Anda di halaman 1dari 7

TUGAS II

ANALISIS KASUS ASURANSI JIWA BUMI PUTERA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi
Akuntansi

Dosen Pengampu :

Ibu Wiwit Apit Sulistyawati, SE.,MM

Disusun Oleh :

Yuri Endriasty (117040085)

Tanti Insyirah N (117040089)

Fanny Nur Hidayanti (117040101)

Selvi Levina LC (117040106)

Dessanti Nurmauliani (117040109)

2D Akuntansi

PROGAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
A. Kasus-Kasus pada Asuransi Bumi Putera

1. Tiada Kepastian Pencairan Dana Nasabah

Penulis juga berkata 'korban' Bumiputera, karena memiliki polis asuransi


pendidikan Beasiswa Berencana dengan masa kontrak 1 Januari 2003 hingga 1
Januari 2019. Namun, sejak kontrak habis, penulis tidak pernah mendapat kepastian
kapan dananya bisa cair.

2. OJK Sangat Lambat Merespon

Pada Juli lalu, penulis mengadukan masalahnya ke Otoritas Jasa Keuangan


(OJK) lewat e-mail resmi pengaduan. Namun, pengaduan e-mail penulis tidak
direspons dengan cepat dan baik oleh regulator dan pengawas industri keuangan non-
bank di republik ini.Hingga tiba-tiba pada 4 Desember lalu, penulis menerima e-mail
balasan dari OJK. Bayangkan, pengaduan penulis baru dibalas oleh OJK lima bulan
kemudian!

(https://m.merdeka.com/uang/nestapa-nasabah-asuransi-bumiputera-dicuekin-
manajemen-dibiarkan-ojk-kasus-gagal-bayar-bumiputera.html)

3. Masalah keuangan yang dialami oleh Asuransi Jiwa Bersama (AJB)


Bumiputera, membuat para nasabah khawatir akan premi yang dibayarkan secara
rutin menjadi hilang.Dalam kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Jiwasraya (Persero)
dan keterlambatan pembayaran polis Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera
diketahui perusahaan telah mereasuransikan seluruh bisnis yang mereka peroleh. Ini
seperti yang disampaikan oleh otoritas jasa keuangan (OJK).

Reasuransi dalam kedua perusahaan membuat neraca keuangan perusahaan


terlihat baik.perusahaan asuransi milik negara itu relatif terlalu berani menambah
risiko yang ditanggung sendiri. Risiko ini yakni jaminan yang akan dibayarkan
kepada nasabah dengan imbal hasil tetap sehingga sulit memprediksi risiko dimasa
depan.

(https://m.bisnis.com/finansial/read/20200210/215/1199265/dilindungi-reasuransi-
kenapa-jiwasraya-bumiputera-tak-mampu-bayar-klaim )
4. Seperti dilansir Kontan.co.id, potensi klaim Bumiputera tahun ini mencapai
Rp 9,6 triliun. Rinciannya klaim pemegang polis yang jatuh tempo sepanjang 2020
ini diperkirakan senilai Rp 5,4 triliun. Selain itu, outstanding klaim hingga saat ini
mencapai Rp 4,2 triliun dari 265.000 pemegang polis.Untuk membayar klaim kepada
kepada nasabah, Bumiputera mengoptimalisasikan aset yang dimiliki. Optimalisasi
aset tersebut melalui penjualan aset properti sekaligus Kerja Sama Operasional
(KSO).

(https://money.kompas.com/read/2020/01/20/050700926/ada-potensi-klaim-rp-9-6-
triliun-bagaimana-ajb-bumiputera-membayarnya-)

5. Bumiputera berencana untuk melakukan penjualan asetnya dengan nilai


mencapai Rp 2 triliun untuk melakukan pembayaran klaim asuransi kepada
nasabahnya. Penjualan aset ini menjadi salah satu langkah perusahaan untuk
memenuhi kebutuhan pendanaan.

