Anda di halaman 1dari 80

PENGARUH FREE CASH FLOW, FINANCIAL LEVERAGE, DAN

UKURAN PERUSAHAAN DENGAN KEBIJAKAN DIVIDEN SEBAGAI


PEMODERASI TERHADAP PERATAAN LABA
(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2016-2020)

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mencapai gelar Sarjana Akuntansi

Diajukan Oleh :

ENDAH LISTIAWAN
18101155110310

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA “YPTK” PADANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi yang semakin pesat seperti saat ini, sangat mendorong

adanya peluang bisnis yang cukup menjanjikan. Aset perusahaan yang tinggi saja

tidak cukup menjamin sebuah perusahaan untuk tetap bertahan. Hal ini

mendorong semakin banyak perusahaan masuk ke pasar modal untuk mengambil

peluang bisnis yang ada. Perusahaan manufaktur merupakan salah satu

perusahaan besar yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan berasal dari

berbagai sektor yang ada. Sebagai perusahaan terbesar tentunya persaingan dunia

bisnis semakin ketat. Dalam persaingan bisnis, dibutuhkan manajemen perusahaan

yang kompetitif untuk menjalankan bisnis sebuah perusahaan. Pihak manajemen

akan bertanggung jawab kepada pemilik perusahaan dan orang-orang yang

berkepentingan lainnya seperti pemegang saham untuk melaporkan semua

kegiatan yang ada didalam perusahaan tersebut melalui sebuah laporan keuangan.

Laporan keuangan adalah salah satu bentuk nyata dari kinerja manajemen

dalam mengelola dan menilai evaluasi kinerja dari suatu perusahaan (Sudarmadi

et al., 2017). Informasi laporan keuangan digunakan para investor dalam

menentukan sebuah keputusan akan investasi mereka. Adanya kecenderungan

perhatian dari stakeholders yang hanya tertuju pada informasi laba, tanpa

memperhatikan bagaimana laba tersebut dihasilkan. Hal ini dapat mendorong

seorang manajemen perusahaan untuk melakukan beberapa tindakan yang

1
memaksa manajer dalam meningkatkan citra perusahaan dengan melakukan

dysfunctional behavior (perilaku tidak semestinya) melalui tindakan perataan laba.

Perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu cara yang

digunakan manajer untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar

mencapai tingkat laba yang diinginkan (Nugroho et al., 2021). Tindakan perataan

laba merupakan fenomena yang telah banyak dilakukan diberbagai negara.

Banyak yang memperdebatkan apakah perataan laba itu baik atau buruk terhadap

perusahaan, serta mengapa perataan laba ini banyak dan boleh dilakukan.

Perusahaan meratakan laba yang akan dilaporkan agar fluktuasi laba yang besar

dapat dikurangi karena laba yang stabil lebih disukai oleh investor.

Pada penelitian (Rowena & Hendra, 2020), tindakan manajemen dalam

melakukan perataan laba umumnya didasarkan atas berbagai alasan, diantaranya

untuk memuaskan kepentingan pemilik perusahaan dengan menaikkan nilai

perusahaan sehingga muncul anggapan bahwa perusahaan memiliki resiko

ketidakpastian yang rendah. Bagi perusahaan, praktik perataan laba dianggap

wajar untuk dilakukan selama praktik yang dilakukan menggunakan metode

akuntansi yang diperbolehkan atau sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan). Akan tetapi, pemegang saham tidak akan setuju dengan

adanya praktik ini karena informasi yang disajikan akan bias. Manipulasi yang

dilakukan oleh manajemen dapat menyebabkan bias sehingga pemegang saham

tidak mengetahui keadaan perusahaan yang sebenarnya. Perataan laba tersebut

akan merugikan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti investor maupun

2
pengguna laporan keuangan (Rowena & Hendra, 2020). Perataan laba yang

dilakukan oleh manajemen suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor yang mempengaruhi perataan laba salah satunya adalah free cash

flow. Free cash flow merupakan suatu gambaran perusahaan dari arus kas yang

tersedia untuk perusahaan dalam suatu periode akuntansi, setelah dikurangi

dengan biaya operasional dan pengeluaran lainnya. Perusahaan dengan tingkat

aliran kas yang tinggi seharusnya memiliki kesempatan yang lebih besar dalam

melakukan manajemen laba dengan meningkatkan laba yang dilaporkan untuk

menutupi tindakan dari pihak manajer yang tidak optimal dalam memanfaatkan

kekayaan perusahaan (Tualeka et al., 2021). Indikator kinerja perusahaan yang

cukup baik berdasarkan aliran kas bebas yang tinggi dibanding dengan perusahaan

lainnya. Dengan aliran kas bebas yang tinggi dari suatu perusahaan diperkirakan

akan lebih mampu bertahan dalam lingkungan yang buruk.

Selain faktor free cash flow terdapat faktor lain yang mempengaruhi

perataan laba, yakni financial leverage. (Nugroho et al., 2021) mengatakan bahwa

utang sebagai salah satu alternatif pengurangan biaya agensi sekaligus sumber

pendanaan dengan beban tetap menghasilkan leverage yang menguntungkan

(favorable financial laverage). Adanya indikasi perusahaan melakukan perataan

laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang dapat dilihat melalui

kemampuan perusahaan tersebut untuk melunasi utangnya dengan menggunakan

aset yang dimiliki (Sudarmadi et al., 2017). Perataan laba dilakukan dengan tujuan

memberikan rasa aman kepada investor karena kemungkinan fluktuasi laba yang

kecil dapat membantu investor untuk memprediksi laba perusahaan pada periode

3
mendatang. Turunnya tingkat financial leverage akan mengurangi risiko default

perusahaan sehingga hal tersebut dapat merefleksikan keadaan perusahaan yang

akan tetap beroperasi di masa yang akan datang (Rossi, 2018).

Menurut (Lahaya, 2017) ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana

dapat diklasifikasikan besar atau kecilnya suatu perusahaan . Ukuran perusahaan

dapat diukur dengan berbagai cara, antara lain menggunakan total aset, log size,

nilai pasar saham, dan lain-lain (Mirwan & Amin, 2020). Ukuran perusahaan

menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perataan laba karena perusahaan

dengan ukuran yang besar cenderung lebih diperhatikan oleh pihak eksternal

sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan

(Sudarmadi et al., 2017). Perusahaan yang besar cenderung untuk melakukan

perataan laba dibandingkan dengan perusahaan yang kecil, untuk menghindari

fluktuasi laba yang drastis dan sebaliknya penurunan laba yang drastis akan

memberikan dampak yang kurang baik, oleh karena itu perusahaan yang

berukuran besar memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam melakukan

tindakan perataan laba.

Kebijakan dividen menarik digunakan sebagai variabel moderasi antara

free cash flow, financial leverage, dan ukuran perusahaan dalam penelitian ini,

karena suatu perusahaan yang maksimum dapat dicapai jika perusahaan

memperhatikan stakeholder. Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba

yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai

dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi

dimasa mendatang (Rossi, 2018).

4
Kebijakan dividen menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi

hak para pemegang saham (Sari & Khafid, 2020). Pada dasarnya, laba tersebut

bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali di dalam

perusahaan. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai

dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi

total sumber dana internal. Jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang

diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana internal akan makin besar. Saat

laba akan dibagi atau ditahan, tetap harus mempertimbangkan tujuan perusahaan

yaitu memaksimumkan kemakmuran para pemegang saham (Adiwibowo, 2018).

Di indonesia fenomena perataan laba bukan hal baru, salah satu kasus

mengenai perataan laba yang terjadi di indonesia telah banyak dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan khususnya perusahaan manufaktur. Hal ini disebabkan

karena kurangnya pemahaman mengenai pentingnya peranan perataan laba bagi

kelangsungan perusahaan tersebut. Pada salah satu perusahaan manufaktur

terdapat kejanggalan laporan keuangan pada tahun buku 2017. Harga saham

perusahaan manufaktur tersebut menurun 92,8% dari Rp. 2.360 pada April 2017

menjadi Rp. 168 per lembar dalam kurun waktu satu tahun. Laporam keuangan

per 31 Desember 2017 yang baru dibukukan pada 29 Juni 2018 menyatakan

bahwa pendapatan perusahaan menurun 24,8% menjadi Rp. 4,92 triliun dari tahun

2016 Rp. 6,54 triliun. Perusahaan manufaktur tersebut mengalami rugi bersih

senilai Rp. 551,9 miliar dan pada tahun 2016 meraih laba bersih sebesar Rp. 593,4

miliar. Auditor menemukan pencatatan keuangan dalam buku besar menyatakan

bahwa adanya perbedaan perincian transaksi dan data keuangan lain dengan

5
pencatatan keuangan yang digunakan oleh auditor keuangan dalam melakukan

audit laporan keuangan untuk tahun buku 2017. Perusahaan manufaktur tersebut

melakukan peningkatan pada tahun 2017 sebesar Rp. 4 miliar

(Https://Www.Alinea.Id/). Peningkatan laba dilakukan oleh manajemen lama

kerena manajemen lama tidak melakukan pengungkapan pada laporan keuangan

secara memadai. Pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang

berlangsung pada 12 Juli 2018 menyatakan laporan keuangan tahun 2017 ditolak

oleh RUPST (Setyaningsih, 2018).

Fenomena yang hampir sama terjadi pada tahun yang berbeda oleh

perusahaan manufaktur yang sama, yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) memanggil

direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) untuk meminta penjelasan

terkait dengan keluarnya hasil investigasi laporan keuangan 2017 oleh PT Ernst &

Young Indonesia (EY) kepada manajemen baru tertanggal 12 Maret 2019

(Https://Www.Cnbcindonesia.Com/). Hasil investigasi EY terhadap laporan

keuangan tersebut menunjukkan ditemukannya fakta terhadap dugaan

penggelembungan pos akuntansi bahwa direksi lama melakukan overstated senilai

Rp. 4 triliun, lalu ada juga temuan overstated pendapatan senilai Rp. 662 miliar

dan overstated lain sebesar Rp. 329 miliar pada pos laba sebelum bunga, pajak,

depriesiasi, dan amortisasi. Laporan keuangan 2017 Tiga Pilar diaudit oleh Kantor

Akuntan Publik (KAP) Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan yang

terafiliasi dengan firma audit, pajak, dan konsultasi dunia terkemuka yaitu RSM

International (Wareza, 2019).

Fenomena perataan laba juga dapat dilihat dari laba yang dikelola dan

6
diperoleh perusahaan karena laba mencerminkan kondisi dan kinerja perusahaan

dalam suatu periode. Investor akan menanamkan modalnya jika perusahaan

tersebut memiliki kinerja yang baik. Kinerja yang baik dapat dilihat dari

perolehan laba perusahaan pada suatu periode, sehingga apabila laba perusahaan

tinggi otomatis investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya dan

sebaliknya jika perusahaan memperoleh laba yang rendah para investor tidak

tertarik untuk menanamkan modalnya karena perusahaan akan dinilai memiliki

tingkat pengembalian yang rendah. Perilaku investor yang menilai dari laba suatu

perusahaan untuk pengambilan keputusan apakah akan menanamkan modalnya

atau tidak, akan membuat manajer melakukan perataan laba. Praktik perataan laba

ini dilakukan di karenakan manajemen (aent) merasa tidak dapat memenuhi

kewajiban yang di berikan oleh pemegang saham (principal) sehingga mendorong

manajemen untuk melakukan perataan laba (Income Smothing).

Penelitian ini mengacu dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

(Mirwan & Amin, 2020) yang menguji bahwa faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap perataan laba di antaranya financial leverage, ukuran Perusahaan,

profitabilitas, dan struktur kepemilikan pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode tahun 2015-2019. Perbedaan

pertama dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini menambahkan

variable free cash flow sebagai variabel independen dan variabel kebijakan

dividen sebagai variabel moderasi, karena pada saran jurnal (Mirwan & Amin,

2020) menyarankan untuk penelitian selanjutnya dapat menambambah atau

memperluas cakupan variabel penelitian sehingga diharapkan mampu

7
meningkatkan penjelas faktor yang berpengaruh terhadap perataan laba.

Alasan menambah variabel free cash flow adalah karena free cash flow

atau arus kas bebas sendiri sebagai sisa kas yang dimiliki perusahaan setelah

perusahaan membiayai investasi dan kegiatan operasionalnya. Manajer akan

menggunakan arus kas bebas tersebut untuk investasi dan memperbesar ukuran

perusahaan. Pada saat menginvestasikan tersebut, manajer akan berekspektasi

untuk memperoleh keuntungan atau laba yang tinggi sehingga ketika ekspektasi

tersebut tidak terpenuhi, maka manajer akan berusaha memanajemen laba. Alasan

selanjutnya dalam memilih kebijakan dividen sebagai variabel moderasi adalah

agar memperkuat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.

Dengan adanya kebijakan dividen, suatu perusahaan yang maksimum dapat

dicapai jika perusahaan memperhatikan stakeholder. Dalam penelitian (Thoharo,

2018) kebijakan dividen juga menentukan keputusan apakah laba yang diperoleh

dari kegiatan operasional perusahaan akan dibagikan kepada pemilik saham

(investor) dalam bentuk dividen ataukah ditahan untuk menambah modal guna

pembiayaan investasi di masa yang akan datang (ekspansi perusahaan).

Perbedaan kedua dengan penelitian ini adalah variabel profitabilitas dan

struktur kepemilikan yang diproksikan dengan struktur kepemilikan manajerial,

serta kepemilikan institusional tidak dimasukkan karena kedua variabel tersebut

terbukti tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Perbedaan yang ketiga

dengan penelitian yang sebelumnya yaitu melakukan penelitian pada perusahaan

manufaktur periode 2016-2020, karena pada penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh (Mirwan & Amin, 2020) melakukan penelitian pada perusahaan

8
manufaktur pada periode 2015-2019. Alasan memilih penelitian pada perusahaan

manufaktur karena merupakan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,

terdiri dari berbagai sub sektor industri dan perusahaan manufaktur juga memiliki

perusahaan terbanyak yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga dapat

mencerminkan pengaruh yang besar dalam menggambarkan kondisi perusahaan

di Indonesia. Perusahaan manufaktur juga merupakan perusahaan yang kegiatan

utamanya mengolah sumber daya menjadi barang jadi melalui proses pabrikasi.

