalam perjanjian penghindaran pajak berganda dan bersifat final, atas
bunga diskonto yang terutang atau di bayarkan kepada penerima
pengasilan wajib pajak luar negeri,baik orang pribadi maupun badan selain
bentuk usaha tetap di indonesia.

Pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto setifikat
bank indonesia bersifat final. Oleh karena itu, pengasilan berupa depositodan
tabungan serta diskonto SBI yang di terima atau di proleh wajib pajak orang
pribadi atau badan, tidak perlu di jumlahkan dalam menghitung pengasilan kena
pajak dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak yang bersangkutan.
PPh atas deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang sudah di potong oleh
bank/ dana pensiun tidak dapat di kreditkan terhadap pajak penghasilan yang
terutang untuk tahun pajak bersangkutan.

Perlakuan pajak pengasilan terhadap wajib pajak orang pribadi yang


berpengasilan rendah
Pada prinsipnya pengenaan pajak pengasilan atas bunga deposito dan
tabungan serta diskonto sertifikat bank indonesia bersifat final. Namun dimikian,
bagi wajib pajak dalam negeri orang pribadi ynag tergolong berpenghasilan relatif
rendah dan seluruh penghasilanya termasuk bunga dan diskonto yang dalam satu
tahun pajak tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP)atas pajak yang
telah di potong tersebut dapat di ajukan permohonan restitusi melalui prosedur
restitusi sederhana.

Dikecualikan dari pemotongan pajak penghasilan


Atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serat
sertifikat Bank Indonesia yang di kecualikan atau tidak di lakukan pemotongan
pajak penghasilan adalah sebagai berikut :
1. Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
sepanjnag jumlah deposito dan tabungan serta sertifikat bank Indonesia
tersebut tidak melebihi Rp.7.500.000 dan bukan merupakan jumlah yang
dipecah pecah
2. Bunga dan Diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia

Contoh :

PT Bank Aman membayar bunga bank sebesar Rp 10.000.000 kepada PT


Amarta atas deposito.
Jumlah bunga yang dibayarkan = 20% x Rp 10.000.000 = Rp 2.000.000. Ayat
Jurnal yang dibuat oleh PT Bank Aman adalah sebagi berikut.
1. Saat pengakuan beban bunga.
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Beban bunga 10.000.000,00
Utang bunga 8.000.000,00
Ph Final 2.000.000,00

2. Saat pembayaran beban bunga.


Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Utang bunga 8.000.000,00
PPh final 2.000.000,00
Kas dan bank 10.000.000,00

BEBERAPA JENIS PENGHASILAN PENGENAAN PAJAKNYA


BERSIFAT FINAL

Terdapat beberapa jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final


dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah atau keputusan/Peraturan Menteri
Keuangan akan disampaikan pada tabel berikut, sedangkan perlakuan yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut.
1. Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak digabungkan dengan
penghasilan yang dikenakan pajak dengan tarif progresif pada akhir tahun(
penghasilan yang pemajakan tidak bersifat final).
2. Jumlah PPh atas penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final
tersebut tidak dapat diperhitungkan/ dikreditkan dengan PPh yang terutang atas
Penghasilan Kena Pajak yang dikenakan pajak dengan tarif progresif pada akhir
tahun.
3. Beban /biaya/pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang pengenaan PPh nya bersifat final tidak dapat dikurangkan dalam
rangka perhitungan Penghasilan Kena Pajak.

