Anda di halaman 1dari 89

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bank dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi

masyarakat yang membutuhkannya. Di Samping itu, bank juga dikenal sebagai

tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau meneriman segala macam

bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listri, telepon, air, pajak, uang

kuliah dan pembayaran lainnya. (Kasmir, 2018). Menurut Undang-Undang RI

Nomor 10 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan

Bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak.”

Agar masyarakat mau menyimpan uangnya di bank, maka pihak perbankan

memberikan rangsangan berupa balas jasa yang akan diberikan kepada si

penyimpan. Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah, pelayanan

atau balas jasa lainnya. Semakin tinggi balas jasa yang diberikan, akan menambah

minat masyarakat untuk menyimpan uangnya. Oleh karena itu, pihak perbankan

harus memberikan berbagai rangsangan dan kepercayaan sehingga masyarakat

berminat untuk menanamkan dananya, (Kasmir, 2018). Salah satu aspek penilaian

kesehatan bank yaitu ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya,

apakah setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan

profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank

yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat (Kasmir, 2018). Manajer

1
2

merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan laporan keuangan dan

melaporkan laba. Secara konseptual laporan keuangan merupakan media

komunikasi antara manajer dengan stakeholder (Sulistyanto, 2018).

Manajer menggunakan laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan

apa yang telah dilakukan dan dialaminya selama mengoperasikan perusahaan.

Sementara di sisi lain, laporan keuangan dipakai oleh stakeholder untuk melihat,

menilai, meminta, pertanggungjawaban manajer atas apa yang telah dilakukan dan

dialami manajer itu (Sulistyantyo, 2018). Secara umum para praktisi, yaitu pelaku

ekonomi, pemerintah, asosiasi profesi dan regulator lainnya, berargumen bahwa

pada dasarnya manajemen laba merupakan perilaku oportunis seorang manajer

untuk mempermainkan angka-angka dalam laporan keuangan sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapainya. Perbuatan ini dikategorikan sebagai kecurangan karena

secara sadar dilakukan manajer perusahaan agar stakeholder yang ingin

mengetahui kondisi ekonomi perusahaan tertipu karena memperoleh informasi

palsu (Sulistyanto, 2018).

Salah satu cara manajer untuk memengaruhi tingkat laba yang dilaporkan

adalah dengan melakukan praktik manajemen laba. Manajemen laba berkaitan

dengan pemilihan metode akuntansi yang dilakukan oleh manajer dalam pelaporan

keuangan untuk menaikkan laba atau menurunkan laba agar sesuai dengan

kepentingan manajer atau kepentingan perusahaan dan pihak-pihak yang terlibat

dalam kontrak (Kanakriyah et al., 2017). Hal ini yang dimanfaatkan oleh manajer

untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya. Penjelasan tersebut sejalan dengan

perspektif teori agensi yang dapat menjelaskan perilaku manajer atas praktik

manajemen laba. Hubungan kerja antara pemilik perusahaan atau principal dengan
3

manajer atau agent dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik

keagenan (Panda & Leepsa, 2017).

Bank menghadapi risiko bisnis berupa risiko kredit (macet atau tidak

terbayar), Net Performing Loan digunakan untuk menghitung Resiko Kredit

(Hanafi & Halim, 2018). Di masa depan kondisi penuh dengan ketidakpastian.

Oleh karena itu, setiap kredit yang dibiayai pasti memiliki risiko tidak tertagih

alias macet (Kasmir, 2019). Suatu bank dikatakan likuid, apabila bank yang

bersangkutan ddapat membayar semua utang-utangnya terutama simpanan

tabungan, giro, dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua

permohonan kredit yang layak dibiayai (Kasmir, 2018).

Faktor yang memiliki pengaruh pada adanya praktik manajemen laba di

bank selain risiko bisnis yakni, struktur kepemilikan yaitu kepemilikan manajemen

dan kepemilikan institusional. Kepemilikan manajemen merupakan proporsi

pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan

keputusan perusahaan, yang dimaksud dengan pihak manajemen yaitu direktur dan

komisaris (Felicia & Sutrisno, 2020).

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham dalam suatu

perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga tertentu seperti perusahaan

asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lainnya.

Keberadaan investor institusional dianggap mampu untuk menjadi mekanisme

monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajemen.

Hal ini disebabkan karena investor institusional terlibat langsung dalam

pengambilan keputusan yang strategis sehingga investor tidak mudah percaya

terhadap tindakan manipulasi laba (Felicia & Sutrisno, 2020).


4

Faktor berikutnya yang dapat mempengaruhi manajemen laba adalah ukuran

sebuah perusahaan. Dimana bisa menggambarkan perusahaan dilihat dari jumlah

asetnya, seberapa besar penjualannya, serta besarnya pasar. Semakin besar jumlah

asetnya, besar penjualannya, serta mempunyai pangsa pasar yang banyak bisa

dikatakan ukuran perusahaannya juga akan semakin besar. Di dalam asset yang

besar ada modal besar di dalamnya, semakin besar tingkat penjualan berarti bahwa

perputaran uangnya pun semakin besar sehingga kapitalisasi perusahaan

bertambah menjadi besar (Sulistyanto, 2018). Pengukuran perusahaan bisa

menggunakan total aset perusahaan baik besar ataupun perusahaan kecil.

Perusahaan besar punya jumlah aset yang besar. Oleh karenanya, perusahaan besar

akan hati-hati dan bersifat efisien kaitannya dengan pengelolaan laba perusahaan

(Hidayat , 2017).

Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kinerja bank untuk

mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada

saat ditagih deposan, semakin besar rasio ini maka semakin likuid bank tersebut

(Kasmir, 2016). CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk

menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian bank yang disebabkan

oleh aktiva yang berisiko. Jadi, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah

bank. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/6/PBI/2017, bank

dinyatakan sehat jika memiliki CAR minimum 14 persen. CAR dipilih karena

variabel tersebut menempati persentase yang tertinggi dalam kriteria penilaian

bank oleh Biro Riset Infobank yaitu sebesar 20,00%. CAR merupakan hal yang

harus dipertahankan jika bank tersebut ingin mendapat kehormatan sebagai bank

yang berkinerja sangat bagus (Kibtiah & Cusyana, 2020)


5

Fenomena “manajemen laba” sering dipraktekan di masa saat ini dan

mengakibatkan kerugian serta masalah yang dirasakan oleh berbagai pihak.

Manajemen laba pernah terjadi di PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk atau AISA.

Berdasarkan keluarnya hasil investigasi oleh PT. Ernst & Young Indonesia serta

audit oleh RSM International pada laporan keuangan tahun 2017. Manajemen lama

AISA telah melakukan penggelembungan dana pada beberapa akun yang nilainya

mencapai Rp. 4 triliun, mencapai Rp. 662 miliar, juga mencapai Rp. 329 miliar

dan adanya aliran dana sebesar Rp 1,78 triliun pada pihak terafiliasi oleh AISA

(finance.detik.com, 2019).

Setiap usaha tentu mempunyai tujuan yang mendasar yakni memperoleh

keuntungan berupa laba. Laba adalah selisih antara pendapatan yang diperoleh

suatu perusahaan pada suatu periode dengan beban-beban yang terjadi selama

periode tersebut. Manajemen PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk sebagai pengelola

perusahaan tentu “berusaha untuk memajukan perusahaan dalam pencapaian laba

dengan kebijakan-kebijakan akuntansinya yang semestinya dari tahun ke tahun

akan semakin meningkat sehingga baik kinerja manajemen atau perusahaan dapat

tetap dinilai baik.

Kibtiah & Cusyana (2020) menemukan bahwa, CAR tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap manajmen laba pada perusahaan perbankan dan NPL

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, yaitu Manajemen Laba

Perbankan. Sucipto & Zulfa (2021) menemukan bahwa, Ukuran Perusahaan

berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Manajemen Laba. Felicia &

Sutrisno (2020) menemukan bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan

institusional tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba.


6

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti

pengaruh resiko bisnis, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran

bank dan CAR terhadap manajemen laba pada sektor perbankan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2018-2020.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh resiko bisnis terhadap manajemen laba pada

perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2018-2020 ?

2. Bagaimana pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba

pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2018-2020 ?

3. Bagaimana pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba

pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2018-2020 ?

4. Bagaimana pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada

perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2018-2020 ?

5. Bagaimana pengaruh CAR terhadap manajemen laba pada perusahaan

perbankan yang terdaftar di BEI periode 2018-2020 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris resiko bisnis terhadap

manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode

2018-2020.
7

2. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris kepemilikan manajerial

terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI

periode 2018-2020.

3. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris kepemilikan institusional

terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI

periode 2018-2020.

4. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris ukuran perusahaan terhadap

manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode

2018-2020.

5. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris CAR terhadap manajemen

laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2018-2020.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi peneliti lainnya

termasuk perguruan tinggi dan perusahaan untuk memahami dan dapat

membantu orang-orang sekitar yang memerlukan informasi mengenai

manajemen laba.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan pengetahuan terhadap

masalah manajemen laba yang dihadapi secara nyata.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Agensi

Teori keagenan menunjukkan hubungan kontraktual antara principal dan

agen yang hubungan keduanya dapat menimbulkan konflik karena masing-masing

pihak bertindak memaksimalkan keuntungan masing-masing (Jensen dan

Meckling, 1976). Pada beberapa situasi agent tidak bertindak sesuai dengan

keinginan principal, hal ini disebabkan karena manajer memiliki informasi lebih

banyak mengenai kondisi maupun prospek perusahaan kedepan dibandingkan

dengan principal. Kondisi asimetri informasi tersebut yang menjadi peluang bagi

manajemen untuk melakukan manajemen laba (Felicia & Sutrisno, 2020).

Hubungan kerja antara pemilik perusahaan atau principal dengan manajer

atau agen dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan

(Panda & Leepsa, 2017). Manajer seringkali memiliki kepentingan yang berbeda

dengan pemilik perusahaan. Teori ini mengatakan bahwa para pemilik perusahaan

menginginkan kemakmuran yang berasal dari bisnis yang mereka jalankan,

sedangkan manajer “ingin memaksimalkan kepentingan pribadinya. Salah satu

cara manajer agar dapat memaksimalkan kepentingan pribadinya adalah dengan

melakukan praktik manajemen laba. Praktik manajemen laba dapat dilakukan oleh

manajer karena adanya asimetri informasi antara manajer dan pemilik perusahaan.

Manajer perusahaan memiliki informasi yang lebih detail mengenai operasional

perusahaan daripada pemilik perusahaan (Kusuma & Mertha, 2021). Maka dapat

dikatakan bahwa konflik keagenan adalah pemicu adanya perilaku oportunisme


9

manajer yang membuat laba yang dilaporkan menjadi semu. Agency theory yang

dikembangkan oleh Michael Johnson, memandang bahwa manajemen perusahaan

sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh

kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan

bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Agency theory mendapat respon

luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai

pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada

agency theory dimana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada

berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Saat ini, hampir di setiap perusahaan menerapkan pemisahan kerja antara

pemegang saham (principal) dengan manajemen (agen) yang disebut Teori Agensi

dimana manajemen sebagai pengelola yang menangani perusahaan secara

langsung diyakini lebih mengetahui informasi mengenai kondisi perusahaan

dibandingkan dengan pemegang saham. Kondisi demikian, dapat menyebabkan

timbulnya konflik antara keduanya yang disebabkan karena adanya perbedaan

kepentingan, terutama mengenai masalah laporan keuangan yang dibuat oleh

manajemen. Informasi mengenai kondisi perusahaan yang lebih banyak diketahui

oleh manajemen inilah yang dapat memberi kesempatan kepada manajemen untuk

melakukan tindakan yang dapat menguntungkan dirinya sendiri. Tingkat laba

sering kali menjadi target manajemen untuk mencapai tujuan tertentu karena laba

sering digunakan oleh para pemegang saham sebagai indikator untuk menilai

kinerja perusahaan. Oleh karena itu, manajemen akan termotivasi untuk

mengambil kebijakan akuntansi yang dapat berdampak pada perubahan angka laba

dalam laporan keuangan yang sering disebut sebagai tindakan manajemen laba.
10

Dengan tingkat laba yang besar pemegang saham akan menilai baik kinerja

manajemen karena dianggap dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya

dengan efektif dan efisien (Aryanti, dkk 2017).

2.1.2 Good Corporate Governance (GCG)

Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang

mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value

added) untuk semua stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini,

pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan

benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk

melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan

terhadap semua informasi kinerja perusahaan kepemilikan, dan stakeholder. Good

Corporate Governance ialah sebuah mekanisme yang dibuat agar pelaksanaaan

dalam mengelola perusahaan dengan profesioanl yang berlandaskan pada

pedoman-pedoman GCG, yakni kesetaraan, kewajaran, independen, tanggung

jawab, akuntabilitas, dan transparansi”. Basri, dkk (2022).

2.1.3 Manajemen Laba

Secara umum para praktisi, yaitu pelaku ekonomi, pemerintah, asosiasi

profesi dan regulator lainnya, berargumen bahwa pada dasarnya manajemen laba

merupakan perilgaku oportunis seorang manajer untuk mempermainkan angka-

angka dalam laporan keuangan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya.

Perbuatan ini dikategorikan sebagai kecurangan karena secara sadar dilakukan

manajer perusahaan agar stakeholder yang ingin mengetahui kondisi ekonomis

perusahaan tertipu karena memperoleh informasi palsu. Apalagi perbuatan ini


11

dilakukan manajer dengan memanfaatkan kelemahan pihak lain yang tidak

mempunyai sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh informasi

mengenai perusahaan. Selain itu perbuatan ini sebenarnya juga merupakan upaya

manajer untuk memaksimalkan kesejahteraan dan kepentingan pribadi. Akibatnya,

stakeholder kehilangan kesempatan untuk memperoleh return dari hubungan

ekonomi yang dijalinnya dengan perusahaan bersangkutan. Sementara para

akademisi, termasuk peneliti, berargumen bahwa pada dasarnya manajemen laba

merupakan dampak dari kebebasan seorang manajer untuk memilih dan

menggunakan metode akuntansi tertentu ketika mencatat dan menyusun informasi

dalam laporan keuangan (Sulistyanto, 2018).

Manajemen laba tidak bisa dikategorikan sebagai kecurangan sejauh apa

yang dilakukannya masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi. Inilah yang

membuat spektrum manajemen laba menjadi sedemikian luas. Secara umum

manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer perusahaan untuk

mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan

dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan

kondisi perusahaan. Istilah intervensi dan mengelabui inilah yang dipakai sebagai

dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai kecurangan.

