Anda di halaman 1dari 12

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

MATA KULIAH SEMINAR AUDITING

Diajukan untuk memenuhi salah satu Ujian Akhir Semester Seminar


Auditing yang diampu oleh: Djoemarma Bede, S.E., MBA., Ak., CA ,
Devianti Yunita, SE., MT., Ak dan Drs. Agung Nugroho Soediyo, M.Ak.,
CPA, CA

Disusun Oleh :

Ihsan Nasihin 120620180006

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
1. Menganalisa Kasus PT Garuda Indonesia dari aspek konsep (teori) dan

praktek audit yang berkaitan dengan Evidence, Due Profesinal Care, Fair

Presentation, Independence, Competence, dan Ethical Conduct.

*JAWABAN*

Kronologi kasus PT Garuda Indonesia Persero Tbk

1. Pada Tanggal 31 Oktober 2018, Manajemen Garuda dan PT Mahata Aero

Teknologi (Mahata) mengadakan perjanjian kerja sama yang telah

diamandemen, terakhir dengan amandemen II tanggal 26 Desember 2018,

mengenai penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan

dalam pesawat dan manajemen konten. Mahata akan melakukan dan

menanggung seluruh biaya penyediaan, pelaksanaan, pemasangan,

pengoperasian, perawatan dan pembongkaran dan pemeliharaan termasuk

dalam hal terdapat kerusakan, mengganti atau memperbaiki peralatan layanan

konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam pesawat dan manajemen

konten. Garuda mengakui penghasilan dari perjanjiannya dengan Mahata

sebagai suatu penghasilan dari kompensasi atas pemberian hak oleh Garuda ke

Mahata (Catatan Lapkeu 47 huruf e) (Yutnus Prastowo, 2019) . Dan telah ada

penandatanganan perjanjian dari Mahata. Sehingga, menurut Standar Akuntansi

Keuangan, pengakuan dan pengukuran penghasilan yang berasal dari imbalan

yang diterima dibayarkan untuk penggunaan aset Garuda oleh Mahata harus

mengikuti ketentuan yang diatur dalam PSAK 23, yaitu diklasifikasikan sebagai

pendapatan royalty (Giri Hartomo, 2019).


2. Semua berawal dari hasil laporan keuangan PT Garuda Indonesia untuk tahun

buku 2018. Dalam laporan keuangan tersebut, PT Garuda Indonesia Group

membukukan laba bersih sebesar $809,85 ribu atau setara Rp11,33 miliar

(asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS). Angka ini melonjak tajam disbanding

2017 yang menderita rugi $216,5 juta (CNBC Indonesia, 2019).

3. Pada Tanggal 2 April 2019, dua Komisaris PT Garuda Indonesia yakni Chairal

Tanjung dan Dony Oksaria keberatan dengan pengakuan (rekognisi)

pendapatan transaksi sebesar $239,94 juta dollar AS yang tertuang di dalam

perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan

antara PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) dan PT Citilink Indonesia selaku

anak usaha dari PT Garuda Indonesia. Lewat sepucuk surat dalam Rapat Umum

Pemegang Saham Tahunan (RUPST) (CNN Indonesia, 2019). Ringkasnya,

keberatan keduanya didasarkan pada PSAK 23 dan Perjanjian Mahata. Sebab

menurut Chairal Tanjung dan Dony Oksaria perjanjian kerja sama penyediaan

layanan konektivitas dalam penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi

(Mahata) dan PT Citilink Indonesia selaku anak usaha dari PT Garuda

Indonesia, tidak dapat diakui sebagai pendapatan karena bertentangan dengan

PSAK 23, Paragraf 28 dan 29.


Menurut paragraf 28, pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh

pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui dengan dasar

yang dijelaskan di paragraf 29, jika kemungkinan besar manfaat ekonomi

sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas dan jumlah

pendapatan dapat diukur secara andal. Sedangkan paragraf 29 sendiri

menegaskan royalti diakui dengan dasar sesuai dengan substansi perjanjian

yang relevan.

4. Pada Tanggal 24 April 2019, pada laporan keuangan PT Garuda Indonesia

untuk tahun buku 2018, membukukan laba bersih sebesar Rp. 11,3 Miliyar

angka ini meningkat cepat dari yang sebelumnya pada Tahun 2017 yang

menderita rugi $216,5 Juta. Dalam manipulasi ini akan merugikan banyak

pihak, pihak yang paling utama dirugikan adalah para investor yang

menanamkan dananya, sehingga akan mempengaruhi deviden (Agustina

Melani, 2019).
5. Pada Tanggal 2 Mei 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lepas tangan terhadap

kisruhnya laporan keuangan PT Garuda Indonesia, regulator menyerahkan

kasus tersebut kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), dan memintannya untuk

melakukan verifikasi laporan keuangan PT Garuda Indonesia tahun 2018,

namun ketua dewan komisaris OJK menyatakan pihaknya tak memiliki

wewenang langsung untuk memeriksa terlalu dalam mengenai persoalan

laporan keuangan PT Garuda Indonesia tahun 2018. Namun dari hasil

pemeriksaan OJK sendiri dan Kemenkeu sendiri mengidentifikasi adanya

perbedaan perlakuan transaksi pendapatan royalti (CNN Indonesia, 2019).

