Anda di halaman 1dari 9

Tugas Identifikasi Resiko Audit

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Internal Audit


Dosen Pengampu Bapak Dr. Erwin Hadisantoso, SE., M.Si., Ak.

Disusun Oleh Kelompok 2 :


Eyi Nagatri Liawang B1C119014
Fadli B1C119015
Firdayanti B1C119016
Muammar Qadafi M B1C119027
Nur Rezki Ani B1C119037
Pyrena Raissa B1C119044

PROGRAM STUDI INTERNAL AUDIT


JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI
2021

1
No Halaman Jenis Kasus
1. 503 Korupsi Mesin Garuda
2. 504-505 Kartel Tarif Pesawat
3. 506-511 Kejanggalan Nilai Pendapatan Garuda Indonesia
4. 512-513 Saham Garuda Indonesia Anjlok
5. 514-515 Profesionalitas dan Integritas Auditor
6. 516-520 Pengawasan Publik dan Pihak Berwajib
Rincian Kasus :

1. Korupsi Mesin Garuda


Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah
Satar, dan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero)
tahun 2007-2012 Hadinoto Soedigno tersangka kasus dugaan suap pengadaan mesin
dan pesawat di PT Garuda Indonesia. Keduanya diduga menerima suap dari
Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo yang juga
pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA). Soetikno juga dijerat sebagai tersangka dalam
kasus ini. Adapun resiko yang dapat diidentifikasi dalam kasus ini terkait audit
adalah:
a) Resiko Reputasional, karena di dalam kasus tersebut yang menjadi salah satu
tersangkanya ialah Mantan Dirut Garuda Indonesia itu sendiri, yaitu Emirsyah
Satar, yang mana dalam kasus ini ia membawa nama baik dari perusahaan
tersebut. Ketika nama baik perusahaan hancur, maka dapat menyebabkan kerugian
besar bagi perusahaan dan beresiko kehilangan kepercayaan.
Solusi :
Solusi untuk mengatasi resiko reputasional ialah dengan tidak ragu melakukan
pemecatan kepada anggota yang terkait langsung dengan kegiatan yang
berdampak pada kehancuran reputasi atau nama baik PT Garuda Indonesia. Dan,
untuk kedepannya mungkin akan lebih baik bila pihak perusahaan jujur serta
transparan dalam melakukan kegiatan dan memberikan informasinya kepada
pihak-pihak yang memerlukan informasi tersebut, sehingga dengan hal tersebut
diharapkan dapat mengembalikan nama baik atau reputasi perusahaan dan
mengembalikan kepercayaan masyarakat. Terakhir, agar kejadian tersebut tidak

1
terulang ada baiknya jika perusahaan melakukan test atau semacan uji etika
kepatuhan bagi siapa saja yang nantinya akan bertanggungjawab menjadi Dirut PT
Garuda Indonesia.
b) Resiko Operasional, karena dalam kasus ini korupsi yang dilakukan ialah korupsi
pembelian peralatan operasional perusahaan (mesin pesawat). Bila dilihat dari
penjelasan terkait resiko operasional dalam materi kelompok 2 minggu lalu,
penyebab munculnya resiko tersebut cukup banyak, mulai dari peralatan hingga
karyawan perusahaan.
Solusi :
untuk mengatasi resiko operasional ialah dengan memperbaiki fungsi manajemen
perusahaan itu sendiri khususnya pengawasan dan perencanaan suatu anggaran
atau budgeting dalam pengadaan suatu peralatan agar kasus korupsi mesin
pesawat tersebut tidak terulang kembali.
c) Resiko Kepatuhan, karena korupsi yang dilakukan oleh Mantan Dirut Garuda ini
sudah termasuk dalam ketidakpatuhan terhadap hukum yang berlaku, yang mana
beliau telah melanggar kode etik yang telah disepakati dan diterapkan dalam
perusahaan tersebut.
Solusi :
Karena Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar telah
melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor (UU/31/1999
tentang pemberantasan korupsi sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001) jo.
Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo. Pasal 64 ayat 1 ke-1. Maka solusi yang dapat diberikan
ialah memberi sanksi kepada beliau. Oleh majelis hakim Pengadilan Negeri
Tipikor Jakarta, beliau telah divonis hukuman delapan tahun penjara dan denda
Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan penjara.

