Anda di halaman 1dari 47

PENGARUH SUSTAINABILITY REPORTING, STRUKTUR

KEPEMILIKAN, UKURAN PERUSAHAAN, RISIKO KREDIT, DAN


ISLAMIC CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP
KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH 2015-2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bank syariah merupakan salah satu lembaga perantara (intermediary) yang

beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil (profit sharing). Perbankan syariah

adalah salah satu representasi aplikasi ekonomi Islam yang melarang penggunaan

sistem bunga dalam perekonomian. Eksistensi Bank Syariah pada dasarnya bukan

pada pertimbangan profit semata, namun ia hadir didorong oleh keinginan kuat

dari umat Islam akan ketersediaan jasa keuangan yang sesuai dengan prinsip

syariah, yaitu sistem keuangan yang terbebas dari praktek riba, maysir, dan gharar

yang dilarang oleh agama.

Perkembangan Bank Syariah di Indonesia cukup signifikan. Ini terlihat

dari total asset perbankan syariah yang masih berada di kisaran 4,63% pada

kuartal I 2015 dan meningkat menjadi 5,33% di 2017 dari total asset perbankan

nasional. Kondisi ini tidak lepas dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK)

perbankan syariah yang melambat dalam beberapa tahun terakhir. Akibatnya,

pembiayaaan perbankan syariah mengalami perlambatan, jika dibandingkan

dengan negara tetangga total asset mencapai 21,3% (Suryadi, dkk., 2020).

11
12

Beberapa riset terkait perbankan syariah di Indonesia terutama berkaitan

dengan pengukuran performa bank syariah telah banyak dilakukan studi

terdahulu. Rusydiana (2019)menyatakan bahwa total aset merupakan salah satu

refleksi perkembangan lembaga keuangan syariah. Semakin besar market share

yang dimiliki oleh lembaga keuangan syariah, semakin besar pula total aset yang

dapat dicapai.Laporan keuangan dapat mencerminkan bagaimana kondisi kinerja

keuangan perusahaan dalam beberapa periode.Penilaian kinerja suatu entitas

bisnis dewasa ini tidak hanya diukur dari aspek keuangan tetapi juga non

keuangan.

Bank syariah merupakan suatu konsep yang memiliki harapan baru untuk

menata suatu perekonomian yang lebih berkeadilan. Apa yang dipersepsikan saat

ini dari sisi konvensional bukan berarti syariah tidak punya pangsa pasar atau

kontribusi, namun seiring berjalannya waktu kesadaran masyarakat akan

meningkat dan melihat soal wacana ekonomi yang lebih baik, yakni pengelolaan

usaha yang memberikan keadilan bagi seluruh pihak yang terlibat, dengan tidak

mengambil satu keuntungan dari orang lain. Bukti ini yang yang terus

ditingkatkan oleh perbankan syariah di Indonesia, dengan terus meningkatkan tata

kelola, pelayanan, dan kinerja keuangan (Sagantha, 2020).

Kinerja keuangan merupakan gambaran sampai mana tingkat keberhasilan

suatu bank dalam kegiatan operasinya. Penilaian kinerja suatu bank dapat

diketahui dari analisis laporan keuangannya. Berdasarkan laporan tersebut, rasio

keuangan dapat dihitung dalam menilai tingkat kesehatan suatu bank. Dalam

mempertahankan kinerjanya, perbankan syariah tidak hanya dituntut untuk


13

meningkatkan keuntungan semata, selain itu dapat melakukan peran dan

tujuannya sebagaimana seharusnya sebuah lembaga syariah. Untuk itu diperlukan

sebuah alat analisis untuk mengetahui kinerja perbankan syariah di Indonesia

terutama untuk menilai kinerja dari sudut pandang nilai-nilai syariah yang

diterapkan dalam operasional perbankan syariah sehari-hari (Prasetyowati dan

Handoko, 2016).

Penilaian kinerja perusahaan dikelompokkan menjadi dua yaitu penilaian

kinerja nonkeuangan dan penilaian kinerja keuangan. Penilaian kinerja perusahaan

dengan menggunakan ukuran keuangan lebih sering digunakan karena terdapat

standar perbandingan yang potensial, baik berupa laporan keuangan di masa lalu

atau dengan laporan keuangan perusahaan lain yang sejenis. Kinerja keuangan

merupakan hasil yang didapat dari aktivitas operasi perusahaan. Setiap perusahaan

menginginkan kinerja perusahaan selalu meningkat dari tahun ke tahun

(Wikartika, 2020).

Kinerja keuangan dapat diukur dengan menggunakan rasio-rasio keuangan

yang salah satunya adalah rasio profitabilitas. ROA digunakan untuk mengukur

efisiensi dan efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan

memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba

sebelum pajak terhadap total aset. Dalam ROA, akan terlihat kemampuan bank

dalam menghasilkan laba bersih dengan membandingkan total aset yang dimiliki.

Apabila semakin besar ROA suatu bank, maka tingkat keuntungan yang didapat

oleh bank juga semakin besar (Astasia, dkk., 2020).


14

Salah satu faktor prediktor yang bisa mempengaruhi kinerja keuangan

bank adalah sustainability reporting. Sustainability reporting adalah laporan

pengungkapan yang mencerminkan kinerja organisasidalam dimensi ekonomi,

sosial, lingkungan (Association of Chartered Certified, 2014).Sustainability

reporting juga merupakan bentuk ketertarikan yang kuat terhadap lingkungan dan

kondisi sosial yang akan berdampak positif bagi perkembangan dan keberlanjutan

perusahaan. Kontinuitassustainability reporting digunakan sebagai media untuk

menginformasikan kinerja perusahaan yang terdiri dari tiga aspek sosial

yaitu:ekonomi, dan lingkungan untuk para pemangku kepentingannya (Bellucci,

Manetti, & Thorne, 2018).

Sustainability reporting di Indonesia merupakan kegiatan yang wajib

dilakukan, dan dibuat terpisah dari laporan tahunan atau digabungkan dengan

laporan tahunan (Otoritas Jasa Keuangan, 2018). Menurut statistik OJK (2017),

hanya 9% perusahaan yang terdaftar di JakartaStock Exchange (BEI) dan

menerbitkan Sustainability Reporting. Hal ini menandakan rendahnya

kesadaranperusahaan mempublikasikan sustainability reportingsehingga perlu

didorong untuk meningkatkan jumlahnyaperusahaan yang mempublikasikan

Sustainability reportingmenurut prinsip transparansi dan akuntabilitas(Ernest and

Young, 2017).

Faktor lain yang mendasari kontribusi peningkatan kinerja keuangan

perusahaan adalah struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan merupakan

proporsi kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional yang memegang

saham terbesar di dalam kepemilikan perusahaan. Kepemilikan manajerial adalah


15

presentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer dari jumlah saham yang

beredar (Warapsari, 2016).Adanya kepemilikan manajerial di dalam perusahaan

akan cenderung meningkatkan kinerja manajemen untuk kepentingan sendiri dan

para pemegang saham.

Kepemilikan institusional merupakan salah satu upaya dalam

menanggulangi konflik agen yang terjadi. Kepemilikan institusional memiliki

kemampuan yang besar dalam melakukan pengawasan untuk melindungi

investasinya sehingga mempengaruhi manajemen secara signifikan sehingga

kinerja perusahaan akan meningkat (Al-Najjar, 2015). Manajemen akan bertindak

sesuai dengan tujuan perusahaan dengan meningkatkan kinerja mereka yang

diwujudkan dengan meningkatnya kinerja perusahaan Kepemilikan institusional

adalah persentase saham yang dimiliki oleh investor institusi terhadap total saham

yang beredar Warapsari (2016).