Pembahasan

Dalam kasus kisruhnya laporan keuangan PT Garuda Indonesia tahun 2018

telah terjadi beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik

(KAP) :

1. Evidence

Evidince (bukti audit) merupakan informasi yang dikumpulkan dan

digunakan oleh auditor untuk mendukung suatu laporan keuangan yang diperiksa,

dan pada akhirnya digunakan sebagai dasar untuk menyatakan pendapat (Audit

Opinion). Dalam kasus yang terjadi di PT Garuda Indonesia KAP Tanubrata,

Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan melanggar Standar Audit – Standar Profesional

Akuntan Publik (SPAP) SA 500 mengenai bukti audit, karena tidak memiliki bukti

audit yang memadai (tepat) sehingga dalam memberikan opini (menyatakan

pendapat) tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.


KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan seharusnya melakukan

beberapa prosedur audit untuk mendapatkan bukti yang memadai, diantaranya

sebagai berikut :

1) Melakukan reforming untuk menghitung ulang pendapatan yang di terima

oleh PT Garuda Indonesia tahun 2018

2) Melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses

perjanijan dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata)

3) Melakukan scanning terhadap transaksi-transaksi yang dilakukan oleh PT

Garuda Indonesia tahun 2018

4) Melakukan tracing untuk mendaptkan bukti yang memadai terkait

pendapatan yang dihasilkan oleh PT Garuda Indonesia tahun 2018

2. Due Profesional Care

Due profesional care merupakan proses atau pemeriksaan yang dilakukan

dengan prinsip kehati-hatian, Namun pada kasus PT Garuda Indonesia Persero Tbk

KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan tidak menerapkan konsep due

audit care sehingga hasil dari penyajian laporan keuangan atau opini yang diberikan

ada kekeliruan yang mengakibatkan masalah bagi KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi,

Bambang & Rekan. dengan tergesa-gesanya dalam melakukan prosedur bukti audit.

Maka dari itu due profesional care sangat penting untuk di miliki oleh para Auditor

untuk mencegah adanya kekeliruan dalam memberikan opini.

Didalam due profesional care ini terdapat dua Pengembangan konsep,

pertama untuk pembentukan ide atau praktisi yang bijaksana, yang kedua untuk

indikasi melakukan prinsip kehati-hatian, jika dilihat dari pengembangan konsep


tersebut dan dikaitkan dengan kasus PT Garuda Indonesia Persero Tbk, KAP

Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan tidak memliki pengembangan

konsep ini sehingga mengakibatkan kelalaian dan kecacatan dalam penyajian

laporan keuangan.

3. Fair Presentation

Dalam praktek audit, seorang Akuntan Publik wajib memberikan fair

presentation dalam data keuangan dari suatu entitas yang disajikan dalam laporan

keuangannya. Kewajaran data keuangan merupakan cerminan dari kondisi

keuangan yang benar-benar terjadi di sebuah entitas. Inti dari auditing adalah jasa

yang diberikan oleh auditor untuk memberikan pendapatnya atau opininya

mengenai penyajian yang wajar dalam data keuangan. Dalam kasus yang terjadi di

PT Garuda Indonesia Tbk telah terjadi ketidak wajaran dalam data keangan atau

laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk yang menyebabkan laba bersih tahun

2018 melonjak tajam di bandingkan dengan laba bersih tahun 2017. KAP

Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan telah melanggar Standar Audit (SA)

315 - Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) tentang pengidentifikasian dan

penilaian resiko kesalahan penyajian material melalui pemahaman atas entitas dan

lingkungannya yang menyebabkan kerugian pada pihak-pihak yang terlibat dan

membutuhkan laporan keuanga PT Garuda Indonesia Tbk tahun 2018

4. Independence

Independensi merupakan suatu keadaan atau posisi dimana tidak adanya

ikatan dengan pihak manapun atau tidak mengusung adanya kepentingan pihak
tertentu atau organisasi tertentu. Namun kenyataanya yang terjadi di PT Garuda

Indonesia Tbk pihak audit yaitu KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang &

Rekan mengacuhkan atau tidak sesuai aturan.

Pada tahun 2018 di laporan keuangan PT garuda Indonesia Tbk ada

peningkatan laba yang terlalu tinggi, dikarenakan adanya pendapatan, namun

pengakuannya tidak sesuai dengan Standar Akuntansi (PSAK 32 tentang

pendapatan), dan adanya perbedaan perlakuan pendapatan. Dengan adanya

kecacatan dalam laporan keuangan tersebut dan kurangnya konsep independence

yang dimiliki oleh KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan,

menyebabkan informasi yang disajikan atau opini yang diberikan menjadi tidak

kredibel sehingga dua komisaris PT Garuda Indonesia Tbk, pada saat itu Chairul

Tanjung dan Dony Oksaria tidak menandatangani persetujuan laporan keuangan PT

Garuda Indonesia Tbk tahun 2018.