(https://www.cnbcindonesia.com/market/20200120143130-17-131287/sengkarut-
jiwasraya-asabri-ajb-bumiputera-ini-bedanya/3)

6. Informasi yang diperoleh Jaka cukup mencengangkan. Klaim yang diajukan


nasabah adalah klaim kematian biasa yang nilai ganti ruginya Rp100 juta. Tetapi
yang dilaporkan ke kantor Bumiputera adalah kematian karena kecelakaan dengan
nilai ganti rugi Rp200 juta. Sisanya, masuk ke kantong beberapa oknum hingga bisa
menggelar perayaan. Jaka ditunjukkan berkas dan kuitansi. Beberapa oknum di
kantor-kantor cabang juga sering menggelapkan uang. Misalkan ada kerja sama
dengan bank, uang premi itu tak masuk ke perusahaan melainkan ke kantong pribadi
dan beberapa oknum lain. Jika ada klaim, oknum itu akan membayarkannya.

7. Sepanjang tahun 2009, 2010, hingga 2011, hasil audit atas laporan keuangan
Bumiputera mendapat opini “tidak wajar” dari kantor akuntan publik (KAP).
Persoalan KPD menjadi salah satu penyebab.Dalam berkas ikhtisar audit yang
diterima Tirto.id, tim auditor tidak bisa memperoleh bukti audit yang mencukupi atas
investasi perusahaan pada KPD sebesar Rp457,38 miliar pada 2010 dan Rp511,42
miliar pada 2009.

Penggerogotan yang dilakukan orang dalam Bumiputera ini, sedikit demi


sedikit lama lama jadi bukit. Akhir 2012, utang atau kewajiban atau liabilitas
Bumiputera mencapai Rp22,77 triliun. Sementara total asetnya hanya Rp12,1 triliun.

( https://tirto.id/hal-hal-yang-membuat-bumiputera-babak-belur-b8Ce)
8. Dikutip dari Tribunnews.com, bukan hanya kinerja keuangan negatif hingga
Rp 20 triliun saja melainkan hingga akhir Januari 2018 saja, pihak AJB Bumiputera
belum membayarkan klaim nasabah mencapai Rp 2,7 triliun dan sebanyak 19 ribu
nasabah di Jawa Barat dilaporkan belum mendapatkan pembayaran klaim mereka.

Walaupun demikian, klarifikasi terkait Rp 20 triliun sebagai keuangan negatif


tidaklah sepenuhnya benar melainkan jumlah ini merupakan total dari pembayaran
yang harus dibayarkan baik sudah atau belum jatuh tempo oleh perusahaan AJB
Bumiputera dibandingkan dengan total nilai aset, menurut Ketua Dewan Komisioner
OJK, Wimboh Santoso.Secara hitungan awam, jika kita mempunyai aset likuid 4
triliun, sementara kewajiban bayar kita 20 triliun, maka yang terjadi adalah minus 16
trilyun, artinya bisa dipastikan "gagal bayar".

Lalu mengapa ini bisa terjadi? Penyebabnya adalah bahwa seperti halnya
Jiwasraya, perusahaan berulang kali mengalami rugi investasi lantaran menempatkan
dana di aset-aset finansial yang berisiko tinggi. Sebenarnya hal ini sudah terendus
oleh Pengelola Statuter Bumiputera yang ditunjuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
untuk menggantikan direksi dan komisaris guna menyelesaikan restrukturisasi di
tubuh perusahaan mutual tersebut. Lalu Investasi apa yang membuat Bumiputera
terpuruk? Ternyata salah satunya juga investasi saham. Bumiputera menderita rugi
besar lantaran berinvestasi di saham perusahaan minyak dan gas bumi PT Sugih
Energy Tbk (SUGI).

(https://www.kompasiana.com/thomasje/5e2661fbd541df639b266c92/kini-giliran-
bumiputera-jatuh-tempo-klaim-asuransi-9-6t,)

B. Analisis Kasus

1. Pihak-Pihak yang Terkait

a. AJB Bumi Putera (Pelaku Utama)

b. Nasabah (Pelaku Utama)

c. Pemerintah (Pelaku Utama)

d. OJK (Pelaku Lainnya)