Penelitian yang dilakukan di Vietnam, hasil penelitian menunjukkan

bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja

keuangan (Quang & Xin, 2014). Sejalan dengan penelitian di Malaysia

kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan

(Amran & Ahmad, 2018). Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial

dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan kepentingan

antara manajemen dengan stakeholder. Semakin besar kepemilikan saham oleh

manajer, maka semakin produktiftindakan manajer dalam memaksimalkan kinerja

keuangan perusahaan.
16

Selain struktur kepemilikan yang dapat mempengaruhi pengambilan

keputusan manajer, ukuran perusahaan juga dapat mempengaruhi keputusan

manajer dan akan berakibat pada kinerja keuangan. Besar kecilnya perusahaan

yang diukur dengan total asset yang dimiliki berpengaruh terhadap kinerja

keuangan perusahaan tersebut. Ukuran perusahaan juga menjadi unsur penting

yang berpengaruh terhadap kinerja perbankan. Ukuran perusahaan adalah sebuah

skala untuk menilai besar atau kecilnya sebuah entitas apakah suatu perusahaan

termasuk dalam perusahaan kecil, sedang, atau besar (Maghfirah dan Fadhlia,

2020).

Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang dimiliki

oleh suatu perusahaan. Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis

pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan

besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan

dengan perusahaan kecil.Ukuran perusahaan merupakan gambaran dari seberapa

skala untuk mengklasifikasikan kecil besarnya perusahaan menurut berbagai cara

yaitu berapa total aset yang dimiliki perusahaan, total penjualan yang dimiliki

oleh perusahaan, nilai pasar saham dan banyak lainnya.

Ukuran perusahaan dapat membuatpenentuan persepsi atau sudut pandang

investor terhadap sebuah perusahaan, semakin kecil ukuran perusahaan dapat

memberikan asumsi bahwa perusahaan tersebut tidak terkenal dikalangan

masyarakat luas dan dianggap kondisi perusahaan tersebut tidak stabil, dan

semakin besar ukuran perusahaan akan mengubah sudut pandang yaitu merupakan

perusahaan yang dikenal oleh bnyak masyarakat luas dan dapat memuat investor
17

memberi perhatian khusus dan dianggap lebih stabil kondisi perusahaannya

baik dalam hal investasi dan membuat perusahaan mudah memperoleh

sumber pendanaan internal dan eksternal (Syahputra, 2020).

Faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja keuangan adalah risiko kredit,

Risiko terkait dengan adanya ketidakpastian. Risiko kredit ditimbulkan oleh

debitur yang secara kredit tidak dapat membayar utang dan memenuhi

kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan atau turunnya kualitas debitur atau

pembeli sehingga persepsi mengenai kemungkinan gagal bayar semakin tinggi.

Risiko kredit perlu dikelola dengan baik karena apabila tidak dikelola dengan baik

maka akan mengakibatkan proposi kredit yang bermasalah semakin besar,

sehingga akan berdampak pada kondisi perbankan (Yanti dan Suryantini, 2020).

Pemberian kredit saat ini tetap menjadi bisnis utama yang masih sangat

diminati oleh industri perbankan di berbagai negara. Rasio NPL merupakan

indikator yang dapat digunakan untuk mengukur risiko kredit bank. Semakin

banyaknya kredit bermasalah akibat kegagalan nasabah memenuhi kewajibannya,

maka nilai rasio NPL akan semakin tinggi yang menunjukkan besarnya risiko

kredit yang dihadapi bank sehingga berdampak pada menurunnya profitabilitas

yang dihasilkan. Bank yang memiliki tingkat NPL yang tinggi menjadi lebih

berisiko mengalami kerugian dalam pemberian kredit (Tracey,2010). Pemberian

kredit yang dilakukan oleh bank mengandung risiko yaitu berupa tidak lancarnya

pembayaran kembali kredit yang akan mempengaruhi kinerja bank.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan diatas, faktor lain yang diduga

bisa meningkatkan kinerja keuangan perbankan syariah adalah pengungkapan


18

tanggung jawab sosial Islami (Islamic Corporate Social Responsibility).

Perusahaan yang berdiri tidak lepas dari lingkungan dan masyarakat yang

mendukung aktivitas perusahaan. Perusahaan harus peduli terhadap lingkungan

sekitar. Dengan melakukan kegiatan Islamic Corporate Social Responsibility,

kesan masyarakat terhadap perusahaan akan baik sehingga akan meningkatkan

daya tarik investor untuk berinvestasi.

Islamic Corporate Social Responsibility merupakan konsep tanggung

jawab sosial perusahaan yang berdimensi ekonomi Islam, legal Islam, etika Islam,

dan filantropi Islam berdasarkan nilai-nilai keislaman yang ada pada Qur’an dan

Hadits (Riswanti, 2017). Kegagalan dalam mengkomunikasikan program CSR

dapat mengakibatkan penarikan dukungan dari pemangku kepentingan dan

dampak negatif yang timbul pada reputasi perusahaan sebagai organisasi yang

bertanggung jawab secara sosial dan juga mengakibatkan hal yang merugikan

pada kinerja perusahaan (Ananda dan Erinos, 2020).

Penelitian Gustani (2017) membuktikan bahwa pengungkapan ICSR

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan bank

syariah.Penelitian ini memilih menggunakan variabel ICSR sebagai variabel yang

mempengaruhi kinerja keuangan bank syariah, karena pemangku kepentingan

mengharapkan pengungkapan yang lebih komprehensif dari kegiatan ICSR

perbankan syariah dan investor akan lebih meningkatkan kepercayaannya

terhadap perusahaan yang sudah melakukan kegiatan tanggung jawab sosial.

Investor juga percaya bahwa dengan adanya kegiatan tersebut maka suatu

perusahaan akan berpotensi mendapatkan laba yang lebih besar dibandingkan


19

dengan perusahaan yang tidak melakukan kegiatan tanggung jawab sosial

(Arshad, 2012).

Berdasarkan latarbelakang yang disampaikansebelumnya, maka penulis

ingin membuat suatu penelitian yang berjudul “PENGARUH

SUSTAINABILITY REPORTING, STRUKTUR KEPEMILIKAN, UKURAN

PERUSAHAAN, RISIKO KREDIT, DAN ISLAMIC CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERBANKAN

SYARIAH 2015-2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di bahas sebelumnya, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Apakah Sustainability Report berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan

Perbankan Syariah?

2. Apakah Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan

Perbankan Syariah?

3. Apakah Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan

Perbankan Syariah?

4. Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan

Perbankan Syariah?

5. Apakah Risiko Kredit berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Perbankan

Syariah?

6. Apakah Islamic Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadapKinerja

Keuangan Perbankan Syariah?


20

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui pengaruh Sustainability Report terhadap Kinerja Keuangan

Perbankan Syariah.

2. Untuk mengetahui pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kinerja

Keuangan Perbankan Syariah.

3. Untuk mengetahui pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja

Keuangan Perbankan Syariah?

4. Untuk mengetahui pengaruhUkuran Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan

Perbankan Syariah.

5. Untuk mengetahui pengaruhRisiko Kredit terhadap Kinerja Keuangan

Perbankan Syariah.

6. Untuk mengetahui pengaruh Islamic Corporate Social Responsibility terhadap

Kinerja Keuangan Perbankan Syariah.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan

bagi penulis mengenai masalah yang diteliti.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi bagi peneliti lain

dalam melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kinerja keuangan

dengan cakupan variabel yang lebih luas dan dengan studi empiris yang

berbeda.
21

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk bisa

meningkatkan kinerja keuangan Perbankan syariah, pihak manajer bisa

mempertimbangkan faktor-faktor diatas dalam pengambilan keputusan dan

sebagai evaluasi sehingga perusahaan dapat mengendalikan faktor-faktor

yang menentukan peningkatan pada kinerja keuangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan menjelaskan adanya hubungan antara pemilik dan

manajer. Menurut Messier, Glover, dan Prawitt (2017), hubungan antara pemilik

dan manajer umumnya menciptakan asimetri informasi antara kedua belah pihak.

