TUGAS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Akuntansi Perpajakan
OLEH :
NAMA KELOMPOK :
FAKULTAS EKONOMI
2017
PENDAHULUAN
3. laba usaha
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara
atau perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak,
sebagai imbalan atas :
Penghasilan Tertentu
Obligasi dimaksud termasuk surat utang berjangka waktu lebih dari 1 tahun,
seperti Medium Term Note, Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari 1
tahun sedangkan Surat Utang Negara meliputi Obligasi Negara dan Surat
Pebendaharaan Negara.
1.
a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang
berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk oleh pmerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak.
b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalm garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, spanjang tidak ada hubungan dengan usaha, atau
penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. warisan
3. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
penyertaan modal.
4. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura/kenikamtan dari Wajib Pajak
atau pemerintah diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
perhitungan khusus dalam Pasal 15 Undang-undang PPh.
5. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,dll.
6. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN,BUMD, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
b) bagi perseroan terbatas, BUMN, BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah yang disetor.
7. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan baik yang dibayar oleh pemberi kerja
atau pegawai.
8. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalm bidang-
bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
9. bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan komanditer yang
modalnya tidak tebagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
10. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan psangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan tersebut:
a) merupakan perusahaan mikro kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
b) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
11. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan, atau penelitian yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan, dalam jangka waktu
paling lama 4 tahun sejak diperolhenya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
13. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penylenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
TARIF PAJAK
Besarnya Tarif Pajak Penghasilan
Pada pasal 31E Undang undang Pajak Penghasilan mengatur bagi Wajib Pajak
Badan dalam negei dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif seperti
dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf “b” dan ayat (2a) yang dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00. Besaran bagian peredaran bruto dimaksud dapat dinaikan yang
pengaturannya dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
PPh terutang :
1. tarif umum
Tarif pajak ini mengikuti tarif pajak yang ditunjukan dalam Pasal 17
Undang Undang Pajak Penghasilan.
2. tarif khusus
Tarif pajak ini mengikuti tarif pajak yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah biasanya ditujukan pada penghasilan tertentu, misalnya bunga
deposito yang diikuti pula dengan pengenaannya yang bersifat final. Dasar
pengenaannya juga disebutkan, misalnya penghasilan bruto. Tentu dalam
hal ini tidak perlu mempertimbangkan unsur PTKP.
3. tarif sesuai undang-undang
Tarif ini sebelumnya untuk menjelaskan bahwa selain tarif sesuai Pasal 17
Undang-undang PPh terdapat pula tarif yang disebutkan dalam pasal 23
Undang undang PPh diterapkan dengan tarif sebesar 15% dari jumlah
bruto dan 2% dari jumlah bruto, demikian halnya dengan tarif pasal 26
Undang undang PPh menetapkan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20%.
Pembahasan masalah pajak kini dan pajak tangguhan ini lebih difokuskan
pada penghitungan Pajak Penghasilan dengan dasar pembukuan. Sebagai contoh,
diketahui data dari PT Amarta yang bersumber dari Laporan Keuangannya
sehingga dapat dihitung Pajak Penghasilan yang terutang.
Peredaran bruto Rp 900.000.000,00
penghasilan Rp 300.000.000,00
PPh terutang
Kredit pajak
Rp 46.500.000,00 _
Hal lainnya yang perlu diperhatikan bahwa pemisahan dapat pula terjadi
apabila suami istri telah hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim, maka
penghitugan PKP dan pengenaan pajaknya dilakukan sendiri-sendiri. Khusus
untuk suami istri yang perkawinannya dengan perjanjian pisah harta dan
penghasilan secara tertulis atau bila istri menghendaki untuk menjalankan hak dan
kewajiban perpajakannya sendiri, maka penghitungan pajaknya dilakukan
berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami istri dan masing-masing
memikul beban pajak sebanding dengan penghasilan neto.
Sebagai contoh:
PTKP
Rp 112.500.000,00
1. 5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
650.000.000,00
650.000.000,00
Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber penghasilannya
dan apapun sifat pekerjaannya dalam tahun pajak yang sama.
Pengertian anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18
tahun dan belum pernah menikah. Apabila seorang anak yang belum dewasa, yang
orang tuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan maka
pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya
berdasarkan keadaan yang sebenarnya.