Hal ini menjadikan perusahaan manufaktur selalu mendapatkan perhatian dan

sorotan dari para pelaku pasar, sehingga penulis berasumsi bahwa tidak menutup

kemungkinan terdapat indikasi manajemen dari beberapa perusahaan manufaktur

yang melakukan perataan laba, oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut

khusus untuk perusahaan industri manufaktur. Penelitian tentang faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap perataan laba penting dilakukan terutama pada

perusahaan manufaktur.

Dari penjelasan diatas peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana

pengaruh variable Free Cash Flow, Financial Leverage, Ukuran Perusahaan,

Kebijakan Dividen, Terhadap Perataan Laba. Dengan demikian, penulis membuat

penelitian dengan judul “PENGARUH FREE CASH FLOW, FINANCIAL

LEVERAGE, DAN UKURAN PERUSAHAAN DENGAN KEBIJAKAN

DIVIDEN SEBAGAI PEMODERASI TERHADAP PERATAAN LABA”

(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2016-2020).

1.2 Identifikasi Masalah

9
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti memberikan

informasi tentang masalah yang akan digunakan sebagai bahan penelitian :

1. Masih banyak perusahaan yang melakukan perataan laba dan digunakan

manajemen dalam merekayasa laporan keuangannya.

2. Perataan laba muncul sebagai dampak masalah keegenan yg terjadi

karena adanya ketidakselarasan antara pemegang saham (principal) dan

manajemen perusahaan (agent).

3. Tindakan perataan laba menyebabkan pengungkapan informasi mengenai

penghasilan laba menjadi menyesatkan dan mengakibatkan terjadinya

kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang

berkepentingan dengan perusahaan, khususnya pihak eksternal.

4. Tindakan perataan laba merupakan sebuah keputusan manajemen yang

dapat merugikan investor dan pemakaian informasi laporan keuangan

lainnya.

5. Masih banyaknya perusahaan yang menetapkan kepentingan

perusahaannya untuk menahan laba.

6. Tingkat financial leverage yang tinggi memiliki dampak yang kurang

baik terhadap peluang investasi, memicu manajemen perusahaan

melakukan Perataan Laba.

7. Masih terjadi konflik antara manajer dan pemegang saham dalam

penggunaan free cash flow.

8. Tingkat free cash flow yang tinggi berdampak pada perilaku manajer

dalam pengambilan keputusan.

10
9. Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan melalui

berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup berpengaruh

terhadap tindakan lanjut para pengguna informasi yang bersangkutan,

tidak terkecuali penerapan perataan laba oleh suatu perusahaan.

10. Adanya perbedaan antar variabel yang berpengaruh terhadap perataan

laba dan terdapat perbedaan hasil penelitian terkait dengan faktor yang

mempengaruhi perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar

di BEI.

11. Dalam meningkatkan laba perusahaan manajemen cenderung kurang

memperhatikan perbandingan total aktiva dengan ekuitas perusahaan

yang mereka jalankan.

12. Informasi laba sering dijadikan oleh manajer sebagai target rekayasa

melalui tindakan oportunis manajemen untuk memaksimumkan

kepuasannya.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, batasan masalah

mengenai faktor yang mempengaruhi perataan laba yang dapat dinilai dari

penghasilan laba di perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti bertujuan

untuk mengurangi perataan laba. Maka peneliti membatasi masalah pada empat

faktor yang mempengaruhi perataan laba yaitu: Free Cash Flow, Financial

Leverage, Ukuran Perusahaan dan Kebijakan Dividen sebagai variabel moderasi.

1.4 Rumusan Masalah

11
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan

masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Free Cash Flow terhadap Perataan Laba pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

tahun 2016-2020?

2. Bagaimana pengaruh Financial Leverage terhadap Perataan Laba pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

tahun 2016-2020?

3. Bagaimana pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Perataan Laba pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

tahun 2016-2020?

4. Bagaimana pengaruh Free Cash Flow terhadap Perataan Laba dengan

dimoderasi oleh Kebijakan Dividen pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-2020?

5. Bagaimana pengaruh Financial Leverage terhadap Perataan Laba dengan

dimoderasi oleh Kebijakan Dividen pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-2020?

6. Bagaiamana pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Perataan Laba

dengan dimoderasi oleh Kebijakan Dividen pada perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-2020?

1.5 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah diuraikan, adapun tujuan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut :

12
1. Untuk mengetahui apakah Free Cash Flow berpengaruh terhadap

Perataan Laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2016-2020.

2. Untuk mengetahui apakah Financial Leverage berpengaruh terhadap

Perataan Laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2016-2020.

3. Untuk mengetahui apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap

Perataan Laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2016-2020.

4. Untuk mengetahui apakah Free Cash Flow berpengaruh terhadap

Perataan Laba dengan dimoderasi oleh Kebijakan Dividen pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2016-2020.

5. Untuk mengetahui apakah Financial Leverage berpengaruh terhadap

Perataan Laba dengan dimoderasi oleh Kebijakan Dividen pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2016-2020.

6. Untuk mengetahui apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap

Perataan Laba dengan dimoderasi oleh Kebijakan Dividen pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2016-2020.

1.6 Manfaat Penelitian

13
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan kegunaan dan

kontribusi sebagai berikut :

1. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan dalam

menentukan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan

pengembangan kebijakan kompetensi Free Cash Flow, Financial

Leverage dan Ukuran Perusahaan dengan Kebijakan Dividen sebagai

pemoderasi terhadap Perataan Laba pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Bagi Investor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia, sehingga investor dapat mengambil keputusan investasi yang

tepat.

3. Bagi Peneliti

Penelitian yang dilakukan dapat menambah wawasan, serta

meningkatkan kemampuan dalam menganalisis masalah-masalah aktual

yang berhubungan dengan kompetensi Free Cash Flow, Financial

Leverage, dan Ukuran perusahaan dengan Kebijakan Dividen sebagai

pemoderasi terhadap Perataan Laba pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4. Bagi Akademisi

14
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan kepustakaan

bagi mahasiswa serta sebagai perwujudan dari Tri Dharma Perguruan

Tinggi.

5. Bagi Manajemen

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam

keputusannya apakah perlu melakukan tindakan perataan laba.

6. Bagi Pembaca

Sebagai bahan informasi dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian-

penelitian selanjutnya tentang pengaruh Free Cash Flow, Financial

Leverage, Ukuran Perusahaan dengan Kebijakan Dividen sebagai

pemoderasi terhadap Perataan Laba.

BAB II

15
LANDASAN TEORI, PENELITIAN TERDAHLU, KERANGKA PIKIR

DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (agency theory) adalah salah satu teori yang mendasari

praktik perataan laba. Teori keagenan membahas implikasi-implikasi yang timbul

akibat adanya pemisahan antara pemegang saham sebagai pemilik perusahaan

dengan pihak manajer (Yogi & Damayanthi, 2016). Principal adalah pihak yang

memberikan mandat kepada agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama

principal sebagai pengambil keputusan (dalam Thoharo, 2018). Teori keagenan

ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan

keagenan Einsenhardt (Herlambang, 2017). Pertama adalah masalah keagenan

yang timbul pada saat keinginan atau tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan

dan kedua merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk

melakukan verifikasi tentang apa yang telah benar-benar dilakukan oleh agen.

Teori keagenan (agency theory) berkaitan dengan income smoothing.

Teori keagenan menjelaskan bagaimana hubungan antara manajer dan pemilik

perusahaan timbul karena terdapat pemisahan manajemen dan kepemilikan

terhadap tanggung jawab untuk mengelola perusahaan. Teori keagenan

mempunyai tujuan untuk menetapkan apresiasi dengan optimal untuk

membuktikan bahwa manajer sudah melakukan tindakan yang tepat untuk

memenuhi kepentingan dari pemilik perusahaan. Perbedaan kepentingan dan

informasi diakibatkan karena adanya perbedaan tanggung jawab antara manajer

16
dan pemilik perusahaan (Septiani & Suaryana, 2018).

Perusahaan dikelola oleh manajer, dengan begitu berarti manajer lebih

mengetahui informasi secara lengkap dan lebih cepat dibanding dengan pemilik

perusahaan maupun pihak eksternal sehingga kesempatan perusahaan di masa

depan dapat diketahui oleh manajemen. Manajer yang berperan sebagai pengelola

perusahaan harus memberikan informasi terkait perusahaan kepada pemilik

perusahaan. Dan informasi tersebut yang sering disalahgunakan oleh pihak

manajemen dengan melakukan dysfunctional behavior dengan tujuan untuk

menyenangkan dirinya sendiri misalnya dengan tindakan manipulasi laba atau

perataan laba untuk membuat para investor tertarik agar menanam modalnya di

perusahaan tersebut atau sekedar untuk mendapatkan insentif karena target laba

pada periode bersangkutan dapat tercapai (Adiwidjaja & Tundjung, 2019)

Pada penelitian (Toni, 2021:21) anggapan yang melekat pada teori

keagenan adalah bahwa antara agen dengan prinsipal terdapat konflik

kepentingan. Konflik kepentingan bisa juga terjadi antara seorang manajer yang

ingin memaksimumkan kekayaanya.

2.1.2 Teori Sinyal (Signalling Theory)

Teori Sinyal (Signalling Theory) terkait dengan penegasan kepada

perusahaan dalam mengutarakan sebuah sinyal untuk pemakai laporan keuangan.

Teori sinyal mengharuskan perusahaan untuk memberikan sebuah sinyal terhadap

pemakai laporan keuangan (Kusmiyati & Hakim, 2020). Dalam teori ini manajer

perlu menginformasikan terkait penerbitan laporan keuangan terhadap pihak yang

berkepentingan. Manajer mengutarakan berbagai informasi dengan melalui

17
laporan keuangan bahwa pihak manajemen sudah mempergunakan suatu strategi

akuntansi yang menekankan untuk memperoleh laba yang berkualitas sebab

dengan begitu dapat menjauhkan perusahan dari tindakan manipulasi laba atau

perataan laba dan membantu agar laba dan aktiva yang disajikan oleh pengguna

laporan tidak overstate (Kusmiyati & Hakim, 2020).

Teori sinyal berhubungan dengan asimetri informasi. Ditemukannya

asimetri informasi yang terjadi antara perusahaan dan pihak eksternal (investor

dan kreditur) memotivasi perusahaan untuk menginformasikan laporan keuangan

dikarenakan perusahaan lebih mengetahui terkait perusahaan itu sendiri dan

prospek mendatang daripada pihak luar. Kekurangan informasi untuk pihak

investor dan kreditur terkait perusahaan dapat mengakibatkan mereka membatasi

diri dengan cara menggunakan harga yang lebih rendah terhadap perusahaan.

Memberikan sinyal pada pihak luar merupakan bagian dari cara yang digunakan

agar dapat mengurangi asimetri informasi (Kusmiyati & Hakim, 2020).

Terkait dengan penelitian ini cara yang digunakan untuk mengevaluasi

kinerja laba dari manajemen ke pemegang saham yaitu apabila kualitas laba

perusahaan menurun karena terjadi tindakan perataan laba maka sinyal tersebut

merupakan sinyal negatif yang dan sebaliknya apabila kualitas laba meningkat

karena tindakan perataan laba maka sinyal tersebut merupakan sinyal positif yang

diberikan manajemen kepada pemegang saham (Andalawestyas & Ariyati, 2019).

Pengertian lain mengenai teori signal adalah sebuah tindakan yang diambil

oleh high type manager yang mana tidak akan rasional jika dilakukan oleh low

type manager (Suganda, 2018:8). Berdasarkan pengertian tersebut, teori

18
pengsinyalan (signalling theory) merupakan teori yang digunakan untuk

memahami suatu tindakan oleh pihak manajemen dalam menyampaikan informasi

kepada investor yang pada akhirnya dapat mengubah keputusan investor dan

kondisi perusahaan. Informasi yang simetris adalah kondisi ideal yang diharapkan

para investor (disebut pihak prinsipal) ketika manajemen perusahaan (disebut

pihak agen) memberikan informasinya. Namun terkadang penyampaian informasi

yang asimetris pun terjadi. Informasi asimetris terjadi karena terdapat salah satu

pihak yang selalu berupaya memaksimalkan utilitasnya. Alasan yang muncul

sering kali adalah bahwa pihak agen memiliki informasi penuh dalam perusahaan

dan tidak selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan pihk principal.

Manajemen sebagai agen yang mengetahui lebih banyak informasi, memanfaatkan

informasi yang tidak diketahui principal untuk memaksimalkan kepentingannya

(Saputri et al., 2017)

2.1.3 Perataan Laba

2.1.3.1 Pengertian Perataan Laba

Perataan laba adalah pengurangan fluktuasi laba dari tahun ke tahun

dengan memindahkan pendapatan dari tahun-tahun yang tinggi ke periode-periode

yang kurang menguntungkan. Kinerja perusahaan dianggap baik apabila fluktuasi

labanya rendah. Investor yang merupakan salah satu pengguna laporan keuangan

juga lebih tertarik dan menyukai perusahaan dengan laba yang cenderung stabil

dikarenakan bisa mempermudah mereka dalam menaksir laba di periode yang

akan datang dan apabila laba cukup stabil maka dapat memberikan ketentraman

kepada investor dalam melakukan investasi.

19
Teori Efficiency Market Hypothesis (EMH) menyatakan bahwa laporan

keuangan sangat penting bagi suatu perusahaan, Dikarenakan laporan keuangan

dapat mempengaruhi pasar modal. Hal ini mendorong manajemen untuk

melakukan hal-hal yang menstabilkan laba yang diperoleh perusahaan

dikarenakan laba yang stabil dari satu periode ke periode lain dinilai sebagai suatu

prestasi yang baik (Thoharo, 2018). Upaya menstabilkan ini disebut Income

Smoothing. Income Smoothing biasanya dilakukan dengan cara, yaitu :

1. Mengatur waktu kejadian transaksi.

2. Memilih prinsip atau metode alokasi.

3. Mengatur penggolongan antara laba operasi normal dan laba yang bukan

dari operasi normal.