Sementara pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa manajerial ini bukan

sebagai kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer perusahaan

dalam kerangka standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode dan

prosedur akuntansi yang diterima dan diakui secara umum (Sulistyanto, 2018).
12

2.1.4 Resiko Bisnis

Bank menghadapi risiko bisnis berupa risiko kredit macet. Setiap dana

yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat memiliki beban provisi yang harus

dibayarkan bank secara konstan kepada para nasabah yang mempercayakan

uangnya kepada bank. Apabila pinjaman kredit macet, maka pendapatan bunga

dari bank juga akan menurun. Rasio NPL digunakan untuk menilai kredit macet

yang dimiliki sebuah bank juga akan mempengaruhi penilaian kinerja bank dalam

hal ini sehat atau tidaknya sebuah bank. Apabila hal ini terjadi manajemen bank

menggunakan intervensinya terhadap laba yang dilaporkannya, agar kinerja bank

tetap dinilai baik. Rasio NPL menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam

mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Besarnya rasio NPL yang

diperbolehkan oleh Bank Indonesia saat ini adalah maksimal 5% (Karmilah &

Prastyanti, 2020).

2.1.5 Kepemilikan Manajerial

Menurut Felicia dan Sutrisno (2020), Kepemilikan manajemen merupakan

proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam

pengambilan keputusan perusahaan, yang dimaksud dengan pihak manajemen

yaitu direktur dan komisaris. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh

Suryanawa (2017) menjelaskan bahwa dengan meningkatkan kepemilikan

manajerial maka akan dapat mengurangi tindakan opportunistic manajemen di

dalam perusahaan.

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa dengan meningkatkannya

kepemilikan manajerial pada sebuah perusahaan maka akan dapat mengatasi

konflik kepentingan atau benturan kepentingan antara agent dan principal dalam
13

perusahaan. Dimana agent akan berusaha untuk menyelaraskan kepentingan kedua

belah pihak, tanpa adanya perbedaan jumlah informasi yang signifikan diantara

agent dan principal. Adanya kepemilikan manajerial juga dimaksudkan untuk

meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan, penetapan kebijakan yang tidak

menguntungkan sebelah pihak saja, dan juga dapat mengurangi risiko-risiko yang

memungkinkan terjadi di dalam perusahaan. Kepemilikan manajerial akan

berpengaruh terhadap penetapan kebijakan akuntansi suatu perusahaan (Lamora,

2013).

Dari penjelasan kepemilikan manajerial diatas, dapat disimpulkan bahwa

adanya kepemilikan manajerial dalam perusahaan bertujuan agar berkurangnya

konflik kepentingan, meningkatnya pengawasan terhadap aktivitas perusahaan,

meminimalkan risiko-risiko yang ada pada perusahaan dan untuk menyelaraskan

kebijakan yang dibuat agar tidak menguntungkan beberapa pihak saja namun

untuk seluruh kepentingan.

2.1.6 Kepemilikan Institusional

Struktur kepemilikan dalam hal ini adalah kepemilikan institusional dalam

peran monitoring manajemen. Kepemilikan institusional merupakan pihak yang

paling berpengaruh terhadap dalam pengambilan keputusan karena sifatnya

sebagai pemilik saham mayoritas, selain itu kepemilikan institusional merupakan

pihak yang memberi kontrol terhadap manajemen dalam kebijakan keuangan

perusahaan (Astri, dkk., 2020). Menurut Pasaribu, Topowijaya dan Sri (2016:156)

kepemilikan institusional merupakan persentase saham yang dimiliki oleh institusi.

Manajemen laba pernah terjadi di PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk atau

AISA. Berdasarkan keluarnya hasil investigasi oleh PT. Ernst & Young Indonesia
14

serta audit oleh RSM International pada laporan keuangan tahun 2017. Manajemen

lama AISA telah melakukan penggelembungan dana pada beberapa akun yang

nilainya mencapai Rp. 4 triliun, mencapai Rp. 662 miliar, juga mencapai Rp. 329

miliar dan adanya aliran dana sebesar Rp 1,78 triliun pada pihak terafiliasi oleh

AISA (finance.detik.com, 2019).

Berdasarkan kasus tersebut penerapan kepemilikan institusional dalam

sebuah perusahaan dapat dilakukan agar meminimalkan manajemen laba.

Kepemilikan institusional memiliki peranan yang besar dan juga penting pada

setiap keputusan yang akan diambil didalam perusahaan. Sehingga, mampu

dijadikan sebagai monitoring yang efektif pada setiap keputusan yang akan

diambil oleh pihak manajer (Jumiyanti, dkk., 2021).

2.1.7 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya suatu perusahaan, bisa

dilihat dari total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Dari ketiga pengukuran

tersebut seringkali digunakan untuk mengidentifikasi ukuran suatu perusahaan,

dikarenakan semakin besar total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan, maka

semakin besar modal yang ditanam ( Kusumawardana & Haryanto, 2018).

Ukuran perusahaan merupakan mengklasifikasikan suatu perusahaan

kedalam bentuk, perusahaan yang berukuran besar dan perusahaan berukuran

kecil. Ukuran perusahaan disini sangat mempengaruhi terjadinya manajemen laba

karena semakin besar suatu perusahaan harus mampu memenuhi ekspektasi dari

investor atau pemegang sahamnya. Ukuran perusahaan akan mempengaruhi

struktur pendanaan perusahaan. Perusahaan cenderu ng akan memerlukan dana


15

yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Tambahan dana

tersebut bisa diperoleh dari penerbitan saham baru atau penambahan hutang

(Astuti, dkk., 2017).

2.1.8 Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kinerja bank untuk

mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada

saat ditagih deposan, semakin besar rasio ini maka semakin likuid bank tersebut

(Kasmir 2016). CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk

menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian bank yang disebabkan

oleh aktiva yang berisiko. Jadi, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah

bank (Kibtiah & Cusyana, 2020).

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/6/PBI/2017, bank

dinyatakan sehat jika memiliki CAR minimum 14 persen. CAR dipilih karena

variabel tersebut menempati persentase yang tertinggi dalam kriteria penilaian

bank oleh Biro Riset Infobank yaitu sebesar 20,00%. CAR merupakan hal yang

harus dipertahankan jika bank tersebut ingin mendapat kehormatan sebagai bank

yang berkinerja sangat bagus (Kibtiah & Cusyana, 2020).

2.1.9 Bank

1. Pengertian bank

Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1988 tanggal 10 November

1988 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan BANK adalah “badan usaha

yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk


16

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Agar masyarakat

mau menyimpan uangnya di bank, maka pihak perbankan memberikan rangsangan

berupa balas jasa yang akan diberikan kepada si penyimpan. Balas jasa tersebut

dapat berupa bunga bagi hasil, hadiah, pelayanan atau balas jasa lainnya. Semakin

tinggi balas jasa yang diberikan, akan menambah minat masyarakat untuk

menyimpan uangnya. Oleh karena itu, pihak perbankan harus memberikan

berbagai rangsangan dan kepercayaan sehingga masyarakat berminat untuk

menanamkan dananya (Kasmir, 2018).

2. Jenis-jenis bank

Menurut Kasmir (2018), jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau

dari berbagai segi antara lain :

1) Dilihat dari Segi Fungsinya

Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967,

jenis perbankan menurut fungsinya terdiri dari :

a. Bank Umum

b. Bank Pembangunan

c. Bank Tabung an

d. Bank Pasar

e. Bank Desa

f. Lumbung Desa

g. Bank Pegawai

h. Dan Bank Lainnya


17

Namun setelah keluar UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992

dan ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI Nomor 10

Tahun 1998, maka jenis perbankan terdiri dari :

a. Bank Umum

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Dimana Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah

fungsinya menjadi Bank Umum sedangkan Bank Desa, Bank Pasar,

Lumbung Desa dan Bank Pegawai menjadi Bank Perkreditan Rakyat

(BPR).

Adapun pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai

berikut.

a. Bank Umum

Bank umum adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan

adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang

ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh

wilayah. Bank Umum sering disebut Bank Komersil (commercial bank).

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan

kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang

dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


18

Artinya di sini kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan

kegitatan Bank Umum.

2) Dilihat dari Segi Kepemilikannya

Jenis Bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Bank milik pemerintah

Di mana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh

pemerintah sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah

pula.

b. Bank milik swasta nasional

Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta

nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula

pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula.

c. Bank milik koperasi

Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang

berbadan hukum koperasi.

d. Bank milik asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri,

baik milik swasta asing ataupun pemerintah asing. Jelas kepemilikannya

pun dimiliki oleh pihak luar negeri.

e. Bank milik campuran

Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan

pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang

oleh warga negara Indonesia.

3) Dilihat dari Segi Status


19

Dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat, maka

bank umum dapat dibagi ke dalam dua macam. Pembagian jenis ini disebut

juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut.

Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank

dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal, maupun

kualitas pelayanannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh status tersebut

diperlukan penilaian-penilaian dengan kriteria tertentu.

Status bank yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Bank devisa

Merupakan bank yang dapat melakukan transaksi ke luar negeri

atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan.

b. Bank non devisa

Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan

transaksi sebagai bank devisa sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi

seperti halnya bank devisa.

4) Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga

Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan

harga, baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok ,

yaitu:

a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional (Barat)

Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah

bank yang berorientasi pada prinsip konvensional.

b. Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah (Islam)


20

Bank berdasarkan Prinsip Syariah belum lama berkembang di

Indonesia tetapi diluar negeri terutama di negara-negara Timur Tengah

seperti Mesir atau di Pakistan bank yang berdasarkan Prinsip Syariah sudah

berkembang pesat sejak lama.

3. Kegiatan-Kegiatan Bank

1) Kegiatan-Kegiatan Bank Umum

a. Menghimpun dana dari masyarakat (Funding) dalam bentuk :

a) Simpanan Giro (Demand Deposit)

b) Simpanan Tabungan (Saving Deposit)

c) Simpanan Deposito (Time Deposite)

b. Menyalurkan dana ke masyarakat (Lending) dalam bentuk :

a) Kredit Investasi

b) Kredit Modal Kerja

c) Kredit Perdagangan

c. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (Services) seperti :

a) Transfer (Kiriman Uang)

b) Inkaso (Collection)

c) Kliring (Clearing)

d) Safe Deposit Box

e) Bank Card

f) Bank Notes (Valas)

g) Bank Garansi

h) Referensi Bank

i) Bank Draft
21

j) Letter of Credit (L/C)

k) Cek Wisata (Travellers Cheque)

l) Jual beli surat-surat berharga

m) Menerima setoran-setoran seperti pembayaran pajak,

telepone, air, listrik dan uang kuliah

n) Melayani pembayaran seperti Gaji, Pensiun atau

honorarium, pembayaran deviden, pembayaran kupon, pembayaran

bonus atau hadiah

o) Di dalam pasar modal perbankan dapat memberikan atau

menjadi penjamin emisi (underwriter), penjamin (guarantor), wali

alamat (trustee), perantara perdagangan efek (pialang/broker),

pedagang efek (dealer), perusahaan pengelola dana (investment

company) dan jasa-jasa lainnya.

2) Kegiatan-Kegiatan Bank Perkreditan Rakyat

a. Menghimpun dana dalam bentuk :

a) Simpanan Tabungan

b) Simpanan Deposito

b. Menyalurkan dana dalam bentuk :

a) Kredit Investasi

b) Kredit Modal Kerja

c) Kredit Perdagangan

c. Larangan-larangan bagi Bank Perkreditan Rakyat adalah sebagai

berikut :

a) Menerima Simpanan Giro


22

b) Mengikuti Kliring

c) Melakukan Kegiatan Valuta Asing

d) Melakukan Kegiatan Perasuransian

3) Kegiatan-Kegiatan Bank Campuran dan Bank Asing

Kegiatan bank umum campuran dan bank asing di Indonesia

dewasa ini adalah sebagai berikut.

a. Dalam mencari dana bank asing dan bank campuran dilarang

menerima simpanan dalam bentuk simpanan tabungan.

b. Kredit yang diberikan lebih diarahkan ke bidang-bidang tertentu

seperti :

a) Perdagangan Internasional

b) Bidang Industri dan Produksi

c) Penanaman Modal Asing/Campuran

d) Kredit yang tidak dapat dipenuhi oleh bank swasta nasional

c. Untuk jasa-jasa bank lainnya juga dapat dilakukan oleh bank umum

campuran dan bank asing sebagaimana layaknya bank umum yang ada di

Indonesia seperti berikut ini.

a) Jasa Transfer

b) Jasa Kliring

c) Jasa Inkaso

d) Jasa Jual Beli Valuta Asing

e) Jasa Bank Card

f) Jasa Bank Draft

g) Jasa Safe Deposit Box


23

h) Jasa Pembukaan dan Pembayaran L/C

i) Jasa Bank Garansi

j) Jasa Referensi Bank

k) Jasa Jual Beli Travellers Cheque

l) Dan Jasa Bank Umum Lainnya

4. Sumber-Sumber Dana Bank

Yang dimaksud dengan sumber-sumber dana bank adalah usaha

bank dalam menghimpun dana untuk membiayai operasinya. Hal ini sesuai

dengan fungsinya bahwa bank adalah lembaga keuangan dimana kegiatan

sehari-harinya adalah dalam bidang jual beli uang.

Adapun sumber-sumber dana bank tersebut adalah sebagai berikut.

1) Dana yang bersumber dari bank itu sendiri

Sumber dana ini merupakan sumber dana dari modal sendiri. Modal

sendiri maksudnya adalah modal setoran dari para pemegang sahamnya.

Apabila saham dalam portepel belum habis terjual, sedangkan kebutuhan

dana masih perlu, maka pencahariannya dapat dilakukan dengan menjual

saham kepada pemegang saham lama. Akan tetapi jika tujuan perusahaan

untuk melakukan ekspansi, maka perusahaan dapat mengeluarkan saham

baru dan menjual saham baru tersebut di pasar modal. Disamping itu pihak

perbankan dapat pula menggunakan cadangan-cadangan laba yang belum

digunakan.

Secara garis besar dapat disimpulkan pencarian dana sendiri terdiri dari:

a. Setoran modal dari pemegang saham


24

b. Cadangan-cadangan bank, maksudnya adalah cadangan- cadangan

laba pada tahun lalu yang tidak dibagi kepada para pemegang sahamnya.

Cadangan ini sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang

akan datang.

c. Laba bank yang belum dibagi, merupakan laba yang memang

belum dibagikan pada tahun yang bersangkutan sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai modal untuk sementara waktu, Keuntungan dari

sumber dana sendiri adalah tidak perlu membayar bunga yang relatif lebih

besar daripada jika meminjam ke lembaga lain.

2) Dana yang berasal dari masyarakat luas

Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan

operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu

membiayai operasinya dari sumber dana ini. Pencaharian dana dari sumber

ini relative paling mudah jika dibandingkan dengan sumber lainnya dan

pencarian dana dari sumber dana ini paling dominan, asalkan bank dapat

memberikan bunga dan fasilitas menarik lainnya. Akan tetapi pencarian

sumber dana dari sumber ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dari dana

sendiri. Adapun sumber dana dari masyarakat luas dapat dilakukan dalam

bentuk simpanan giro, simpanan tabungan, dan simpanan deposito. Dimana

simpanan giro merupakan dana murah bagi bank karena bunga atau balas

jasa yang dibayar paling murah jika dibandingkan simpanan tabungan dan

simpanan deposito.

3) Dana yang bersumber dari lembaga lainnya


25

Sumber dana yang ketiga ini merupakan tambahan jika bank

mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana pertamadan kedua di

atas, pencarian dari sumber dana ini relatif labih mahal dan sifatnya hanya

semntara waktu saja. Kemudian dana yang diperoleh dari sumber ini

digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu.

Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari:

a. Kredit likuiditas dari Bank Indonesia, merupakan kredit yang

diberikan bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan

likuiditasnya. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan

sektor-sektor tertentu.

b. Pinjaman antar bank (call money) biasanya pinjaman ini diberikan

kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring.

Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relatif tinggi.

c. Pinjaman dari bank-bank luar negeri. Merupakan pinjaman yang

diperoleh oleh perbankkan dari pihak luar negeri

d. Surat berharga pasar uang (SBPU). Dalam hal ini pihak perbankan

menerbitkan SBPU kemudian diperjualkan kepada pihak yang berminat,

baik perusahaan keuangan maupun non keuangan.

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

1. Penelitian dari Astuti, dkk (2017) meneliti tentang Pengaruh Ukuran

Perusahaan Dan Leverage Terhadap Manajemen Laba. Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah Manajemen Laba. Variabel Independennya

terdiri dari, ukuran perusahaan dan leverage. Teknik analisis data yang

digunakan adalah statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan regresi linier
26

berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan untuk

varībel laverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

2. Penelitian Kusumawardana & Haryanto (2019) meneliti tentang analisis

pengaruh ukuran perusahaan, laverage, kepemilikan institusional, dan

kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba. Variabel Dependen

dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Variabel Independen yang

digunakan terdiri dari ukuran perusahaan, laverage, kepemilikan

institusional dan kepemilikan manajerial. Teknik analisis data yang

digunakan adalah analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen

laba sedangkan untuk variabel leverage, kepemilikan institusional dan

kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

3. Penelitian dari Kibtiah & Cusyana (2020) meneliti tentang pengaruh

capital adequacy ratio, kepemilikan asing dan non performing loan

terhadap manajemen laba bank. Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah manajemen laba dan variabel independen yang digunakan adalah

capital adequacy ratio (CAR), kepemilikan asing dan non performing

loan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa capital

adequacy ratio, kepemilikan asing dan NPL secara bersama-sama

berpengaruh terhadap manajemen laba.


27

4. Penelitian dari Karmilah dan Prastyani (2020) meneliti tentang pengaruh

asimetri informasi, capital adequacy ratio, kepemilikan asing dan non

performing loan terhadap manajemen laba. Variabel dalam penelitian ini

adalah manajemen laba sebagai variabel dependen, pengaruh asimetri

informasi, capital adequacy ratio, kepemilikan asing dan non performing

loan sebagai variabel independen. Teknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian

menunjukan bahwa Asimetri informasi, Capital Adequacy Ratio,

Kepemilikan Asing dan Non perfoming Loan tidak berpengaruh signifikan

terhadap manajemen laba.

5. Penelitian dari Jumiyanti, dkk. (2021) meneliti tentang pengaruh

kepemilikan institusional, profitabilitas, dan ukuran perusahaan terhadap

manajemen laba. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

manajemen laba. Kepemilikan institusional, profitabilitas, dan ukuran

perusahaan sebagai variabel independen. Teknik analisis data yang

digunakan adalah analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukan

bahwa kepemilikan institusional, profitabilitas dan ukuran perusahaan

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

6. Penelitian dari Felicia & Sutrisno (2020) meneliti tentang pengaruh

karakteristik perusahaan, struktur kepemilikan dan kualitas audit terhadap

manajemen laba. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

Manajemen Laba. Variabel independen yang digunakan terdiri dari

karakteristik perusahaan, struktur kepemilikan, dan kualitas audit. Teknik


28

analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif. Hasil

penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan perusahaan dan kinerja

perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba, sedangkan

variabel ukuran perusahaan, umur perusahaan, kualitas audit, ukuran

dewan komisaris, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional tidak

memiliki pengaruh terhadap manajemen laba.

7. Penelitian dari Sucipto & Zulfa (2021) meneliti tentang pengaruh good

corporate governance, financial distress dan ukuran perusahaan terhadap

manajemen laba. Manajemen laba sebagai variabel dependen dalam

penelitian ini. Dalam penelitian ini, good corporate governance, financial

distress dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen. Teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan

regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa Good

Corporate Governance, Financial Distress dan ukuran perusahaan tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel manajemen laba.


BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan pembahasan mengenai tinjauan pustaka, penelitian ini

dilakukan untuk menguji pengaruh risiko bisnis, kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional, ukuran bank dan CAR terhadap manajemen laba.

Manajemen laba (earning managements) perbuatan ini dikategorikan sebagai

kecurangan karena secara sadar dilakukan manajer perusahaan agar stakeholder

yang ingin mengetahui kondisi ekonomis perusahaan tertipu karena memperoleh

informasi palsu. Apalagi perbuatan ini dilakukan manajer dengan memanfaatkan

kelemahan pihak lain yang tidak mempunyai sumber dan akses yang memadai

untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan. Selain itu perbuatan ini

sebenarnya juga merupakan upaya manajer untuk memaksimalkan kesejahteraan

dan kepentingan pribadi. Akibatnya, stakeholder kehilangan kesempatan untuk

memperoleh return dari hubungan ekonomi yang dijalinnya dengan perusahaan

bersangkutan (Sulistyanto, 2018).

Risiko bisnis pada Bank yakni risiko kredit. Resiko kredit bank disebut

dengan Non perforrming loan (NPL). Non perforrming loan (NPL) adalah rasio

antara jumlah total kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet

terhada total kredit. Meskipun risiko kredit menjadi masalah serius yang dapat

terjadi pada bank, pemberian kredit saat ini tetap menjadi bisnis utama yang masih

sangat diminati oleh industri perbankan di berbagai negara (Kibtiah & Cusyana,

2020). NPL sangat erat kaitannya dengan manajemen laba. NPL menunjukkan

bahwa manajemen bank mampu mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh

29
30

bank.Risiko kredit merupakan risiko yang dominan dalam aktivitas perusahaan

perbankan, sehingga memiliki signifikansi yang tinggi dalam penilaian risk profile.

Apabila kondisi NPL dalam perusahaan perbankan tinggi, maka akan mem-

perbesar biaya, baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya,

sehingga ber-potensi terhadap kerugian bank. Bank cenderung melakukan praktik

manajemen laba dengan carameningkatkan laba jika diperoleh laba yang lebih

rendah dari yang diinginkan. (Karmilah & Prastyani, 2020).

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan

atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak

(UU No.10 tahun 1988 tentang perbankan). Pihak yang terkait langsung dengan

pencatatan laporan keuangan adalah manager (Abdurrahman, Ahmad Rodoni,

2018). Manajer memegang peranan penting karena memegang kendali pelaporan

keuangan dan kemajuan kinerja suatu perusahaan. (S Sugiyanto, S Sudarwan,

2016). Kemampuan perusahaan dapat dinilai dari kemampuan perusahaan dalam

memaksimalkan atau mencapai labanya. Informasi mengenai laba inilah yang

sering menjadi terget rekayasa tindakan oportunis manajemen untuk

memaksimalkan kepentingannya. Manajer atau manajemen akan menunjukan

kinerja yang baik dalam menghasilkan keuntungan atau nilai maksimal bagi

perusahaan dengan menerapkan metode akuntansi yang dapat memberi informasi

laba yang lebih baik (Karmilah, Prastyani, 2020).

Struktur kepemilikan bank dibagi menjadi dua yaitu kepemilikan

manajerial dan kepemilikan institusional. Kepemilikan manajerial adalah saham

yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi maupun saham yang dimiliki oleh
31

anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya. Kaitannya dengan

Manajemen Laba yakni tingkat kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga

dapat berdampak buruk dalam perusahaan. Dengan kepemilikan manajerial yang

tinggi, manajer mempunyai hak voting yang tinggi sehingga manajer mempunyai

posisi yang kuat untuk mengendalikan perusahaan, hal ini dapat menimbulkan

masalah perusahaa yakni adanya kesulitan bagi pemegang saham eksternal untuk

mengendalikan tindakan manajer (Kusumawardana & Haryanto, 2019).

Jensen and meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional

memiliki peranan yang penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang

terjadi diantara pemegang saham dengan manajer. Dengan memonitoring setiap

keputusan yang diambil oleh pihak manajemen selaku pengelola perusahaan,

keberadaan investor institusional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan

kinerja manajemen. Semakin menyebarnya kepemilikan institusional, maka akan

mengakibatkan kurang efektifnya monitoring dan kontrol terhadap perusahaan

serta kinerja manajer sehingga terjadilah masalah keagenan. Hal ini

mengakibatkan manajer melakukan manajer melakukan tindak manajemen laba

demi menguntungkan dirinya sendiri (Kusumawardana & Haryanto, 2019).

Ukuran bank bisa menjadi indikator yang dipakai investor untuk menilai

aset maupun kinerjanya, Semakin besar jumlah asetnya, besar penjualannya, serta

mempunyai pangsa pasar yang banyak bisa dikatakan ukuran perusahaannya juga

akan semakin besar. Di dalam asset yang besar ada modal besar di dalamnya,

semakin besar tingkat penjualan berarti bahwa perputaran uangnya pun semakin

besar sehingga kapitalisasi perusahaan bertambah menjadi besar (Sulistyanto,

2018). Semakin besar ukuran perusahaan maka akan semakin besar pula
32

kemungkinan manajer untuk melakukan manajemen laba. Semakin besar ukuran

perusahaan, maka semakin kecil manipulasi laba yang dilakukan manajemen

perusahaan. Karena perusahaannya semakin besar, maka semakin ketat

pengawasan terhadap pihak internal perusahaan. Sehingga dapat meminimalisir

tindakan manajemen perusahaan dalam melakukan kecurangan mengenai

informasi laba (Kusumawardana & Haryanto, 2019).

Penurunan nilai CAR suatu bank akan menyebabkan manajer memiliki

inisiatif untuk melakukan manajemen laba. Manajemen laba dilakukan manajer

agar nilai CAR meningkat sehingga penilaian masyarakat dan investor terhadap

bank tersebut juga meningkat. Manajemen laba dilakukan oleh bank yang

mengalami penurunan nilai CAR sebagai salah satu indikator kinerja keuangan

bank (Karmilah & Prastyani, 2020).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dan telaah pustaka,

maka variabel yang terkait dalam penelitian ini dapat dirumuskan melalui suatu

kerangka berpikir dan model penelitian sebagai berikut :


33

Gambar 3.1
Pengaruh Pengaruh Risiko Bisnis, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Ukuran Perusahaan dan CAR Terhadap Manajemen Laba
Pada Sektor Perbankan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode
2018-2020

Fenomena dan Research GAP

Apakah Risiko Bisnis, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan


Institusional, Ukuran Perusahaan dan CAR berpengaruh terhadap
Manajemen Laba?
1. Agency H1 : Risiko Bisnis Kajian peneliti
Theory berpengaruh positif terhadap sebelumnya :
Manajemen Laba 1.Mayadi (2017)
H2 : Kepemilikan 2.Kusumawardana
Manajerial berpengaruh & Haryanto
positif terhadap Manajemen (2019)
Laba 3.Kibtiah &
H3 : Kepemilikan Cusyana (2020)
Institusional berpengaruh 4.Karmilah &
positif terhadap Manajemen Prastyani (2020)
Laba 5.Jumiyanti, dkk.
H4 : Ukuran Perusahaan (2021)
berpengaruh positif terhadap 6.Felicia & Sutrisno
Manajemen Laba (2020)
H5 : Capital Adequacy 7.Sucipto & Zulfa
Ratio berpengaruh positif (2021)
terhadap Manajemen Laba

Teknik Analisis Data : Regresi Linier Berganda

Pembahasan

Kesimpulan, Keterbatasan, Saran


Sumber : Hasil pemikiran peneliti (2022)
34

Gambar 3.2
Pengaruh Pengaruh Risiko Bisnis, Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan dan CAR Terhadap
Manajemen Laba Pada Sektor Perbankan yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia Periode 2018-2020

Risiko Bisnis

Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan Institusional Manajemen Laba


Bank

Ukuran Perusahaan

CAR

Sumber : Hasil pemikiran peneliti (2022)

3.2 Hipotesis

3.2.1 Pengaruh Resiko Bisnis Terhadap Manajemen Laba Bank

Rasio Non Performing Loan (NPL) digunakan untuk mengukur risiko

kredit yang dihadapi bank. NPL menunjukkan bahwa manajemen bank mampu

mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Risiko kredit merupakan

risiko yang dominan dalam aktivitas perusahaan perbankan, sehingga memiliki

signifikansi yang tinggi dalam penilaian risk profile. Apabila kondisi NPL dalam

perusahaan perbankan tinggi, maka akan memperbesar biaya, baik biaya

pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap

kerugian bank. Bank cenderung melakukan praktik manajemen laba dengan cara
35

meningkatkan laba apabila laba yang diperoleh lebih rendah dari yang diinginkan.

Penilaian atas risk profile juga dapat semakin memotivasi manajer melakukan

manajemen laba (Karmilah & Prastyani, 2020). Karmilah dan Prastyani (2020)

menemukan bahwa, Non Perfoming Loan berpengaruh signifikan Positif terhadap

Manajamen Laba. Kibtiah dan Cusyana (2020) menemukan bahwa, Non

Perfoming Loan berpengaruh secara signifikan terhadap Manajemen Laba.

H1 = Risiko Bisnis berpengaruh terhadap manajemen laba bank.

3.2.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Manajemen Laba Bank

Kepemilikan manajerial merupakan jumlah saham biasa yang dimiliki oleh

dewan komisaris dan direksi (Panjaitan & Muslih 2019). Dalam penelitian

Panjaitan dan Muslih (2019), berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh

Suryanawa (2017) menjelaskan bahwa dengan meningkatkan kepemilikan

manajerial maka perusahaan akan dapat mengurangi tindakan opportunistic

manajemen. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa dengan

meningkatkannya kepemilikan manajerial pada sebuah perusahaan maka akan

dapat mengatasi konflik kepentingan atau benturan kepentingan antara agent dan

principal dalam perusahaan. Perusahaan yang mengadakan kepemilikan manajerial

bertujuan untuk mengurangi adanya konflik kepentingan, meningkatkan

pengawasan terhadap aktivitas perusahaan, mengurangi risiko-risiko dalam

perusahaan dan agar kebijakan yang dibuat tidak menguntungkan beberapa pihak

saja namun bisa diselaraskan bagi seluruh kepentingan di dalam perusahaan

(Panjaitan & Muslih 2019). Panjaitan dan Muslih (2019) menemukan bahwa,

kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.


36

Astuti, dkk (2017) menemukan bahwa, kepemilikan manajerial berpengaruh

negatif signifikan terhadap manajemen laba.

H2 = Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba bank.

3.2.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba

Bank

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham yang dimiliki

oleh institusi atau lembaga tertentu seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan

investasi, dan kepemilikan institusi lainnya (Arifin dan Destriana 2016). Adanya

investor institusional dianggap mampu untuk menjadi mekanisme monitoring yang

efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajemen. Hal ini terjadi

karena investor institusional terlibat secara langsung dalam pengambilan

keputusan yang strategis, sehingga investor tidak mudah percaya terhadap

tindakan manipulasi laba. Semakin banyaknya kepemilikan institusi maka

manajemen akan bertindak lebih waspada dalam melaporkan labanya. (Felicia &

Sutrisno, 2020).

H3 = Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba bank.

3.2.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba Bank

Bank dengan ukuran yang besar ditandai dengan besarnya aset yang

dimiliki, semakin besar bank semakin banyak informasi yang dimiliki manajemen

bank terhadap prospek masa depan bank. Kemampuan perusahaan besar lebih

mampu dalam mencari dan mengembangkan ekspansi bisnis melalui pemodalan

yang diterima melalui perbankan ataupun pasar modal. Dimana perusahaan besar

akan lebih memberikan ketertarikan bagi para kreditor, investor maupun


37

pemerintah. Perusahaan yang sudah stabil dan besar akan berusaha

mempertahankan dan meningkatkan performa perusahaan dan meningkatkan

kepercayaan terhadap pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan.

Perusahaan besar cenderung tidak melakukan manajemen laba, dikarenakan untuk

menjaga kepercayaan para pemegang saham dan investor (Panjaitan & Muslih,

2019).

Dari beberapa penjelasan ukuran perusahaan dan indikator pengukurannya,

dapat disimpulkan bahwa indikator yang dapat digunakan sebagai pengukur

apakah perusahaan tergolong besar atau tidak adalah total.

H4 = Ukuran bank berpengaruh terhadap manajemen laba bank.

3.2.3 Pengaruh CAR Terhadap Manajemen Laba Bank

CAR adalah indikator terhadap kekuatan bank untuk menutupi turunnya

aktiva sebagai akibat dari kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva berisiko.

Semakin tinggi CAR semakin baik pula kondisi sebuah bank. Berdasarkan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/6/PBI/2017, bank dinyatakan sehat apabila

memiliki CAR minimum 14 %. CAR dipilih karena variabel tersebut menempati

persentase yang tertinggi dalam kriteria penilaian bank oleh Biro Riset Infobank

yaitu sebesar 20,00%. CAR merupakan hal yang mesti dipertahankan jika bank

tersebut ingin mendapat kehormatan sebagai bank yang berkinerja sangat bagus

(Kibtiah & Cusyana, 2020). Penilaian CAR dengan menggunakan laporan

keuangan yang menyebabkan manajer memiliki inisiatif untuk melakukan

manajemen laba supaya perusahaan mereka dapat memenuhi kriteria yang

disyaratkan oleh BI (Karmilah & Prastyani, 2020).

H5 = CAR berpengaruh terhadap manajemen laba bank.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian

Lokasi atau ruang lingkup wilayah penelitian dalam penelitian ini adalah

laporan keuangan pada sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) yang di dapat dari situs www.idx.com .

4.2. Obyek Penelitian

Obyek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Laporan

Keuangan Tahunan pada sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) periode 2018-2020.

4.3 Identifikasi Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat

atau variabel dependen, dan variabel bebas atau variabel independen. Adapun yang

dimaksud dengan variabel-variabel tersebut adalah :

4.3.1 Variabel Dependen

Variabel terikat atau dependen variabel adalah variabel yang dipengaruhi

atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah manajemen laba (Y).

4.3.2 Variabel Independen

Variabel bebas atau independen variabel adalah variabel yang

mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat.

Variabel bebas dalam penelitian ini antara lain : risiko bisnis (X 1), kepemilikan

38
39

manajerial (X2), kepemilikan institusional (X3), ukuran perusahaan (X4), dan CAR

(X5).

4.4 Definisi Operasional Variabel

Menurut Sugiyono (2019) definisi operasional variabel yakni segala

sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

sehingga diperoleh infiormasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya. Adapun definisi operasional variabel dari penelitian ini sebagai

berikut:

4.4.1 Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel dipengaruhi atau menjadi akibat

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2019). Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah manajemen laba. Manajemen laba adalah suatu kondisi

dimana manajemen melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan

keuangan bagi pihak eksternal sehingga meratakan, menaikkan, dan menurunkan

pelaporan laba. Pengukuran manajemen laba menggunakan akrual diskresioner

atau discretionary accrual (DAC). Dalam penelitian ini discretionary accrual

digunakan sebagai proksi karena merupakan komponen yang dapat dimanipulasi

oleh manajer seperti penjualan kredit. Jones Model (JM) mengasumsikan bahwa

akrual nondiskresioner bersifat tetap dari satu periode ke periode lainnya sehingga

perubahan akrual (perbedaan akrual tahun ini dengan tahun lalu) yang terjadi

disebabkan karena adanya perubahan akrual diskresioner. Perubahan akrual dapat

disebabkan karena adanya pertimbangan (diskresi) dari pihak manajemen, dalam

hal ini permainan kebijakan akuntansi. Dengan begitu, jika terjadi perubahan yang

berlebihan dan pada saat yang bersamaan manajer memiliki motivasi untuk
40

melakukan manipulasi akuntansi, perubahan akrual yang terjadi dapat dipandang

sebagai manipulasi akuntansi. Untuk mengukur DAC, terlebih dahulu akan

mengukur total akrual. Total akrual diklasifikasikan menjadi komponen

discretionary dan nondiscretionary (Sulistiawan, dkk. 2011:71), dengan tahapan:

1. Menentukan nilai total akrual (TA) dengan formulasi :


TAit = NIit - CFOit .................................................................. (1)
2. Menentukan nilai parameter α1, α2, dan α3 dengan formulasi :
TAit = α1 + α2 ∆Revit + α3 PPeit + ɛit.................................................. (2)
Lalu, untuk menskala data, semua variabel tersebut dibagi
dengan aset tahun sebelumnya (Ait-1) sehingga formulasinya
berubah menjadi :
TAit/Ait-1 = α1 (1/ Ait-1) + α2 (∆Revit/ Ait-1) + α3 (PPeit/ Ait-1) + ɛit (3)
3. Menghitung nilai akrual nondiskresioner (NDA) dengan formulasi :
NDAit/Ait-1 = α1 (1/ Ait-1) + α2 (∆Revit/ Ait-1) + α3 (PPeit/ Ait-1) ..... (4)
4. Menentukan nilai discretionary accrual atau akrual diskresioner yang
merupakan indikator manajemen laba akrual dengan cara mengurangi
total akrual dengan akrual nondiskresioner, dengan formulasi :
DAit = TAit - NDAit ........................................................................ (5)
Keterangan :
TAit = Total akrual perusahaan i dalam periode t
NIit = Laba bersih perusahaan i pada periode t
CFOit = Arus kas operasi perusahaan i pada periode t
NDAit = Akrual nondiskresioner perusahaan i pada periode t
DAit = Akrual diskresioner perusahaan i pada periode t
Ait-1 = Total aset perusahaan i pada periode t-1
∆Revit = Perubahan penjualan bersih perusahaan i pada periode t
PPeit = Property, plant, and equipment perusahaan i pada periode t
α1, α2, α3= Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi
ɛit = Error term perusahaan i pada periode t
Sulistiawan, dkk (2011)
4.4.2 Variabel Independen

1. Resiko Bisnis
41

Rasio Non Performing Loan (NPL) digunakan untuk mengukur

risiko kredit yang dihadapi bank. Non perforrming loan (NPL) adalah rasio

antara jumlah total kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan

macet terhadap total kredit. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia nomor

17/11/pbi/2015 pasal 17A, bank dikenakan pengurangan jasa giro apabila

rasio NPL kredit secara bruto lebih dari atau sama dengan 5%. Maka rasio

NPL bank yakni 5%, apabila bank memiliki rasio NPL diatas 5% maka

dinyatakan tidak sehat (Kibtiah & Cusyana, 2020). Rasio NPL diukur

dengan perhitungan berikut :


𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 ,𝑑𝑖𝑟𝑎𝑔𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑐𝑒𝑡
NPL= …..(6)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡

2. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial merupakan besaran proporsi saham biasa

yang dimiliki oleh dewan komisaris dan direksi. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan oleh Suryanawa (2017), meningkatnya kepemilikan

manajerial dapat mengurangi tindakan opportunistic manajemen di dalam

perusahaan. Dengan meningkatkan kepemilikan manajerial dalam

perusahaan maka akan dapat mengurangi tindakan opportunistic

manajemen (Suryanawa, 2017). Dalam penelitian ini, kepemilikan

manajerial dapat diukur dengan perhitungan berikut :

𝐾𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑚𝑎𝑛𝑎𝑗𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙


KM = .......................................................... (7)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚

3. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham dalam

suatu perusahaan yang dimiliki oleh lembaga atau insitusi seperti bank,
42

perusahaan asuransi serta institusi lainnya (Felicia & Sutrisno, 2020).

Kepemilikan institusional diukur dengan skala rasio melalui jumlah saham

yang dimiliki oleh investor institusional dibandingkan dengan total saham

perusahaan (Felicia & Sutrisno, 2020).

𝐾𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑖𝑛𝑠𝑡𝑖𝑡𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙


KI = .......................................................... (8)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚

4. Ukuran Perusahaan

Perusahaan diklasifikasikan besar dan kecilnya dengan

memperhatikan rata-rata penjualan, rata-rata aktiva, jumlah penjualan dan

total aktiva. Besar kecilnya ukuran perusahaan dapat menggambarkan

kemampuan perusahaan dalam mengembangkan ekspansi bisnis melalui

pemodalan yang diterima melalui perbankan ataupun pasar modal

(Panjaitan & Muslih, 2020). Dalam penelitian ini. ukuran perusahaan

diukur dengan menggunakan rumus berikut :

SIZE = Ln Total Aset ................................................................................ (9)

5. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Rasio ini digunakan untuk mengukur proporsi modal sendiri

dibandingkan dengan dana luar di dalam pembiayaan kegiatan usaha

perbankan. Modal yang dimaksud adalah modal disetor maupun dana

setoran modal, cadangan umum, cadangan lainnya, sisa laba tahun lalu,

laba tahun berjalan. CAR ini penting karena merupakan landasan bank

untuk mengembangkan kegiatan usahanya (Karmilah & Prastyani, 2020).

Penurunan nilai CAR suatu bank akan menyebabkan manajer

memiliki inisiatif untuk melakukan manajemen laba. Manajemen laba


43

dilakukan manajer agar niai CAR meningkat sehingga penilaian para

investor dan masyarakat terhadap bank tersebut juga meningkat (Karmilah

& Prastyani, 2020). Dalam penelitian ini, Capital Asequacy Ratio dapat

dirumuskan sebagai berikut :


𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐵𝑎𝑛𝑘
CAR = x 100 % ..................................................................... (10)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑇𝑀𝑅

4.5 Jenis dan Sumber Data

4.5.1 Jenis Data

Berdasarkan jenisnya, data dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai

berikut:

1. Data Kuantitatif

Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau data

kualitatif yang diangkakan/scoring (Sugiyono, 2019:9). Data kuantitatif

yang digunakan dalam penelitian ini adalah angka-angka dalam laporan

keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI).

2. Data Kualitatif

Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, narasi,

gerak tubuh, ekspresi wajah, bagan, gambar dan foto (Sugiyono, 2019:9).

Data kualitatif dalam penelitian ini adalah profil perusahaan, sejarah

perkembangan perusahaan, visi dan misi serta daftar perusahaan perbankan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

4.5.2 Sumber Data


44

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder adalah sumber data penelitian yang tidak langsung atau dari

dokumentasi (Sugiyono, 2019:9). Data sekunder dalam penelitian ini adalah

laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI).

4.6 Populasi dan Sampel

4.6.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2019:126).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2018 sampai dengan 2020.

Jumlah populasi perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

selama periode penelitian adalah sejumlah 46 perusahaan.

4.6.2 Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2019:127). Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia per 31 Desember 2018-2020. Teknik penentuan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik Purposive sampling. Purposive sampling adalah

teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2019).

Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut


45

1. Perusahaan pada sektor perbankan yang terdaftar di BEI untuk periode

2018-2020

2. Perusahaan perbankan yang menerbitkan laporan keuangan untuk periode

2018-2020.

3. Perusahaan yang telah menyajikan data yang berkaitan dengan variabel-

variabel yang akan diteliti pada penelitian ini selama periode 2014-2018.

4.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode dokumentasi yang merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang

dapat berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari peneliti

(Sugiyono, 2019:137). Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari teknik

dokumentasi berupa data laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia (BEI).

4.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi

linier berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui atau memperoleh

gambaran mengenai pengaruh resiko bisnis, kepemilikan manajerial, kepemilikan

institusional, ukuran bank dan CAR terhadap manajemen laba pada sektor

perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2018-2020.

4.8.1 Statistik Deskriptif

Sugiyono (2019:35) mendefinisikan analisis statistik deskriptif adalah

analisis yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan variabel mandiri baik hanya
46

pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri atau variabel bebas)

tanpa membuat perbandingan variabel itu sendiri dan mencari hubungan dengan

variabel lain. Analisis deskriptif ditunjukkan untuk menggambarkan dan

mendeskripsikan data dari variabel independen berupa Bauran Pemasaran. Analisis

statistik deskriptif merupakan teknik analisa data untuk menjelaskan data secara

umum atau generalisasi, dengan menghitung nilai minimum, nilai maksimum, nilai

rata-rata (mean), dan standar deviasi (standard deviation) (Sugiyono, 2019:147).

4.8.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi sebagai

syarat dalam melakukan analisis regresi linier berganda. Uji Asumsi klasik yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan dalam analisis linier berganda bertujuan

untuk menguji apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan

periode sebelumnya (t-1). Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time

series (runtut waktu) dan tidak perlu dilakukan pada data cross section

seperti pada kuisioner dimana pengukuran semua variabel dilakukan secara

serempak pada saat yang bersamaan. Model regresi pada penelitian di

Bursa Efek Indonesia dimana periodenya lebih dari satu tahun biasanya

memerlukan uji autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat

dilakukan uji statistic melalui uji Durbin-Witson (DW test) (Ghozali,

2016:104).
47

2. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal

(Ghozali, 2012:160).Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi

residual yang normal. Apabila model regresi tersebut tidak normal maka

akan memberikan hasil yang menyimpang. Untuk menguji normalitas data

digunakan uji Kolmogrov-Smirnov dengan menggunakan taraf signifikansi

5%. Kriteria yang digunakan dalam tes ini adalah dengan membandingkan

antara tingkat signifikansi yang didapat dengan tingkat alpha yang

digunakan, dimana data tersebut dikatakan berdistribusi normal apabila

nilai signifikan > alpha 5% (Ghozali, 2016:115).

3. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan dalam regresi linier berganda

bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara

variabel-variabel bebas yang ada pada regresi linier. Jika terdapat korelasi

antara variabel-variabel bebas, maka hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat akan terganggu. Alat statistik yang digunakan dalam uji

multikolinearitas adalah tolerance value atau variance inflation factor

(VIF). Ghozali (2016:116) menyatakan jika nilai tolerance dibawah 1 dan

nilai variance inflation factor (VIF) tidak lebih dari 10 maka model

terbebas dari multikolinearitas.

4. Uji Heteroskedastisitas
48

Uji heteroskedastisitas digunakan dalam regresi linier berganda

dengan tujuan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari

residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi

syarat apabila terdapat kesamaan varians dari residual satu ke pengamatan

yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Deteksi heteroskedastisitas

dapat dilakukan dengan uji Glejser (Ghozali, 2016:116), yaitu dengan cara

meregresi nilai absolut residual dari model yang diestimasi terhadap

variabel independen.

4.8.3 Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda (multiple linear regression) untuk menguji

hipotesis yang ada yaitu untuk melihat pengaruh variable resiko bisnis,

kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran bank, dan capital

adequacy ratio (CAR) terhadap manajemen laba perbankan, maka ditentukanlah

bentuk model persamaan analisis regresi linier berganda sebagai berikut:

DA = 𝛼 + 𝛽1(𝑁𝑃𝐿) + 𝛽2(𝐾𝑀) + 𝛽3(𝐾𝐼) + 𝛽4(𝑆𝐼𝑍𝐸) + 𝛽5(𝐶𝐴𝑅)+ e….(11)

Keterangan :

DA : Discretionary Accruals

α : Konstanta

β : Koefisien Regresi

NPL : Non Performing Loan

KM : Kepemilikan Manajerial

KI : Kepemilikan Institusional

SIZE : Ukuran Perusahaan

CAR : Capital Adequacy Ratio


49

e : Error Term, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dapat dijelaskan mengenai

koefisien determinasi (R2), uji kelayakan (uji F), dan uji hipotesis (uji t).

1. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk menggambarkan proporsi

total variasi dalam variabel terikat yang diterangkan variabel bebas. Dalam

hasil perhitungan R2 dijabarkan pada output model summary dengan

menggunakan program SPSS. Dari nilai R2 mulai dari nol sampai dengan

1, makin tinggi nilai R2 makin baik model tersebut. Dari nilai R2 dapat

diketahui berapa persen variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel-

variabel bebas, sedangkan sisanya dipengaruhi atau dijelaskan oleh

variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian.

2. Uji Kelayakan Model (Uji F)

Dalam penelitian uji F digunakan untuk mengetahui kelayakan

model regresi linear berganda sebagai alat analisis yang menguji pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil uji F didapat dari nilai

signifikansi pada table annova dengan menggunakan program SPSS.

Apabila nilai signifikansi annova t < α = 0,05 maka dapat disimpulkan

model dalam penelitian ini dikatakan layak.

3. Uji Hipotesis (Uji t)

Pengujian statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh

pengaruh variabel independen secara individual dalam menerangkan

variasi variabel dependen, dengan taraf signifikan 0,05. Ha berpengaruh

apabila sig. t ≤ α = 0,05 dan Ha tidak berpengaruh apabila sig. t > α =0,05
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Perusahaan

5.1.1 Sejarah Bursa Efek Indonesia

Bursa Efek Indonesia adalah salah satu bursa saham yang dapat

memberikan peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam upaya mendukung

pembangunan ekonomi nasional. Bursa Efek Indonesia juga berperan dalam upaya

mengembangkan pemodal lokal yang besar dan solid untuk menciptakan Pasar

Modal Indonesia yang stabil.

Secara historis pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka

yang didirikan oleh Pemerintah Belanda di Indonesia dimulai sejak tahun 1912 di

Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan untuk kepentingan pemerintah kolonial

atau VOC, namun kemudian ditutup karena perang dunia 1 (satu). Meskipun pasar

modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal

tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan

pasar modal tidak berfungsi dan bahkan ditutup karena berbagai faktor.

Pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman, yang

disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia I dan II, perpindahan

kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Indonesia, dan berbagai

kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Pada tahun 1977 Bursa Efek dibuka kembali dan dikembangkan menjadi

bursa modal yang modern dengan menerapkan Jakarta Automoted Trading

Systems (JATS) yang terintegrasi dengan sistem kliring dan penyelesaian, serta

50
51

depositori saham yang dimiliki oleh PT. Kustodian Depositori Efek Indonesia

(KDEI).

Perdagangan surat berharga di mulai di Pasar Modal Indonesia semenjak 3

Juni 1952. Namun, tonggak paling besar terjadi pada 10 Agustus 1977, yang

dikenal sebagai kebangkitan Pasar Modal Indonesia. Setelah Bursa Efek Jakarta

dipisahkan dari Institusi BAPEPAM tahun 1992 dan di swastakan, mulailah pasar

modal mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pasar modal tumbuh pesat pada

periode 1992-1997. Krisis di Asia Tenggara tahun 1977 membuat pasar modal

jatuh. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun ke posisi paling rendah.

Bagaimanapun, masalah pasar modal tidak lepas dari arus investasi yang akan

menentukan perekonomian suatu kawasan, tidak terkecuali Indonesia dari negara-

negara di Asia Tenggara.

5.1.2 Visi dan Misi

1. Visi

Menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia.

2. Misi

Menciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten,

melalui pemberdayaan Anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai

tambah, efisiensi biaya serta penerapan good governance.


52

5.1.3 Struktur Pasar Modal di Indonesia

Gambar 5.1
Struktur Pasar Modal Indonesia

OTORITAS JASA KEUANGAN

Bursa Efek Kliring Penjaminan Efek Kustodian Sentral Efek


Indonesia Indonesia (KPEI) (BEI) Indonesia (KSEI)
(BEI)

Perusahaan Lembaga Profesi Pemodal Emiten


Efek
Penunjang Penunjang • Domestik
• Penjamin • Asing
Emisi • Biro Adm. • Akuntan Perusahaan
• Perantara
Pedagang
Efek • Notaris Publik
Efek • Bank • Penilai
• Manajer Reksadana
Investasi
Kustodian • Konsultan
• Wali Hukum
Amanat
• Pemeringkat
Efek

Sumber : www.pasarinvestasi.com (2022)

5.1.4 Sejarah Perusahaan Perbankan

Kegiatan dan sejarah perbankan telah dimulai sejak zaman Babylonia dan

terus berkembang hingga zaman yunani kuno dan romawi dan kegiatan perbankan

Barat yang dibawa oleh para pedagang Eropa, dan terus berkembang hingga

kegiatan perbankan ini menyebar keseluruh dunia, terutama daerah jajahan eropa.

Pada mulanya kegiatan perbankan dari jasa penukaran uang, sehinggga dalam

sejarah perbankan arti bank dikenal sebagai meja tempat menukarkan uang,
53

dimana kegiatan penukaran uang tersebut sekarang dikenal dengan perdagangan

valuta asing (Money Changer).

Dalam perkembangan selanjutnya kegiatan perbankan berkembang lagi

menjadi tempat penitipan uang, yang kini dikenal dengan kegiatan simpanan

(tabungan). Kegiatan perbankan bertambah lagi sebagai tempat peminjaman uang.

Kegiatan perbankan terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat,

dimana bank tidak lagi sekedar sebagai tempat menukar uang atau tempat

menyimpan dan meminjam uang. Hingga akhirnya keberadaan bank sangat

mempengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat, hingga tingkat Negara, dan

bahkan sampai tingkat internasional.

5.1.5 Sejarah Perbankan di Indonesia

Sejarah perbankan di Indonesia dikenalkan oleh Negara Belanda sebagai

negara yang pernah menjajah Indonesia sejumlah bank di Indonesia tidak lepas

dari Negara yang pernah menjajahnya baik milik pemerintah maupun Bank milik

swasta nasional. Berikut akan dijelaskan sejarah perbankan milik pemerintah yaitu

1. Bank Sentral

Bank sentral di Indonesia ialah Bank Indonesia (BI) berdasarkan

undang-undang no 13 tahun 1968. Dan kemudian ditegaskan lagi dengan

UU no 23 tahun 1999. Bank ini sebelumnya berasal dari De Javesche Bank

yang dinasionalkan di Tahun 1951.

2. Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor


54

Bank ini berasal dari De Algemes Bank, kemudian dilebur setelah

menjadi tunggal dengan Nama Bank Nasional Indonesia (BNI) unit II yang

bergerak dibidang rural dan ekspor impor (exim), dipisahkan lagi menjadi :

1) Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU no

12 tahun 1968

2) Yang membidangi Exim dengan UU no 22 tahun 1968 menjadi Bank

Export Import Indonesia.

3. Bank Negara Indonesia (BNI 46)

Bank BNI menjalani unti III dengan UU No 17 Tahun 1968

menjadi Bank Negara Indonesia “46

4. Bank Mandiri

Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD),

Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan

bank export import Indonesia (Bank exim). Pada tahun 1999 keempat Bank

ini melaksanakan merger dan menghasilkan beberapa Bank diantaranya :

1) Bank Dagang Negara (BDN)

2) Bank Bumi Daya (BBD)

3) Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)

4) Bank Pembangunan Daerah (BPD)

5) Bank Tabungan Negara (BTN)

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis

data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
55

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum atau generalisasi (Sugiyono, 2019:206). Statistik deskriptif dalam penelitian

ini adalah untuk mengetahui nilai rata-rata (mean), nilai minimum, nilai

maksimum, dan standar deviasi dari maing – masing variabel independen. Statistik

deskriptif ini diolah dengan bantuan software SPSS. Hasil statistik deskriptif dapat

dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.1
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


NPL 111 .0000 .0939 .006896 .0138375
KM 111 .0000 .8000 .024706 .0900594
KI 111 .0570 1.8201 .722508 .2592330
Ukuran Perusahaan 111 14.59 30.28 19.8094 4.17806
CAR 111 -2.5688 13.2898 -1.087833 2.4371806
DA 111 -7.09 2.53 -.0065 1.10483
Valid N (listwise) 111

Sumber : Lampiran 3, (2022)


Berdasarkan hasil statistik deskriptif pada Tabel 5.1, dapat dijelaskan

bahwa jumlah data yang digunakan sebagai sampel berjumlah 111 sampel

perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI selama tahun 2018-2020 dengan 5

variabel penelitian yaitu Risiko Bisnis atau Non Performing Loan (NPL),

Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Capital

Adequacy Ratio (CAR) dan Manajemen Laba atau Discretionary Accrual (DA).

Berikut penjelasan mengenai tabel 5.1, yaitu:

1. Non Performing Loan (NPL)

Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa nilai minimum Non Performing Loan

(NPL) sebesar 0.00 dan nilai maksimum sebesar 0.09. Hal tersebut
56

menunjukan bahwa besar Non Performing Loan (NPL) perusahaan

perbankan yang menjadi sampel ini berkisar antara 0.00 sampai 0.09

dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 0.007 pada standard deviation 0.014.

2. Kepemilikan Manajerial

Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa nilai minimum Kepemilikan

Manajerial sebesar 0.00 dan nilai maksimum sebesar 0.80. Hal tersebut

menunjukan bahwa besar Kepemilikan Manajerial perusahaan perbankan

yang menjadi sampel ini berkisar antara 0.00 sampai 0.80 dengan nilai rata-

rata (mean) sebesar 0.025 pada standard deviation 0.090.

3. Kepemilikan Institusional

Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa nilai minimum Kepemilikan

Institusional sebesar 0.06 dan nilai maksimum sebesar 1.82. Hal tersebut

menunjukan bahwa besar Kepemilikan Institusional perusahaan perbankan

yang menjadi sampel ini berkisar antara 0.06 sampai 1.82 dengan nilai rata-

rata (mean) sebesar 0.72 pada standard deviation 0.26.

4. Ukuran Perusahaan

Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa nilai minimum Ukuran Perusahaan

sebesar 14.59 dan nilai maksimum sebesar 30.28. Hal tersebut menunjukan

bahwa besar Ukuran Perusahaan dari perusahaan perbankan yang menjadi

sampel ini berkisar antara 14.59 sampai 30.82 dengan nilai rata-rata (mean)

sebesar 19.81 pada standard deviation 4.18.

5. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa nilai minimum Capital Adequacy

Ratio (CAR) sebesar -2.57 dan nilai maksimum sebesar 13.29. Hal tersebut
57

menunjukan bahwa besar Capital Adequacy Ratio (CAR) perusahaan

perbankan yang menjadi sampel ini berkisar antara -2.57 sampai 13.29

dengan nilai rata-rata (mean) sebesar -1.09 pada standard deviation 2.48.

6. Discretionary Accrual (DA)

Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa nilai minimum Discretionary Accrual

(DA) sebesar -7.09 dan nilai maksimum sebesar 2.53. Hal tersebut

menunjukan bahwa besar Discretionary Accrual (DA) perusahaan

perbankan yang menjadi sampel ini berkisar antara -7.09 sampai 2.53

dengan nilai rata-rata (mean) sebesar -0.0065 pada standard deviation

1.10483.

5.2.2 Uji Asumsi Klasik

1. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan dalam analisis linier berganda bertujuan

untuk menguji apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan

periode sebelumnya (t-1). Model regresi pada penelitian di Bursa Efek

Indonesia dimana periodenya lebih dari satu tahun biasanya memerlukan

uji autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari

autokorelasi dengan ketentuan Du < d < 4 – Du. (Ghozali, 2016:104).

Pengujian ini menggunakan uji Durbin Watson (DW) dengan DW tabel

yang ditentukan pada taraf signifikan α = 5%, derajat kebebasan (df), k

(jumlah variabel bebas) dan n (jumlah observasi). Hasil uji autokorelasi

tampak seperti pada tabel 5.2 berikut


58

Tabel 5.2
Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .643a .502 .457 1.12978 2.058
a. Predictors: (Constant), CAR, KM, KI, NPL, Ukuran Perusahaan
b. Dependent Variable: DA
Sumber : Lampiran 4, (2022)

Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada tabel 5.2 menunjukan

bahwa nilai durbin-watson sebesar 2.058. Nilai dL dan dU dengan α = 5%

pada n = 111 dan k = 5 masing-masing sebesar 1.5977 dan 1.7855. Hasil

uji autokorelasi dengan metode durbin-watson berada diantara du =

1.7855 dan 5-du = 3.2145 yang berada pada kisaran du<dw<(5-du) atau

(1.7855 < 2.0580 < 3.2145) yang berarti tidak terdapat autokorelasi

sehingga model ini layak digunakan untuk analisa selanjutnya.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau

tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi residual yang

normal (Ghozali, 2016:115-160).. Untuk mendeteksi normalitas residual

data dilakukan dengan menggunakan uji statistik non-parametrik

Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan tarif signifikan 5%.

a. Jika nilai Asymp.Sig.(2-tailed) > 0.05 artinya data residual

berdistribusi normal.

b. Jika nilai Asymp.Sig.(2-tailed) ≤ 0.05 artinya data residual tidak

berdistribusi normal.
59

Hasil uji normalitas tampak seperti pada Tabel 5.3 berikut :

Tabel 5.3
Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized Residual
N 111
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.10380741
Most Extreme Differences Absolute .294
Positive .207
Negative -.294
Test Statistic .294
Asymp. Sig. (2-tailed) .237
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Sumber : Lampiran 4, (2022)


Berdasarkan Tabel 5.3 di atas, hasil uji dengan menggunakan uji

test Kolmogorov-Smirnov dengan ann gka Unstandardized Residual pada

kolom Asymp.Sig.(2-tailed) adalah 0.237 dimana nilai signifikan lebih

besar dari 0.05 yang berarti data residual dalam penelitian ini telah

berdistribusi normal.

3. Uji Multikolinearitas

Uji ini bertujuan untuk menguji keberadaan korelasi antara variabel

independen dan model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi di antara variabel independen. Alat statistik yang digunakan

dalam uji multikolinearitas adalah tolerance value atau variance inflation

factor (VIF). Ghozali (2016:116) menyatakan jika nilai tolerance dibawah

1 (tolerance ≥ 0,10) dan nilai variance inflation factor tidak lebih dari 10
60

(VIF ≤ 10) maka model terbebas dari multikolinearitas. Hasil uji

multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut :

Tabel 5.4
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta T Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 2.163 .635 3.257 .001
NPL 1.154 .926 .014 3.146 .009 .965 1.037
KM -.237 .205 .019 -.197 .084 .985 1.015
KI -.089 .428 .021 -.208 .835 .941 1.063
Ukuran -.005 .029 .020 3.183 .009 .772 1.295
Perusahaan

CAR .119 .048 .003 3.025 .010 .834 1.200


a. Dependent Variable: DA
Sumber : Lampiran 4, (2022)

Berdasarkan hasil uji pada Tabel 5.4, dapat dijelaskan bahwa nilai

dari variabel Non Performing Loan (NPL) memiliki nilai tolerance sebesar

0.965 dan nilai VIF sebesar 1.037, variabel Kepemilikan Manajerial

memiliki nilai tolerance 0.985 dan nilai VIF sebesar 1.015, variabel

Kepemilikan Institusional memiliki nilai tolerance sebesar 0.941 dan nilai

VIF sebesar 1.063, variabel Ukuran Perusahaan memiliki nilai tolerance

sebesar 0.772 dan nilai VIF sebesar 1.259 dan variabel CAR nilai tolerance

sebesar 0.834 dan nilai VIF sebesar 1.200. Maka dari itu seluruh variable

mempunyai nilai tolerance lebih dari 0.10 (10 %) ataupun nilai VIF yang

kurang dari 10. Hal ini menunjukan bahwa dalam penelitian ini, tidak

terjadi multikolinearitas antara variabel bebas dalam model regresi.


61

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah dalam

model regresi terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke

pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi syarat yakni

terdapatb kesamaan varians dari residual satu ke pengamatan yang lain atau

disebut homoskedastisitas. Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan

dengan uji Glejser (Ghozali, 2016:116), yaitu dengan cara meregresi nilai

absolut residual dari model yang diestimasi terhadap variabel independen.

Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansinya, jika nilai signifikansinya

lebih besar dari 0.05 maka dikatakan model tersebut tidak terjadi

heteroskedastisitas. Begitu juga sebaliknya jika nilai signifikansi kurang

dari 0.05 maka terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas

dengan uji glejser dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini :

Tabel 5.5
Hasil Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .613 .561 1.093 .277
NPL -6.606 6.998 -.092 -.944 .347
KM -.418 1.064 -.038 -.393 .695
KI .626 .378 .163 1.656 .101
Ukuran Perusahaan -.028 .026 -.118 -1.083 .281
CAR -.018 .043 -.043 -.412 .681
a. Dependent Variable: ABSRES
Sumber : Lampiran 4, (2022)
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas menggunakan uji glejser pada

tabel 5.5 dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi dari masing-masing variabel
62

independen yang terdiri dari Non Performing Loan, Kepemilikan Manajerial,

Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan dan Capital Adequacy Ratio (CAR)

terhadap Discretionary Accrual (Manajemen Laba) mempunyai nilai signifikan

yang lebih dari 0.05. Hal ini memperlihatkan bahwa semua variabel Independen

dalam penelitian ini, tidak ada yang berpengaruh signifkan terhadap nilai absolute

residual, atau dengan kata lain berdasarkan pengujian yang sudah di lakukan

menunjukan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas.

5.2.3 Uji Regresi Linier Berganda

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalh regresi linier

berganda dengan menggunakan program komputer SPSS 20 for windows. Model

regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2018-2020.

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan sebagai variabel bebas

adalah Risiko Bisnis (NPL), Kepemilikan Manajerial (KM), Kepemilikan

Institusional (KI), Ukuran Perusahaan (UP), dan Capital Adequacy Ratio (CAR).

Hasil uji hipotesis yang menggunakan regresi linier berganda dapat dilihat pada

tabel 5.6, sebagai berikut :


63

Tabel 5.6
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 2.163 .635 3.257 .001
NPL 1.154 .926 .014 3.146 .009 .965 1.037
KM -.237 .205 .019 -.197 .084 .985 1.015
KI -.089 .428 .021 -.208 .835 .941 1.063
Ukuran -.005 .029 .020 3.183 .009 .772 1.295
Perusahaan
CAR .119 .048 .003 3.025 .010 .834 1.200
a. Dependent Variable: DA
Sumber : Lampiran 5, (2022)

Berdasarkan hasil analisa regresi linier berganda pada tabel 5.6 untuk

mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat

dapat dilihat dari nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas yang

menggunakan unstandardizedn coefficient maupun standardizedn coefficient.

Dari hasil regresi yang disajikan pada Tabel 5.6 didapatkan persamaan

regresi linier berganda sebagai berikut :

DA = 𝛼 + 𝛽1(𝑁𝑃𝐿) + 𝛽2(𝐾𝑀) + 𝛽3(𝐾𝐼) + 𝛽4(𝑈𝑃) + 𝛽5(𝐶𝐴𝑅)

DA= 2.163 + 1.154 𝑁𝑃𝐿 − 0.237 𝐾𝑀 − 0.089 𝐾𝐼 − 0.005 𝑈𝑃 + 0.119 𝐶𝐴𝑅……..(12)

Keterangan :

DA = Discretionary Accrual

NPL = Non Performing Loan

KM = Kepemilikan Manajerial

KI = Kepemilikan Institusional

UP = Ukuran Perusahaan

CAR = Capital Adequacy Ratio


64

Dari persamaan regresi linier berganda diatas, dapat dijelaskan bahwa :

1. Nilai Konstanta

Nilai konstanta (α) sebesar 2.163. Ini berarti bahwa jika nilai variabel

bebas yaitu NPL, KM, KI, UP dan CAR sama dengan nol maka variabel

terikat yaitu manajemen laba akan mengalami kenaikan sebesar 2.163 atau

manajemen laba menunjukan nilai sebesar 2.163.

2. Non Performing Loan (NPL) / Risiko Bisnis

Variabel Non Performing Loan (NPL) mempunyai koefisien regresi

sebesar 1.154 dengan tingkat signifikan lebih kecil dari 0.05 yaitu sebesar

0.009. Hal ini menyimpulkan bahwa setiap kenaikan nilai Non Performing

Loan (NPL) sebesar 1% maka manajemen laba akan mengalami kenaikan

sebesar 1.154 dengan asumsi variabel lain adalah konstan atau sama

dengan nol.

3. Kepemilikan Manajerial

Variabel Kepemilikan Manajerial mempunyai koefisien regresi sebesar -

0.237 dengan tingkat signifikan lebih besar dari 0.05 yaitu sebesar 0.084.

Hal ini menyimpulkan bahwa Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh

terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan.

4. Kepemilikan Institusional

Variabel Kepemilikan Institusional mempunyai koefisien regresi sebesar -

0.089 dengan tingkat signifikan lebih besar dari 0.05 yaitu sebesar 0.84.

Hal ini menyimpulkan bahwa Kepemilikan Institusional tidak berpengaruh

terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan.

5. Ukuran Perusahaan
65

Variabel Ukuran Perusahaan mempunyai koefisien regresi sebesar -0.005

dengan tingkat signifikan lebih besar dari 0.05 yaitu sebesar 0.009. Hal ini

menyimpulkan bahwa Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba pada perusahaan perbankan.

6. Capital Adequacy Ratio

Variabel Capital Adequacy Ratio mempunyai koefisien regresi sebesar -

0.119 dengan tingkat signifikan lebih besar dari 0.05 yaitu sebesar 0.10 Hal

ini menyimpulkan bahwa Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh

terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan.

5.2.4 Hasil Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit)

1. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Koefisien determinasi pada intinya adalah untuk mengukur

seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Koefisien determinasi berkisaran dari nol sampai dengan satu (0

≤ R2 ≤ 1). Bila R2 semakin mendekati 1, menunjukan semakin kuatnya

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Apabila R 2

semakin kecil mendekati 0 maka dapat dikatakan semakin kecilnya

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil uji dari

koefisien determinasi (Adjusted R2) ditunjukan pada Tabel 5.7 berikut :


66

Tabel 5.7
Hasil Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .643a .502 .457 1.12978 2.058
a. Predictors: (Constant), CAR, KM, KI, NPL, Ukuran Perusahaan
b. Dependent Variable: DA
Sumber : Lampiran 6, (2022)

Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi pada tabel 5.7 yang

menunjukan bahwa koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar

0.457 x 100 = 4.6% variasi dari Manajemen Laba mampu dijelaskan oleh

variabel Risiko Bisnis (NPL), Kepemilikan Manajerial (KM), Kepemilikan

Institusional (KI), Ukuran Perusahaan dan Capital Adequacy Ratio (CAR).

Sedangkan sisanya 100% - 4.6% = 95.4% dijelaskan oleh variabel-variabel

lain diluar metode penelitian. Dilihat dari Standard Error of the Estimate

sebesar 1.12978 semakin kecil angka Standard Error of the Estimate akan

membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel

dependen.

2. Uji F (Uji Statistik F)

Untuk menguji seberapa jauh pengaruh satu variabel independen

secara individual dalam menerangkan variabel-variabel dependen (Ghozali,

2016:97). Hasil uji statistik F diketahui dari tabel analisis varian

(ANOVA). Jika signifikansi dibawah 0.05 berarti variabel independen atau

model fit dengan data observasi. Hasil uji statistik F dapat dilihat pada tabel

5.8 berikut :
67

Tabel 5.8
Hasil Uji F (Uji Statistik F)
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .248 5 .050 5.039 .001b
Residual 134.023 105 1.276
Total 134.271 110
a. Dependent Variable: DA
b. Predictors: (Constant), CAR, KM, KI, NPL, Ukuran Perusahaan
Sumber : Lampiran 6, (2022)

Dari hasil perhitungan analisa regresi tabel 5.8, dapat diketahui

bahwa diperoleh hasil F hitung 5.039 dengan nilai signifikansi sebesar

0.001 lebih kecil dari 0.05. Hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh antara

variabel independen yaitu Risiko Bisnis (NPL), Kepemilikan Manajerial

(KM), Kepemilikan Institusional (KI), Ukuran Perusahaan dan Capital

Adequacy Ratio (CAR) terhadap variabel dependen yaitu Manajemen Laba

pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia tahun 2018-2020 atau

model disimpulkan fit atau layak untuk di interpretasikan lebih lanjut.

1. Uji t (Uji Statistik t)

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t-test. Uji t berguna untuk

mengetahui signifikansi pengaruh Risiko Bisnis (NPL), Kepemilikan

Manajerial (KM), Kepemilikan Institusional (KI), Ukuran Perusahaan dan

Capital Adequacy Ratio (CAR) secara parsial terhadap Manajemen Laba.

Hasil uji t dapat dilihat pada Tabel 5.9 berikut


68

Tabel 5.9
Hasil Uji Statistik t (uji t)

Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 2.163 .635 3.257 .001
NPL 1.154 .926 .014 3.146 .009 .965 1.037
KM -.237 .205 .019 -.197 .084 .985 1.015
KI -.089 .428 .021 -.208 .835 .941 1.063
Ukuran -.005 .029 .020 3.183 .009 .772 1.295
Perusahaan
CAR .119 .048 .003 3.025 .010 .834 1.200
a. Dependent Variable: DA
Sumber : Lampiran 6, (2022)

Berdasarkan hasil perhitungan statistik pada Tabel 5.9 dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1) Variabel Non Performing Loan (NPL) memiliki nilai t-hitung sebesar

3.146 koefisien regresi sebesar 1.154 dan nilai signifikansi sebesar 0.009.

Dimana nilai signifikansi variabel lebih kecil dari 0.05. Hal ini berarti

bahwa Non Performing Loan (NPL) berpengaruh terhadap manajemen laba

pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2018-2020.

Sehingga dapat disimpulkan H1 diterima.

2) Variabel Kepemilikan Manajerial memiliki nilai t-hitung sebesar -0.197

koefisien regresi sebesar -0.237 dan nilai signifikansi sebesar 0.084.

Dimana nilai signifikansi variabel lebih besar dari 0.05. Hal ini berarti

bahwa Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen

laba pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2018-

2020. Sehingga dapat disimpulkan H2 ditolak.


69

3) Variabel Kepemilikan Institusional memiliki nilai t-hitung sebesar -0.208

koefisien regresi sebesar -0.089 dan nilai signifikansi sebesar 0.835.

Dimana nilai signifikansi variabel lebih besar dari 0.05. Hal ini berarti

bahwa Kepemilikan Institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen

laba pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2018-

2020. Sehingga dapat disimpulkan H3 ditolak

4) Variabel Ukuran Perusahaan memiliki nilai t-hitung sebesar 3.183

koefisien regresi sebesar -0.005 dan nilai signifikansi sebesar 0.009.

Dimana nilai signifikansi variabel lebih kecil dari 0.05. Hal ini berarti

bahwa Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba pada

perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2018-2020.

Sehingga dapat disimpulkan H4 diterima.

5) Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) memiliki nilai t-hitung sebesar

3.025 koefisien regresi sebesar 0.119 dan nilai signifikansi sebesar 0.010.

Dimana nilai signifikansi variabel lebih kecil dari 0.05. Hal ini berarti

bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh terhadap manajemen

laba pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2018

2020. Sehingga dapat disimpulkan H5 diterima.

5.3 Pembahasan Hasil Penelitian

5.3.1 Pengaruh Risiko Bisnis Terhadap Manajemen Laba

Rasio Non Performing Loan (NPL) digunakan untuk mengukur risiko

kredit yang dihadapi bank. NPL menunjukkan bahwa manajemen bank mampu

mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Risiko kredit merupakan

risiko yang dominan dalam aktivitas perusahaan perbankan, sehingga memiliki


70

signifikansi yang tinggi dalam penilaian risk profile. Apabila kondisi NPL dalam

perusahaan perbankan tinggi, maka akan memperbesar biaya, baik biaya

pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap

kerugian bank.

NPL membuat bank mengalami kerugian. Pendapatan bunga yang

seharusnya diterima dan menjadi laba bank, tidak mampu diberikan oleh

nasabah. Bahkan, pinjaman yang sudah diberikan oleh bank tidak mampu

dikembalikan oleh nasabah. Apabila kondisi NPL dalam perusahaan perbankan

tinggi, maka akan memperbesar biaya, baik biaya pencadangan aktiva

produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank.

Akibatnya, laba yang diterima oleh bank akan semakin kecil bahkan terancam

mengalami kerugian karena bank turut menanggung serta nilai kredit yang sudah

diberikan. Jika sudah begitu, maka akan berdampak pada kepercayaan masyarakat

untuk menggunakan bank tersebut. Maka, jika NPL tinggi perusahaanakan

cenderung melakukan manajemen laba yaitu dengan menaikkan laba agar

bisa membangun kepercayaan masyarakat kembali (Kibtiah & Cusyana, 2020).

Berdasarkan hasil penelitian ini, variabel Risiko Bisnis yakni NPL

berpengaruh signifikan positif terhadap manajemen laba dengan nilai signifikan

sebesar 0,009 lebih kecil dari α 0,05 sehingga H1 NPL berpengaruh positif

terhadap Manajemen laba diterima. Artinya, jika nilai Non Perfoming Loan dari

suatu bank semakin besar maka semakin besar pula perusahaan melakukan praktek

manajemen laba. Begitupun sebaliknya, jika nilai NPL dari suatu bank semakin

kecil maka semakin kecil pula perusahaan melakukan praktek manajemen laba.
71

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kibtiah dan Cusyana (2020),

Karmilah dan Prastyani (2020) yang menyatakan bahwa Non Performing Loan

(NPL) berpengaruh signifikan positif terhadap Manajemen Laba.

5.3.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Manajemen Laba

Kepemilikan menajerial memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05

yakni 0.084 yang menunjukkan tidak adanya pengaruh variabel kepemilikan

manajerial terhadap manajemen laba. Dengan demikian,kepemilikan manajerial

yang diproksikan dengan persentase kepemilikan saham oleh manajerial tidak

memiliki pengaruh terhadap manajemen laba sehingga H2 tidak dapat diterima.

Dalam penelitin Felicia dan Sutrisno (2020), menurut Shleifer dan Vishny (1986)

apabila manajemen perusahaan sekaligus sebagai pemilik, maka permasalahan

keagenan diasumsikan akan hilang karena manajemen akan bertindak sesuai

keinginan pemilik dan mengurangi keberadaan manajemen laba. Namun demikian

kepemilikan manajerial tidak terbukti menurunkan praktik manajemen laba. Perlu

mekanisme lain seperti komite audit untuk mengawasi tindakan merugikan

manajemen perusahaan. Dengan meningkatkan jumlah kepemilikan manajerial

dalam sebuah perusahaan dapat mengurangi tindakan opportunistic atau tindakan

yang mementingkan diri sendiri (Panjaitan & Muslih, 2019). Namun pada hasil

penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda, dimana besar kecilnya

kepemilikan saham oleh manajerial tidak membatasi tindakan manajerial untuk

memaksimalkan kepentingan-kepentingan yang menguntungkan diri sendiri dan

juga tidak mengurangi adanya tindakan manajemen laba dalam suatu perusahaan.

Atau dengan kata lain baik perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang kecil

maupun besar sama-sama melakukan tindakan manajemen laba.


72

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Felicia dan Sutrisno (2020),

Panjaitan dan Muslih (2019), yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial

tidak berpengaruh terhadap manajemen laba dimana besar kecilnya jumlah

kepemilikan saham oleh dewan komisaris dan direksi tidak menghalangi untuk

manajemen laba dalam perusahaan tetap terjadi.

5.3.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba

Kepemilikan institusional mempunyai nilai signifikansi yang lebih besar

dari 0,05 yakni 0.835 yang menunjukkan tidak adanya pengaruh dari variabel

kepemilikan institusional terhadap manajemen laba sehingga H3 tidak dapat

diterima. Hal ini dikarenakan dalam kenyataannya, tidak semua investor

institusional memiliki kemampuan dalam memproses informasi dan pengalaman

yang cukup, sehingga keberadaan mereka tidak dapat membatasi pihak manajemen

dalam melakukan tindakan manajemen laba (Felicia dan Sutrisno, 2020).

Hal ini mengindikasikan bahwa tinggi atau rendahnya porsi kepemilikan

saham yang dimiliki pihak institusional, tidak begitu berarti sebagai alat untuk

mengawasi tindak manajemen laba diperusahaan dalam melakukan kecurangan

mengenai informasi laba yang ada pada laporan keuangan (Kusumawardana dan

Haryanto 2019). Hasil peneltian ini sejalan dengan penelitian Felicia dan Sutrisno

(2020), (Kusumawardana dan Haryanto 2019) yang menyatakan bahwa

kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Tetapi berbanding terbalik dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Jumiyanti,

dkk (2021) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh

signifikan terhadap manajemen laba.


73

Investor institusional hanya menjalankan perannya sebagai pemilik

sementara perusahaan yang justru hanya berfokus pada laba yang bersifat jangka

pendek saja, sehingga adanya kepemilikan institusional belum tentu dapat

meningkatkan monitoring secara efektif terhadap manajemen yang akan

berpengaruh pada berkurangnya kebijakan manajemen dalam melakukan

manajemen laba (Mahariana & Ramantha, 2017).

5.3.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba

Ukuran Perusahaan mempunyai nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05

atau 5% yakni 0.009 yang menunjukkan adanya pengaruh dari variabel ukuran

perusahaan terhadap manajemen laba sehingga H4 dapat diterima.. Dengan

demikian, ukuran perusahaan yang diproksikan dengan total aset memiliki

pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin kecil manipulasi laba

yang dilakukan manajemen perusahaan. Karena perusahaannya semakin besar,

maka semakin ketat pengawasan terhadap pihak internal perusahaan. Sehingga

dapat meminimalisir tindakan manajemen perusahaan dalam melakukan

kecurangan mengenai informasi laba.

Perusahaan besar lebih dikenal dan diperhatikan oleh pemerintah, investor

dan masyarakat umum, dibandingkan perusahaan kecil. Oleh karena itu,

perusahaan besar mendapatkan tekanan yang lebih kuat dalam menyajikan laporan

keuangan yang kredibel dan untuk menghindari tindakan manajemen laba dengan

menjaga perusahaan agar dinilai positif oleh publik dengan kata lain, perusahaan

sedang sampai besar lebih cenderung untuk terdorong melakukan perilaku

manajemen laba. Hal ini dikarenakan kebutuhan dana didapatkan dari investor,
74

sehingga manajemen laba dapat dilakukan supaya laporan keuangan terlihat bagus

dan investor tertarik untuk menanamkan modal ke perusahaan. Hasil peneltian ini

sejalan dengan penelitian (Kusumawardana dan Haryanto 2019), Astuti, dkk

(2017) dan Jumiyanti, dkk (2021) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

5.3.4 Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan penelitian ini variabel CAR memiliki nilai t-hitung sebesar

3.025 dengan nilai sig 0,010. Nilai sig sebesar 0,010<0,05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel CAR berpengaruh secara signifikan terhadap

manajemen laba. Dengan demikian H5 diterima yang artinya capital adequacy

ratio berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

Hal ini mungkin disebabkan karena belum optimalnya penggunaan modal

sendiri dalam mengelola aktiva perusahaan, sehingga kegiatan operasional

perusahaan juga belum berjalan secara optimal. Besarnya proporsi pembiayaan

untuk kegiatan operasi namun tidak diimbangi dengan peningkatan kinerja

operasional akan berdampak pada turunnya laba yang dicapai. Dengan demikian,

manajer akan termotivasi melakukan manajemen laba untuk memperlihatkan

peningkatan kinerja demi menjaga kepercayaan masyarakat. Teori agensi dalam

penelitian ini menjelaskan bagaimana manajer perbankan sebagai agen akan

membuat keputusan-keputusan yang tepat untuk memaksimalkan kesehatan

perbankan. Hal ini dilakukan manajer dengan harapan dapat menciptakan nilai

tambah kepada para pemegang saham sehingga manajer memperoleh kompensasi

atas prestasi yang telah dicapainya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Yogi dan Damayanti (2016), Susanti (2016) yang menyatakan
75

bahwa variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif signifikan

terhadap Manajemen Laba.


BAB VI

PENUTUP

6.1 Simpulan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan memperoleh bukti

empiris pengaruh Risiko Bisnis, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan

Institusional, Ukuran Perusahaan dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap

Manajemen Laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2018-2020. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian

ini adalah analisis regresi linier berganda. Adapun kesimpulan yang dapat

diambil dari hasil penelitianini adalah sebagai berikut :

1. Variabel risiko bisnis berpengaruh terhadap manajemen laba pada

perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2018-2020.

2. Variabel kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia tahun 2018-2020.

3. Variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia tahun 2018-2020.

4. Variabel ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba

pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

tahun 2018-2020.

5. Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh terhadap

manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa

76
77

Efek Indonesia tahun 2018-2020.

6.2 Keterbatasan dan Saran

6.2.1 Keterbatasan

Terdapat keterbatasan penelitian yang merupakan kendala-kendala maupun

kekurangan-keurangan dalam penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Variabel pada penelitian ini terbatas yakni 5 variabel independen, yaitu

risiko bisnis, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran

perusahaan dan capital adequacy ratio (CAR).

2. Penelitian ini tidak memuat seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia dikarenakan beberapa laporan perusahaan perbankan

tidak tersedia pada situs www.idx.co.id

3. Periode penelitian hanya 3 (tiga) tahun, sehingga belum dapat melihat

kecenderungan pengaruh variabel independen dalam jangka panjang.

4. Data perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari situs

website resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id, sehingga tidak

semua laporan keuangan perusahaan perbankan pada Bursa Efek Indonesia,

tersedia pada periode yang dibutuhkan dalam penelitian.

6.2.2 Saran

Berdasarkan keterbatasan penelitian di atas, adapun saran yang ingin

disampaikan dalam penelitian ini yang kira sifatnya dapat bermanfaat bagi peneliti

selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan variabel lain seperti good

corporate governance, kualitas audit, financial disstres atau variabel


78

lainnya yang kemungkinan dapat mempengaruhi manager dalam

melakukan praktik manajemen laba.

2. Menggunakan perusahaan yang bergerak dalam sektor lain seperti sektor

manufaktur di dalam Bursa Efek Indonesia sebagai populasi dalam

pengambilan sampel.

3. Dapat memperpanjang tahun pengamatan sehingga dapat melihat

kecenderungan pengaruh variabel independen dalam jangka panjang.

4. Peneliti selanjutnya dapat datang langsung ke kantor Bursa Efek Indonesia

untuk memperoleh data laporan keuangan yang lebih lengkap.


79

DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, I Gusti Bagus Indra dan I Made Mertha, 2020, Manajemen Laba dan
Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek
Indoensia). E-Jurnal Akuntansi, 31(1), 182-196

Kibtiah, Maryani dan Silvi Reni Cusyana, 2020, Pengaruh Capital Adequacy
Ratio, Kepemilikan Asing dan Non Performing Loan terhadap Manajemen
Laba. Indonesian Journal of Economics Application, Vol. 2, No.1, 44-49,
Agustus 2020.

Karmilah, Ade dan Desy Prastyani, 2020, Pengaruh Asimetri Informasi, Capital
Adequacy Ratio, Kepemilikan Asing dan Non Performing Loan terhadap
Manajemen Laba. JCA Akuntansi, Vol. 1, Januari-Juni 2020.

Arifin, Lavenia dan Niken Destriana, 2016, Pengaruh Firm Size, Corporate
Gorvenance, dan Karakteristik Perusahaan terhadap Manajemen Laba.
Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 18, No. 1, 84-93

Jumiyanti, Triyas, Desy Nur Pratiwi dan Sumadi, 2021, Pengaruh Kepemilikan
Institusional, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen
Laba. Jurnal Akuntansi dan Pajak.

Dwi Parama Yogi , Luh Made dan I Gusti Ayu Eka Damayanthi, 2016, Pengaruh
Arus Kas Bebas, Capital Adequacy Ratio dan Good Corporate Governance
Pada Manajemen Laba, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol.15,
No. 2.

Felicya, Cindy dan Paulina Sutrisno, 2020, Pengaruh Karakteristik Perusahaan,


Struktur Kepemilikan dan Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba, Jurnal
Bisnis dan Akuntansi, Vol. 22, No. 1, Juni 2020:129-138

Astuti, Ayu Yuni, Elva Nuraina, Anggita Langgeng Wijaya, 2017, Pengaruh
Ukuran Perusahaan dan Leverage terhadap Manajemen Laba, Forum Ilmiah
Pendidikan Akuntansi–Universitas PGRI Madiun, Vol. 5 No. 1, 501-514

Mayadi, Putu Agus, 2017, Pengaruh asimetri informasi, corporate governance,


ukuran perusahaan terhadap praktik manajemen laba,
respository.unmas.ac.id.

Susanti, Ayu, 2016, Pengaruh Asimetri Informasi, Ukuran Perusahaan,


Kepemilikan Manajerial, Dan Capital Adequacy Ratio Terhadap Manajemen
Laba, JOM Fekon, Vol. 3 No. 1.

Artyanti, Inne, Farida Titik Krisrtanti dan Hendratno, 2017. Kepemilikan


Institusional, Kepemilikan Manajerial, dan Kualitas Audit terhadap
Manajemen Laba. Jurnal Riset Akuntansi Kontemporer, Vol. 9, No.2,
Oktober 2017:33-70.
80

Astri Hardirmaningrum, Hardi Pramono, Eko Hariyanto dan Hardiyanto Wibowo,


2021. Pengaruh Financial Leverage, Arus Kas Bebas, Profitabilitas dan
Struktur Kepemilikan Institusional terhadap Manajemen Laba. Reviu
Akuntansi Kontemporer Indonesia, Vol. 2, No.1, Januari 2021.

Ayu Yuni Astuti, Elva Nuraina dan Anggita Langgeng Wijaya, 2017. Pengaruh
Ukuran Perusahaan dan Leverage terhadap Manajemen Laba. Forum Ilmiah
Pendidikan Akuntansi-Universitas PGRI Madiun, Vol. 5, No.1, Oktober
2017.

Febria, Dila. 2020, Pengaruh Leverage, Profitabilitas dan Kepemilikan Manajerial


terhadap Manajemen Laba. Journal of Management & Business, Mei 2020.

Jensen, M. C. And Meckling, W.H. (1976). Theory of The Firm: Managerial


Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics, 3:305-360.

Sulistyanto, H. S. (2018). Manajemen Laba –Teori dan Model Empiris. PT


Grasindo.

Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS
23 (Edisi 8). Cetakan ke VIII. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.

Kasmir, Dr. 2018, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Cetakan ke 19. Depok
: PT RajaGrafindo Persada

Sugiyono. 2019. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Kesembilan Belas. CV


Alfabeta Bandung.

Tengku Hasan Basri, Lukertina, Supardi, Audita. 2022. Pengaruh Budaya


Perusahaan, Dewan Direksi, dan Kinerja Karyawan terhadap Good
Corporate Governance dengan Audit Internal Sebagai Variabel Intervening
pada Perusahaan Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI. Owner: Riset &
Jurnal Akuntansi, Volume 6 Nomor 2, April 2022.

www.idx.co..id
81

Lampiran 1
Ringkasan Peneliti Sebelumnya

Teknik
Peneliti Judul Variabel
No. Analisis Hasil Penelitian
(Tahun) Penelitian
Data
Penelitian dari a. Variabel 1. Ukuran Perusahaan
Astuti, dkk Independen: tidak berpengaruh
(2017) meneliti Ukuran signifikan terhadap
Analisis
tentang Pengaruh Perusahaan dan manajemen laba
Regresi
1 Ukuran Leverage 2. Leverage
Linier
Perusahaan dan b. Variabel berpengaruh positif
Berganda
Leverage Dependen: terhadap manajemen
Terhadap Manajemen laba
Manajemen Laba Laba
a. Variabel 1. Ukuran perusahaan
Penelitian dari
Independen: berpengaruh
Kusumawardana
Ukuran signifikan terhadap
dan Harytanto
Perusaha n, manajemen laba
(2019) meneliti
Leverage, 2. Leverage tidak
tentang Pengaruh
Kepemilikan berpengaruh terhadap
Ukuran Analisis
Institusional, manajemen laba.
Perusahaan, Regresi
2 dan 3. Kepemilikan
Leverage, Linier
Kepemilikan institusional tidak
Kepemilikan Berganda
Manajerial berpengaruh terhadap
Institusional, dan
manajemen laba.
Kepemilikan
b. Variabel 4. Kepemilikan
Manajerial
Dependen: manajerial tidak
Terhadap
Manajemen berpengaruh terhadap
Manajemen Laba
Laba manajemen laba
a. Variabel
Penelitian dari
Independen : 1. Capital adequacy
Kibtiah dan
Capital ratio berpengaruh
Cusyana (2020)
Adequacy terhadap manajemen
meneliti tentang
Ratio, laba
Pengaruh Capital Analisis
Kepemilikan 2. Kepemilikan asing
Adequacy Ratio, Regresi
3 Asing Dan Non berpengaruh terhadap
Kepemilikan Linier
Performing manajemen laba
Asing Dan Non Berganda
Loan 3. NPL berpengaruh
Performing Loan
b. Variabel terhadap manajemen
Terhadap
Dependen: laba
Manajemen Laba
Manajemen
Bank
Laba
Penelitian dari a. Variabel Analisis 1. Asimetri Informasi
Karmilah Dan Independen: Regresi tidak berpengaruh
4
Prastyani (2020) Asimetri Linier terhadap manajemen
meneliti tentang Informasi, Berganda laba
82

Pengaruh Capital 2. Capital Adequacy


Asimetri Adequacy Ratio tidak
Informasi, Ratio, berpengaruh terhadap
Capital Kepemilikan manajemen laba
Adequacy Ratio, Asing dan Non 3. Kepemilikan Asing
Kepemilikan Performing tidak berpengaruh
Asing dan Non Loan terhadap manajemen
Performing Loan laba
Terhadap b. Variabel 4. Non Performing Loan
Manajemen Dependen: tidak berpengaruh
Laba. Manajemen terhadap manajemen
Laba laba

1. Kepemilikan
Penelitian dari a. Variabel Institusional
Jumiyanti, dkk Independen : berpengaruh
(2021) meneliti Kepemilikan signifikan terhadap
tentang Pengaruh Institusional, manajemen laba
Kepemilikan Profitabilitas Analisis 2. Profitabilitas
Institusional, dan Ukuran Regresi berpengaruh
5
Profitabilitas, Perusahaan. Linier signifikan terhadap
dan Ukuran Berganda manajemen laba.
Perusahaan b. Variabel 3. Ukuran perusahaan
Terhadap Dependen: berpengaruh
Manajemen Manajemen signifikan terhadap
Laba. Laba manajemen laba.

1. Pertumbuhan
a. Variabel
Perusahaan
Independen :
berpengaruh positif
Pertumbuhan
terhadap manajemen
Perusahaan,
laba
Kinerja
Penelitian dari 2. Kinerja Perusahaan
Perusahaan,
Felicia dan berpengaruh positif
Ukuran
Sutrisno (2020) terhadap manajemen
Perusahaan,
meneliti tentang laba
Umur
Pengaruh Analisis 3. Ukuran Perusahaan
Perusahaan,
Karakteristik Regresi tidak memiliki
6 Kualitas Audit,
Perusahaan, Linier pengaruh terhadap
Ukuran Dewan
Struktur Berganda manajemen laba
Komisaris,
Kepemilikan dan 4. Umur Perusahaan
Kepemilikan
Kualitas Audit tidak memiliki
Manajerial,
Terhadap pengaruh terhadap
Kepemilikan
Manajemen Laba manajemen laba
Institusional
5. Kualitas Audit tidak
b. Variabel
memiliki pengaruh
Dependen:
terhadap manajemen
Manajemen
laba
Laba
6. Ukuran Dewan
83

Komisaris tidak
memiliki pengaruh
terhadap manajemen
laba
7. Kepemilikan
Manajerial tidak
memiliki pengaruh
terhadap manajemen
laba
8. Kepemilikan
Institusional tidak
memiliki pengaruh
terhadap manajemen
laba

1. Good Corporate
a. Variabel Governance tidak
Penelitian dari Independen : berpengaruh secara
Sucipto & Zulfa Good signifikan terhadap
(2021) meneliti Corporate variabel manajemen
tentang Pengaruh Governance, laba.
Good Corporate Financial Analisis 2. Financial Distress
Governance, Distress Dan Regresi tidak berpengaruh
7 secara signifikan
Financial Ukuran Linier
Distress Dan Perusahaan. Berganda terhadap variabel
Ukuran manajemen laba.
Perusahaan b. Variabel 3. Ukuran Perusahaan
Terhadap Dependen: tidak berpengaruh
Manajemen Laba Manajemen secara signifikan
Laba terhadap variabel
manajemen laba.

1. Arus kas bebas


berpengaruh negatif
Penelitian dari a. Variabel pada manajemen laba.
Yogi & Indenpenden : 2. Capital adequacy
Damayanthi Arus Kas ratio (CAR)
(2016) meneliti Bebas, Capital berpengaruh positif
tentang Pengaruh Adequacy pada manajemen laba.
Analisis
Arus Kas Bebas, Ratio dan 3. Good corporate
Regresi
8 Capital Good governance (GCG)
Linier
Adequacy Ratio Corporate yang diproksi dengan
Berganda
dan Good Governance. dewan komisaris
Corporate b. Variabel independen, komite
Governance Dependen: audit, kepemilikan
Pada Manajemen Manajemen manajerial dan
Laba Laba kepemilikan
institusional tidak
berpengaruh pada
84

manajemen laba.

1. Asimetri informasi
a. Variabel mempunyai pengaruh
Penelitian dari Independen : signifikan terhadap
Susanti (2016) Asimetri manajemen laba.
meneliti tentang Informasi, 2. Ukuran perusahaan
Pengaruh Ukuran berpengaruh
Asimetri Perusahaan, signifikan terhadap
Informasi, Kepemilikan Analisis manajemen laba.
Ukuran Manajerial, dan Regresi 3. Kepemilikan
9
Perusahaan, Capital Linier manajerial tidak
Kepemilikan Adequacy Berganda berpengaruh
Manajerial, dan Ratio signifikan terhadap
Capital manajemen laba.
Adequacy Ratio b. Variabel 4. Capital adequacy
Terhadap Dependen: ratio berpengaruh
Manajemen Laba Manajemen signifikan terhadap
Laba manajemen laba.

1. Ukuran Perusahaan
a. Variabel berpengaruh
Penelitian dari Independen : signifikan dengan
Panjaitan dan Ukuran arah negatif terhadap
Muslih (2019) Perusahaan, manajemen laba
meneliti tentang Kepemilikan 2. Kepemilikan
Analisis Manajerial tidak
Manajemen Manajerial dan
Regresi berpengaruh
10 Laba: Ukuran Kompensasi
Linier signifikan terhadap
Perusahaan, Bonus
Berganda manajemen laba.
Kepemilikan
Manajerial dan b. Variabel 3. Kompensasi Bonus
Kompensasi Dependen: berpengaruh
Bonus Manajemen signifikan dengan
Laba arah positif terhadap
manajemen laba.
85

Lampiran 2
Daftar Sampel Perusahaan
NO KODE NAMA PERUSAHAAN

1 AGRO Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk


2 AGRS PT Bank Agris Tbk
3 ARTO PT Bank Artos Indonesia Tbk
4 BABP PT Bank MNC Internasional Tbk.
5 BACA Bank Capital Indonesia Tbk
6 BBCA Bank Central Asia Tbk
7 BBKP Bank Bukopin Tbk
8 BBMD PT Bank Mestika Dharma Tbk
9 BBNI Bank Negara Indonesia Tbk
10 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
11 BBTN Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk
12 BCIC PT Bank JTrust Indonesia Tbk.
13 BEKS PT Bank Pundi Indonesia Tbk
14 BGTG PT Bank Ganesha Tbk.
15 BINA PT Bank Ina Perdana Tbk.
16 BJBR Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk
17 BJTM Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk
18 BKSW PT Bank QNB Indonesia Tbk
19 BMAS PT Bank Maspion Indonesia Tbk
20 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk
21 BNBA Bank Bumi Arta Tbk
22 BNGA Bank CIMB Niaga Tbk
23 BNII PT Bank Maybank Indonesia Tbk
24 BNLI Bank Permata Tbk
25 BSIM Bank Sinarmas Tbk
26 BSWD Bank of India Indonesia Tbk
27 BTPN Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk
28 BVIC Bank Victoria International Tbk
29 DNAR PT Bank Dinar Indonesia Tbk.
30 INPC Bank Artha Graha Internasional Tbk
31 MAYA Bank Mayapada Internasional Tbk
32 MCOR PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk
33 MEGA Bank Mega Tbk
34 NISP Bank OCBC NISP Tbk
35 NOBU PT Bank Nationalnobu Tbk.
36 PNBN Bank Pan Indonesia Tbk
37 SDRA PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk
86

Lampiran 3

Hasil Uji Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
NPL 111 .0000 .0939 .006896 .0138375
KM 111 .0000 .8000 .024706 .0900594
KI 111 .0570 1.8201 .722508 .2592330
Ukuran Perusahaan 111 14.59 30.28 19.8094 4.17806
CAR 111 -2.5688 13.2898 -1.087833 2.4371806
DA 111 -7.09 2.53 -.0065 1.10483
Valid N (listwise) 111
Sumber : Data diolah, (2022)
87

Lampiran 4

Hasil Uji Asumsi Klasik

Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .643a .502 .457 1.12978 2.058
a. Predictors: (Constant), CAR, KM, KI, NPL, Ukuran Perusahaan
b. Dependent Variable: DA
Sumber : Data diolah, (2022)

Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized Residual
N 111
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.10380741
Most Extreme Differences Absolute .294
Positive .207
Negative -.294
Test Statistic .294
Asymp. Sig. (2-tailed) .237
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Sumber : Data diolah, (2022)


88

Hasil Uji Multikolinearitas


Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 2.163 .635 3.257 .001
NPL 1.154 .926 .014 3.146 .009 .965 1.037
KM -.237 .205 .019 -.197 .084 .985 1.015
KI -.089 .428 .021 -.208 .835 .941 1.063
Ukuran -.005 .029 .020 3.183 .009 .772 1.295
Perusahaan

CAR .119 .048 .003 3.025 .010 .834 1.200


a. Dependent Variable: DA
Sumber : Data diolah, (2022)

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .613 .561 1.093 .277
NPL -6.606 6.998 -.092 -.944 .347
KM -.418 1.064 -.038 -.393 .695
KI .626 .378 .163 1.656 .101
Ukuran Perusahaan -.028 .026 -.118 -1.083 .281
CAR -.018 .043 -.043 -.412 .681
a. Dependent Variable: ABSRES
Sumber : Data diolah, (2022)
89

Lampiran 5

Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Hasil Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .643a .502 .457 1.12978 2.058
a. Predictors: (Constant), CAR, KM, KI, NPL, Ukuran Perusahaan
c. Dependent Variable: DA
Sumber : Data diolah, (2022)

Hasil Uji F (Uji Statistik F)


ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .248 5 .050 5.039 .001b
Residual 134.023 105 1.276
Total 134.271 110
a. Dependent Variable: DA
b. Predictors: (Constant), CAR, KM, KI, NPL, Ukuran Perusahaan
Sumber : Data diolah, (2022)

Hasil Uji Statistik t (uji t)


Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 2.163 .635 3.257 .001
NPL 1.154 .926 .014 3.146 .009 .965 1.037
KM -.237 .205 .019 -.197 .084 .985 1.015
KI -.089 .428 .021 -.208 .835 .941 1.063
Ukuran -.005 .029 .020 3.183 .009 .772 1.295
Perusahaan
CAR .119 .048 .003 3.025 .010 .834 1.200
a. Dependent Variable: DA
Sumber : Data diolah, (2022)

Anda mungkin juga menyukai