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, pasal-pasal yang mengatur


mengenai jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final terdapat
dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 8 ayat (1) , Pasal 15 , Pasal 19 ayat (1), Pasal 21,
Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (4).
Jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final (sewaktu-waktu
sesuai aturan pelaksaan dapat berubah) secara ringkas tampak pada tabel berikut.
No. Jenis Penghasilan Tarif Keterangan
1. Bunga Deposito/Tabungan dan 20% Jumlah bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri
Diskonto Sertifikat Bank Indonesia Jumlah bruto bagi Wajib Pajak luar negeri atau tarif
(SBI) 20% Berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda
(P3B) yang berlaku
2. Hadiah Undian 25% Jumlah bruto nilai hadiah yang dibayarkan atau nilai pasar hadiah
Berupa natura atau kenikmatan

3. Bunga Simpanan Anggota Koperasi 15% Seluruh bunga yang diterima, tanpa dikurangi batas bunga simpanan
yang tidak dipotong PPh sebesar Rp240.000

4. Penghasilan Bunga dan Diskonto 20% Jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi
dari Obligasi yang diperdagangkan Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal diatas harga perolehan
dan/atau dilaporkan pada 20% Obligasi tidak termasuk bunga berjalan
perdagangan di bursa Efek Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas
Harga perolehan obligasi
20%
5. Penjualan Saham Pendiri dan 0,1% Jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham
Bukan Pendiri di Bursa Efek Tambahan PPh bagi pemilik saham pendiri, dari nilai saham pada
0,5% Saat penawaran umum perdana.

6. Penjualan bahan bakar minyak,gas 0.25% Dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan
dan pelumas oleh produsen atau kepada SPBU Pertamina
importir bahan bakar minyak, gas
dan pelumas 0,3% Dari penjualan tidak termasuk PPN untuk kepada SPBU bukan
Pertamina dan Non SPBU.

0,3% Dari penjualan bahan bakar gas tidak termasuk PPN.

0,3% Dari penjualan pelumas tidak termasuk PPN.

7. Penjualan hasil produksi dalam 0,1% Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan kertas di dalam negeri.
negeri oleh badan usaha yang Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan untuk
bergerak dalam bidang usaha 0,25% semuajenis semen di dalam negeri.
tertentu. Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan semua jenis
Kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri.
0,45% Dari dasarpengenaan PPN untukpenjualanbaja di dalamnegeri.

0,3%
8. Penghasilan dari Pengalihan Hak 10% Jumlah bruto nilai penjualan/ pengalihan tanah dan atau bangunan
atas Tanah dan,/atau Bangunan lainnya. Nilai pengalihan kurang dari Rp 60 juta
tidak diharuskan membayar PPh.

9. Penghasilan yang diterima atau 10% Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
diperoleh dari persewaan Tanah
dan/atauBangunan

10. Usaha Jasa Kontruksi yang 2% Atas imbalan jasa pelaksanaan kontruksi.
memenuhi kualifikasi usaha kecil Atas imbalan jasa perencanaan kontruksi.
dan nilai pengadaan s.d satu miliar 4% Atas imbalan jasa pengawasan kontruksi
rupiah
4%
11. Uangpesangon ,uang manfaat Tarif ditetapkan berbeda untuk setiap jenis pembayarannya
pensiun. Itu untuk pembayaran uang pesangon, manfaat pensiun, dan
Tunjangan Hari Tua atau jaminan Tunjangan HariTua atau Jaminan Hari Tua.
Hari Tua. Lebih jelasnya perhatian bab akuntansi Pajak Penghasilan.
12. PenghasilanWajib Pajak yang 1,2% Dari peredaran bruto.
bergerak di bidang usaha pelayaran
dalam negeri.
13. PenghasilanWajib Pajak yang 2,64% Dari peredaran bruto.
bergerak di bidang usaha pelayaran
atau penerbangan luar negeri.
14. PenghasilanWajibPajak LN yang 0,44% Dari peredaran bruto.
mempunyai kantor perwakilan
dagang di Indonesia berdasarkan
Pasal 15 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
15. Honorarium dan imbalan lain 15% Dari peredaran bruto.
dengan nama apapun atas beban
APBN/APBD yang diterima pejabat
Negara,PNS, Anggota TNI dan
POLRI , serta pensiunan.
16. Nilai bangunan yang diterima 5% Dari nilai penyerahan bangunan.
dalam rangka Bangun Guna Serah
sehubungan dengan berakhirnya
masa perjanjian.