2. Kartel Tarif Pesawat


Garuda Indonesia divonis bersalah atas pelanggaran penentuan harga tiket pesawat
niaga berjadwal oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Majelis Komisi
menemukan bahwa maskapai-maskapai tersebut membuat kesepakatan tidak tertulis
untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon dan meniadakan produk
dengan harga murah di pasaran berupa pengurangan subkelas. Akibatnya, harga tiket
kelas ekonomi membumbung tinggi dengan pasokan terbatas. Garuda Indonesia
Group yakni PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dan anak usahanya,

1
dinyatakan bersalah dalam putusan Komisi Persaingan Usaha (KPPU) Republik
Indonesia karena telah melanggar Pasal 5 UU Nomor 5/1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun resiko yang ditemukan
dalam kasus ini adalah :
(a) Resiko Kepatuhan, karena bila hasil penyelidikan KPPU menyatakan ada aksi
kartel tarif tiket penerbangan domestik oleh para maskapai nasional, maka jelas
tindakan tersebut merupakan aksi monopoli perdagangan kendati pun hampir
semua maskapai penerbangan di Indonesia melakukannya secara bersamaan. Tapi
masyarakat lah yang pada akhirnya terkena imbasnya. Dalam hal ini, perusahaan
maskapai telah mengikuti kepentingan pribadi secara sepihak dan tidak
memperhatikan kepentingan masyarakat. Hal tersebut terjadi karena adanya
ketidakpatuhan terhadap hukum yang diterapkan oleh pemerintah, yang secara
tertulis, sanksi tersebut sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Solusi :
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu mempertimbangkan
perbaikan terhadap substansi UU No. 5 Tahun 1999 dengan menempatkan indirect
evidence (bukti petunjuk) sebagai salah satu alat bukti dalam persaingan usaha.
Selain itu, perlu dipertimbangkan mengenai perluasan kewenangan KPPU dalam
melakukan pemeriksaan, termasuk adanya kewenangan untuk menggeledah dan
menyita, serta memperluas makna kartel yang tidak terbatas pada perbuatan dalam
artian perjanjian saja.

3. Kejanggalan Nilai Pendapatan Garuda Indonesia


PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tanpa diduga berhasil mencatatkan kinerja
cemerlang pada 2018. Bukan ruginya lagi yang menurun, tapi perusahaan mencetak
laba bersih US$809,84 ribu atau Rp11,33 miliar (Rp14.000 per dolar Amerika
Serikat). Namun, berita itu rupanya tak disambut baik oleh seluruh pihak. Dua
komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak
menandatangani laporan buku tahunan Garuda 2018. Keduanya merupakan
perwakilan dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd selaku pemilik dan
pemegang 28,08 persen saham Garuda Indonesia. Mereka tak sepakat dengan salah
satu transaksi kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi yang dibukukan sebagai

1
pendapatan oleh manajemen. Adapun resiko yang dapat diidentifikasi dalam kasus ini
terkait audit adalah:
(a) Risiko kepatuhan, Karena pencatatan laporan keuangan itu cuma mengacu pada
SA bukan PSAK. Dalam hal ini terdapat pelanggaran terhadap beberapa aturan
penulisan laporan keuangan utamanya PSAK 23 yang berbunyi paragraf 29 PSAK
23 menyatakan bahwa “ Pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh
pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti dan dividen diakui jika:
 Kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dg transaksi tsb akan
mengalir ke entitas;
 Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal.”
Solusi :
Agar pelanggaran tersebut tidak berulang kembali, pemerintah harus menjatuhkan
sanksi yang tegas bagi setiap pihak yang melakukan pelanggaran, baik yang
bertindak sebagai pimpinan manajemen yang tergabung dalam RUPST
perusahaaan maupun akuntan dan auditor atas laporan keuangan. Tindakan
pemerintah yang tegas dapat menjadikan entitas mana pun patuh terhadap hukum
dan setiap pihak yang berniat melanggar aturan berpikir 2 kali untuk melakukan
pelanggaran.
(b) Risiko reputasional, karena kedua komisaris itu menilai hal itu akan
menimbulkan kerancuan dari publik untuk membaca laporan keuangan garuda
yang berubah signifikan dari sebelumnya rugi tiba-tiba untung. Dengan begitu ada
potensi penyampaian kembali laporan keuangan dan dapat merusak kredibilitas
perusahaan.
Solusi :
Agar dapat memulihkan citra perusahaan di mata publik, perlu dilakukan
perbaikan Laporan Keuangan sesuai aturan dan dapat dipertanggungjawabkan
serta telah dinilai wajar. Selain itu, pihak-pihak yang terlibat pelanggaran seperti
pemimpin perusahaan dan auditor serta seluruh pihak yang dengan sengaja
membiarkan pelanggaran terjadi harus diberhentikan dari profesinya di
perusahaan itu. Demi menarik kepercayaan publik lagi, struktur keanggotaan
perusahaan utamanya susunan dewan direksi perlu direstrukturisasi.
(c) Resiko Operasional, karena dalam kasus tersebut dapat dilihat kenaikan
pendapatan yang drastis tanpa diikuti peningkatan nilai biaya yang signifikan,

1
utamanya jika dilihat laporan laba rugi Garuda Indonesia tahun 2018. Hal ini
dipertanyakan sebab secara logis, jika kegiatan operasional berlangsung dengan
baik dan padat, itu akan menekan pendapatan tetapi juga tidak luput dari
pengeluaran biaya-biaya untuk mendukung proses kegiatan operasional tersebut.
Dalam kasus ini, akuntan lah yang mengambil peran penting namun kenyataannya
akuntan membiarkan ketidakwajaran tersebut terjadi.
Solusi :
Agar kasus ini tidak terjadi lagi, entitas berwajib terutama BPK, OJK dan
Kemenkeu yang diwakili khusus oleh Pusat Pembinaan Profesi Keuangan yang
mengawasi kinerja dan integritas akuntan publik harus melakukan pengawasan
yang lebih ketat terhadap kegiatan auditor dalam mengaudit LK perusahaan.
Auditor yang didapati melanggar sebaiknya tidak diberikan hak untuk bekerja
kembali pada profesi tersebut yang harus ditegaskan dalam kebijakan resmi
pemerintah.

4. Saham Garuda Indonesia Anjlok


Dalam kasus ‘’Saham Garuda Anjlok’’ terdapat beberapa kejanggalan mengenai
laporan keuangan Garuda terutama pada pos pendapatan dan laba. Kejanggalan ini
menyebabkan saham anjlok karena berkurangnya kepercayaan publik terhadap
Garuda Indonesia. Para investor di Bursa Efek berbondong-bondong menarik saham
mereka dari kepemilikan hak atas Garuda Indonesia. Adapun resiko yang ditemukan
dalam kasus ini adalah :
(a) Resiko Reputasional, karena adanya manipulasi laporan keuangan yang
disengaja oleh Garuda Indonesia maka hal tersebut dapat berdampak pada
berkurangnya kepercayaan publik terutama kepada para pemegang saham
sehingga tidak menutup kemungkinan bisa saja menarik investasinya atau berhenti
berinvestasi pada Garuda Indonesia. Sehingga dengan begitu maka reputasi
Garuda Indonesia sebagai perusahaan yang tercatat dipasar modal akan menurun
atau memburuk dimata publik.
Solusi :
Dengan adanya manipulasi laporan keuangan tersebut tentunya membuat reputasi
Garuda Indonesia memburuk dimata publik sehingga solusinya yaitu dengan
menyajikan ulang laporan keuangan tahun buku 2018 sebagai tindak lanjut dari
hasil putusan Kementrian Keuangan , Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan

1
Pemeriksa Keuangan (BPK). Sehingga dengan ini diharapkan sedikit demi sedikit
bisa mengembalikan kepercayaan publik meskipun persentasenya sangat sedikit.