Ketentuan PP No.46 Tahun 2013 bahwa pengusaha atau wajib pajak yang
dikelompokkan sebagai usaha mikro, kecil dan menengah maksimal mempunyai
peredaran Rp 4.800.000.000,00 dalam setahun. Untuk wajib pajak yang yang
ternyata peredaran setahun lebih dari Rp 4.800.000.000,00 pemajakannya akan
diperlakukan sesuai ketentuan Pajak Penghasilan pada umumnya. Selain batasan
peredaran terdapat pengecualian dalam jenis kegiatan usahanya meliputi berikut
ini
Ketentuan yang diatur dalam PP No.46 Tahun 2013 adalah sebagai berikut
Dari sisi akuntansi pajak tidak ada perubahan karena dengan diterbitkannya PP
No.46 Tahun 2013 tersebut hanya tata cara pemajakannya. Bagi wajib pajak yang
tergolong sebagai wajib pajak PPh final UMKM akan dikenai PPh final, sehingga
akan terbentuk akun PPh final sedangkan tata cara pembukuannya tidak ada
perubahan. Kemungkinan yang menjadi masalah penyesuaian, karena wajib pajak
dalam satu tahun dapat mengalami perubahan yaitu tidak lagi menjadi wajib pajak
yang pemajakannya berdasar PP No. 46 Tahun 2013 atau hal lainnya yang bersifat
fasilitas Pasal 31E Undang Undang PPh yaitu berupa pengurangan tarif.
Contoh soal:
Tn. Darusman adalah pegawai tetap PT Nagoya telah ber NPWP memperoleh
penghasilan setiap bulan sebesar Rp 7.000.000,00. Kewajiban setiap bulan yang
harus dibayar Tn. Darusman adala iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00.
Berdasarkan data tersebut, hitunglah PPh terutang setiap bulan yang harus
dibayar, apabila Tn. Darusman telah menikah dan tidak mempunyai tanggungan
serta bagaimana PT Nagoya melakukan pencatatannya melalui ayat jurnal.
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut.
Pengurangan
Rp 400.000,00 _
PTKP
Rp 20.700.000,00
Contoh:
Tn. Yamin berstatus kawin dan mempunyai tanggungan satu orang anak, bekerja
pada PT Nirwana dengan gaji Rp 8.000.000,00 sebulan dan diberikan tunjangan
pajak sebesar Rp 50.000,00 serta iuran pensiun yang dibayar Tn. Yamin Rp
25.000,00 sebulan ke Yayasan Dana Pensiun yang oendirinya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
1. pemotongan PPh pasal 21 bersifat tidak final, artinya PPh Pasal 21 sebagai
pembayaran pendahuluan, tetapi dikecualikan bagi Wajib Pajak yang
memperoleh penghasilan semata mata dari satu pemberi kerja.
2. pemotongan PPh Pasal 21 bersifat final, artinya PPh Pasal 21 yang telah
dipotong oleh pemberi kerja tidak digunakan sebagai pembayaran
pendahuluan atau kredit pajak. Dalam PSAK Nomor 46 juga memberikan
batasan Pajak Penghasilan final yang diartikan sebagai Pajak Penghasilan
yang bersifat final yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak
telah selesai dan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan final tidak
digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena Pajak
Penghasilan yang bersifat tidak final.
Pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang
manfaat pensiun, dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua sebagai contoh PPh
yang pengenaan pajaknya bersifat final diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
No. 16/PMK.03/2010/Tanggal 25 Januari 2010.
1. impor
a. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), besarnya
pungutan PPh Pasal 22 sebesar 2,5% dari nilai impor, kecuali atas
impor kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai
impor.
b. Yang tidak menggunakan API, besarnya pungutan PPh Pasal 22 adalah
sebesar 7,5%
c. Yang tidak dikuasai, besarnya pungutan PPh Pasal 22 sebesar 7,5%
dari harga jual lelang
2. pembelian barang yang memungut pajaknya bendahara oemerintah dan
KPA, bendahara pengelaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan, dan KPA atau pejabat penerbit SPM yang
diberi delegasi oleh KPA untuk pembayaran kepada pihak ketiga dan
mekanisme pembayaran langsung dari harga pembelian.
3. penjualan bahan bakar minyak, gasa dan pelumas oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas dan oelumas adalah sebagai berikut
a. Bahan bakar minyak sebesar
1) 0,25% dari penjualan tidak termasuk pajak pertmbahan nilai untuk
penjualan kepada SPBU Pertamina
2) 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPn untuk penjualan kepada
SPBU bukan pertamina dan Non-SPBU
b. Bahan bakar gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai
c. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk pajak
pertambahan nilai
4. penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja dan
industri otomatif.
a. Penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% dari dasar oengenaan
pajak Pajak Pertambahan Nilai
b. Penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% dari dasar
pengenaan pajak PPn
c. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di
dalam negeri sebesar 0,45% dari dasar pengenaan pajak PPn.
d. Penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% dari dasar pengenaan
pajak PPn.
5. pembelian bahan bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan
usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutana,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebgai pemungut PPh
Pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% dari harga pembelian
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
SAAT TERUTANG PENGHASILAN 22
1. Atas kegiatan impor barang PPh paal 22 tersebut terutang pada saat
bersamaan dengan saat pembayaran dengan saat pembayaran bea masuk,
bila pembayaran bea masuk si tunda atau di bebaskan,maka PPh pasal 22
terutang pada saat penyelesaian dokumen PIB (pemberitahuan impor
padang)
2. Atas kegiatan pembelian barang,PPh pasal 22 terutang dan di pungut pada
saat pembayaran di lakukan.
3. Atas pembelian hasil produksi,PPh pasal 22 terutang dan di pungut saat
penjualan.
4. Atas penjualan hasil produksi atau pengolahan barang,PPh pasal 22
terutang dan di pungut saat penerbitan surat perintah penerbitan barang
(delivery order)
5. Pemungutan PPh pasal atas pembelian barang atau bahan-bahan
pemungutan butir 2,3,4 dan 5 di laksanakan dengan cara pemugutan dan
penyetoran oleh pemungut pajak atas nama wajib pajak ke bank persepsi
atau kantor pos.
Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak) akan
di pungut PPh pasal 22 dengan tarif (besarnya pungutan) lebih tinggi 100% dari/di
banding tarif yang di terapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukan
NPWP. Kepemilikan NPWPdapat dibuktikan dengan menunjukkan kartu NPWP.
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Ayat jurnal yang di susun oleh PT Sarana Jaya (pihak yang di pungut)
1. Saat membeli barang
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Pembelian 400.000.000,00
PPh pasal 22 1.000.000,00
Kas dan Bank 401.000.000,00
2. Saat pengkreditan pajak
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh terutang 1.000.000,00
PPh pasal 22 1.000.000,00
PAJAK PENGHASILAN 23
Dalam hal waib yang menerima atau memproleh penghasilan ternyata tidak
memiliki NPWP, besarnya Tarif pemotongan akan menjadi lebih tinggi 100%
(seratus persen) di banding tarif pemotongan PPh pasal 23 umumnya.
Pemotongan PPh Pasal di lakukan oleh badan pemerintah, subjek pajak badan
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perusahaan luar
negeri lainya.
Sedangkan pihakyang dipotong PPh pasal 23 yaitu wajib pajak dalam negeri
atau bentuk usaha tetap. Saat pemotongan pph pasal 23 di lakukan pada saat :
1. Di bayarkan
2. Sedia untuk di bayarkan
3. Telah jatuh tempo pembayaran
2. Saat pengkreditan
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh terutang 30.000.000,00
PPh pasal 23 30.000.000,00
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Seperti pada contoh perhitungan kredit pajak luar negeri waib pajak badan,
apabila penghasilan tersebut di proleh oleh waib pajak orang pribadi, untuk
menghitung penghasilan kena pajak harus di kurangi dahulu dengan penghasilan
tidak kena pajak (PTKP). Oleh karena itu, perhitungan PPh Pasal 24 menjadi
sebagai berikut .
1. Penghasilan neto dalam negeri Rp1.000.000.000,00
Penghasilan neto luar negeri Rp1.000.000.000,00
PTKP (TK/0) Rp 54.000.000,00
Penghasilan kena pajak Rp1.946.000.000,00
2. Pajak penghasilan terutang sesuai tarif pasal 17 UU PPh
5% × Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% × Rp200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25% ×Rp250.000.000,00 = Rp 62.000.000,00
30%×Rp 1.446.000.000,00 = Rp 433.800.000,00
Total Rp 528.800.000,00
3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri :
Rp100.000.000,00
× Rp528.800.000,00 = Rp 271.736.896,00
Rp1.946.000.000,00
Pajak yang terutang atau di bayar di laur negeri Rp200.000.000,00
ternyata masing lebih kecil di abndingkan batas maksimum (Rp
271.736.896,00). Oleh karena itu, jumlah kredit pajak luar negeri (pasal
24) yang di perkenankan adalah Rp200.000.000,00.
Rp100.000.000,00
× Rp200.000.000,00 = Rp 250.000.000,00
Rp 800.000.000,00
Rp2.000.000.000,00
× Rp1.250.000.000,00 = Rp 500.000.000,00
Rp 5.000.000.000,00
Contoh :
Dalam tahun 2016,wajib pajak mendapatkan pengurangan pajak atas
penghasilan luar negeri tahun pajak 2015 sebesar Rp33.000.000,00 yang semula
telah masuk dalam umlah pajak yang telah di kreditkan terhadap pajak yang
terutang untuk tahun pajak 2015, maka jumlah sebesar Rp33.000.000,00 tersebut
ditambahkan padapajak penghasilan yang terutang dalam tahun pajak 2016.
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar
negeri, wajib pajak harus melakukan pembentulan surat pemberitahuan tahunan
untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang
berkenan dengan perubahan tersebut .
Sepanjang koreksi fiskal diluar negeri tersebut di laporkan sendiri oleh wajib
pajak memlalui pembentulan surat pemberitahuan tahunan,maka atas kekurangan
tersebut tidak di kenankan bunga sebagaimana di maksud dalam pasal 8 ayat (2)
undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang KUP
Contoh :
1. Penghasilan di luar negeri (SPT) Rp 1.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000,00
3. Penghasilan di luar negeri setelah
Di koreksi di luar negeri Rp 2.000.000.000,00
4. Pajak atas penghasilan yang terutang
Di luar negeri misalnya 40%
5. PPh pasal 25 yang di bayar Rp 440.000.000,00
6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri sebagai
berikut .
SPT PPh Badan Pembentulan SPT
1. penghasilan luar negeri Rp1.000.000.000,00 1. Penghasilan luar negeri Rp2.000.000.000,00
2. penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000,00
3.penghasilan kena pajak Rp3.000.000.000,00 3. Penghasilan kena pajak Rp4.000.000.000,00
4. PPh terutang (tarif pasal 17)Rp 750.000.000,00 4. PPh terutang (trf psl 17) Rp1.000.000.00,00
5. kredit pajak luar negeri 5. Kredit pajak luar negeri
Rp1.000.000.000,00 Rp2.000.000.000,00
× Rp750.000.000,00 × Rp1.000.000.000,00
Rp3.000.000.00,00 Rp4.000.000.00,00
=Rp 250.000.000,00 =Rp500.000.000,00
6. Harus di bayar di indonesia Rp500.000.000,00 6. Harus di bayar di indonesia Rp500.000.000,00
7. PPh pasal 25 Rp440.000.000,00 7. PPh pasal 25 Rp440.000.000,00
8. PPh pasal 29 Rp60.000.000,00 8. Masih PPh pasal 29 Rp60.000.000,00
9. masih harus di bayar Rp NIHIL
Dalam contoh ini terjadi NIHIL apabila terjadi kurang bayar tidak di tagih bunga
Apabila koreksi fiskal di luar negeri menyebabkan pengahsilan pajak atas
penghasilan yang terutang di luar negeri lebih kecil dari yang di laporkan
dalam surat pemberitahuan tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di
bayar,maka hal ini akan mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang di
indonesia juga menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi lebih
bayar. Atas kelbihan bayar pajak tersebut dikembaliakan kepada wajib pajak
setelah perhitungan dengan pajak lainya
Contoh :
1. Penghasilan luar negeri (SPT) Rp1.000.000.000,00
2. Pengahsilan dalam negeri tahun 2016 Rp2.000.000.000,00
3. Penghasilan di luar negeri setelah
Dikoreksi di luar negeri Rp 700.000.000,00
4. Pajak atas penghasilan yang terutang
Di luar negeri misalnya 40%
5. PPh yang di bayar Rp 440.000.000,00
6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri sebagai
berikut.
SPT PPh Badan Pembentulan SPT
1. penghasilan luar negeri Rp1.000.000.000,00 1. Penghasilan luar negeri Rp 700.000.000,00
2. penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000,00
3.penghasilan kena pajak Rp3.000.000.000,00 3. Penghasilan kena pajak Rp2.700.000.000,00
4. PPh terutang (tarif pasal 17)Rp 750.000.000,00 4. PPh terutang (trf psl 17) Rp 675.000.000,00
5. kredit pajak luar negeri 5. Kredit pajak luar negeri
Rp1.000.000.000,00 Rp700.000.000,00
× Rp750.000.000,00 × Rp675.000.000,00
Rp3.000.000.00,00 Rp2.500.000.00,00
=Rp 250.000.000,00 =Rp189.000.000,00
6. Harus di bayar di indonesia Rp500.000.000,00 6. Harus di bayar di indonesia Rp486.000.000,00
7. PPh pasal 25 Rp440.000.000,00 7. PPh pasal 25 Rp440.000.000,00
8. PPh pasal 29 Rp60.000.000,00 8. Kurang bayar Rp46.000.000,00
9. PPh pasal 29 telah di bayar Rp60.000.000,00
10. lebih dibayar Rp14.000.000,00
PPh terhutang menurut SPT tahunan PPh tahun lalu dikurangi dengan PPh
yang dipotomg atai dipungut serta PPh yang dibayar atau terhutang diluar negeri
yang boleh dikreditkan ( Pasal 21,pasal 22,pasal 23, dan pasal 24) selanjutnya
dibagi 12 (banyak bulan dalam setahun)
Contoh :
Dikurangi :
Rp.600.000.000,00
Besar nya PPh pasal 25 yang harus dibabayr sendiri tiap bulan Tn.Brahmana
untuk tahun pajak 2016 = 1/12 × Rp.1.500.000.000,00 = Rp. 125.000.000,00
Seperti contoh di atas, apabila untuk tahun 2015 ternyata penghasilam yang
diterima atau diperoleh untuk masa 6 bulan,maka besar angsuran bulanan yang
harus dibayar sendiri tiap bulan dalam tahun pajak 2016 = 1/16 × Rp.
1.500.000.000,00 = Rp.250.000.000,00.
Perlu diperhatikan bila besarnya PPh pasal 25 tersebut untuk wajib pajak
badan terutama berkaitan dengan kredit pajak PPh pasal 21. PPh pasal 21 tidak
dapat dikreditkan dalam menghitung besarnya PPh pasal 25 karena wajib pajak
badan sebagai pemotong PPh pasal 21.
Rp2.200.000.000,00
Besarnya PPh pasal 25 yang harus di bayar sendiri tiap bulan Tn. Brahmana
untuk tahun pajak 2016 = 1/12 × Rp 3.240.000.000,00 = Rp270.000.000,00.
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
Berdasarkan pada contoh di atas pihak yang membayar PPh pasal 25 akan
menyusun ayat jurnal.
1) Saat pembayaran setiap bulan .
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh pasal 25 4.000.000,00
Kas dan bank 4.000.000,00
Terhadap penghasilan yang di terima atau di proleh wajib pajak luar negeri dari
indonesia,selain penghasilan usaha yang di proleh melalui bantuk usaha tetap di
indonesia, di potong PPh pasal 26. Pengenaan pajak penghasilan menurut
perundang-undangan perpajakan mengabut 2 sistem,yaitu sebagai berikut.
1. Sistem pemenuhan sendiri
Sistem yang di gunakan sebagai kewajiban perpajakn untuk wajib pajak
luar negeri yang mejalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu
bantuk usaha tetap di Indonesia.
2. Sistem Pemotongan
Pada sistem pemotongan ini,di lakukan pemotongan pajak terhadap
penghasilan oleh pihak yang wajib pajak luar negeri lainya.
Khusus untuk PPh pasal 26, apabila terjadi pembayaran dividen danbunga
yang di tunjukan pembayaranya kepada wajib pajak kepada wajib pajak luar
negeri yang bersifat final (tetapi juga perlu di perhatikan adanya perjanjian
perpajakan dengan negara lain) maka tarif yang umunya di berlakuan untuk PPh
pasal 26 yaitu sebesar 20% haruslah di perlakuan penyesuaian dengan tarif
menurut perjanjian perpajakan. Dengan menggunakan tarif yang lebih rendah
terhadap wajib pajak luar negeri harus menunjukan keterangan domisili dari
kantor pajak negara asal. Secara umum akuntansi komersial dan akuntansi pajak
berkaitan dengan PPh pasal 26 tidak terdapat perlakuan.
Sebagai contoh, PT Dahana membayar premi asuransi kepadanagoya
corporatioan Ltd, sebesar Rp30.000.000,00 dengan perkiraan pengahsilan neto
sesuai kepeutusan menteri keuangan sebesar 50%.
Perhitungan PPh pasal 26 yang di potong oleh PT Dahana =(20% × 50% ×
Rp30.000.000,00) = Rp3.000.000,00.
Ayat jurnal PPh pasal 26
1. Saat pemotongan PPh pasal 26
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Premi asuransi 30.000.000,00
Kas dan Bank 27.000.000,00
PPh pasal 26 3.000.000,00
terutang
2. Saat penyetoran PPh pasal 26
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
PPh pasal 26 terutang 3.000.000,00
Kas dan Bank 3.000.000,00
Pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto setifikat
bank indonesia bersifat final. Oleh karena itu, pengasilan berupa depositodan
tabungan serta diskonto SBI yang di terima atau di proleh wajib pajak orang
pribadi atau badan, tidak perlu di jumlahkan dalam menghitung pengasilan kena
pajak dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak yang bersangkutan.
PPh atas deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang sudah di potong oleh
bank/ dana pensiun tidak dapat di kreditkan terhadap pajak penghasilan yang
terutang untuk tahun pajak bersangkutan.
Contoh :
3. Bunga Simpanan Anggota Koperasi 15% Seluruh bunga yang diterima, tanpa dikurangi batas bunga simpanan
yang tidak dipotong PPh sebesar Rp240.000
4. Penghasilan Bunga dan Diskonto 20% Jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi
dari Obligasi yang diperdagangkan Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal diatas harga perolehan
dan/atau dilaporkan pada 20% Obligasi tidak termasuk bunga berjalan
perdagangan di bursa Efek Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas
Harga perolehan obligasi
20%
5. Penjualan Saham Pendiri dan 0,1% Jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham
Bukan Pendiri di Bursa Efek Tambahan PPh bagi pemilik saham pendiri, dari nilai saham pada
0,5% Saat penawaran umum perdana.
6. Penjualan bahan bakar minyak,gas 0.25% Dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan
dan pelumas oleh produsen atau kepada SPBU Pertamina
importir bahan bakar minyak, gas
dan pelumas 0,3% Dari penjualan tidak termasuk PPN untuk kepada SPBU bukan
Pertamina dan Non SPBU.
7. Penjualan hasil produksi dalam 0,1% Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan kertas di dalam negeri.
negeri oleh badan usaha yang Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan untuk
bergerak dalam bidang usaha 0,25% semuajenis semen di dalam negeri.
tertentu. Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan semua jenis
Kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri.
0,45% Dari dasarpengenaan PPN untukpenjualanbaja di dalamnegeri.
0,3%
8. Penghasilan dari Pengalihan Hak 10% Jumlah bruto nilai penjualan/ pengalihan tanah dan atau bangunan
atas Tanah dan,/atau Bangunan lainnya. Nilai pengalihan kurang dari Rp 60 juta
tidak diharuskan membayar PPh.