HADIAH UNDIAN
Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan atas hadiah undian adalah
Peraturan Pemerintah No.132 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000.
Sedangkan yang menjadi objek pajak adalah hadiah undian. Pengertian hadiah
undian adalah adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan yang pemberiannya melalui cara
undian. Untuk hadiah atau penghargaan yang pemberian tidak dengan cara
undian, pemotongan pajak penghasilan melalui Pasal 21 atau Pasal 23/Pasal 26.

Tarif pajak
Besarnya tarif pajak atas pemotongan Pajak Penghasilan atas undian sebesar
25% dari jumlah bruto nilai hadiah undian dengan sifat pengenaan bersifat final.

Akuntansi Pajak
Sebagai contoh, Tn.Arfin memperoleh hadiah undian yang diperolehnya
dengan cara undian sebesar Rp100.000.000,00 Tunai.
Ayat jurnal
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas dan Bank 75.000.000,00
PPh final 25.000.000,00
Hadiah Undian 100.000.000,00

Persewaan Tanah dan/atau Bangunan


Dasar hukum pengertian Pajak Penghasilan atas persewaan tanah dan/atau
bangunan adalah Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2002 Tanggal 23 Maret 2002
tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 29 Tahun 1996 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan Tanah dan/atau
Bangunan.

Tarif pajak
Besarnya tarif Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah
dan/atau bangunan ditetapkan sebesar 10%(sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final.
Pengertian jumlah bruto adalah semua jumlah yang dibayarkan atau
terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya
perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan service charge baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian
persewaan yang bersangkutan.

Akuntansi pajak
Sebagai contoh, PT Aman membayar sewa tanah dan bangunan sebesar
Rp50.000.000

Jurnal yang di pakai sebagai berikut


1. Saat pemotongan PPh pasal 4 (2)
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Beban sewa 50.000.000,00
bangunan
PPh final 5.000.000,00
Kas dan bank 45.000.000,00

2. Surat penyetoran PPh pasal 4(2)


Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh Final 5.000.000,00
Kas dan Bank 5.000.000,00

Pajak penghasilan atas dividen yang di terima atau diproleh wajib pajak
orang pribadi

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Pajak Penghasilan sejak 1


Januari 2009 dan sebagai tindak lanjut pelaksanaan ketentuan Pasal 17 ayat (2d)
ditetapkanlah aturan yang terutang dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun
2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (
sepuluh persen) dan bersifat final. Tata cara pengenaan pajaknya dilakukan
melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk
selaku pembayar dividen.

Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan Kepada Anggota


Koperasi

Mengacu Pasal 4 ayat (2) huruf “a” , bahwa penghasilan berupa bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota kopeerasi orang pribadi
dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan Pasal 17(7) mengatur
penetapan Tarif Pajak tersendiri. Peraturan Pemerintah no.15 Tahun 2009
mengatur tentang berikut ini.
1. “Penghasilan Berupa Bunga Simpanan” yaitu imbalan berupa bunga
simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana
simpanan anggota koperasi orang pribadi pada koperasi terdapat orang
pribadi tersebut menjadi anggota.
2. Tidak termasuk dalam kategori “Penghasilan Berupa Bunga Simpanan”
yaitu bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang
merupakan bagian dari Sisa Hasil Usaha(SHU).
3. Besarnya Pajak Penghasilan dan sifat pengenaan:
a. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai
dengan Rp240.000 per bulan; atau
b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto untuk penghasilan berupa
bunga simpanan lebuh dari Rp240.000 per bulan.
c. Sifat pengenaan pemotongan Pajak Penghasilan tersebut bersifat final.
4. Saat terutangnya yaitu pada saat pembayaran yang dilakukan koperasi.
5. Peraturan pemerintah mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

Anda mungkin juga menyukai