2. Pelanggaran-Pelanggaran yang Terjadi

a. Tidak adanya kepastian pembayaran premi kepada nasabah. Adanya gagal


bayar yang diderita oleh AJB Bumiputera karena jumlah asset likuidnya lebih
kecil dari kewajiban bayar

b. Terlalu berani dalam mengambil risiko yang ditanggung sendiri. Risiko ini
yakni jaminan yang akan dibayarkan kepada nasabah dengan imbal hasil tetap
sehingga sulit memprediksi risiko dimasa depan

c. Membuat Laporan keungan peruusahaan terlihat baik padahan minus hingga


Rp 20 triliun , serta hasil audit laporan keuangan mendapatkan hasil “tidak
wajar” dan tidak bisa memperoleh bukti audit yang mencukupi untuk
kepentingan investasi.

d. Perusahaan berulang kali mengalami rugi investasi lantaran menempatkan


dana di aset-aset finansial yang berisiko tinggi

e. Terdapat orang dalam AJB Bumiputera yang melakukan korupsi

3. Penyelesaian Kasus

a. Bumiputera berencana untuk melakukan penjualan asetnya dengan nilai


mencapai Rp 2 triliun untuk melakukan pembayaran klaim asuransi kepada
nasabahnya.

b. Bumiputera mengoptimalisasikan aset yang dimiliki. Optimalisasi aset


tersebut melalui penjualan aset properti sekaligus Kerja Sama Operasional
(KSO).

4. Kaitan Kasus dengan Materi Etchical Governanve

a. Kasus ini melanggar prinsip Good Corporate Governance yaitu


Transparansi, dimana perusahaan AJB melakukam pelanggaran terhadap
penyampaian laporan keuangan yang terlihat baik, padahal mendaptkan
opini dari auditor ” tidak wajar “ serta terdapat kurangnya bukti-bukti
audit.

b. Melanggar Prinsip Accontability, dimana perusahaan seharusnya


menjamin proses monitoring perusahaan, jujur dan professional.
Dibuktikan dengan banyaknya Karyawan AJB yang melakukan korupsi,
sehingga merugikan perusahaan dan pemerintah karena merupakan
BUMN.

c. Melanggar Prinsip Responsibility, dimana perusahaan melindungi dan


menjaga kinerja perusahaan dan menjunjung tinggi hak-hak stake holder,
seperti yang terjadi pada AJB, kewajiban nasabah untuk menerima premi
diabaikan, sehingga nasabah mengalami kerugian.

d. Munculnya Ethical Risk Managemen, dimana tidak terdapat akuntabilitas


antara perusahaan dan stakeholder yaitu tidak dibayarkannya premi
asuransi oleh perusahaan.

e. Adanya Conflik of interest ( benturan kepentingan) antara perusahaan dan


nasabah melalui tidak terbayarnya premi asuransi. AJB Bumiputera
dengan perusahaan yang diberi investasi oleh AJB yang memiliki risiko
yang tinggi dalam menciptakan terjadinya kerugian secara materil pada
pihak AJB Bumiputera.

f. Tidak adanya manajemen konflik, dimana karyawannya hanya


mementingkan kepentingan pribadi untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan dan menyebabkan kerugian pada perusahaan.

5. Saran

a. Dalam hal pengawasan OJK harus lebih kredibel, teliti, aktif, dan transparan
yang insidential bahwa industri ini memang sehat dan harus
menginformasikan kondisi ini kepada masyarakat agar tidak terjadi
kesimpangsiuran pemberitahuan tidak memilih untuk bungkam karena OJK
berperan dalam mengawasi lembaga atau industri keuangan secara terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan sektor keuangan, baik perbankan maupun
lembaga keuangan non bank, dan melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat.

b. AJB Bumi Putera tidak menerapakan prinsip dari Good Corporate


Governance dengan baik seperti halnya dari prinsip Transparansi dimana
harus lebih transparansi dalam penyampaian laporan keuangan yang
insidential secara keseluruhan termasuk informasi material perusahaan
seperti:kinerja keuangan dan operasi perusahaan, tujuan perusahaan, transaksi
puhak-pihak berelasi, dan faktor-faktor risiko yang terjadi.

c. Kurang baiknya penerapan dari prinsip Responbility dimana perusahaan tidak


bertanggungjawab dalam melindungi dan menjunjung tinggi hak-hak
stakeholder dalam hal kepentingan konsumen dan masyarakat dimana
seharusnya perusahaan harus menjungjung tinggi hak-hak stakeholder dan
lebih meningkatkan koordinasi antara perusahaan dan stakeholder dalam
rangka meningkatkan kinerja yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai