Anda di halaman 1dari 5

Contoh Kasus Risiko

Risiko Pasar
Bank Syariah (Bank Indonesia Membekukan Kegiatan Usaha PT. Bank Global)
SEJAK 14 Desember 2004, Bank Indonesia (BI) membekukan kegiatan usaha (BKU)
PT Bank Global Tbk. Sekitar 8.000 nasabah yang tercatat di 13 kantor cabang terpaksa
kerepotan mengurus dananya.
Alasan ditutupnya Bank Global
 Pertama, terus memburuknya kondisi keuangan Bank Global.
 Kedua, tidak menyetorkan tambahan modal yang diminta BI sejak bank
tersebut masuk pengawasan khusus (special surveillance unit) pada 27 Oktober
hingga 13 Desember 2004.
 Ketiga, direksi Bank Global tidak menunjukkan iktikad baik untuk patuh pada
aturan. Bahkan, dalam pengawasan BI dan kepolisian ada upaya secara sengaja
dari pihak bank tersebut untuk memusnahkan dan menghilangkan barang bukti.
 Keempat, direksi, pejabat eksekutif, dan beberapa karyawan bank publik itu
diduga telah melakukan tindak pidana perbankan dengan merusak dan
menghilangkan dokumen-dokumen penting bank
Solusi
 Pertama, sebagai perusahaan terbuka, semestinya Bank Global transparan dan
menerapkan dengan seksama asas good corporate governance.
 Kedua, seperti dilansir Investor Daily Online (14/12/2004), bahwa kehancuran Bank
Global sangat boleh jadi disebabkan oleh sebuah kolusi antara pengelola Bank
Global dengan Prudence Asset Management (PAM).
 Ketiga, kasus Bank Global menarik diikuti karena kasus ini mencoreng citra
reksadana, sebuah instrumen pasar modal yang mengalami pertumbuhan pesat selama
dua tahun terakhir.
 Keempat, kasus Bank Global mencerminkan lemahnya pengawasan BI dan Bappepam

Risiko Investasi
Produk asuransi JS Saving Plan diluncurkan lima tahun lalu oleh PT Asuransi Jiwasraya
dikaitkan dengan investasi. Nasabah cukup membayar Rp. 100 juta di awal dan mereka bisa
menarik imbal hasil dengan persentasi tinggi setelah investasi mengendap satu tahun. Selain
itu, nasabah juga memperoleh perlindungan asuransi selama lima tahun penuh.
Ribuan nasabah ikut dalam program tersebut sehingga premi asurani yang diperoleh
perusahaan melonjak dalam waktu singkat. Akan tetapi, produk JS Saving Plan menimbulkan
permasalahan besar ketika klaim-nya mulai jatuh tempo dan perusahan gagal bayar klaim di
bulan Oktober 2018. Disinyalir, gagal bayar klaim terjadi karena perusahaan tidak
memperoleh imbal hasi investasi aset mereka sesuai harapan. Sementara itu, klaim yang jatuh
tempo semakin banyak sehingga membengkak sampai ratusan miliar Rupiah.
Kisruh PT Asuransi Jiwasraya pun terungkap ke publik karena laporan keuangan perusahaan
‘unaudited’ tahun 2017 yang awalnya mencatat laba bersih Rp. 2,4 triliun harus direvisi.
Dalam hal ini, kantor akuntan publik PricewaterhouseCoopers (PwC) merevisi auditnya
sehingga laba bersih perusahaan menciut menjadi Rp. 360 miliar saja.
Sementara beberapa pandangan meyakini bahwa prahara yang menghantam PT Asuransi
Jiwasraya murni akibat risiko investasi, beberapa pandangan lain meyakini bahwa ada
kemungkinan praktik curang atau tata kelola buruk di balik investasi saham berisiko tinggi
yang kemudian mencekit perusahaan itu. Di samping itu, ada juga yang meyakini bahwa PT
Asuransi Jiwasraya sudah memiliki masalah strategis sebelumnya sehingga risiko investasi
yang terjadi sekarang adalah imbas dari risiko strategis dan permasalahan lama mereka
tersebut.
Terlepas dari beberapa pandangan di atas, dapat dilihat bahwa penerapan manajemen risiko
di PT Asuransi Jiwasraya belum efektif. Tindakan pencegahan dini tidak terjadi walau sudah
ada indikasi risiko tinggi dari berbagai sumber, di antaranya adalah melalui audit BPK
sebelumnya di tahun 2016 serta melalui pengawasan OJK yang semakin diperketat dalam dua
tahun terakhir.

Risiko Operasional
Risiko Operasional yang Tejadi Pada Bank BRI KC Cianjur
 Pembatasan kantor layanan dengan membatasi jumlah nasabah dan jumlah karyawan;
 Beban operasional meningkat, karena harus menyediakan handsanitizer, masker,
desinfektan yang disediakan dalam jumlah banyak untuk menjaga kesehatan
lingkungan kantor terutama bagi para karyawan;
 Penurunan laba di kantor cabang, ini disebabkan oleh penundaan setoran pinjaman
debitur. Dari hasil wawancara penel
Faktor penyebab Risiko Operasional
Pemberlakuan work from home (WFH) dapat menimbulkan beberapa risiko kesalahan
manusia, diantaranya manajemen yang buruk dan terlalu bergantung pada karyawan tertentu.
(Faktor Internal)
Usaha nasabah menurun dan mengakibatkan tidak sanggup membayar angsuran seperti
biasanya, sehingga diberlakukan restrukturisasi besar-besaran (Faktor Eksternal)
Solusi :
Faktor Internal
Dalam memitigasi risiko operasional akibat faktor internal ini, Bank BRI
KC Cianjur mengoptimalkan controlling bagi segenap pegawai terutama dari segi
kesehatan pegawai, diantaranya dengan melakukan rapid test seluruh pegawai
Bank BRI KC Cianjur. Karena bagaimana pun juga karyawan adalah aset terbesar
yang dimiliki perusahaan.
Faktor eksternal
Membuat kebijakan setoran bagi debitur yang usahanya mengalami
penurunan dengan melakukan restrukturisasi kredit, keinganan bunga.

Risiko Likuiditas
Asuransi BUMN yakni PT Jiwasraya yang gagal membayar polis jatuh tempo produk JS
Saving Plan karena likuiditas. Kementerian BUMN sudah memerintahkan perusahaan jasa
keuangan pelat merah membantu penyelamatan Jiwasraya.
PT Asuransi Jiwasraya yang tengah terbelit masalah likuiditas. Alhasil, perusahaan asuransi
milik negara ini menunda pembayaran polis yang jatuh tempo produk bancassurance asuransi
jiwa yang berbalut investasi atau saving plan yang dijual bersama sejumlah bank sebagai
agen penjual.
Sedianya, produk saving plan ini akan jatuh tempo pada Oktober 2018. Direktur Utama
Jiwasraya Asmawi Syam mengatakan, saving plan yang jatuh tempo dan tidak bisa dilunasi
Jiwasraya saat ini sebesar Rp 802 miliar.
Yang menjadi persoalan, Jiwasraya tidak bisa mencairkan asetnya di saham, yang saat ini
sedang mengalami penurunan nilai aset akibat kondisi pasar yang tengah tertekan.
Belakangan, Jiwasraya memutuskan untuk menyicil pembayaran bunga polis yang jatuh
tempo. Per 15 Oktober 2018, Jiwasraya telah membayarkan bunga atas 1.286 polis asuransi
JS Proteksi Plan yang jatuh tempo sebesar Rp 96,58 miliar.  
Jiwasraya juga menyiapkan strategi untuk mengatasi gagal bayar pembayaran polis jatuh
tempo. Asmawi bilang, untuk nasabah yang ingin memperpanjang masa jatuh tempo polis
pokok, Jiwasraya mempersiapkan pembayaran di muka bunga roll over selama satu tahun
sebesar 7%.
OJK mengingatkan kepada direksi Jiwasraya untuk lebih memperhatikan implementasi tata
kelola yang baik, pengelolaan manajemen risiko yang lebih baik, serta melakukan kehati-
hatian investasi yang didukung dengan pemanfaatan teknologi.

Risiko Kredit
Kondisi ekonomi lesu menyebabkan banyak perusahaan atau kreditur kesulitan likuiditas.
Ancaman kredit macet juga datang dari perusahaan afiliasi BUMN sendiri.
Ambil contoh perusahaan baja negara, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang harus
merestrukturisasi utang-utangnya karena kesulitan likuiditas. Dari laporan keuangan per Juni
2019, KRAS memiliki utang US$ 1,33 miliar kepada bank BUMN dan lembaga keuangan
pemerintah.
Produsen baja milik negara tersebut telah menyelesaikan proses restrukturisasi utang senilai
US$2 miliar. Nilai ini disebut sebagai restrukturisasi utang terbesar yang pernah ada di
Indonesia.  Kesepakatan ini ditandatangani oleh seluruh kreditur, yang terdiri dari 10 bank,
Adapun, proses restrukturisasi utang ini melibatkan 10 bank. Pada 30 September 2019, Bank
Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank ICBC Indonesia, Indonesia
Eximbank, dan Bank Central Asia telah sepakat melakukan relaksasi pembayaran utang
dalam perjanjian induk restrukturisasi.

restrukturisasi merupakan salah satu cara Krakatau Steel untuk bisa menekan tekanan
likuiditas. Menurutnya, KRAS memiliki lebih banyak utang jangka pendek dibandingkan
dengan utang jangka panjang, sehingga perlu restrukturisasi. “Utang dan bunga besar,
sehingga enggak ada laba operasional. Salah satu beban harus dihilangkan untuk bisa laba,
yaitu minta kreditur untuk menurunkan cost melalui restrukturisasi,” katanya.

Risiko Kepatuhan dan Risiko Hukum


PT Pertamina Hulu Energy (PHE) melakukan akuisisi 10% saham ROC Oil Ltd untuk hak
pekerjaan di blok BMG (Basker Manta Gummy). Kasus ini diperkirakan menimbulkan
kerugian negara sebesar USD 26 juta atau setara dengan Rp 586 miliar. Kasus ini segera
menjadi perhatian publik dan para praktisi tata kelola, manajemen risiko dan kepatuhan.
Kasus ini dipicu oleh adanya keyakinan bahwa prosedur internal dilanggar, yaitu tidak
adanya persetujuan dewan komisaris yang patut dan utuh sebelum proses investasi
pengambilalihan alihan hak BMG. Pada saat investasi tidak memberikan hasil yang sesuai
dengan harapan, permasalahan timbul karena Karen dianggap telah merugikan Pertamina
yang kemudian dituduhkan sebagai kerugian negara, dan berarti korupsi. Terlepas dari hasil
akhir pengadilan mengenai kasus ini, ada hal yang dapat dijadikan suatu konklusi yaitu
perlunya penerapan terintegrasi Governance, Risk Management and Compliance,

Risiko Stratejik

Metallgesellschaft(1990)
Metallgesellschaft merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, logam, dan
teknik engineering)
Menyebabkan kerugian sebesar USD 1,500. Kejadian yang menjadi pemicu risiko adalah
strategi lindung nilai (hedge) yang salah : salah asumsi ekonomi, kegagalan likuidasi posisi,
strategi yang menjurus pada penyelewengan. Dalam kasus ini terdapat salah strategi pada
pernyataan strategi lindung nilai yang salah dan strategi yang menjurus pada penyelewengan

Kasus yang pernah menimpa Metallgesellschaft AG pada decade 1990-an dalam menjalankan
lindung nilai hendaknya dapat menjadi pelajaran karena kesalahan dalam merancang skema
lindung nilai dapat berakibat pada masalah likuiditas perusahaan.
Risiko Sistematis
Risiko sistemik dapat dipelajari dari bangkrutnya perusahaan Lehman Brothers Holdings Inc.
di tahun 2008.
Lehman Brothers Holdings Inc. merupakan perusahaan jasa keuangan global, sehingga ketika
bisnisnya tak lagi dapat berlanjut, dampaknya terasa di seluruh sistem finansial dan ekonomi.
Perusahaan ini merupakan perusahaan yang besar dan berperan penting dalam ekonomi.
Oleh karena itu, jatuhnya bisnis ini menciptakan efek domino yang menyebabkan risiko besar
pada sistem keuangan global.
Untuk mengatasi risiko sistematis, perusahaan harus mendeteksi risiko tersebut sedini
mungkin dan menyusun strategi mitigasi yang tepat agar risiko efek negatif yang terlalu besar
dapat dikurangi.
Namun, strategi berbeda harus dilakukan oleh investor yang juga mungkin mengalami risiko
sistematis.
Bagi investor, diversifikasi dapat dilakukan, misalnya pada instrumen investasi yang berbeda
atau pada industri berbeda.
Dengan begitu, mungkin saja industri lainnya tidak mengalami kerugian sebesar yang sedang
mengalami kemerosotan keuntungan.

Anda mungkin juga menyukai