Salah satu elemen kunci dari teori agensi adalah bahwa prinsipal dan agen

memiliki preferensi atau tujuan yang berbeda. Kontrak insentif akan mengurangi

perbedaan preferensi yang ada. Teori Agency memberikan fokus terhadap fakta

yang berkembang bahwa dalam setiap organisasi individu (disebut dengan the

agent) akan bertindak sebagai pihak yang dipercaya oleh individual atau

sekelompok individu lainnya (disebut the principal). Teori keagenan mulai

berlaku ketika hubungan kontraktual antara pemilik dengan manajer telah terjadi.
22

Berdasarkan teori ini, terjadi pemisahan antara principal dan agent

sehingga menimbulkan agency problem. Selanjutnya masalah keagenan

menimbulkan asimetri informasi yaitu suatu keadaan dimana agent memiliki

akses informasi yang tidak dimiliki oleh pihak principal. Manajer sebagai orang

dalam perusahaan memiliki keuntungan informasi dibandingkan dengan investor

yang merupakan orang luar perusahaan. Manajer dapat mengeksploitasi

keuntungan tersebut melalui pengelolaan informasi yang disampaikan kepada

investor. Menurut Jensen dan


23

Meckling (1976), penyebab konflik antara manajer dan pemegang saham

diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas

pencarian dana dan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan.Efek

dari asimetri informasi atau ketidakseimbangan informasi tersebut dapat berupa

Moral Hazard, yaitu permasalahan yang timbul ketika agent atau manajer tidak

melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja dan

Adverse Selection, yaitu suatu keadaan dimana pemilik tidak dapat mengetahui

apakah suatu keputusan yang diambil oleh manajer benar-benar didasarkan atas

informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai suatu kelalaian dalam

menjalankan tugas.

Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi dasar yang melandasi teori

agensi, yaitu:

1) Asumsi tentang sifat manusia

Sifat manusia yang cenderung mementingkan diri sendiri (self interest),

memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded

rationality), lalu manusia selalu menghindari risiko (risk averse).

2) Asumsi tentang keorganisasian

Dalam suatu organisasi terdapat konflik antar anggota organisasi dan efisiensi

sebagai kriteria produktivitas, serta asimetri informasi antara pihak manajer

dengan pemilik.

3) Asumsi tentang informasi


24

Informasi dipandang oleh perusahaan sebagai komoditas yang

diperjualbelikan sehingga dapat memengaruhi kualitas pengungkapan

informasi.

2.1.2 Teori Stakeholder

Menurut Ghazali dan Chariri (2007), teori stakeholder merupakan teori

yang menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi

untuk kepentingan sendiri, namun harus memberikan manfaat kepada seluruh

stakeholder-nya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah,

masyarakat, analis, dan pihak lain). Tujuan utama dari teori stakeholder adalah

untuk membantu manajemen perusahaan dalam meningkatkan penciptaan nilai

sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan meminimalkan

kerugian yang mungkin muncul bagi stakeholder.

Teori ini menyatakan pada dasarnya perusahaan adalah usaha bisnis

bersama antara stakeholder dengan tingkat kepentingan yang berbeda-beda. Oleh

karena itu manajer diharapkan dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang dianggap

penting oleh para stakeholder, serta mampu menyampaikan informasi aktivitas

perusahaan dengan baik sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka (Ulum,

2009).Perusahaan harus menjaga hubungan yang baik dengan para stakeholdernya

dengan cara mengakomodasi keinginan dan kebutuhan stakeholdernya.

Pelaksanaan dan pengungkapan aktivitas CSR merupakan salah satu cara untuk

menjaga hubungan baik dengan para stakeholder.


25

Beberapa pihak yang termasuk stakeholder perusahaan diantaranya adalah

pemilik,shareholders, investor, manajer, karyawan, pelanggan/nasabah, mitra

bisnis, masyarakat, dan pemerintah (Freeman & Reed 1983). Menurut Freeman

(1984) konsep stakeholder dijabarkan dalam dua model. Pertama yaitu model

kebijakan dan perencanaan bisnis. Model ini menjelaskan perencanaan perusahaan

dan analisis diperluas dengan memasukkan pengaruh eksternal yang mungkin

berlawanan bagi perusahaan. Model yang kedua yaitu model tanggung jawab

sosial perusahaan dari manajemen stakeholder, model ini berfokus pada cara-cara

yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengelola hubungan perusahaan

dengan stakeholder-nya.

2.1.3 Shari’ah Enterprise Theory

Perusahaan merupakan sebuah entitas bisnis yang didalamnya melibatkan

banyak pihak untuk mencapai tujuannya. Untuk itu akuntabilitas perusahaan

terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam perusahaan sangat

dibutuhkan. Shari’ah Enterprise Theory(SET) merupakan konsep teoritis yang

mampu memberikan dasar dalam pembentukan prinsip dan teknik akuntansi yang

menghasilkan bentuk akuntabilitas dan informasi yang dibutuhkan stakeholders

pada perusahaan syariah (Triyuwono, 2015).

Menurut Triyuwono (2015) Allah sebagai Pencipta dan Pemilik Tunggal

dari seluruh sumberdaya yang ada di dunia ini. Allah sebagai sumber amanah

utama dan sumber daya yang dimiliki para stakeholders. Dalam sumber daya

tersebut melekat suatu tanggung jawab dalam penggunaan, cara dan tujuan yang
26

ditetapkan. Pada prinsipnya Shari’ah Enterprise Theory memberikan bentuk

pertanggungjawaban utamanya kepada Allah SWT (vertikal) yang kemudian

dijabarkan lagi pada bentuk pertanggungjawaban (horizontal) pada umat manusia

dan lingkungan alam (Triyuwono, 2015).

Konsep SET mendorong kepada pemahaman bahwa dalam harta

sebenarnya tersimpan hak orang lain. Pemahaman ini tentu membawa perubahan

penting dalam terminologi SET yang meletakkan premisnya untuk

mendistribusikan kekayaan berdasarkan kontribusi para partisipan, yaitu

partisipan yang memberikan kontribusi keuangan atau ketrampilan.

2.2 Kinerja Keuangan

Sutrisno (2013) mendefinisikan kinerja keuangan sebagai prestasi yang

dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat

kesehatan perusahaan tersebut. Menurut Ross et al. dalam Tarigan dan Samuel

(2014), kinerja keuangan dapat dihitung dengan berbagai macam cara, salah

satunya adalah dengan cara menganalisis rasio-rasio keuangan. Dalam konsep

Ross tersebut rasio keuangan terbagi menjadi beberapa dimensi atau aspek yaitu,

aspek manajemen aset, aspek profitabilitas, aspek leverege, aspek likuiditas, dan

aspek pasar.

Kinerja keuangan berkaitan dengan stakeholder theory dimana pemangku

kepentingan perusahaan memiliki hak untuk mendapatkan informasi keuangan

yang terjadi di dalam perusahaan tersebut yang mampu mempengaruhi

pengambilan keputusan.Dalam melakukan penilaian kinerja keuangan suatu


27

perusahaan yaitu dengan melakukan analisis laporan keuangan. Menganalisis

laporan keuangan berarti menggali lebih banyak informasi yang dikandung suatu

laporan keuangan (Nuruwael, 2013). Penilaian prestasi suatu perusahaan dapat

dilihat dari kemampuan perusahaan itu menghasilkan laba. Laba perusahaan dapat

diketahui dengan menggunakan rasio profitabilitas salah satunya yakni Return On

Assets (ROA).

ROA adalah rasio yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba yang didasarkan total asset tertentu pada perusahaan (Hanafi &

Halim, 2014:82). ROA juga mengukur tentang efektifitas manajemen dalam

mengelola investasinya. Dengan kata lain ROA menggambarkan sejauh mana

investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan

sesuai dengan yang diharapkan. Pemilihan ROA sebagai proksi dari kinerja

keuangan suatu perusahaan karena ROA digunakan untuk mengukur kemampuan

manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan.

2.3 Sustainability Reporting

Sustainability reportingmerupakan laporan yang memuat tidak saja

informasi kinerja keuangan tetapi juga informasi non keuangan yang terdiri dari

informasi aktivitas sosial dan lingkungan yang memungkinkan perusahaan bisa

bertumbuh secara berkesinambungan (Elkington, 1997).Sustainability reporting

disusun oleh Global Reporting Initiative (GRI) yang bermarkas di Belanda.

Menurut Global Reporting Initiative (GRI), Sustainability Report adalah laporan

yang diterbitkan oleh perusahaan mengenai dampak ekonomi, dampak


28

lingkungan, dan dampak sosial yang disebabkan oleh aktivitas sehari-hari yang

dilakukan oleh perusahaan. Pengungkapan kinerja perusahaan dalam

sustainability report berfokus pada tiga aspek yang disebut Triple Bottom Line,

yakni terdiri atas ekonomi, sosial dan lingkungan (Elkington, 1997).

Pengungkapan sustainability report di Indonesia sesuai dengan Peraturan

Pemerintah diantaranya Undang-undang No. 23 Tahun 1997 mengenai

lingkungan, Undang-undang No. 44 pasal 66 ayat 2 dan pasal 74 Tahun 2007

mengenai kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan. Sustainability reporting

ditujukan sebagai bentuk bukti pertanggung jawaban perusahaan terhadap

stakeholder dan bukti bahwa perusahaan berada dalam batasan peraturan yang

ada. Perusahaan perlu melakukan pengungkapan sustainability report untuk

memperoleh kepercayaan stakeholder, karena kepercayaan stakeholder

dibutuhkan untuk kelangsungan bisnis perusahaan.

Menurut Jalal (2010) dalam Idah (2013), Sustainability Reporting

mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan reputasi terkait dengan transparansi dan akuntabilitas.

2. Menjangkau berbagai pemangku kepentingan, agar mereka bisa mendapatkan

informasi yang benar, sehingga perlu disebarluaskan melalui berbagai cara

(internet, media cetak, stakeholder convening, dan sebagainya).

3. Membantu perusahaan untuk mengambil keputusan manajemen dalam

memperbaiki kinerja pada indikator yang masih lemah.

4. Membantu investor untuk mengetahui kinerja perusahaan secara lebih

menyeluruh.
29

Adapun prinsip-prinsip menurut GRI-G4 Guidelines adalah sebagai

berikut:

1. Keseimbangan. Laporan harus mencerminkan aspek-aspek positif dan negatif

dari kinerja organisasi untuk memungkinkan dilakukannya asesmen yang

beralasan atas kinerja organisasi secara keseluruhan.

2. Komparabilitas. Organisasi harus memilih, mengumpulkan, dan melaporkan

informasi secara konsisten.

3. Akurasi. Informasi yang dilaporkan harus cukup akurat dan terperinci bagi

para pemangku kepentingan untuk dapat menilai kinerja organisasi.

4. Ketepatan Waktu. Organisasi harus membuat laporan dengan jadwal yang

teratur sehingga informasi tersedia tepat waktu bagi para pemangku

kepentingan untuk membuat keputusan yang tepat.

5. Kejelasan. Organisasi harus membuat informasi tersedia dengan cara yang

dapat dimengerti dan dapat diakses oleh pemangku kepentingan yang

menggunakan laporan.

6. Keandalan. Organisasi harus mengumpulkan, mencatat, menyusun,

menganalisis, dan mengungkapkan informasi serta proses yang digunakan

untuk menyiapkan laporan agar dapat diuji, dan hal itu akan menentukan

kualitas serta materialitas informasi.

2.4 Struktur Kepemilikan

Struktur kepemilikan dalam perusahaan yaitu struktur kepemilikan

manajerial dan kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional merupakan


30

kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan

hukum, institusi luar negeri, dana perwalian, serta institusi lainnya pada akhir

tahun (Shien et al., 2006 dalam Sekaredi, 2011). Institusi merupakan sebuah

lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan

termasuk investasi saham sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung

jawab kepada divisi tertentu untuk mengelola investasi perusahaan tersebut.

Semakin besar kepemilikan oleh institusi maka akan semakin besar

kekuatan suara dan dorongan dari institusi untuk mengawasi manajemen,

sehingga tuntutan untuk mengoptimalkan kinerja akan lebih besar dan berdampak

pada keberlangsungan perusahaan. Kepemilikan institusional memiliki beberapa

kelebihan, diantaranya adanya kemampuan profesional dalam menganalisis

informasi sehingga keandalan informasi dapat dipertanggungjawabkan serta

memberikan motivasi yang kuat dalam melakukan pengawasan yang lebih ketat

terhadap aktivitas operasional perusahaan.

Manajerial berarti suatu sistem yang mengatur hubungan antara manajer

dengan bawahan dan sumber daya organisasi lainnya. Fungsi utama dari

manajemen ada dua, yaitu fungsi administratif (penentuan tujuan,

pengorganisasian, perencanaan, dan pengawasan) dan fungsi operatif

(pengarahan, supervisi, dan komunikasi). Semakin tinggi tingkatan manajer akan

lebih banyak fungsi administratif yang dijalankan. Kepemilikan manajerial adalah

proporsi pemegang saham oleh pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam

pengambilan keputusan perusahaan, yaitu direksi dan komisaris (Pujiati dan

Widanar, 2009). Nizar dan Syahrul (2003) juga mendefinisikan kepemilikan


31

manajerial adalah pemegang saham, direksi atau pejebat perseroan yang memiliki

proporsi yang signifikan dalam saham perseroan.

Jensen dan Meckling (1976) membuktikan bahwa kepemilikan saham oleh

manajer dapat mensejajarkan kepentingan antara manajer dan pemegang saham.

Ross (1977) menyatakan kecenderungan manajemen perusahaan yang memiliki

jumlah kepemilikan manajerial yang besar akan membuat kinerja manajer

semakin baik didorong oleh kepentingannya yang sama dengan investor.

Kepemilikan manajerial dianggap dapat meminimalisasi konflik keagenan antara

manajemen dengan pemegang saham karena besar kecilnya saham yang dimiliki

oleh pihak manajemen menggambarkan adanya kesamaan kepentingan antara

manajemen dengan pemegang saham.

2.6 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala, dimana dapat diklasifikasikan besar

kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain total aktiva, log size, nilai

pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya, ukuran perusahaan hanya terbagi atas

tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah

(medium-size), dan perusahaan kecil (small firm). Ukuran perusahaan dilihat

berdasarkan dari besarnya total asset yang dimiliki perusahaan. Variabel ukuran

perusahaan diukur dengan logaritma natural (Ln) dari total asset. Hal ini

dikarenakan besarnya total asset masing-masing perusahaan berbeda bahkan

mempunyai selisih yang besar, sehingga didapat menyebabkan nilai yang ekstrim.
32

Untuk menghindari adanya data yang tidak normal tersebut maka data total asset

perlu di Ln kan.

Total aktiva dipilih sebagai proksi ukuran perusahaan dengan

mempertimbangkan bahwa nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan dengan

nilai market capitalized dan penjualan (Wuryatiningsih, 2002 dalam Sudarmadji,

2007). Menurut Astuti dan Zuhrotun (2007), perusahaan dengan total asset yang

besar mencerminkan kemapanan perusahaan. Perusahaan yang sudah mapan

biasanya kondisi keuangannya juga sudah stabil.

2.7 Risiko Kredit

Kegiatan perbankan yang kompleks memiliki potensi risiko yang tinggi.

Terkait risiko ini, dalam dunia perbankan terdapat istilah Non Performing

Loanatau kredit bermasalah. Kredit bermasalah ini dapat berupa kredit macet.

Kredit macet dapat menghambat pemasukan yang seharusnya diterima dan lebih

memperbesar biaya akibat debitur tidak dapat melunasi kewajibannya.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober

2011, risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain

dalam memenuhi kewajiban kepada bank.

Non Performing Loan (NPL) adalah salah satu ukuran dari risiko kredit

yang membandingkan antara total kredit bermasalah dengan total kredit yang

diberikan bank kepada debitur (Riyadi, 2006). Menurut Peraturan Bank Indonesia

No.13/3/PBI/2011 menetapkan rasio NPL maksimal 5% dari total kredit.Apabila

rasio NPL dibawah 5% menunjukkan bahwa bank dapat mengelola risiko


33

kreditnya dengan baik karena mampu meminimalkan kreditnya sehingga dapat

berdampak baik pada penilaian kinerja keuangan bank.

2.8 Islamic Corporate Social Responsibility (ICSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah proses

pengkomunikasiandampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi suatu

perusahaan terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap

masyarakat secara keseluruhan (Arifin & Wardani, 2016). David (dalam Hadi,

2011) menguraikan prinsip-prinsip CSR menjadi tiga, yaitu:

1. Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan

aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya di masa

depan. Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana penggunaan

sumberdaya sekarang tetap memperhatikan dan memperhitungkan

kemampuan generasi masa depan.

2. Accountability, adalah upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas

aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan, ketika aktiivitas

perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini

menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak internal

dan eksternal.

3. Transparency, merupakan prinsip yang penting bagi pihak eksternal.

Transparansi berperan mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman,

khususnya informasi dan pertanggung jawaban berbagai dampak dari

lingkungan.
34

Di perusahaan syariah cara pandang pengungkapanCorporate Social

Responsibility seharusnya berbeda dengan perusahaan umumlainnya. Jika pada

perusahaan umum pengungkapan CSR diorientasikan untukmenarik simpati

investor tetapi di dalam perusahaan syariah pengungkapan CSR diharapkan lebih

diorientasikan sebagai tanggung jawab kepada Allah SWT.

Islamic Corporate Social Responsibility merupakan indeks pengungkapan

sosial pada perusahaan-perusahaan yang berprinsip Islam. Definisi ICSR adalah

konsep tanggung jawab sosial yang tidak hanya mencakup tanggung jawab

perusahaan terhadap masyarakat saja tetapi juga mencakup tanggung jawab

perusahaan terhadap Allah SWT (Haniffa, 2002 dalam Othman, et.al

2009).Pelaksanaan ISCR dapat dikategorikan dalam tiga dimensi tanggung jawab

hubungan kepada Allah. Pertama, adalah hubungan tanggung jawab kepada Allah.

Kedua, hubungan tanggung jawab kepada manusia. Dan yang terakhir adalah

hubungan tanggung jawab terhadap lingkungan (Yusuf dan Bahari, 2011 dalam

Kharisma, 2014)

Sebagai perusahaan yang beroperasi dalam sebuah jaringan dari berbagai

stakeholder yang berbeda yang bisa mempengaruhi perusahaan secara langsung

ataupun tidak langsung, kemampuan manajer untuk menempatkan harapan sosial

adalah alat yang penting dalam membangun hubungan yang baik antara

perusahaan dan para stakeholder (Arshad et.al, 2012). Tanggung jawab yang

paling utama dalam menjalankan usahanya adalah kepada Allah SWT, selain

tanggung jawab kepada pemerintah, investor, kreditor, masyarakat, dan

stakeholder lainnya. Untuk itu, salah satu bentuk pertanggungjawaban bank


35

syariah kepada Allah SWT dan masyarakat dapat dinyatakan dalam indeks

Islamic Corporate Social Responsibility. Seluruh pelaksanaan tanggung jawab

sosial yang telah dilaksanakan oleh perusahaan akan disosialisasikan kepada

publik salah satunya melalui pengungkapan sosial dalam laporan tahunan (annual

report) yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Pengungkapan Islamic Corporate Social Responsibility menjadi suatu

halyang sangat penting bagi kinerja lembaga keuangan syariah. Karena

lembagakeuangan syariah yang mengungkapkan ICSR dengan baik akan

dipandangsebagai entitas yang dapat dipercaya oleh masyarakat muslim dalam

menyalurkandana mereka (Thahirah et.al, 2016).

2.9 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk menguji faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan diantaranya:

Purwako dan Sudiyatno (2013), Eng (2013) melakukan penelitian yang

bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang menentukan kinerja bank yang listed

di Bursa Efek Indonesia. Dimana variabel dependennya adalah kinerja keuangan

yang diproksikan dengan ROA, dan variabel independennya adalah Efisiensi

Operasi yang diproksi dengan variabel BOPO, Risiko Kredit, yang diproksi

dengan variabel NPL, Risiko Pasar yang diproksi dengan variabel NIM,

Permodalan yang diproksi dengan variabel CAR, dan Likuiditas yang diproksi

dengan variabel LDR. Model yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pengaruh BOPO terhadap ROA adalah negatif


36

signifikan, risiko kredit (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

kinerja bank (ROA), risiko pasar (NIM) berpengaruh positif signifikan terhadap

kinerja bank (ROA), permodalan (CAR) tidak berpengaruh terhadap kinerja bank

(ROA), likuiditas (LDR) tidak berpengaruh terhadap kinerja bank (ROA).

Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2009) bertujuan untuk

menganalisis pengaruh CAR, NPL, PDN, NIM, BOPO, LDR, dan suku bunga

SBI terhadap ROA. Sampel pada penelitian tersebut adalah 20 Bank Devisa.

Pengujian penelitian dilakukan menggunakan regresi berganda.Hasil dari

penelitian ini menyatakan bahwaCapital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh

positif terhadap Return On Asset (ROA). Non Performing Loan (NPL)

berpengaruh negatif terhadap Return On Asset (ROA).NPLyang rendah

menandakan kinerja keuangan bank semakin baik maka sebaliknya NPLyang

tinggi menandakan kinerja keuangan bank semakin buruk. Posisi Devisa Netto

(PDN) tidak berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA). Net Interest Margin

(NIM) berpengaruh positif terhadap Return On Asset (ROA). BOPO (Biaya

Operasional/Pendapatan Operasional) berpengaruh negatif terhadap Return On

Asset (ROA). Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif terhadap Return

On Asset (ROA). Suku Bunga SBI tidak berpengaruh terhadap Return On Asset

(ROA).

Penelitian yang dilakukan oleh Annisa (2018) bertujuan untuk

menganalisis Pengaruh Risiko Perbankan Terhadap Kinerja. Model yang

digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BOPO dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA, CAR dan
37

NIM berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, sedangkan LDR tidak

berpengaruh terhadap ROA.

Hermiyetti dan Katlanis (2017) melakukan penelitian dengan model yang

digunakan adalah analisis linier berganda. Dengan menggunakan sampel sebanyak

125 perusahaan diperoleh hasil bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan

istitusional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan

perusahaan.Penelitian yang dilakukan oleh Indarti dan Extaliyus (2013)

mendapatkan hasil, yaitu kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan

terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Wiranata dan Yeterina (2013) melakukan penelitian dengan menggunakan

model persamaan regresi. menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan

kepemilika manajerial berpengaruh negatif terhadap ROA. Tingginya kepemilikan

saham yang dimiliki institusi maka semakin rendah kinerja keuangan perusahaan.

Abdul and Anis (2013), Noviawan dan Septiani (2013) dari hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap

ROA.

Riska Irva Arini (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk

menganalisis pengaruh ukuran perusahaan, KAP, likuiditas dan tingkat suku

bunga terhadap kinerja keuangan bank syariah. Penelitian ini menggunakan

sampel tiga bank umum syariah devisa. Kinerja keuangan pada penelitian ini

diukur dengan rasio ROA, sedangkan variabel independen meliputi ukuran

perusahaan, KAP, likuiditas dan tingkat suku bunga. Hasil penelitian ini
38

menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap ROA. KAP

dan tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap ROA.

Rita Wijayanti (2016) melakukan penelitian yang berkaitan dengan

pengaruh sustainability report dan kinerja keuangan perusahaan menunjukan hasil

bahwa semua dimensi Sustainability Report yaitu dimensi ekonomi, lingkungan,

dan sosial berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas (Return On Asset).

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Junita Simbolon (2016) yang berkaitan

denganSustainability Report dan kinerja keuangan menunjukan hasil bahwa

secara parsial hanya pengungkapan kinerja ekonomi yang berpengaruh positif

signifikan terhadap kinerja keuangan sedangkan pengungkapan kinerja

lingkungan dan sosial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja

keuangan. Hasil penelitian Wibowo dan Faradiza (2014) menunjukkan bahwa

pengungkapan Sustainability Report tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan

yang diproksikan dengan ROAdan Current Ratio.

Indrayani dan Risna (2018) melakukan penelitian dengan tujuan untuk

menganalisis pengaruh islamic corporate social responsibility (ICSR) dan sharia

governance terhadap kinerja perusahaan. Dengan menggunakan sampel 10 Bank

Umum Syariah. Menunjukkan hasil bahwa ICSR tidak berpengaruh signifikan

terhadap kinerja perusahaan. Penelitian Arifin (2016) dengan judul ICSR

disclosure, reputasi, dan kinerja keuangan pada bank syariah di Indonesia

menunjukkan hasil ICSR tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja

perusahaan.
39

2.10Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Sustainability Report Terhadap Kinerja Keuangan

Praktik pengungkapan Sustainability Report memainkan peran penting

bagi perusahaan. Perusahaan perlu melakukan pengungkapan Sustainability

Report untuk memperoleh kepercayaan stakeholder, karena kepercayaan

stakeholder dibutuhkan untuk kelangsungan bisnis perusahaan. Kepercayaan

stakeholder tersebut dapat berupa investasi maupun kerjasama yang berpotensi

meningkatkan produktivitas dan penjualan perusahaan. Hal ini dapat berpengaruh

pada tingkat laba bersih perusahaan, dimana meningkatnya laba bersih perusahaan

akan meningkatkan nilai ROA pada perusahaan. Nilai ROA yang meningkat dapat

diartikan bahwa kinerja perusahaan meningkat.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rita Wijayanti (2016) berkaitan

dengan pengaruh sustainability report dan kinerja keuangan perusahaan

menunjukan hasil bahwa semua dimensi sustainability report yaitu dimensi

ekonomi, lingkungan, dan sosial berpengaruh positif signifikan terhadap

profitabilitas (return on asset). Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Pengungkapan Sustainability Report berpengaruh positif terhadap

kinerja keuangan.

2. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Keuangan

Kepemilikan institusional merupakan saham-saham yang dimiliki oleh

pihak institusi atau lembaga-lembaga seperti perusahaan asuransi, perusahaan


40

investasi, bank. Kepemilikan saham oleh institusi bisa menjadi alternatif dalam

mengawasi kegiatan manajemen di perusahaan seperti proses pengambilan

keputusan. Semakin besar jumlah proporsi saham yang dimiliki institusi maka

akan semakin mempermudah dalam mengawasi kegiatan manajemen perusahaan.

Besarnya jumlah saham juga mempengaruhi seberapa besar posisi dan kedudukan

dalam perusahaan.

Pengawasan terhadap manajemen sangat penting dilakukan oleh institusi

untuk mengantisipasi adanya tindakan kecurangan dari manajemen. Tindakan-

tindakan kecurangan yang dilakukan bisa memberikan kesempatan dan peluang

dalam mengolah laporan keuangan demi kepentingan individu. Secara teoritis

bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol

terhadap perusahaan. Abdul and Anis (2013), Noviawan dan Septiani (2013) dari

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh

positif terhadap ROA.

H2 : Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap kinerja

keuangan.

3. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Keuangan

Kepemilikan manajerial merupakan saham-saham yang dimilki oleh pihak

manajemen perusahaan seperti komisaris, direktur dan direksi. Berdasarkan teori

keagenan, kepemilikan saham oleh pihak manajerial dapat mengurangi agency

conflict yang terjadi antara agent dan principal sebagai akibat perbedaan

kepentingan dalam perusahaan. Kepemilikan manajerial juga dapat dikatakan


41

sebagai situasi dimana manajer sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan

yang ditunjukkan dengan presentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer.

Besarnya proporsi saham yang dimiliki oleh manajerial akan berdampak pada

pengambilan keputusan dan kinerja perusahaan. Tingginya kepemilikan saham

oleh pihak manajerial akan memperkecil kecenderungan manajer untuk

melakukan tindakan konsumsi demi kepentingan individu.

Harapan dari adanya kepemilikan manajerial adalah bahwa para manajer

puncak dapat lebih konsisten dalam menjalankan perusahaan, sehingga tercipta

keselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham (karena

pihak manajemen juga merupakan pemegang saham) dan dapat meningkatkan

kinerja perusahaan (Syafruddin, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Waskito (2014) menyatakan bahwa

variabel kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap

variabel kinerja keuangan perusahaan. Penelitian oleh Hermiyetti dan Katlanis

(2017) diperoleh hasil bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan istitusional

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.

H3 : Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja

keuangan.

4. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan

Ukuran perusahaan yang besar diharapkan dapat meningkatkan skala

ekonomi dan mengurangi biaya pengumpulan dan pemrosesan informasi.

Sudarmadji dan Sularto (2007) menyatakan bahwa perusahaan besar yang


42

mempunyai sumber daya yang besar pula akan melakukan pengungkapan lebih

luas dan mampu membiayai penyediaan informasi untuk keperluan internal.

Informasi tersebut sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan

informasi kepada pihak eksternal seperti investor dan kreditor, sehingga tidak

memerlukan tambahan biaya yang besar untuk melakukan pengungkapan lebih

luas. Perusahaan besar mampu menarik minat investor yang lebih besar daripada

perusahaan kecil karena mempunyai fleksibilitas penempatan investasi yang lebih

baik. Berdasarkan hasil temuan diatas ditarik hipotesis sebagai berikut.

H4: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.

5. Pengaruh Risiko Kredit terhadap Kinerja Keuangan

Risiko kredit merupakan risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak

lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko Kredit menunjukkan bahwa

kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan

oleh bank. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank

yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan

suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Sebaliknya jika tingkat NPL

rendah menandakan bahwa kualitas kredit bank tersebut berada pada kondisi yang

baik sehingga profitabilitas yang akan dicapai juga tinggi. Semakin besar NPL

akan mengakibatkan menurunnya ROA, yang juga berarti kinerja keuangan bank

menurun.

Puspitasari (2009) menyatakan bahwa NPLyang rendah menandakan

kinerja keuangan bank semakin baik maka sebaliknya NPLyang tinggi


43

menandakan kinerja keuangan bank semakin buruk.Pendapat ini didukung oleh

hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwako dan Sudiyatno (2013), Eng (2013)

menyatakan bahwa NPLberpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja

keuangan (ROA). Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik hipotesis sebagai

berikut:

H5 : Non Performing Loan berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan.

6. Pengaruh ICSR terhadap Kinerja Keuangan

Islamic Corporate Social Responsibility adalah CSR yang merujuk kepada

praktik bisnis yang memiliki tanggung jawab etis secara Islami, perusahaan

memasukkan norma-norma agama Islam yang ditandai oleh adanya komitmen

dalam kontrak sosial didalam bisnisnya (Suharto,2010). Menurut Wahyuddin

Islamic Corporate Social Responsibility merupakan sebuah sistem sosial dalam

pembagian kekayaanberdasarkan kepada cara hidup dan hubungan kemanusiaan

yang terjalin antarasesama umat Islam, dan juga antara umat Islam dengan

golongan bukan Islam(Hablun Min al-Nas). Penelitian tentang Islamic Corporate

Social Responsibility sebelumnyapernah diteliti oleh Sidik dan Reskino dan Arifin

dan Wardani (2016).Menunjukkan bahwa Islamic Corporate Social

Responsibility tidak memilikipengaruh terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan

teori dan hasil penelitianterdahulu, maka hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai

berikut:

H6:Islamic corporate social responsibilityberpengaruh negatif terhadap

kinerja keuangan.
44

2.11Kerangka Pemikiran

Berikutinimerupakanbaganskematik yang

menyajikanhubunganantarvariabelpenelitian.Untukmemudahkanpemahamanintida

ripenelitianinimakadapatdibuatkerangkapemikiransebagaiberikut:

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

SUSTAINABILITY
REPORTING
(X1)

KEPEMILIKAN
MANAJERIAL
(X2)

KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL
(X3) KINERJA KEUANGAN
(ROA)
UKURAN PERUSAHAAN (Y)
(X4)

RISIKO KREDIT
(X5)

ISLAMIC CORPORATE
SOCIAL
RESPONSIBILITY(X6)
45

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pengujian

hipotesis. Data yang digunakan yaitu data sekunder dengan melihat laporan

tahunan dan laporan keuangan perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini

bertujuan untuk menguji pengaruhsustainability report, struktur kepemilikan,

ukuran perusahaan,risiko kredit, dan Islamic Corporate Social Responsibility

terhadap kinerja keuangan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini memperoleh data dari Bank Umum Syariah di

Indonesia yang terdaftar di Bank Indonesia yang diakses melalui website

resmi masing-masing Bank Syariah dan situs resmi Bank Indonesia


46

(www.bi.go.id). Adapun data yang diambil merupakan laporan keuangan (annual

report) dan laporan keberlanjutan (sustainability report)Bank Umum Syariah

periode 2015-2019.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; objek/ subjek

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003:55).

Populasi dalam penelitian ini adalah Bank Umum Syariah di Indonesia sejumlah

13 bank.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2012:120). Pemilihan sampel dilakukan dengan

menggunakan teknik Non-Probabillity Sampling yaitu Purposive Sampling.

Purposive sampling yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang

informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Adapun

kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini, sebagai berikut:

a. Bank Umum Syariah di Indonesia yang mempublikasikan laporan tahunan

dan laporan keuangan selama 5 tahun berturut-turut yaitu tahun 2015-2019.

b. Bank Umum Syariah yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang

rupiah.
47

Peneliti menggunakan periode selama 5 tahun yaitu 2015-2019. Terdapat 7

Bank Syariah yang memenuhi kriteria diatas, maka jumlah sampel yang didapat

pada penelitian ini sebanyak 35.

3.4 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung melalui media perantara. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan

atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip atau data dokumenter yang

dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan (Indriantoro dan Supomo, 2014).

Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa laporan

keuangan tahunan Bank Umum Syariah di Indonesia yang diperoleh dari situs

resmi masing-masing Bank Syariah dan situs resmi Otoritas Jasa Keuangan

(www.ojk.go.id) dan situs resmi Bank Indonesia ( www.bi.go.id.)

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan

dengan:

1. Metode studi pustaka yaitu dengan mengkaji berbagai acuan pustaka seperti

buku, jurnal dan sumber acuan lainnya yang dapat memberikan informasi yang

dibutukan dalam penelitian ini.

2. Metode dokumentasi yaitu dengan melihat dokumen atau data yang telah

dipublikasi oleh lembaga-lembaga pengumpul data, mengumpulkan, serta


48

mengkaji data tersebut yang berupa laporan keuangan tahunan Bank Umum

Syariah di Indonesia periode 2015-2019.

3.6 Definisi Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa

saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya, Sugiyono (2016:38). Dalam

penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel

independen. Adapun varibel independen dalam penelitian ini adalah risiko kredit,

struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, sustainability report dan

islamiccorporate social responsibility.Sedangkan variabel dependen dalam

penelitian ini adalah kinerja keuangan perbankan syariah Indonesia.

3.6.1 Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel utama yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat adanya variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian

ini adalah Kinerja Keuangan. Kinerja adalah pencapaian dari suatu tujuan suatu

kegiatan atau pekerjaan tertentu untuk mencapai tujuan perusahaan yang diukur

dengan standar (Sari, 2010). Kinerja keuangan merupakan ukuran-ukuran tertentu

yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba

(Prasinta, 2012).

Kinerja perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan ROA.

Variabel ROA menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang dapat diperoleh
49

dari keseluruhan aset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA dihitung dengan

membagi laba usaha setelah pajak dengan total aset dikalikan seratus persen.

3.6.2 Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel

dependen atau variabel yang menjadi sebab timbulnya perubahan dari variabel

dependen. Variabel independen pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sustainability Report

GRI (2011) dan Luke (2013) memiliki pernyataan yang sama mengenai

pentingnya pengungkapan triple bottom line dalam sustainability report,

keduanya sama-sama mengungkapkan bahwa pengungkapan triple bottom line

dapat meningkatkan transparasi mengenai dampak kegiatan ekonomi, sosial,

dan lingkungan perusahaan, yang kemudian akan menjadi pertimbangan dalam

keputusan investasi oleh para stakeholders. Variabel sustainability report

diukur dengan Sustainability Report Disclosure Index (SRDI). Berdasarkan

Global Initiative Reporting (GRI) G4 Guidelines, pengungkapan sustainability

report meliputi3 dimensi yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Dimensi

ekonomi dinilai dari 9 itemasesmen. Dimensi lingkungan dinilai dari 34 item

penilaian,dimensi sosial terdiri atas 4 subkategori,yaitu praktik ketenagakerjaan

dan kenyamanan bekerja, hak asasi manusia, masyarakat, dan tanggung

jawabatas produk. Praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja dinilai

dari 16 item penilaian, aspek hak asasi manusiadinilai dari 12 item penilaian,

subkategorimasyarakat dinilai dari 11 item, dan subkategori tanggung jawab


50

atas produk menghasilkan 9 item penilaian. Secara keseluruhan terdapat 91

item asesmen sustainability reportberdasarkan GRI G4 Guidelines.

Perhitungan SRDI dilakukan dengan memberikan skor 1 jika suatu item


diungkapkan, dan 0 jika tidak diungkapkan. Setelah dilakukan pemberian skor
pada seluruh item, skor tersebut kemudian dijumlahkan untuk memperoleh
total skor untuk setiap perusahaan. Rumus SRDI dapat diformulasikan sebagai
berikut:
n
SRDI =
k
Dimana:
SRDI = Sustainability Report Disclosure Index
n = Jumlah item yang diungkapkan perusahaan
k = Jumlah item yang diharapkan

b. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi

keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian, serta

institusi lainnya pada akhir tahun (Shien et al., 2006 dalam Sekaredi, 2011).

Variabel ini diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh

institusi Variabel Kepemilikan Institusional dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

Jumlah Saham yang Dimiliki Institusi


KINS = x 100%
Jumlah Saham yang Beredar

c. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh manajer,

direktur, dan komisaris. Variabel ini diukur dengan persentase jumlah saham
51

yang dimiliki oleh pihak manajemen terhadap total modal saham yang beredar

(Beiner et al., 2003 dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Variabel

Kepemilikan Manajerial dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah sahamdireksi ,komisaris , manajer


KMAN = x 100%
Jumlah Saham yang Beredar

d. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar

kecil perusahaan dengan berbagai cara antara lain dinyatakan dalam total

aktiva, nilai pasar saham dan lain-lain. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan

diproksikan dengan Total Aset. Secara matematis variabel ukuran perusahaan

diformulasikan dengan:

UKP = Ln(Total Aktiva)

e. Risiko Kredit

Risiko kredit yang dapat dikatakan sebagai kredit bermasalah (Non Performing

Loan) dapat diartikan sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan

akibat adanya faktor kesenjangan dan karena faktor eksternal di luar

kemampuan kendali debitur, dengan ketentuan nilai NPL perbankan tidak

melebihi dari 5%. Menurut Surat Edaran BI No. 3/30DPNP tanggal 14

Desember 2001, NPL diukur dari perbandingan antara kredit bermasalah

terhadap total kredit.

Rasio ini dapat diukur menggunakan rumus:

Kredit Bermasalah
NPL = x100%
Total Kredit
52

f. Islamic Corporate Social Responsibility

Penelitian ini menggunakan indeks ICSR yang dirancang oleh Platonova, et.al

(2016) yang merupakan pengembangan dari AAIOFI (2010), Haniffa

andHudaib (2007), Aribi and Gao (2012) and Aribi and Arun (2015) yang

terdiri dari 56 item. Untuk menghitung ICSR dengan teknik analisis isi

(content analysis) dalam annual report bank syariah. Kemudian digunakan

varibel dummy untuk mengetahui item yang diungkapkan dalam laporan

tahunan. Item yang diungkapkan diberi kode 1 dan yang tidak diungkapkan

diberi kode 0. Untuk menghitung tingkat pengungkapan ICSR adalah

digunakan rumus sebagai berikut:

Pengungkapan Item yang Diungkapkan


ICSR = x100%
Total Pengungkapan Item yang Diharapkan

3.7 Metode Analisis Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode

dokumentasi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yaitu laporan keuangan perusahaan perbankan syariah.

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan proses transformasi data penelitian untuk

menjelaskan gambaran suatu objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi

dengan tujuan memudahkan dalam memahami variabel-variabel yang digunakan

dalam penelitian (Indriantoro & Supomo, 1999:170).


53

3.7.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah data tersebut

memenuhi asumsi- asumsi dasar. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari

estimasi yang bias.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2013:160).

Kriteria lolos adalah nilai asymptotic significance ≥ 0,05.

b. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada korelasi

antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada

periode t-1. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi yang

sempurna antara anggota-anggota observasi. Untuk mengetahui ada korelasi

atau tidak dapat diketahui melalui uji Runs Test. Kriteria penggujian dasar

pengambilan uji statistik adalah sebagai berikut (Ghozali, 2016):

a) Jika nilai Asymp Sig (2 tailed) < 0,05 maka Ho ditolak. Hal ini berarti terjadi

gejala autokorelasi.

b) Jika nilai Asymp Sig (2 tailed) > 0,05 maka Ho diterima. Hal ini berarti

tidak terjadi gejala autokorelasi.

c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Pada model regresi yang baik

seharusnya antar variabel bebas tidak terjadi korelasi. Untuk mendeteksi


54

adanya multikolinearitas dalam model regresi pada penelitian ini dilakukan

dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai cutoff

yang digunakan adalah nilai tolerance atau sama dengan nilai VIF Apabila

hasil analisis menunjukkan nilai tolerance diatas 0,10 dan nilai VIF dibawah

10, maka tidak terjadi multikolinearitas antar variabel didalam model regresi

(Ghozali, 2016).

d. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2016)uji heterokedasitas mempunyai tujuan untuk menguji

apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain. Dalam penelitian ini menggunakan uji

Glejser dengan meregresikan variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya.

Residual adalah selisih antara nilai observasi dengan nilai prediksi, dan absolut

adalah nilai mutlanya. Kriterianya sebagai berikut:

a) Jika signifikansi antara variabel bebas dengan absolut residual > 0,05

maka terjadi heteroskedastistas.

b) Jika signifikansi antara variabel bebas dengan absolut residual < 0,005

maka tida terjadi masalah eteroskedastistas.

3.7.3 Pengujian Hipotesis

a. Analisis Regresi Linear Berganda

Regresi linier berganda adalah hubungan secara linier antara dua atau lebih

variabel independen dengan variabel dependen. Persamaan regresi linier berganda

dapat dirumuskan sebagai berikut:


55

KKU = α + β1SRDI + β2KINS + β3KMAN + β4UKP + β5RK+ β6ICSR +ε

Dimana:

KKU = Kinerja Keuangan

α = Konstanta

SRDI = Sustainability Report Disclosure Index

KINS = Kepemilikan Institusional

KMAN = Kepemilikan Manajerial

UKP = Ukuran Perusahaan

RK = Risiko Kredit

ICSR = Islamic Corporate Social Responsibility

β1 = Koefisien regresi Sustainability Report Disclosure Index

β2 = Koefisien regresi Kepemilikan Institusional

β3 = Koefisien regresi Kepemilikan Manajer

β4 = Koefisien regresi Ukuran Perusahaan

β5 = Koefisien regresi Risiko Kredit

β6 = Koefisien regresi Islamic Corporate Social Responsibility

ε = Standar eror

b. Uji Ketetapan Model

1. Uji Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R²) dilakukan untuk melihat adanya hubungan yang

sempurna atau tidak, yang ditunjukkan pada apakah perubahan variabel bebas

akan diikuti oleh variabel terikat pada proporsi yang sama. Pengujian ini
56

dengan melihat nilai R Square (R2). Nilai koefisien determinasi adalah antara 0

sampai dengan 1 (Ghozali, 2016).

Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variasi variabel dependen terbatas.Nilai yang mendekati satu

berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi

yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali,

2016).

2. Uji T

Uji ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas terhadap

variabel tidak bebas dengan mengasumsikan bahwa variabel lain dianggap

konstan. Uji statistik T pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh

satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel

dependen. Pada uji statistik T, nilai hitung T akan di bandingkan dengan nilai T

tabel (Ghozali, 2016).

3. Uji F

Uji F bertujuan untuk melihat pengaruh vaiabel-variabel bebas secarabersama-

sama terhadap variabel terikat (Ghozali, 2016). Pengujian ini dilakukandengan

melihat nilai probabilitas signifikansi (Sig.) F yang dibandingkan denganbatas

signifikansi yang ditetapkan yaitu sebesar 5% atau 0,05. Jika nilaiprobabilitas

signifikansi < 0,05 maka secara bersama-sama terdapat pengaruhyang

signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Jika nilaiprobabilitas

signifikansi > 0,05 maka secara simultan tidak terdapat pengaruhyang

signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.


57

Anda mungkin juga menyukai