9. Penghasilan yang diterima atau 10% Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
diperoleh dari persewaan Tanah
dan/atauBangunan
10. Usaha Jasa Kontruksi yang 2% Atas imbalan jasa pelaksanaan kontruksi.
memenuhi kualifikasi usaha kecil Atas imbalan jasa perencanaan kontruksi.
dan nilai pengadaan s.d satu miliar 4% Atas imbalan jasa pengawasan kontruksi
rupiah
4%
11. Uangpesangon ,uang manfaat Tarif ditetapkan berbeda untuk setiap jenis pembayarannya
pensiun. Itu untuk pembayaran uang pesangon, manfaat pensiun, dan
Tunjangan Hari Tua atau jaminan Tunjangan HariTua atau Jaminan Hari Tua.
Hari Tua. Lebih jelasnya perhatian bab akuntansi Pajak Penghasilan.
12. PenghasilanWajib Pajak yang 1,2% Dari peredaran bruto.
bergerak di bidang usaha pelayaran
dalam negeri.
13. PenghasilanWajib Pajak yang 2,64% Dari peredaran bruto.
bergerak di bidang usaha pelayaran
atau penerbangan luar negeri.
14. PenghasilanWajibPajak LN yang 0,44% Dari peredaran bruto.
mempunyai kantor perwakilan
dagang di Indonesia berdasarkan
Pasal 15 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
15. Honorarium dan imbalan lain 15% Dari peredaran bruto.
dengan nama apapun atas beban
APBN/APBD yang diterima pejabat
Negara,PNS, Anggota TNI dan
POLRI , serta pensiunan.
16. Nilai bangunan yang diterima 5% Dari nilai penyerahan bangunan.
dalam rangka Bangun Guna Serah
sehubungan dengan berakhirnya
masa perjanjian.
HADIAH UNDIAN
Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan atas hadiah undian adalah
Peraturan Pemerintah No.132 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000.
Sedangkan yang menjadi objek pajak adalah hadiah undian. Pengertian hadiah
undian adalah adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan yang pemberiannya melalui cara
undian. Untuk hadiah atau penghargaan yang pemberian tidak dengan cara
undian, pemotongan pajak penghasilan melalui Pasal 21 atau Pasal 23/Pasal 26.
Tarif pajak
Besarnya tarif pajak atas pemotongan Pajak Penghasilan atas undian sebesar
25% dari jumlah bruto nilai hadiah undian dengan sifat pengenaan bersifat final.
Akuntansi Pajak
Sebagai contoh, Tn.Arfin memperoleh hadiah undian yang diperolehnya
dengan cara undian sebesar Rp100.000.000,00 Tunai.
Ayat jurnal
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas dan Bank 75.000.000,00
PPh final 25.000.000,00
Hadiah Undian 100.000.000,00
Tarif pajak
Besarnya tarif Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah
dan/atau bangunan ditetapkan sebesar 10%(sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final.
Pengertian jumlah bruto adalah semua jumlah yang dibayarkan atau
terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya
perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan service charge baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian
persewaan yang bersangkutan.
Akuntansi pajak
Sebagai contoh, PT Aman membayar sewa tanah dan bangunan sebesar
Rp50.000.000
Pajak penghasilan atas dividen yang di terima atau diproleh wajib pajak
orang pribadi
Mengacu Pasal 4 ayat (2) huruf “a” , bahwa penghasilan berupa bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota kopeerasi orang pribadi
dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan Pasal 17(7) mengatur
penetapan Tarif Pajak tersendiri. Peraturan Pemerintah no.15 Tahun 2009
mengatur tentang berikut ini.
1. “Penghasilan Berupa Bunga Simpanan” yaitu imbalan berupa bunga
simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana
simpanan anggota koperasi orang pribadi pada koperasi terdapat orang
pribadi tersebut menjadi anggota.
2. Tidak termasuk dalam kategori “Penghasilan Berupa Bunga Simpanan”
yaitu bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang
merupakan bagian dari Sisa Hasil Usaha(SHU).
3. Besarnya Pajak Penghasilan dan sifat pengenaan:
a. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai
dengan Rp240.000 per bulan; atau
b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto untuk penghasilan berupa
bunga simpanan lebuh dari Rp240.000 per bulan.
c. Sifat pengenaan pemotongan Pajak Penghasilan tersebut bersifat final.
4. Saat terutangnya yaitu pada saat pembayaran yang dilakukan koperasi.
5. Peraturan pemerintah mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.