Menurut (Haniftian & Dillak, 2020) memberikan kesan baik terkait

performa manajemen, meminimalisir ketidakstabilan laba, meminimalisir risiko,

dan menjaga derajat manajemen di perusahaan merupakan alasan mengapa

manajemen melakukan perataan laba. Apabila perataan laba dikerjakan secara

tanggung jawab maka sebenarnya itu tidak masalah. Karena perataan laba bisa

meminimalkan variabilitas laba dan risiko saham suatu perusahaan. Perusahaan

akan mempertahankan untuk meminimalisir variabilitas laba supaya nilai pasar

selalu tinggi dan mampu memikat sumber daya ke dalam perusahaan (Haniftian

& Dillak, 2020)

(Toni, 2021:19) menyatakan teknik perataan laba dilakukan perusahaan

dengan cara meratakan laba yang diperoleh sehingga dapat mengurangi fluktuasi

laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang

20
relatif stabil. Perataan laba dilakukan dengan tujuan memberikan rasa aman

karena fluktuasi laba yang kecil dan menambah kemampuan investor untuk dapat

memperhitungkan laba perusahaan pada periode yang akan datang. Oleh karena

itu, perataan laba dilakukan dengan penggunaan teknik-teknik tertentu untuk

memperbesar maupun memperkecil jumlah laba, namun dalam mengurangi

tingkat fluktuasi laba ini juga harus dipertimbangkan tingkat pertumbuhan normal

(Iskandar & Suardana, 2016).

2.1.3.2 Jenis Perataan Laba

Smooth Income Stream

Intentionally Being Naturally Smooth


Smoothed by
Management

Artificial Smooth Real Smooth

Gambar 2.1
Jenis Perataan Laba

Sumber: Norm Eckel, 1981.The Income Smoothing Hyporhesis Revisited, Abacus

Dikutip dari :

https://data03.123doks.com/thumbv2/123dok/000/023/23291/32.595.113.480.167.

408/gambar-tipe-perataan-laba.webp

21
Pada gambar yang telah dijelaskan diatas perataan laba dapat digolongkan

menjadi dua jenis yaitu.

1) Naturally smooth (Perataan secara alami)

Tipe aliran ini secara sederhana mempunyai implikasi bahwa sifat proses

perolehan laba itu sendiri yang menghasilkan suatu aliran laba yang rata. Jenis

perataan laba ini terjadi begitu saja tanpa ada intervensi dari pihak manapun.

2) Intentionally being smoothed by management (Perataan secara sengaja

oleh manajemen)

Jenis perataan laba ini disengaja dan mengandung intervensi dari pihak

manajemen. Jenis ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :

1.) Real Smoothing

Perataan laba yang dilakukan melalui transaksi keuangan sesungguhnya

dengan mempengaruhi laba melalui perubahan dengan sengaja atas

kebijakan operasi.

2.) Artificial Smoothing

Perataan ini juga sering disebut accaunting smoothing, yaitu perataan laba

melalui prosedur akuntansi yang diterapkan untuk memindahkan biaya dan

atau pendapatan dari suatu periode ke periode yang lain.

2.1.3.3 Motivasi dalam melakukan Perataan Laba

Menurut Beidleman dalam (Iskandar & Suardana, 2016) ada dua alasan

yang digunakan manajemen untuk melakukan income smoothing, yaitu:

1.) Pendapat pertama berdasarkan pada asumsi bahwa suatu aliran laba yang

stabil dapat mendukung tingkat dividen dengan tingkat yang lebih

22
tinggi dari pada suatu aliran laba yang variabel sehingga memberikan

pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham perusahaan seiring dengan

turunnya tingkat resiko perusahaan secara keseluruhan.

2.) Pendapat kedua berkenaan pada perataan kemampuan untuk melawan

hakikat laporan laba yang bersifat siklus dan kemungkinan juga akan

menurunkan kolerasi antara ekspektasi pengembalian perusahaan

dengan pengembalian fortofolio pasar. Menurut Hepworth (1953) dalam (Iskandar

& Suardana, 2016) motivasi manajer untuk melakukan perataan laba pada

dasarnya ingin mendapat berbagai keuntungan ekonomi dan psikologis seperti :

1. Mengurangi total pajak terutang.

2. Meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena

penghasilan yang stabil mendukung kebijakan yang stabil pula.

3. Meningkatkan hubungan antara manajer dan karyawan karena

pelaporan penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan

munculnya tuntutan kenaikan gaji dan upah.

4. Siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingkan dan

gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak.

2.1.3.4 Teknik yang dilakukan dalam Perataan Laba

Terdapat berbagai teknik yang dilakukan oleh manajemen dalam tindakan

perataan laba, diantaranya adalah menurut (Pratiwi & Damayanthi, 2017) :

1. Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi.

Pihak manajemen dapat menentukan atau mengendalikan waktu

transaksi melalui kebijakan manajemen sendiri (accrual) misalnya:

23
pengeluaran biaya riset dan pengembangan. Selain itu banyak juga

perusahaan yang menggunakan kebijakan diskon dan kredit, sehingga hal ini

dapat menyebabkan meningkatnya jumlah piutang dan penjualan pada bulan

terakhir dan laba kelihatan stabil pada periode tertentu.

2. Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu.

Manajer mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatan atau

beban untuk periode tertentu. Misalnya: jika penjualan meningkat, maka

manajemen dapat membebankan biaya riset dan pengembangan serta

amortisasi goodwill pada periode itu untuk menstabilkan laba.

3. Perataan melalui klasifikasi.

Manajemen memiliki kewenangan untuk mengklasifikasikan pos-pos

rugi laba dalam kategori yang berbeda. Misalnya: jika pendapatan non-

operasi sulit untuk didefinisikan, maka manajer dapat mengklasifikasikan pos

itu pada pendapatan operasi atau pendapatan non-operasi.

2.1.3.5 Sasaran Praktik Perataan Laba

Sasaran perataan laba dapat dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas yang

dapat digunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi aliran data atau informasi.

Dalam PSAK tidak dijelaskan bahwa tindakan perataan laba diperbolehkan namun

pada pembukaan PSAK paragraf 09 menyebutkan secara implicit bahwa

penyajian laporan keuangan dilakukan berbeda untuk setiap pemakainya, yaitu

“pemakaian laporan keuangan meliputi investor, pemberi pinjaman, pemerintah,

serta lembaga-lembaganya dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan

keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda.”

24
Sasaran dilakukannya praktik perataan laba menurut (Fitriani, 2018)

adalah sebagai berikut :

1.) Unsur Penjualan, meliputi :

a. Pembuatan faktur, contohnya dengan membuat faktur dan

mengakuinya sebagai penjualan periode sekarang, meskipun

sebenarnya merupakan penjuakan pada masa mendatang.

b. Penurunan (Downgrading) produk, contohnya dengan

mengklasifikasikan produk yang belum masuk ke dalam kelompok

produk rusak dan dilaporkan dengan harga yang lebih rendah dari

yang sebenarmya.

2.) Unsur Biaya meliputi :

a. Memecah-mecah faktur, contohnya : suatu faktur pembelian dijadikan

beberapa faktur dengan tanggal yang berbeda dan dilaporkan dalam

beberapa periode akuntansi.

b. Mencatat (prepayment), (baiaya dibayar di muka sebagai biaya)

contohnya mengakui suatu biaya dibayar di muka untuk tahun yang

bersangkutan.

2.1.3.6 Kandungan informasi atas laba

Laba secara akuntansi merupakan perbedaan antara realisasi

pengahasilanyang berasal dari transaksi perusahaan pada periode tertentu

dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan

tersebut (Apriyanti, 2018:3) setiap perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek

Indonesia (BEI) akan menerbitkan laporan keuangan. Salah satu bagian dari

25
laporan keuangan tersebut adalah laporan laba rugi. Laporan laba rugi merupakan

salah satu sumber informasi bagi investor. Informasi laba merupakan indikator

keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya,

sehingga sering kali investor menggunakan sebagai dasar dalam mengambil

keputusan investasi.

Penjelasan mengenai konsep Free Cash Flow, Financial leverage, ukuran

perusahaan, kebijakan dividen dan perataan laba dapat dibahas dengan

pendekatan Agency dan Signaling teory. Kedua teori ini membahas masalah

perilaku manusia yang memiliki keterbatasan rasional (bounded rationality) dan

menolak resiko (riskaverse). Teori keagenan menyatakan bahwa praktik perataan

laba dipengaruhi oleh adanya kepentingan antara agen dengan principal yang

timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau memepertahankan

tingkat kemakmuran yang dikehendakinya, sedangkan teori signal membahas

bagaiamana seharusnya signal-signal keberhasilan atau kegagalan manajemen

(agent) disampaikan kepada pihak pemilik atau principal.

Teori keagenan membuat adanya asimetri informasi karena manajemen

sebagai agent akan lebih mengetahui informasi perusahaan dari pada pemilik

perusahaan yang sebagai principal. Asimetri informasi berupa informasi yang

tidak merata antara agent dan principal. Principal tidak bisa mengamati secara

langsung usaha yang dilakukan oleh agent. Oleh karena itu, manajemen akan

melakukan perataan laba.

Setiap periode perusahaan akan menerbitkan laporan keuangan. Dalam

26
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) menyatakan perusahaan

menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta

perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar

pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

2.1.3.7 Pengukuran Perataan Laba

 IndeksEckel

Pengukuran perataan laba seringkali menggunakan Indeks Eckel. Indeks

Eckel digunakan untuk mengindikasikan apakah perusahaan melakukan praktik

perataan laba. Model Eckel ini membandingkan kovarian laba (CVI) dengan

kovarian penjualan (CVS), mana yang lebih besar. Suatu perusahaan

dikategorikan income smoothers jika CV Penjualan > CV laba dan sebaliknya jika

CV Penjualan < CV Laba, maka dikategorikan sebagai non-income smoothers.

Indeks Eckel akan membedakan antara perusahaan-perusahaan yang

melakukan praktik perataan laba dengan yang tidak melakukan praktik perataan

laba. Laba yang digunakan untuk menghitung indeks eckel adalah net income. Hal

tersebut didasarkan atas adanya kecenderungan perhatian dari investor atas nilai

laba paling akhir yang diperoleh oleh suatu perusahaan.

Indeks Eckel adalah metode pengukuran praktik perataan laba yang

digunakan untuk mengindikasikan perusahaan yang melakukan praktik perataan

laba dengan menggunakan net income.

Eckel menggunakan Coeficient Variation (CV) variabel penghasilan dari

variabel penjualan bersih. Cara perhitungan perataan laba adalah sebagai berikut:

27
CV Δ I
Indeks Eckel =
CV Δ S

Indeks Eckel untuk perusahaan bukan perata laba adalah <1, sedangkan untuk

perusahaan perata laba adalah >1 .

Apabila CV ΔI < CV ΔS, maka perusahaan digolongkan sebagai perusahaan

yang melakukan tindakan perataan laba.

Keterangan :

ΔI : Perubahan laba dalam satu periode.

ΔS : Perubahan penjualan dalam satu periode.

CV : Koefisien variasi dari variable yaitu standar deviasi dibagi dengan nilai

yang diharapkan.

CVΔI : Koefisien variasi untuk perubahan laba.

CVΔS : Koefisien variasi untuk perubahan penjualan.

CVΔI dan CVΔS dapat dihitung sebagai berikut :

StandardDeviation
CVΔI dan CVΔS = ExpectedValue

Atau

CVΔI dan CVΔS =∑ ¿¿ ¿

Dimana:

∆x = Perubahan pengahasilan laba (I) atau penjualan (S) antara tahun ke tahun

n-1

28
∆ x = Perubahan rata-rata perubahan laba/bersih (I) atau penjualan (S) antara

tahun n ke n-1

n = banyaknya tahun yang diamati

 Jika nilai Indeks Eckel ¿ sama 1, maka perusahaan tidak melakukan

perataan laba dan diberi simbol 0.

 Jika nilai indeks Eckel ¿ 1, maka perusahaan melakukan perataan laba dan

diberi nomor simbol 1.

Tabel 2.1
Kriteria Praktik PerataanLaba

Keterangan Keriteria
CV∆I > CV∆S Melakukan tindakan perataan laba.
CV∆S < CV∆I Tidak melakukan tindakan perataan laba
Sumber: Data diolah
Menurut Albert dan Richardson tahun 1990 kelebihan model Eckel ini

adalah sebagai berikut :

1. Indeks ini hanya mengukur variabilitas yang dilaporkan tanpa

menggunakan prediksi laba sehingga hasilnya tidak mudah dipengaruhi

oleh model-model prediksi laba.

2. Indeks ini tidak menggunakan baik pengujian univariate maupun

multivariare atas biaya.

3. Laba dan penjualan yang diuji adalah laba dan penjualan untuk beberapa.

Penggunaan metode Eckel dalam menentukan suatu perusahaan

melakukan praktik perataan laba atau tidak dalam berbagai penelitian terdahulu

29
adalah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Metode Eckel ini telah banyak digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu.

2. Laba yang digunakan dalam metode Eckel adalah laba yang sebenarnya

terjadi (tidak menggunakan proyeksi laba), sehingga laba yang digunakan

dalam perhitungan akan bersifat obyektif.

3. Penjualan atau pendapatan yang digunakan adalah penjualan atau

pendapatan bersih yang sebenarnya terjadi.

2.1.4 Free Cash Flow

2.1.4.1 Pengertian Free Cash Flow

(Tarmizi & Agnes, 2016), Free cash flow (aliran bebas kas) adalah cash

flow yang tersedia untuk dibagikan kepada investor setelah perusahaan melakukan

investasi pada fixed asset dan working capital yang diperlukan untuk

mempertahankan kelangsungan usahaanya. Free cash flow merupakan arus kas

yang tersisa dari operasi perusahaan setelah disesuaikan dengan capital

expenditures dan juga dividen. Arus kas yang tersisa ini yang kemudian akan

didistribusikan kepada investor setelah perusahaan selesai melakukan kegiatan

operasioan dan investasinya (Zuhria & Riharjo, 2016). Free cash flow merupakan

kas bebas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor dan pemegang

saham karena tidak dibutuhkan untuk working capital atau untuk investasi pada

aset tetap.

Guinan dalam penelitian (Tarmizi & Agnes, 2016) menyatakan bahwa arus

kas bebas atau free cash flow sangat penting bagi perusahaan karena

30
memungkinkan perusahaan memanfaatkan peluang yang bisa meningkatkan nilai

pemegang saham. Hal ini karena dalam perhitungannya dividen kas tidak

dimasukkan dalam elemen free cash flow, melainkan berasal dari saldo laba

perusahaan. Manajemen dapat menggunakan FCF untuk menentukan jumlah kas

yang akan dipakai untuk pelebaran perusahaan, pembayaran utang, pengumuman

dividen, pembelian kembali saham, dan tujuan lainnya (Rossi, 2018).

2.1.4.2 Jenis – jenis Free Cash Flow

Menurut (Afriani & Asma, 2019), free cash flow dapat dibagi menjadi 2

yaitu sebagai berikut :

1. Free Cash Flow to the Firm (FCFF)

FCFF merupakan arus kas bebas yang tersedia untuk seluruh investor, baik

untuk pemegang saham maupun pemegang obligasi. FCFF dapat diperoleh

dari laba bersih ataupun operating cash flow.

2. Free Cash Flow to Equity (FCFF)

Arus kas bebas yang tersedia untuk didistribusikan kepada pemegang

saham biasa.

2.1.4.3 Pengukuran Free Cash Flow

Free Cash Flow dalam penelitian ini diperoleh dari selisih arus kas

aktivitas operasi dengan arus kas investasi. Selanjutnya, diukur dengan

menggunakan skala rasio, dimana nilai free cash flow dibagi dengan total asset

pada periode yang sama dengan tujuan agar lebih comparable bagi perusahaan-

perusahaan yang dijadikan sample (Sekartini et al., 2021)

31
Free cash flow dapat diukur sebagai berikut (Sekartini et al., 2021):

CFO−CFI
FCF = X 100 %
Total Aset

Keterangan :

- CFO : Arus Kas Operasi

- CFI : Arus Kas Investasi

2.1.5 Financial Leverage

2.1.5.1 Pengertian Financial Leverage

Financial leverage menurut (Pranaditya et al., 2021: 9) adalah penggunaan

dana dengan beban tetap. Seringkali para kreditor dan pemegang saham tertarik

dengan melihat besarnya operating leverage dan financial leverage suatu

perusahaan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba guna menutup biaya-biaya yang ada dan

menghasilkan keuntungan untuk mengembalikan modal yang telah ditanamkan ke

perusahaan.

Pada penelitian (Mirwan & Amin, 2020) Financial leverage adalah

penggunaan sumber dana suatu perusahaan yang memiliki biaya tetap dengan

mengasumsikan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar

daripada biaya tetapnya sehingga akan dapat meningkatkan laba yang tersedia

untuk pemegang saham. Semakin besar financial leverage yang ditanggung oleh

perusahaan, maka semakin besar juga risiko yang ditanggung oleh perusahaan.

Perusahaan dengan tingkat financial leverage yang tinggi akan lebih mendapatkan

32
perhatian dan pengawasan dari pihak kreditur sehingga perusahaan akan sulit

melakukan perataan laba (Budiansyah & Rasyid, 2019).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang (Sanjaya & Suryadi, 2018) bahwa

financial leverage berpengaruh negatif. Berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh (Dalimunthe & Prananti, 2019) bahwa financial leverage

berpengaruh positif. Menurut hasil penelitian (Ovami & Lubis, 2019) bahwa

financial leverage tidak berpengaruh terhadap perataan laba.

Dalam penelitian (Rowena & Hendra, 2020) financial leverage

(pengungkit keuangan) merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh suatu

perusahaan dalam hal menginvetasikan dana atau memperoleh sumber dana yang

disertai dengan adanya beban/biaya tetap yang harus ditanggung perusahaan.

Rasio leverage adalah rasio yang menunjukkan kemampuan sebuah

perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya

perusahaan pada saat itu likuidasi. Dengan demikian, adanya solvabilitas berarti

kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya, baik jangka pendek

maupun jangka panjang. Rasio-rasio leverage menunjukkan besarnya modal yang

berasal dari pinjaman (modal asing) yang dipergunakan untuk membiayai

investasi dan operasional perusahaan. Sumber yang berasal dari modal asing akan

meningkatkanresiko perusahaan. Oleh karena itu, makin banyak menggunakan

modal asing maka semakin besar pula rasio leveragenya dan berarti semakin besar

pula resiko yang dihadapi olah perusahaan tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian financial leverage menurut para ahli

33
tersebut penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa financial leverage

merupakan rasio yang menunjukkan sejauh mana penggunaan utang dalam

struktur modal perusahaan dan perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang

tinggi dibandingkan modal perusahaan dapat dikatakan memiliki risiko yang

tinggi.

2.1.5.2 Tujuan dan Manfaat Financial Leverage

Perusahaan yang dalam kegiatannya banyak menggunakan hutang akan

meningkatkan risiko perusahaan tersebut. Hal ini tentu membuat investor

mengharapkan tingkat pengembalian yang tinggi akibat dari risiko yang

perusahaan hadapi. Semakin tinggi rasio financial leverage, maka semakin tinggi

pula risiko perusahaan, sehingga suku bunga semakin tinggi.

Terdapat beberapa tujuan perusahaan menggunakan rasio financial

leverage yaitu:

1. Mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak kreditor.

2. Menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajiban yang bersifat tetap.

3. Menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap dengan

modal.

4. Menilai seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang

5. Menilai seberapa besar pengaruh hutang perusahaan terhadap pengelolaan

aktiva.

Manfaat rasio leverage adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada

34
pihak lainnya.

2. Menganalisis kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat

tetap.

3. Menganalisis keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap

dengan modal.

4. Menganalisis seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang.

5. Menganalisis seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap

pengelolaan aktiva.

Menurut Irawati (Rowena & Hendra, 2020) manfaat dari penggunaan

leverage dalam perusahaan memungkinkan perusahaan agar mengkhususkan

pengaruh suatu leverage dalam jumlah penjualan atas laba bagi pemegang saham

biasa dan memungkinkan perusahaan untuk menunjukkan hubungan satu sama

lain antara pengaruh operasi dan pengaruh keuangan.

2.1.5.3 Pengukuran Financial Leverage

Menurut sartono ada beberapa pengukuran utama yang digunakan dalam


menghitung financial leverage diantaranya :

1) Debt Ratio
Debt ratio dapat digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam
membayar hutang dengan asset yang dimilikinya. Rasio yang tinggi juga
menunjukan proporsi modal sendiri yang rendah untuk membiayai aktiva.

Total Hutang( Debt )


Debt Ratio =
Total Assets

Apabila nilai rasio debt ratio yang dihasilkan sebesar 0,1 atau 10%

manunjukan bahwa hutang menandai 10 % dari total aktiva yang dimiliki oleh

35
perusahaan.

2) Debt To Equity Ratio (DER)

Rasio ini merupakan rasio yang menggambarkan sampai sejauh mana

modal pemilik dapat menutupi utang-utang kepada pihak luar. Semakin kecil rasio

ini semakin baik. Debt to equity ratio adalah rasio yang digunakan untuk menilai

utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh

utang termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini menyatakan bahwa

semakin tinggi rasio ini, berarti modal sendiri semakin sedikit dibandingkan

dengan hutangnya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli kesimpulan dari debt to equity ratio

merupakan rasio yang digunakan untuk menggambarkan sejauh mana hutang

dibandingkan dengan modal perusahaan yang menggambarkan keadaan suatu

perusahaan. Semakin tinggi rasioini maka semakin besar resiko yang dihadapi dan

investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Rasio ini dapat

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Total Hutang( Debt )


Debt Equity Ratio (DER) ¿
Ekuitas( Equity)

Artinya setiap 0,1 atau 10 % rasio debt to equity ratio menunjukan bahwa

perusahaan dibiayai oleh hutang dari total equitas. Semakin tinggi nilai rasio,

maka akan semakin besar utang yang dimiliki oleh perusahaan. Penulis

menggunakan debt to equity ratio dikarenakan rasio ini yang digunakan untuk

menilai hutang dengan ekuitas. Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan

antara seluruh utang, termasuk hutang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini

36
berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan kreditor dengan pemilik

perusahaan. Semakin besa rrasio debt to equity ratio, maka akan semakin tidak

menguntungkan karena akan semakin besar resiko yang ditanggung atas

kegagalan yang mungkin terjadi diperusahaan.

Rasio debt to equity ratio menunjukan persentase penyediaan dana

olehpemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Debt to equity ratio

menunjukan perbandingan antara pembiayaan dan pendanaan melalui hutang

dengan pendanaan melalui ekuitas. Debt to equity ratio dapat mengukur seberapa

jauh perusahaan menggunakan hutang sebagai modal dalam menghasilkan laba,

serta mengukur tingkat pengembalian terhadap hutang. Debt to equity ratio yang

tinggi mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana

tambahan karena minimnya modal yang digunakan untuk perlindungan hutang,

perusahaan yang mengalami hal seperti ini sangat rentan melakukan praktik

perataan laba.

3) Time Interest Earned Ratio

Rasio ini adalah rasio antara laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan

beban bunga. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban

tetapnya berupa bunga atau mengukur seberapa jauh laba dapat berkurang tanpa

perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena tidak mampu membayar bunga.

Rasio ini dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Laba Bersih Sebelum Bunga dan Pajak


Time Interest Earned Ratio =
Beban Bunga

Artinya, setiap 1 rupiah beban bunga dijamin oleh sekian rupiah laba

37
usaha perusahaan. Jika nilai times interest earned dibawah 1.5 maka kurang baik

karena jika rasionya sebesar 1.00 maka EBIT yang didapat perusahaan hanya

cukup untuk membayar bunga.

4) Fixed Charge Coverage

Rasio ini mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan untuk

menutup beban tetapnya termasuk pembayaran deviden saham preferen, bunga,

angsuran pinjaman, dan sewa. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

Laba Sebelum Bunga dan Pajak


Fixed Charge Coverage =
Bunga+ Sewa+ Angsuran Pokok Pinjaman

(1- Tarif Pajak)

Artinya, setiap 1 rupiah beban tetap perusahaan ditanggung oleh sekian

persen laba perusahaan. Jika nilai Fixed Charge Coverage dibawah 1.5 maka

kurang baik karena jika rasiomya sebesar 1.00 maka income before tax yang akan

didapat perusahaan hanya cukup untuk membayar bunga.

2.1.6 Ukuran Perusahaan

2.1.6.1 Pengertian Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan (company size) secara umum dapat diartikan sebagai

suatu perbandingan besar/kecilnya suatu objek. Didalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia, ukuran diartikan sebagai:

1. Alat untuk mengukur

(seperti meter, jangkal dan sebagainya)

2. Sesuatu yang dipakai untuk menentukan

38
3. Pendapatan mengukur

4. Panjangnya (lebarnya, luasnya, besarnya) sesuatu

Jika pengertian ini dihubungan dengan perusahaan atau organisasi, maka

ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai suatu perusahaan atau organisasi.

Untuk itu pengertian selanjutnya mengenai ukuran perusahaan adalah sesuatu

yang dapat mengukur atau menentukan nilai dari besar atau kecilnya suatu

perusahaan.

Suatu perusahaan bisa saja dikatakan sebagai perusahaan besar, jika

kekayaan yang dimilikinya besar. Demikian pula sebaliknya, perusahaan tersebut

dikatakan kecil, jika kekayaan yang dimilikinya adalah sedikit. Biasanya

masyarakat akan menilai besar kecilnya perusahaan dengan melihat bentuk fisik

perusahaan. Dapat dibenarkan bahwa perusahaan yang dari luar terlihat megah

dan besar diartikan sebagai perusahaan berskala besar. Namun, hal itu tidak

menutup kemungkinan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki kekayaan yang

besar.

Perusahaan besar akan menciptakan kesan bahwa kinerja perusahaan

tersebut baik melalui cara yaitu menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis.

Perusahaan besar diasumsikan memiliki kecenderungan lebih besar untuk

melakukan perataan laba karena kenaikan laba yang terlalu drastis akan

menyebabkan bertambahnya pajak bagi perusahaan, dan sebaliknya apabila terjadi

penurunan laba yang dratis maka akan memberikan kesan terjadinya krisis di

dalam perusahaan sehingga memberikan kesan performa yang buruk (Oktoriza,

2018).

39
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian (Ditiya & Sunarto, 2019)

bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap perataan laba. Berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh (Jaya & Dillak, 2019) bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh negatif terhadap perataan laba. Menurut hasil penelitian

(Mirwan & Amin, 2020) bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap

perataan laba.

2.1.6.2 Klasifikasi Ukuran Perusahaan

UU No.20 Tahun 2008, mengelompokkan ukuran perusahaan dalam empat

kategori yaitu terdiri dari usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan usaha

besar. Pengelompokan ukuran perusahaan tersebut di dasarkan pada total aset

yang dimiliki oleh perusahaan dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut.

Pengelompokkan ukuran perusahaan yang dimaksut dalam undang-undang

tersebut yaitu :

1. Usaha Mikro

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha Kecil

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau

menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha

40
menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

3. Usaha Menengah

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau

hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

4. Usaha Besar

Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan

usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih

besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara

atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan

ekonomi di Indonesia.

2.1.6.3 Faktor- Faktor yang mempengaruhi Ukuran Perusahaan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Ukuran Perusahaan

adalahsebagai berikut :

1. Besarnya Total Aktiva

Keseluruhan Aktiva lancar yaitu uang kas dan aktiva- aktiva lain atau

sumber-sumber yang diharapkan akan direalisasikan menjadi uang kas

ataupun dijual atau dikonsumsi selama siklus usaha perusahaan yang

normal atau dalam waktu satu tahun

41
2. Besarnya Hasil Penjualan

Besarnya hasil penjualan merupakan suatu keadaan setelah selesai

melakukan transaksi penjualan kepada konsumen (pembeli), hasil

tersebut merupakan keadaan posisi setelah penjualan

3. Besarnya Kapitalisasi

Besarnya kapitalis merupakan sebuah istilah dalam bisnis yang merunjuk

pada harga keseluruhan dari sebuah perusahaan yaitu harga yang harus

dibayar oleh seseorang apabila ingin membeli 100% kepemilikan

perusahaan tersebut.

2.1.6.4 Pengukuran dari Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dapat diukur dengan berbagai cara, antara lain

menggunakantotal aset, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain (Mirwan &

Amin, 2020). Firm Size diukur dengan mentrasformasikan total aset yang dimiliki

perusahaan ke dalam bentuk logaritma natural. Ukuran perusahaan diproksikan

dengan menggunakan Log Natural Total Aset dengan tujuan agar mengurangi

fluktuasi data yang berlebih. Dengan menggunakan log natural, jumlah aset

dengan nilai ratusan miliar bahkan triliun akan disederhanakan, tanpa mengubah

proporsi dari jumlah aset yang sesungguhnya.

Ukuran Perusahaan dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

Ukuran Perusahaan = LN Total Assets X 100%

Indikator :

 Total Aset = jumlah aktiva yang terdiri dari aktiva lancar, aktiva tetap

42
 Ln = Log Natural

 Satuan = % (Persentase)

2.1.7 Kebijakan Dividen

2.1.7.1 Pengertian Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen (dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang

diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen

atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa

datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen,

maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya akan mengurangi total

sumber dana intern atau internal financing (Adiwibowo, 2018)

Adapun pada penelitian (Darmawan, 2018:16) Kebijakan dividen adalah

kebijakan yang diambil oleh manajemen keuangan untuk menentukan besarnya

perbandingan laba yang dibagikan kepada para pemilik saham dalam bentuk

dividen tunai, dividen smoothing yang dibagikan, dividen saham, pemecahan

saham, dan penarikan kembali saham yang beredar. Semua alternatif kebijakan ini

diambil untuk meningkatkan kemakmuran para pemilik saham.

Kebijakan dividen merupakan ketetapan untuk menentukan berapa besar

jumlah laba yang akan dibagikan kepada para investor. Dalam penelitian ini

dividend payout ratio digunakan untuk mengukur berapa besar jumlah laba yang

akan dibagikan. Kebijakan dividen adalah ketetapan untuk menentukan apakah

laba akan diberikankepada para pemegang saham atau ditahan dalam bentuk

investasi. Persentasi laba yang meningkat yang dibayarkan sebagai dividen dapat

43
memberikan pandangan kepada investor bahwa kinerja perusahaan baik. Semakin

tinggi tingkat dividend payout ratio maka risiko yang dihadapi perusahaan akan

semakin tinggi.

Kenaikan atau penurunan dividen akan dipercayai penanam modal

sebagai tanda bahwa suatu perusahaan dapat menemui waktu sulit dividen

di masa mendatang. Perusahaan dengan laba relatif tetap mampu menaksir

laba yang nanti bisa dihasilkan pada periode mendatang, sehingga

perusahaan tersebut memiliki kemungkinan yang besar untuk memberikan

laba berbentuk dividen dengan bagian yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan

yang labanya berfluktuasi (Masluhah & Asyik, 2018). Hasil penelitian oleh

menyebutkan bahwa tidak terdapat pengaruh kebijakan dividen terhadap tindakan

perataan laba. Dan didukung dengan penelitian oleh (Doraini & Wibowo, 2017)7

dengan hasil yang menyebutkan kebijakan dividen tidak mempengaruhi tindakan

perataan laba.

2.1.7.2 Pentingnya Kebijakan Dividen

Salah satu kebijakan yang harus diambil manajemen perusahaan adalah

memutuskan apakah laba yang diperoleh selama satu periode akan dibagi semua

atau akan dibagi sebagai dividen dan sebagian lagi akan disimpan sebagai laba

yang ditahan. Apabila perusahaan memutuskan akan membagi laba perusahaan

sebagai dividen, maka akan mengurangi kesempatan perusahaan dalam

mendapatkan modal intern. Oleh karenanya, dividen merupakan salah satu

kebijakan yang penting dalam perusahaan, karena menyangkut pemegang saham

yang notabene merupakan sumber modal dari perusahaan tersebut. Investor

44
dalam menginvestasikan dananya kedalam instrumen saham tentunya

menginginkan return yang tinggi. Return dari saham dapat diperoleh dari capital

gainmaupun dari dividen.

Menurut the bird in hand theory yang dikemukakan oleh Gordon (1963)

dalam (Ass & Sumarni, 2019) menyatakan bahwa investor lebih memilih dividen

karena dianggap lebih pasti dibandingkan dengan capital gain. Sementara jika

dikaitkan dengan pajak, maka investor cenderung lebih memilih capital gain. Hal

ini karena pajak dari dividen lebih tinggi dibandingkan dengan pajak capital gain.

Begitu pentingnya peranan dividen, maka perusahaan enggan melakukan

pemotongan terhadap dividen. Perusahaan yang melakukan pemotongan dividen

memberikan signal yang buruk bagi investor yang menandakan bahwa kondisi

keuangan perusahaan kurang bagus sehingga permintaan pasar terhadap saham

perusahaan tersebut akan turun yang artinya para investor enggan untuk

menanamkan sahamnya di perusahaan tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika

perusahaan menaikan dividen, memberikan signal kepada para investor bahwa

kondisi keuangan perusahaan sedang bagus. Dengan adanya efek signaling

tersebut maka perusahaan harus menjamin dividen terhadap investor.

2.1.7.3 Bentuk- Bentuk Kebijakan Dividen

Dalam penelitian (Ass & Sumarni, 2019) mengemukakan bahwa terdapat 4

bentuk kebijakan deviden yang dapat dilakukan yaitu :

1. Kebijakan pemberian dividen stabil

Dividen akan diberikan secara tetap per lembar sahamnya untuk jangka

waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi.

45
Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, kemudian bila laba

yang diperoleh meningkat dan stabil, maka dividen akan ditingkatkan dan

akan dipertahankan.

2. Rasio yang konstan pembayaran dividen

Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya sama dengan laba yang

diperoleh perusahaan.

3. Kebijakan secara kompromi

Perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan

jumlah yang terus meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.

4. Kebijakan dividen secara residu

Perusahaan menentukan jumlah pembayaran deviden per lembar yang

dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila

keuntungannya mencapai jumlah tertentu.

2.1.7.4 Pengukuran Kebijakan Dividen

(Ass & Sumarni, 2019) juga menjelaskan terdapat 3 cara yang digunakan

untuk mengukur kebijakan deviden :

1. Rasio Pembayaran Deviden (Devidend Payout Ratio)

Devident payout ratio merupakan rasio yang menentukan jumlah laba

yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan. Bila deviden yang

dibagikan besar maka hal tersebut dapat meningkatkan harga saham dan

juga berpengaruh pada peningkatan nilai perusahaan.

DividendPersh are
DPR = Earningpersh are

46
2. Laba Per Lembar Saham (Earning Per Share)

Apabila laba per saham suatu perusahaan tidak memenuhi harapan para

pemegang sahamnya, maka keadaan ini akan berdampak pada harga

saham. Earning per share yaitu rasio yang menunjukkan pendapatan yang

diperoleh setiap lembar saham.

labaBersi h
EPS = Jumla h Sa h am Beredar

3. Deviden Per Lembar Saham (Devidend per share)

Deviden per lembar saham merupakan total semua deviden tunai yang

dibagikan kepada pemegang saham dibandingkan dengan jumlah saham

yang beredar.

Dividend
DPS = Jumlah Saham Beredar

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu sangat penting bagi peneliti karena menjadi salah satu

acuan penulis dalam melakukan penelitian ini. Sehingga penulis dapat

memperbanyak teori yang dipakai dalam mengkaji penelitian yang dilakukan.

Berikut adalah penelitian terdahulu dari beberapa jurnal terkait dengan penelitian

yang dilakukan oleh penulis.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Nama Variabel Kesamaan Hasil Penelitian


Dan Variabel

47
Tahun

1 (Sudarmadi, Variabel Independen : Variabel Independen : Hasil penelitian


Rispantyo, Ukuran Perusahaan, menunjukkan bahwa
2017) Profitabilitas, Ukuran Perusahaan,Ukuran Perusahaan,
Financial Leverage, Financial Leverage Profitabilitas,
dan Net Profit Margin Variabel Dependen : Financial Leverage
dan Net Profit Margin
Variabel Dependen : berpengaruh negatif
Perataan Laba
Perataan Laba dan tidak signifikan
terhadap perataan
laba.

2 (Nugroho etVariabel Independen : Variabel Independen: Hasil penelitian


al., 2021) Ukuran Perusahaan, menunjukkan bahwa
Financial Leverage, Ukuran Perusahaan, variabel ukuran
Profitabilitas, dan Nilai Financial Leverage perusahaan,
Saham profitabilitas dan
Variabel Dependen :
financial leverage
Variabel Dependen : Tindakan Perataan mempunyai pengaruh
Tindakan Perataan positif dan signifikan
Laba
Laba terhadap perataan
laba, sedangkan
variabel nilai saham
mempunyai pengaruh
signifikan namun
berpengaruh negatif.

3 (Rowena &Variabel Independen : Variabel Independen :


Hasil penelitian
Hendra, Ukuran Perusahaan,menunjukkan bahwa
2020) Ukuran Perusahaan, Financial ukuran perusahaan
Profitabilitas dan LeverageVariabel berpengaruh terhadap
Financial Leverage Dependen : Praktikpraktik perataan laba,
Perataan Laba sementara
Variabel Dependen :
profitabilitas dan
Praktik Perataan Laba
financial leverage
tidak berpengaruh
terhadap praktik
perataan laba.
4 (Mirwan &Variabel Independen : Variabel Independen : Hasil dari penelitian
Amin, 2020) Financial Leverage, ini menunjukkan
Financial Leverage, Ukuran Perusahaan peningkatan jumlah

48
Profitabilitas, Net Variabel Dependen : laba yang artinya
ProfitMargin, dan Praktik Perataan Laba bahwa kinerja
Ukuran Perusahaan, perusahaan dinilai
Variabel Dependen : semakin baik. Kinerja
Praktik Perataan Laba keuangan yang baik
juga dapat disebabkan
dengan adanya
perataan laba yang
dilakukan oleh
manajemen.
5 (Dalimunthe Variabel Independen : Variabel Independen : Hasilnya
& Prananti, Financial Leverage menunjukkan bahwa
2019) Cash Holding, Variabel Dependen : tidak terdapat
Profitabilitas, dan Perataan Laba pengaruh dari cash
Financial Leverage (Income Smoothing) holding terhadap
Income Smoothing.
Variabel Dependen :
Terdapat pengaruh
Perataan Laba (Income dari profitabilitas
Smoothing) yang diproksikan
dengan net profit
margin (NPM),
Financial leverage
yang diproksikan
dengan debt to
equity ratio (DER)
terhadap perataan
laba.
6 (Lahaya, Variabel Independen : Variabel Independen : Hasil penelitian
2017) Dividend Payout Ratio, Ukuran Perusahaan Secara simultan
Risiko Keuangan, Nilai Variabel Dependen : Dividend Payout
Perusahaan, dan Perataan Laba Ratio, Risiko
Ukuran Perusahaan Perusahaan, Nilai
Perusahaan, dan
Variabel Dependen : Ukuran Perusahaan
Perataan Laba berpengaruh
signifikan terhadap
tindakan perataan
laba, dengan nilai
signifikansi F
sebesar 0,015
(<0,05).
7 (Masluhah Variabel Independen : Variabel Independen : Penelitian ini
&Asyik, Kebijakan Dividen, menunjukkan hasil
2018) Profitabilitas, Ukuran Perusahaan bahwa terdapat

49
Kebijakan Dividen, dan Variabel Dependen : pengaruh positif dan
Ukuran Perusahaan Praktik Incomesignifikan dari
Smoothing variabelProfitabilita
Variabel Dependen : s terhadap praktik
Income Smoothing,
Praktik Income
sedangkan variabel
Smoothing
Kebijakan Dividen
dan Ukuran
Perusahaan tidak
terdapat pengaruh
secara signifikan
terhadap Praktik
Income Smoothing
8 (Jayanti etVariabel Independen : Variabel Independen : Hasil penelitian
al., 2018) Profitabilitas, Ukuran menunjukkan bahwa
Perusahaan, Dividend Ukuran Perusahaan profitabilitas dan
Payout Ratio. Variabel Dependen : dividend payout ratio
berpengaruh negatif
Variabel Dependen : Perataan Laba terhadap perataan
laba, sedangkan
Perataan Laba
ukuran perusahaan
berpengaruh positif
terhadap perataan
laba. Struktur
kepemilikan
manajerial
memoderasi atau
memperlemah
pengaruh
profitabilitas, ukuran
perusahaan, dan
dividend payout ratio
terhadap perataan
laba.

9 (Thoharo, Variabel Independen : Variabel Independen : Hasil Penelitian


2018) Profitabilitas,Leverage, Kebijakan Dividen menunjukkan bahwa
KebijakanDividen, dan terdapat pengaruh
Komite Audit Variabel Dependen : positif dari

Variabel Dependen: Perataan Laba (Incomeprofitabilitas,


leverage dan
Perataan Laba (Income Smoothing) kebijakan dividen
Smoothing) terhadap income
smoothing, dan

50
variabel komite audit
dapat memoderasi
secara negatif antara
pengaruh dari
profitabilitas terhadap
perataan laba,
kemudian untuk
variabel komite audit
tidak dapat
memoderasi pengaruh
dari leverage terhadap
perataan laba, dan
komite audit tidak
dapat memoderasi
secara negatif
pengaruh kebijakan
dividen terhadap
perataan laba.

10 (Adiwidjaja Variabel Independen : Variabel Independen : Hasil penelitian


& menunjukkan bahwa
Tundjung, CashHolding, Firm Financial Leverage terdapat pengaruh
2019) Size,Profitability,DanFi positif dan tidak
nancial Leverage Variabel
signifikan dari cash
Dependen :IncomeSm
holding terhadap
Variabel oothing
income smoothing,
Dependen :IncomeSmo
dan terdapat pengaruh
othing
positif dan signifikan
dari variabel firm size
dan profitability
terhadap income
smoothing, dan
terdapat pengaruh
negatif dan tidak
signifikan dari
financial leverage
terhadap incom
esmoothing.

111 (Ditiya &Variabel Independen : Variabel Independen : Hasil penelitian ini


Sunarto, menunjukkan bahwa
2019) Ukuran Perusahaan, Ukuran Perusahaan ukuran perusahaan,
Profitabilitas, Financial dan Financial profitabilitas,
Leverage, Boox Tax Leverage leverage keuangan
Defferences dan

51
Kepemilikan Publik Variabel Dependen : memiliki pengaruh
positif signifikan
Variabel Dependen : Perataan Laba terhadap Income
Smoothing. Struktur
Perataan Laba
kepemilikan publik
memiliki efek negatif
yang signifikan
terhadap Penghasilan
Perputaran ketika
perbedaan-pajak tidak
berpengaruh pada
Perataan Penghasilan.

12 (Sari &Variabel Independen : Variabel Independen : Hasil penelitian


Khafid, menunjukkan bahwa
2020) Profitabilitas, Leverage, Ukuran leverage berpengaruh
Leverage, Ukuran Perusahaan, Kebijakan negatif dan signifikan
Perusahaan, Kebijakan Dividen terhadap manajemen
Dividen laba. Profitabilitas,
ukuran perusahaan
Variabel Dependen :
dan kebijakan dividen
Manajemen Laba tidak berpengaruh
signifikan terhadap
tindakan manajemen
laba. Penelitian ini
menemukan
kepemilikanmanajeria
l dalam perusahaan
BUMN mampu
memoderasi pengaruh
leverage terhadap
manajemen laba.

13 (Islam &Independent Variable: Independent Variable: The results of this


Ghosh, study find that slack
2021) Slack resources, free free cash flow resources in the form
cash flow and of profitability,
corporate social company size and
responsibility stability precipitate
expenditure CSR expenditure. We
further find that
Dependent Variable:
higher levels of free
evidence from an cash flow are
emerging economy associated with a

52
higher amount of CSR
expenditure. Our
results are consistent
with the theoretical
logics and prior
studies that focused
on large companies in
advanced economies
but contradict studies
in emerging
economies.
Shareholders and
analysts should
understand that
financial institutions
allocate their free
cash flow for CSR
expenditure, and thus,
they should be
cautious and monitor
companies with
higher free cash
flows.

14 (Abogun etIndependent Variable : Dependent Variable: The study found that


al., 2021) majority of Nigerian
Firm Value Income Smoothing firms smoothed their
Dependent Variable: income, and this
practice decreases the
Income Smoothing value of firms
significantly. Also, the
study found sufficient
evidence to support
the claim that market
risk influences firm
value. The study also
provided sufficient
evidence to support
the claim that market
risk has moderating
effect. Therefore, this
study concluded that
income smoothing
negatively affects

53
firms’ value,
especially in a
regulated market like
Nigeria and that
market risk moderates
the relationship
between income
smoothing and value
of Nigerian listed
firms.

15 (Salah & Independent Variable : Independent Variable : The results of this


Jarboui, study are ownership
2021) Dividen Policy, Dividen Policy concentration seems
Earning Management to positively moderate
the impact of
Dependent Variable:
earnings management
Coporate Governance on dividend policy.
Another conclusion
that we have been
able to draw is that
the effect of earnings
management on
dividend policy is
more favorable in the
case of firms with a
small director’s
board. Our study
provides ample
evidence relating to
capital-intensive
companies that
sought tolimit agency
costs between
majority and minority
shareholders. Thus,
these companies have
the possibility of
paying dividends to
have a good
reputation.

2.3 Kerangka Pikir

54
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya

sertapermasalahan yang dikemukakan, maka sebagai acuan untuk merumuskan

hipotesis,berikut disajikan kerangka pemikiran teoritis yang dituangkan dalam

model penelitian seperti yang ditunjukan pada gambar berikut:

FREE CASH
H1 H1
FLOW (X1)

H2
FINANCIAL PERATAAN
LEVERAGE (X2) LABA (Y)

H3
UKURAN
PERUSAHAAN (X3) H4 H5 H6

KEBIJAKAN DIVIDEN (Z)

Gambar 2.3
Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis

2.4.1 Pengaruh free cash flow terhadap perataan laba pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia (BEI) tahun 2016-2020

Tingginya free cash flow perusahaan memberikan peluang bagi

manajemen untuk melakukan manajemen laba. Hal ini terjadi karena adanya

masalah keangenan (Hastuti et al., 2018). Free cash flow atau arus kas bebas

merupakan sisa kas yang dimiliki perusahaan yang berasal dari sisa pembelian

tambahan investasi dan pembayaran deviden kepada investor. Perusahaan yang

memiliki arus kas bebas yang tinggi akan cenderung tidak melakukan manajemen

55
laba, sedangkan pada perusahaan yang memiliki arus kas bebas yang rendah

memiliki probabilitas untuk melakukan manajemen laba lebih besar.

Menurut penelitian (Sekartini et al., 2021) menemukan bahwa semakin

besar free cash flow maka semakin tinggi peluang tindakan perataan laba dalam

perusahaan. Maka hal ini di indikasikan bahwa apabila perusahaan memiliki free

cash flow tinggi maka peluang untuk melakukan perataan laba dalam perusahaan

juga semakin tinggi dikarenakan sisa kas yang tersedia diperusahaan akan

dibagiakan kepada pemegang saham sesuai persentase yang ditentukan. Sehingga

menurut (Sekartini et al., 2021) free cash flow berpengaruh positif dan signifikan

terhadap manajemen laba. Berdasarkan penjabaran di atas maka penulis

mengambil hipotesis bahwa :

H1 : Free Cash Flow berpengaruh secara signifikan terhadap perataan laba pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia (BEI) tahun 2016-

2020

2.4.2 Pengaruh financial leverage terhadap perataan laba pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia (BEI) tahun 2016-2020

Financial leverage merupakan kemampuan perusahaan dalam

menggunakan aktiva untuk menjamin hutang. DAR merupakan rasio hutang yang

digunakan untuk mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva.

Maksudnya adalah gambaran dari seberapa besar penggunaan aktiva yang dibiayai

oleh hutang. Adanya hutang maka perusahaan berkewajiban membayar secara

priodik atas beban bunga dan pokok hutang. Semakin besar hutang perusahaan

56
maka semakin besar pula resiko yang dihadapi sehingga investor akan meminta

tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Akibat kondisi tersebut perusahaan

cendrung melakukan praktik income smoothing (perataan laba).

Penelitian (Jaya & Dillak, 2019) financial leverage menunjukkan proporsi

penggunaan untuk membiayai investasinya. Leverage digunakan untuk mengukur

seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang. Diduga bahwa semakin tinggi

tingkat leverage, maka risiko yang harus ditanggung oleh pemilik modal dan

kreditor juga akan semakin meningkat. Tindakan manajer untuk meratakan laba

ini diduga karena manajer ingin menunjukkan bahwa perusahaan yang

dipimpinnya mempunyai risiko yang rendah dan merupakan lahan yang menarik

untuk menanamkan modal bagi para investor. Hubungan antara leverage dengan

perataan laba didukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Hasil penelitian

oleh Nugraha & Dillak (2018) dan penelitian oleh Revinsia et al. (2019)

menunjukkan bahwa variabel financial leverage memiliki suatu pengaruh

signifikan terhadap perataan laba. Berdasarkan penjabaran di atas maka penulis

mengambil hipotesis bahwa :

H2 : Financial leverage berpengaruh secara signifikan terhadap perataaan laba

pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia (BEI) tahun

2016-2020

2.4.3 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap perataan laba pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun

2016-2020

57
Ukuran perusahaan diindikasikan sebagai salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Hal ini berdasarkan pada size

hypothesis yang menyatakan bahwa semakin besar perusahaan, maka akan

semakin besar kecendrungan manajer untuk menetapkan prosedur akuntansi yang

dapat mengalokasikan laba periode sekarang ke periode masa depan (Fitriani,

2018)

Ukuran perusahaan yang diukur dengan total aktiva mempunyai pengaruh

positif terhadap indeks perataan laba. Perusahaan yang lebih besar mempunyai

dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan praktik perataan laba

dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil, karena perusahaan yang besar

diperkirakan akan menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis, sebab kenaikan

laba yang drastis akan menyebabkan bertambahnya pajak, sebaliknya penurunan

laba yang drastis akan memberikan image yang kurang baik.

Apabila jumlah aset yang dimilki perusahaan semakin berlimpah, maka

ukuran perusahaan tersebut dianggap semakin besar. Perusahaan dengan ukuran

besarakan menarik perhatian pihak investor karena perusahaan dalam kategori

besar dipandang memiliki teknik manajemen yang tertata secara baik apalagi

dalam memperoleh laba. Perusahaan berukuran yang besar akan menjadi

perhatian investor dalam mempertimbangkan investasinya diperusahaan tersebut

(Adiwidjaja & Tundjung, 2019).

Hasil penelitian oleh (Nugraha & Dillak, 2018) dan penelitian oleh

(Adiwidjaja & Tundjung, 2019) menyebutkan bahwa ada pengaruh yang

58
signifikan antara ukuran perusahaan atau firm size terhadap perataan laba.

Berdasarkan penjabaran di atas maka penulis mengambil hipotesis bahwa :

H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh secara sinifikan terhadap perataan laba

pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia (BEI) tahun

2016-2020

2.4.4 Pengaruh free cash flow terhadap perataan laba yang di moderasi oleh

kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek

indonesia (BEI) tahun 2016-2020

Perusahaan dengan Free cash flow yang tinggi akan memiliki kesempatan

yang lebih besar untuk melakukan manajemen laba, karena perusahaan tersebut

terindikasi menghadapi masalah keagenan yang lebih besar (Kodriyah & Fitri,

2017). Adanya kebijakan dividen disuatu perusahaan maka setiap kebijakan akan

dipilih dengan teliti agar tidak merugikan pemilik perusahaan, karena kebijakan

dari dividen berperang layaknya pemilik perusahaan yang berfokus untuk

pengembangan perusahaan dan kepercayaan publik. Dengan adanya kebijakan

dividen yang cukup besar oleh manajemen dan pemikiran untuk mengembangkan

perusahaan sehingga dapat meminimalisir tindakan perataan laba (Brilliano et al.,

2016). Berdasarkan penjabaran di atas maka penulis mengambil hipotesis bahwa :

H4 : Free cash flow berpengaruh signifikan terhadap perataan laba dengan

dimoderasi oleh kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

bursa efek indonesia (BEI) tahun 2016-2020

59
2.4.5 Pengaruh financial leverage terhadap perataan laba yang dimoderasi

oleh kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa

efek indonesia (BEI) tahun 2016-2020

Menurut (Jaya & Dillak, 2019) financial leverage menunjukkan proporsi

penggunaan untuk membiayai investasinya. Semakin besar utang perusahaan

maka semakin besar pula risiko yang dihadapi investor sehingga investor akan

meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Akibat kondisi tersebut

perusahaan cendrung untuk melakukan praktik perataan laba. Tindakan manajer

untuk meratakan laba ini diduga karena manajer ingin menunjukkan bahwa

perusahaan yang dipimpinnya mempunyai risiko yang rendah. Dengan adanya

Kebijakan dividen, motivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba akan

semakin besar karena kebijakan dividen tentunya akan berubah sesuai dengan

kondisi laba perusahaan. Dalam mengembangkan perusahaan sehingga dapat

meminimalisir tindakan perataan laba. Berdasarkan penjabaran di atas maka

penulis mengambil hipotesis bahwa :

H5 : Financial leverage berpengaruh signifikan terhadap perataan laba dengan

dimoderasi oleh kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

bursa efek indonesia (BEI) tahun 2016-2020

2.4.6 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap perataan laba yang dimoderasi

oleh kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa

efek indonesia (BEI) tahun 2016-2020

Ukuran perusahaan yang diukur dengan total aktiva mempunyai pengaruh

positif terhadap indeks perataan laba. Ukuran perusahaan berbanding lurus dengan

60
kebijakan dividen perusahaan. Di suatu Perusahaan yang besar cenderung

membagikan dividen yang tinggi, hal ini dilakukan untuk menjaga reputasi di

kalangan pemegang saham. (Adiwibowo, 2018) bahwa variabel ukuran

perusahaan dapat menjelaskan variabel indeks perataan laba. Ukuran perusahaan

yang diukur dengan total aktiva mempunyai pengaruh positif terhadap indeks

perataan laba. Dengan adanya ukuran perusahaan, pemikiran atas kebijakan

dividen dalam mengembangkan perusahaan sehingga dapat meminimalisir

tindakan perataan laba. Berdasarkan penjabaran di atas maka penulis mengambil

hipotesis bahwa :

H6 : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perataan laba dengan

dimoderasi oleh kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

bursa efek indonesia (BEI) tahun 2016-2020

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI), yang laporan keuangannya telah diaudit oleh

Akuntan Publik selama periode 2016 – 2020 dan dapat diperoleh melalui website

www.idx.co.id dan juga website masing-masing perusahaan.

3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Didalam penelitian ini variabel yang diteliti ada dua variabel yaitu sebagai

berikut :

1.) Variabel Dependen (Y)

61
Variabel dependen sering disebut dengan variabel output, kriteria, konsekuen.

Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat

merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya

variabel bebas (Sugiyono, 2016a). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

dependen adalah :

a. Perataan Laba (Y)

Perataan laba adalah pengurangan fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan

memindahkan pendapatan dari tahun-tahun yang tinggi ke periode-periode

yang kurang menguntungkan (Thoharo, 2018). Arah perhitungan perataan

laba adalah sebagai berikut :

CVΔI
IndeksEckel =
CVΔS

Pengukuran perataan laba munggunakan dummy, dimana :

1 = Perusahaan yang melakukan perataan laba

0 = Perusahaan yang tidak melakukan perataan laba

2.) Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel ini sering disebut sebagai variabel

stimulus, prediktor, antecendent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai

variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat)

(Sugiyono, 2016a). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah

sebagai berikut :

a. Free Cash Flow (X1)

62
Free cash flow (aliran bebas kas) adalah cash flow yang tersedia untuk

dibagikan kepada investor setelah perusahaan melakukan investasi pada

fixed asset dan working capital yang diperlukan untuk mempertahankan

kelangsungan usahaanya (Tarmizi & Agnes, 2016). Free cash flow dapat

diukur sebagai berikut:

CFO−CFI
FCF= x 100 %
Total Asset

b. Financial leverage (X2)

Financial leverage adalah penggunaan sumber dana suatu perusahaan

yang memiliki biaya tetap dengan mengasumsikan bahwa akan

memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada biaya

tetapnya sehingga akan dapat meningkatkan laba yang tersedia untuk

pemegang saham (Mirwan & Amin, 2020). Pengukuran yang digunakan

dalam menghitung Financial leverage yaitu :

Total Utang
DER=
Total Modal

c. Ukuran Perusahaan (X3)

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan

besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara antara lain dengan total

aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. (Rosa Dewinta & Ery

Setiawan, 2016). Pengukuran ukuran perusahaan dapat dilakukan dengan

formula sebagai berikur :

¿ ln Total Aset x 100 %

3.) Variabel Moderasi

63
Variabel moderasi adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah

hubungan antara satu variabel dengan variabel lain (Sugiyono, 2016). Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel moderasi yaitu :

a. Kebijakan Dividen (Z)

Kebijakan dividen (dividend policy) adalah keputusan apakah laba

yangdiperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham

sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna

pembiayaan investasi dimasa datang (Adiwibowo, 2018). Pengukuran

variabel struktur modal adalah sebagai berikut :

Divided Pershare
DPR=
Earning Pershare

Tabel 3.1
Defenisi Operasional dan Alat Ukur Variabel
No Variabel Defenisi Operasional Rumus

1 Perataan Laba Perataan laba adalah CVΔI


IndeksEckel=
(Y) pengurangan fluktuasi CVΔS
laba dari tahun ke tahun
dengan memindahkan Dimana:
pendapatan dari tahun-
0 =Perusahaan yang tidak
tahun yang tinggi ke
melakukan perataan laba
periode-periode yang
1 =Perusahaan yang melakukan
kurang menguntungkan
perataan laba
(Thoharo, 2018)

2 Free Cash Flow Free cash flow (aliran CFO−CFI


FCF= x 100 %
(X1) bebas kas) adalah Total Asset
cashflow yang tersedia
untuk dibagikan kepada
investor setelah
perusahaan melakukan
investasi pada fixed asset
dan working capital yang

64
No Variabel Defenisi Operasional Rumus

diperlukan untuk
mempertahankan
kelangsungan usahaanya
(Tarmizi & Agnes, 2016)

3 Financial Financial leverage adalah


leverage (X2) penggunaan sumber dana
suatu perusahaan yang
memiliki biaya tetap
dengan mengasumsikan
bahwa akan memberikan Total Utang
DER=
tambahan keuntungan Total Modal
yang lebih besar daripada
biaya tetapnya sehingga
akan dapat meningkatkan
laba yang tersedia untuk
pemegang saham (Mirwan
& Amin, 2020)

4 Ukuran Ukuran perusahaan adalah


Perusahaan (X3) suatu skala dimana dapat
diklasifikasikan besar
kecilnya perusahaan
menurut berbagai cara
antara lain dengan total ¿ ln Total Aset x 100%
aktiva, log size, nilai pasar
saham, dan lain-lain.
(Rosa Dewinta & Ery
Setiawan, 2016)

5 Kebijakan Kebijakan dividen


Dividen (Z) (dividend policy) adalah
keputusan apakah laba
yang diperoleh perusahaan
akan dibagikan kepada
Divided Pershare
pemegang saham sebagai DPR=
Earning Pershare
dividen atau akan ditahan
dalam bentuk laba ditahan
guna pembiayaan
investasi dimasa datang
(Adiwibowo, 2018).

65
3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tetentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016).

Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah seluruh perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2016 – 2020 yaitu

sebanyak 193 perusahaan.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi, dimana sampel yang baik adalah

sampel yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik dari seluruh populasi

(Sugiyono, 2016b). Berdasarkan pengertian sampel tersebut, maka yang akan

dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang telah

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2016-2020.

Adapun dalam penelitian ini, sampel perusahaan diambil dengan metode

purposive sampling. Purposive sampling adalah sampel yang dipilih mempunyai

tujuan atau target tertentu dalam memilih sampel secara tidak acak. Teknik dalam

pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode pemilihan

sampel dengan pertimbangan (judgement / purposive sampling) dengan kriteria

sebagai berikut :

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2016-2020.

66
2. Perusahaan manufaktur yang menghasilkan laba selama periode penilitian

yaitu tahun 2016 – 2020.

3. Perusahaan yang membagikan dividen minimal 3 (tiga) periode

pengamatan.

4. Perusahaan yang menggunakan mata uang Rupiah dalam laporan

keuangannya.

Berdasarkan kriteria pemilihan sampel, maka dapat diperoleh hasil sebagai

berikut :

Tabel 3.2
Kriteria Pemilihan Sampel
No Kriteria Pemilihan Sampel Jumlah

1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek 193


Indonesia (BEI) tahun 2016-2020.

2 Perusahaan manufaktur yang baru IPO dan juga delisting di (139)


Bursa Efek Indonesia selama tahun 2016-2020 .

3 Perusahaan manufaktur yang tidak mengahasilkan laba (59)


selama periode penelitian yaitu tahun 2016 – 2020

4 Perusahaan yang tidak membagikan dividen minimal 3 (tiga) (33)


periode pengamatan.

Perusahaan manufaktur yang menggunakan mata uang selain (7)


Rupiah (Rp) dalam laporan keuangannya.

Jumlah perusahaan yang memenuhi syarat sebagai sampel 37

Jumlah Data Periode Penelitian (37 x 5 tahun) 185

Dari kritera pemilihan sampel, maka diperoleh 37 sampel penelitian

sebagai yaitu berikut :

67
Tabel 3.3
Sampel Penelitian
N Emite Tanggal
Nama Perusahaan
o n IPO
1 AKPI Argha Karya Prima Industry Tbk 18-Des-92
2 ARNA Arwana Citra Mulia Tbk 17-Jul-01
3 ASII Astra International Tbk  04-Apr-90
4 CEKA Wilmar Cahaya Indonesia Tbk 09-Jul-96
5 CINT Chitose Internasional Tbk 27-Jun-14
6 CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk 18-Mar-91
7 DLTA Delta Djakarta Tbk 12-Feb-84
8 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk 08-Agust-90
9 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk 11-Nop-94
10 EKAD Ekadharma International Tbk 14-Agust-90
11 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk 01-Des-94
12 GGRM Gudang Garam Tbk 07-Agust-90
13 HMSP H.M. Sampoerna Tbk 15-Agust-90
14 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 07-Okt-10
15 IMPC Impack Pratama Industri Tbk 17-Des-14
16 INAI Indal Alumunium Industry Tbk 05-Des-94
17 INCI Intan Wijaya International Tbk 24-Jul-90
18 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 14-Jul-94
19 INDS Indospring Tbk 10-Agust-90
20 INTP  Indocement Tunggal Prakasa Tbk 05-Des-89
21 JPFA Japfa Comfeed Indonesia Tbk 23-Okt-89
22 KAEF Kimia Farma Tbk 04-Jul-01
23 KBLM Kabelindo Murni Tbk  01-Jun-92
24 KLBF Kalbe Farma Tbk 30-Jul-91
25 MERK Merck Tbk 23-Jul-81
26 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk 17-Jan-94
27 MYOR Mayora Indah Tbk 04-Jul-90
Supreme Cable Manufacturing and Commerce
28 SCCO 20-Jul-82
Tbk
29 SIDO Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk 18-Des-13
30 SKLT Sekar Laut Tbk 19-Jul-76
31 SMBR Semen Baturaja (Persero) Tbk 28-Jun-13
32 SMSM Selamat Sempurna Tbk 09-Sep-96
33 TRST Trias Sentosa Tbk 02-Jul-90
34 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk 17-Jan-94
Ultra Jaya Milk Industry & Trading Company
35 ULTJ 02-Jul-90
Tbk

68
N Emite Tanggal
Nama Perusahaan
o
36 n
UNVR Unilever Indonesia Tbk IPO
11-Jan-82
37 WTON Wijaya Karya Beton Tbk 11-Mar-97
Sumber : www.idx.co.id

3.4 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah sumber

data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung, melalui media perantara.

Data sekunder tersebut berupa laporan tahunan 2016-2020 yang diperoleh

dari situs BEI yaitu www.idx.co.id, website masing-masing perusahaan dan

lain-lain.

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kepustakaan, dokumentasi, dan penelusuran data online/internet

searcing.

1. Studi kepustakaan adalah studi yang digunakan untuk memperoleh

teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, terutama teori

yang membahas akuntansi keuangan.

2. Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mencatat

data-data yang ada di laporan keuangan dan data-data yang tercatat

di perusahaan yang listing pada Bursa Efek Indonesia.

3. Penelusuran Data Online/Internet Searching

Internet searching merupakan teknik pengumpulan data melalui bantuan

teknologi yang berupa alat/mesin pencari di internet dimana segala

69
informasi dari berbagai era tersedia didalamnya. Internet searching

sangat memudahkan dalam rangka membantu peneliti menemukan suatu

file/data dimana kecepatan, kelengkapan dan ketersediaan data dari

berbagai tahun tersedia. Mencari data di internet bisa dilakukan dengan

cara searching, browsing, surfing ataupun downloading

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

regresi logistik karena terdapat variabel dummy pada variabel terikatnya yaitu

perataan laba. Seluruh penyajian dan analisis data yang digunakan pada penelitian

ini menggunakan bantuan program IBM SPSS (Statistical Package for Social

Sciences) 21 for windows. Teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan

asumsi normalitas data pada variabel bebasnya (Mustari, 2018) dan mengabaikan

heteroskedastisitas. Penelitian ini diuji dengan beberapa uji statistik yang terdiri

dari uji statistik deskriptif, model regresi logistik, dan pengujian residual.

3.5.1 Statistik Deskriptif

Menurut (Aqmarina, 2018) statistik deskriptif digunakan untuk

mendeskripsikan dan memberikan gambaran tentang distribusi frekuensi variabel-

variabel dalam penelitian ini, nilai rata-rata (mean), standar deviasi (standard

deviation), varian (variance), maksimum, minimum, range, sum, kurtosis, dan

skewness. Data pada statistik deskriptif ini nantinya akan disajikan dengan baik

dan ringkas sehingga dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.

3.5.2 Analisis Regresi Logistik

70
Analisis regresi logistik adalah suatu bentuk analisis khusus yang dimana

variabel terikatnya bersifat kategori dan variabel bebasnya bersifat kategori dan

kontinu dari keduanya. Variabel moderasi nantinya akan membuktikan apakah

akan memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen dan

dependen. Cara pengujian variabel moderasi dalam penelitian ini menggunakan

uji interaksi atau biasa disebut dengan Moderated Regression Analysis (MRA).

Moderated Regression Analysis (MRA) merupakan aplikasi khusus

dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua

atau lebih independen). Uji ini dilakukan dengan cara mengalikan dua atau lebih

variabel bebasnya. Jika hasil perkalian dua variabel bebas tersebut signifikan

maka variabel tersebut memoderasi hubungan antara variabel bebas dan variabel

tergantungnya (Fierdha et al., 2015). Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji

normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya. Regresi logistik tidak

memiliki asumsi normalitas atas variabel independen yang digunakan dalam

model. Artinya varibel penjelasan tidak harus memiliki distribusi normal, linier

maupun memiliki varian yang sama dalam setiap grup. Model probabilitas tidak

mewajibkan menggunakan asumsi normalitas karena sama seperti variabel

dependen, galat/residual hanya memiliki dua nilai, yaitu mereka mengikuti

distribusi probabilitas Bernoulli 1 jika kejadian terjadi dan 0 jika kejadian tidak

terjadi. Kelemahan ini tidak begitu masalah karena akan menghasilkan estimator

yang BLUE, apabila datanya semakin banyak, distribusinya akan semakin

mendekati normal.

Model Regresi: 1

71
1
Ln = α + β1FCF+ β2FL+ β3UP + e
PL

Model Regresi: 2

1
Ln = α + β1FCF+ β 2FL+ β 3UP + β4FCF*KD+ β5FL*KD+ β6UP*KD +e
PL

Dimana :

α = Konstanta

β1 – β.. = Koefisien Variabel X

PL = Perataan Laba

FCF = Free Cash Flow

UP = Ukuran Perusahaan

KD = Kebijakan Dividen

3.6 Pengujian Hipotesis

Tahapan dalam pengujian dengan menggunakan regresi logistik dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)

Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan

dengan nilai Nagelkerke R Square menunjukkan variabilitas variabel

dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen, sedangkan sisanya

dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.

2. Menilai keseluruhan model (overall model fit)

Penilaian keseluruhan model dilakukan dengan membandingkan nilai antara

-2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (block Number=0), dimana model hanya

72
memasukkan konstanta dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir

(Block Number =1), dimana model memasukkan konstanta dan variabel

bebas, apabila nilai -2LL Block Number = 0 >nilai – 2LL Block Number =1,

hal ini menunjukkan model regresi yang baik atau dengan kata lain model

yang dihipotesis fit dengan data.

3. Uji statistik wald test

Jika wald test<0,05 maka dikatakan signifikan. Estimasi mak simum

Likelhood parameter dari model dapat dilihat pada tampilan ouputvariables

In The Equation, dari persamaan yang diperoleh dapat menggambarkan

hubungan antara probabilitas (odds) dan variabel independen, sedangkan

hasil Overal Classification Rate dapat dilihat pada matrik klasifikasi dengan

Cuoff 50%.

73
DAFTAR PUSTAKA

(Sudarmadi, Rispantyo, & M. R. S. . (2017). Pengaruh Ukuran Perusahaan,


Profitabilitas, Financial Leverage dan Net Profit Margin Terhadap Perataan
Laba. 13(3), 312–322.
Abogun, S., Adigbole, E. A., & Olorede, T. E. (2021). Income smoothing and firm
value in a regulated market : the moderating effect of market risk. 6(3), 296–
308. https://doi.org/10.1108/AJAR-08-2020-0072
Adiwibowo, A. S. (2018). Pengaruh Manajemen Laba, Ukuran Perusahaan Dan
Leverage Terhadap Return Saham Dengan Kebijakan Dividen Sebagai
Variabel Moderasi. Jurnal Ilmiah Akuntansi Universitas Pamulang, 6(2),
203. https://doi.org/10.32493/jiaup.v6i2.1955
Adiwidjaja, D. E., & Tundjung, H. (2019). Pengaruh Cash Holding, Firm Size,
Profitability, Dan Financial Leverage Terhadap Income Smoothing. Jurnal
Multiparadigma Akuntansi, 1(3), 712–720.
Afriani, E., & Asma, R. (2019). ANALISIS VALUASI HARGA SAHAM
DENGAN PRICE EARNING RATIO, FREE CASH FLOW TO EQUITY
DAN FREE CASH FLOW TO FIRM PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR. Jurnal Sains Manajemen Dan Kewirausahaan (JSMK),
3(2), 111–123. https://doi.org/http://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/jsmk
ANALISIS
Andalawestyas, M., & Ariyati, T. (2019). DAMPAK PERATAAN LABA
TERHADAP KUALITAS LABA DENGAN KUALITAS AUDIT
SEBAGAI VARIABEL MODERASI. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan
Methodist, 2(2), 154–163.
Apriyanti, H. W. (2018). Teori Akuntansi Berdasarkan Pendekatan Syariah.
Deepublish.
Aqmarina, V. (2018). Pengaruh Audit Tenure , Rotasi Audit , dan Umur Publikasi
terhadap Kualitas Audit ( Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang
terdapat di BEI Tahun HALAMAN SAMPUL Diajukan Oleh : Nama : Vina
Aqmarina FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAK. Skrispsi.
Ass, S. B., & Sumarni. (2019). Pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai
perusahaan pada pt. prima karya manunggal kabupaten pangkep. Brand, 1(2).
Brilliano, arief pradhana, Khairunnisa, & Dewaputrakhrisna. (2016).
PENGARUH KOMITE AUDIT , UKURAN PERUSAHAAN , PAJAK ,
KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP
PERATAAN LABA ( Studi Empiris Pada Emiten Sektor Manufaktur yang

74
terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2011-2015 ) THE EFFECT OF
AUDIT COMMITTEE. Jurnal Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, 3(3), 3341–
3348.
Budiansyah, H., & Rasyid, A. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Income
Smoothing Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI. I(3), 844–851.
Dalimunthe, I. P., & Prananti, W. (2019). PENGARUH CASH HOLDING ,
PROFITABILITAS , DAN FINANCIAL LEVERAGE TERHADAP
INCOME SMOOTHING PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR.
Diponegoro Journal of Accounting, 1(1), 13–30.
Ditiya, Y. D., & Sunarto. (2019). Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Financial
Leverage, Boox Tax Differences dan Kepemilikan Publik Terhadap Perataan
Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa a
Efek Indonesia Periode 2014-2017). Journal of Chemical Information and
Modeling, 8(1), 51–63.
https://doi.org/https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Doraini, S. A., & Wibowo, S. S. A. (2017). Pengaruh ukuran perusahaan,
kebijakan dividen, kinerja keuangan, dan konvergensi IFRS perusahaan
terhadap tindakan income smoothing. Journal of Applied Accounting and
Taxation, 2(2), 187–197.
Dr. Darmawan, M. A. (2018). MANAJEMEN KEUANGAN: Memahami
Kebijakan Dividen, Teori dan Praktiknya di Indonesia (M. Lilis Renfiana,
SE (ed.)). Salsabilla Shafa Adrza.
https://www.google.co.id/books/edition/MANAJEMEN_KEUANGAN_Me
mahami_Kebijakan_Di/TtsXEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=kebijakan+dividen&printsec=frontcover
Fierdha, Kurniawan, H., & Purnamasari, P. (2015). Pengaruh Audit Rotation Dan
Audit Tenure Terhadap Kualitas Audit Dengan Fee Audit Sebagai Variabel
Pemoderasi (Studi Pada Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2012-
2014). 1–10.
Fitriani, A. (2018). Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, dan Financial
Leverage terhadap Praktik Perataan Laba (Income Smoothing) pada
Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-
2015. Jurnal Samudra Ekonomi Dan Bisnis, 9(1), 50–59.
https://doi.org/10.33059/jseb.v9i1.461
Haniftian, R. A., & Dillak, V. J. (2020). PENGARUH PROFITABILITAS,
CASH HOLDING, DAN NILAI PERUSAHAAN TERHADAP
PERATAAN LABA (Studi Kasus Pada Perusahaan LQ45 yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2018). Jurnal AKUNTANSI & EKONOMI
FE. UN PGRI Kediri, 5(1), 88–98.
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JIA

75
Hastuti, C. S. F., Arfan, M., & Diantimala, Y. (2018). The Influence of Free Cash
Flow and Operating Cash Flow on Earnings Management at Manufacturing
Firms Listed in the Indonesian Stock Exchange. International Journal of
Academic Research in Business and Social Sciences, 8(9), 1133–1146.
https://doi.org/10.6007/ijarbss/v8-i9/4686
Herlambang, akbar roy. (2017). Analisis Pengaruh Free Cash Flow Dan Financial
Leverage Terhadap Manajemen laba Dengan Good Corporate Governance
Sebagai Variabel Moderasi. Angewandte Chemie International Edition,
6(11), 951–952., 4(1), 15–29.
Iskandar, A. F., & Suardana, K. A. (2016). PENGARUH UKURAN
PERUSAHAAN , RETURN ON ASSET , DAN WINNER / LOSER
STOCK TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Udayana ( Unud ), Bali-Indonesia Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Udayana ( Unud ), Bali-Indonesia Lapora. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, 14(2), 805–834.
Islam, S. M. T., & Ghosh, R. A. K. (2021). Slack resources, free cash flow and
corporate social responsibility expenditure: evidence from an emerging
economy. Journal of Accounting in Emerging Economies, 11(4), 533–551.
https://doi.org/10.1108/JAEE-09-2020-0248
Jaya, M. N. F., & Dillak, V. J. (2019). Income smoothing : Ukuran Perusahaan,
Leverage, Profitabilitas, dan Umur Perusahaan (Studi Pada Perusahaan yang
Termasuk dalam Indeks KOMPAS100 Tahun 2013 s.d. 2017). Journal of
Accounting Research, 11(2), 85–95.
Jayanti, K. T., Dewi, P. E. D. M., & Sujana, E. (2018). Pengaruh Profitabilitas,
Ukuran Perusahaan, dan Dividend Payout Ratio Pada Praktik Perataan Laba
Dengan Struktur Kepemilikan Manajerial Sebagai Variabel Moderasi Pada
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2017. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, 9(1), 121–132.
Kodriyah, & Fitri, A. (2017). Pengaruh Free Cash Flow dan Leverage Terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur di BEI. Jurnal Akuntansi,
3(2), 64–76.
Kusmiyati, S. D., & Hakim, M. Z. (2020). Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas, Cash Holding, Debt To Equity Ratio Dan Net Profit Margin
Terhadap Perataan Laba. Jurnal Profita, 13(1), 58.
https://doi.org/10.22441/profita.2020.v13.01.005
Lahaya, I. A. (2017). Pengaruh Dividend Payout Ratio, Risiko Keuangan, Nilai
Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Perataan Laba (Studi pada
Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar dan Kimia Listing di Bursa
Efek Indonesia). Akuntabel, 14(1), 11.
https://doi.org/10.29264/jakt.v14i1.1321

76
Masluhah, S., & Asyik, N. F. (2018). PENGARUH PROFITABILITAS,
KEBIJAKAN DIVIDEN, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP
PRAKTIK INCOME SMOOTHING. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 7(2),
1–21.
Mirwan, D. R., & Amin, M. N. (2020). Pengaruh Financial Leverage,
Profitabilitas, Net Profit Margin, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Praktik
Perataan Laba. Jurnal, 53(9). https://doi.org/10.29259/ja.v14i2.10982
Mustari, R. (2018). “Pengaruh auditor switching, audit tenure, dan company size
terhadap audit quality dengan fee audit sebagai variabel moderasi.”
Nazalia, N., & Triyanto, D. N. (2018). Pengaruh Free Cash Flow, Financial
Distress, dan Employee Diff terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi,
Audit Dan Sistem Informasi Akuntansi.
Nugraha, P., & Dillak, V. J. (2018). Profitabilitas , Leverage Dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Perataan Laba. Jurnal Riset Akuntansi Komputer,
10(1), 42–48.
Nugroho, S. A., Kuntari, Y., & Triani, T. (2021). Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Financial Leverage, Profitabilitas dan Nilai Saham pada Tindakan Perataan
Laba. Jurnal Ilmiah Aset, 23(1), 85–96. https://doi.org/10.37470/1.23.1.179
Oktoriza, L. A. (2018). Pengaruh Leverage, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan,
Nilai Perusahaan, Aktfitas Komite Audit dan Kepemilikan Manajerial
Terhadap Praktik Perataan Laba. Journal of Management & Business, 1(2),
188–203.
Ovami, D. C., & Lubis, R. H. (2019). Income Smoothing Perusahaan Manufaktur.
52(19), 29–31.
Pranaditya, A., Andini, R., & Andika, A. D. (2021). Pengaruh Pertumbuhan
Penjualan dan Leverage (M. I. Syairozi (ed.)).
Pratiwi, N. W. P. I., & Damayanthi, I. G. A. E. (2017). ANALISIS PERATAAN
LABA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Ni. E-
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 20(1), 496–525.
Ramadhanti, F. (2020). Pengaruh earning power, ukuran perusahaan dan free cash
flow terhadap manajemen laba riil dengan dewan komisaris independen
sebagai variabel moderasi. SKRIPSI-2020.
Rosa Dewinta, I., & Ery Setiawan, P. (2016). PENGARUH UKURAN
PERUSAHAAN, UMUR PERUSAHAAN, PROFITABILITAS,
LEVERAGE, DAN PERTUMBUHAN PENJUALAN TERHADAP TAX
AVOIDANCE. E-Jurnal Akuntansi.
Rossi, E. (2018). Pengaruh Good Corporate Governance, Free Cash Flow dan

77
Devidend Payout Ratio Terhadap Tingkat Perataan Laba. Journal of
Chemical Information and Modeling, 01(01), 1689–1699.
Rowena, J., & Hendra. (2020). Praktik Perataan Laba dan Faktor - Faktor yang
Mempengaruhinya. JURNAL ONLINE INSAN AKUNTAN, 5(2), 183–196.
https://doi.org/10.24843/eja.2020.v30.i11.p12
Salah, O. Ben, & Jarboui, A. (2021). Dividend policy , earnings management and
the moderating e ff ect of corporate governance in the French context.
https://doi.org/10.1108/JFEP-02-2021-0034
Sanjaya, W., & Suryadi, L. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Income
Smoothing Pada Perusahaan Manufaktur Periode 2014-2016. XXIII(03),
347–358.
Saputri, Y. Z., Auliyah, R., & Yuliana, R. (2017). Pengaruh Nilai Perusahaan,
Pertumbuhan Perusahaan dan Reputasi Auditor Terhadap Perataan Laba Di
Sektor Perbankan. Neo Bis, 11(2), 122–140.
Sari, N. P., & Khafid, M. (2020). Peran Kepemilikan Manajerial dalam
Memoderasi Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Ukuran Perusahaan,
Kebijakan Dividen Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan BUMN.
Moneter - Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 7(2), 222–231.
https://doi.org/10.31294/moneter.v7i2.8773
Sekartini, N. M., Novitasari, N. L. G., & Saitri, P. W. (2021). Pengaruh
Profitabilitas, Net Profit Margin Dan Free Cash Flow Terhadap Perataan
Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.
JURNAL KHARISMA, 3(3), 122–131.
Septiani, N. P. N., & Suaryana, I. G. N. A. (2018). Pengaruh Profitabilitas ,
Ukuran Perusahaan , Struktur Aset , Risiko Bisnis dan Likuiditas pada
Struktur Modal. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 22(3), 1682–
1710. https://doi.org/https://doi.org/10.24843/EJA.2018.v22.i03.p02
Setyaningsih, E. (2018). Kisruh AISA antara penggelapan dana dan gurihnya
bisnis Taro. Https://Www.Alinea.Id/. https://www.alinea.id/bisnis/kisruh-
aisa-antara-penggelapan-dana-dan-gurihnya-bisnis-taro-b1U2E9cO2
Sudarmadi, Rispantyo, & Sunarko, M. R. (2017). Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas, Financial Leverage dan Net Profit Margin Terhadap Perataan
Laba. Jurnal Akuntansi Dan Sistem Teknologi Informasi, 15(3), 312 – 322.
Suganda, T. R. (2018). Teori dan Pembahasan Reaksi Pasar Modal di Indonesia.
Even Study.
Sugiyono. (2016a). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2016b). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. In CV

78
Alfabeta. https://doi.org/https://doi.org/10.3929/ethz-b-000238666
Tarmizi, R., & Agnes, T. (2016). Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Free Cash Flow dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Dividen
Pada Perusahaan Manufaktur Go Public yang Terdaftar di Bei. Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan Universitas Bandar Lampung., 7(1), 103–119.
Thoharo, A. (2018). Pengaruh Profitabilitas, Leverage dan Kebijakan Dividen
Terhadap Income Smoothing Dengan Komite Audit Sebagai Variabel
Pemoderasi. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 7(2), 2–3.
Toni, D. N. (2021). Praktik Perataan Laba (Income Smoothing) Perusahaan :
Strategi Peningkatan Profitabilitas, Financial Leverage, Dan Kebijakan
Dividen Bagi Perusahaan (Abdul (ed.)).
Tualeka, J. S., Tenriwaru, T., & Kalsum, U. (2019). Pengaruh Free Cash Flow
Dan Financial Leverage Terhadap Manajemen Laba Dengan Good Corporate
Governance Sebagai Variabel Moderasi. Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Akuntansi, 13(01), 69–82.
https://doi.org/10.35129/simak.v18i02.149
Wareza, M. (2019). Tiga Pilar dan Drama Penggelembungan Dana.
Https://Www.Cnbcindonesia.Com/.
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190329075353-17-63576/tiga-
pilar-dan-drama-penggelembungan-dana
Yogi, L. M. D. P., & Damayanthi, I. G. A. E. (2016). Pengaruh Arus Kas, Capital
Adequacy Ratio dan Good Corporate Governance Pada Manajemen Laba. E-
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 15(2), 1056–1085.
Zuhria, S. F., & Riharjo, I. B. (2016). Pengaruh Profitabilitas, Free Cash Flow,
Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang.
Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 5(11), 1–21.

79

Anda mungkin juga menyukai