5. Profesionalitas dan Integritas Auditor


Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto merinci kelima kelalaian yang dilakukan.
Pertama, AP bersangkutan belum secara tepat menilai substansi transaksi untuk
kegiatan perlakuan akuntansi pengakuan pendapatan piutang dan pendapatan lain-
lain. Sebab, AP ini sudah mengakui pendapatan piutang meski secara nominal belum
diterima oleh perusahaan. Kedua, akuntan publik belum sepenuhnya mendapatkan
bukti audit yang cukup untuk menilai perlakuan akuntansi sesuai dengan substansi
perjanjian transaksi tersebut. Ini disebutnya melanggar SA 500. Terakhir, AP juga
tidak bisa mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan keuangan sebagai
dasar perlakuan akuntansi, di mana hal ini melanggar SA 560. Tak hanya itu, Kantor
Akuntan Publik (KAP) tempat Kasner bernaung pun diminta untuk mengendalikan
standar pengendalian mutu KAP. Adapun resiko yang ditemukan dalam kasus ini
adalah :
(a) Risiko Kepatuhan, Auditor dalam hal ini Kantor Akuntan Publik yang berdasarkan
bahasan kasus, disebutkan oleh anggota BPK, Achsanul Qasasi bahwa memang
merupakan entitas yang berwajib dalam kegiatan audit entitas-entitas BUMN,
termasuk Garuda Indonesia. Adapun, laporan keuangan tersebut diaudit oleh AP
Kasner Sirumapea dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi,
Bambang, dan Rekan. Auditor ditugaskan untuk menguji kewajaran pada laporan
keuangan, sedangkan kasus yang ditemukan menjelaskan bahwa setelah diaudit,
LPK Garuda Indonesia utamanya Laporan Laba Rugi justru dinilai tidak wajar oleh
berbagai pihak, termasuk BPK yang pada akhirnya melakukan audit kembali
terhadap LPK tersebut. Di sini jelas bahwa terdapat kesalahan pada pengaplikasian
standar audit yang berlaku. Beberapa standar audit yang dilanggar adalah akuntan
publik belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup untuk menilai
perlakuan akuntansi sesuai dengan substansi perjanjian transaksi tersebut. Ini
disebutnya melanggar SA 500 dan AP juga tidak bisa mempertimbangkan fakta-
fakta setelah tanggal laporan keuangan sebagai dasar perlakuan akuntansi, di mana
hal ini melanggar SA 560.
Solusi :

1
 Menjatuhkan dua sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan
Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan
terkait dengan polemik laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
untuk tahun buku 2018.
 Peringatan tertulis disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap
Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO International
Limited kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan.
(b) Risiko Reputasional, KAP sebagai entitas yang di mata publik harusnya memiliki
integritas dan kejujuran dalam kasus ini melakukan pelanggaran yang mengurangi
kepercayaan publik terhadap entitas tersebut.
Solusi :
 Memperbaiki citra KAP dengan melakukan perbaikan pada sistem pengendalian
internal dalam manajemen entitas tersebut.
 Memperbaiki citra KAP dengan melakukan pengujian integritas dan kode etik
akuntan publik yang lebih ketat dan hanya menerima calon akuntan dengan
integritas yang terpercaya. Pada saat tertentu, jika dibutuhkan, pihak manajamen
justru seharusnya menjadi lebih tegas dan tidak segan memecat akuntan yang
dinilai melanggar nilai-nilai kejujuran.

6. Pengawasan Publik dan Pihak Berwajib


Publik harus menyadari perusahaan sebesar Garuda Indonesia sebagai entitas yang
dipandang perlu mendapatkan pengawasan yang ketat oleh pihak pemerintah tertentu.
Apalagi perusahaan itu merupakan bagian dari BUMN sehingga rakyat dapat menilai
kapan saja atas profesionalitas dan kinerjanya dalam melayani masyarakat. Dalam
kasus ini, terdapat resiko berikut :
(a) Risiko Kepatuhan, kasus tersebut memiliki peluang yang besar terkena resiko
kepatuhan karena masyarakat dapat menilai seberapa besar pengawasan dan
pengujian oleh entitas berwajib seperti BPK, Kementerian BUMN dan PT Bursa
Efek Indonesia terhadap Garuda Indonesia. Pengawasan tersebut dilakukan secara
langsung dan melalui beberapa peraturan yang dibuat oleh entitas pengawas.
Masyarakat akan melihat seberapa patuh perusahaan BUMN tersebut terhadap
aturan-aturan itu. Sebagai misal, Peraturan Menteri BUMN Nomor:
PER-05/MBU/2006 tanggal 20 Desember 2006 Tentang Komite Audit bagi Badan

1
Usaha Milik Negara (BUMN) yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri
BUMN Nomor: PER-12/MBU/2012 tanggal 24 Agustus 2012 Tentang Organ
Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN.
Solusi :
 Melakukan pemeriksaan pada pihak yang bertanggungjawab atas penyusunan
dan pemeriksaan (audit) laporan keuangan
 Menindak tegas pihak-pihak baik dari perusahaan maupun pihak lain yang
terkait seperti aditor yang bersalah dengan sanksi dan pembatasan hak atas
profesi jika diperlukan.
 Mempertegas kebijakan dan pengawasan pemerintah terhadap perusahaan
perusahaan BUMN, misalnya dengan memutakhirkan posisi Komite Audit
yang berfungsi membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugas
pengawasan terhadap pengelolaan Perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip
Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance/GCG).
Komite Audit sendiri terbentuk atas dasar Peraturan Menteri BUMN Nomor:
PER-12/MBU/2012 tanggal 24 Agustus 2012.

Anda mungkin juga menyukai