5. Competence

Kompetensi merupakan konsep yang mutlak yang harus dimiliki oleh

seoarang auditor dalam melakukan proses audit agar tidak salah dalam memberikan

opini (Arum, 2008). Dalam kasus PT Garuda Indonesia Tbk, KAP Tanubrata,

Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan kurang kompeten untuk melakukan proses

audit di PT Garuda Indonesia Tbk karena KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi,

Bambang & Rekan tidak termasuk atau tidak beraliansi dengan KAP the big four,

sehingga menyebabkan salah dalam memberikan opini. dalam menyajikan hasil

audit KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan tidak mempunyai banyak

bukti audit yang memadai dan tepat (Cahyo Prayogo, 2019).


Dengan adanya proses audit dan auditor yang tidak berkompeten dalam

bidangnya akan membuat banyak masalah dan polemik, sehingga perlu

diadakannya standar dan pengetatan audit dengan cara melakukan perbaikan sistem

pengendalian mutu KAP.

6. Ethical Conduct

Ethical Conduct merupakan etika yang harus dimiliki oleh setiap Akuntan

Publik (Alamsyah, 2009). Dalam kasus yang terjadi di PT Garuda Indonesia Tbk,

KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan telah melanggar kode etik

Akuntan Publik diantaranya SA 315 tentang Pengidentifikasian dan Penilaian

Risiko Kesalahan Penyajian Material Melalui Pemahaman atas Entitas dan

Lingkungannya, SA 500 Bukti Audit, dan SA 560 Peristiwa Kemudian. Sehingga

lalai dalam melakukan proses audit yang menyebabkan salah dalam memberikan

opini.
2. Berikan tanggapan atas berita tentang gugatan mantan Direktur Utama PT

Pertamina, Karen Agustiawan, kepada Kantor Akuntan Publik Soewarno &

Bono Jatmiko karena tidak menerima hasil audit menyatakan negara merugi

Rp 585 miliar karena investasi Pertamina yang membeli Blok BMG

Australia pada 2009

*JAWABAN*

Kronologis

Kasus PT Pertamina yang pada saat itu dipimpin oleh Karen Agustiawan

sebagai Direktur Utama membeli Blok BMG Australia pada 2009 dengan nilai

melebihi Rp 500 miliar. Kemudian, investasi ini dianggap jaksa bermasalah, lalu

dimintalah bantuan akuntan publik Soewarno & Jono Jatmiko untuk mengaudit.

Hasilnya, kantor akuntan itu menyebut negara mengalami kerugian tembus Rp 585

miliar akibat investasi Blok BMG.

Tanggapan saya terkait kasus tersebut adalah kurang competence nya KAP

Soewarno & Bonno Jatmiko dalam melakukan proses audit pada kasus tersebut

sehingga mengangap negara mengalami kerugian sebesar Rp. 585 miliar. Padahal

pada kasus tersebut risiko yang dialami PT Pertamina pada akusisi PI Blok BMG

merupakan risiko bisnis hulu yang dialami oleh seluruh perusahaan migas dunia,

yang disebut aksi korporasi. Jika aksi-aksi seperti ini di anggap tindak pidana

korupsi maka hal ini akan menjadi buruk dan kemunduran bagi investasi hulu migas

di Indonesia karena banyaknya pengeboran yang belum berhasil.


Tindakan hukum terhadap aksi korporasi ini akan berimplikasi kepada takutnya

Direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan investasi karena jika

gagal akan berpotensi di pidana oleh penegak hukum. Hal ini secara langsung akan

mempegaruhi pertumbuhan iklim investasi di Indonesia.

Ditambah saya beranggapan KAP Soewarno & Bonno Jatmiko keliru dalam

menghitung kerugian negara tersebut, karena Padahal sebelumnya pihak BPK telah

melakukan audit terhadap Pertamina dengan hasil tidak ada temuan pada tahun

2012. Dalam Undang-Undang yang hanya bisa menyatakan kerugian negara adalah

BPK. Selain itu KAP dalam auditnya tidak menggunakan standar baik itu dari

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dan Standar Profesi Akuntan Publik

sehingga inilah faktor utama yang membuat Ex Dirut Pertamina menggugat KAP

tersebut.

Dalam keputusan pengadilan sampai dengan tanggapan ini dibuat belum

final. Putusan Pengadilan akan dilanjutkan pada 16 Januari 2020, dan apabila

pengadilan memenangkan hasil gugatan Mantan Dirut Pertamina artinya KAP

Soewarno dan Bono dapat diduga melanggar etika profesi yaitu Due Profesinal

Care, Competence, Independence yang akan dipertanyakan oleh

Masyarakat/Publik dan pastinya akan ada sanksi yang diberikan.


Daftar Pustaka

Agatha Olivia Victoria. 2019. BPK Nilai Rekayasa Laporan Keuangan Garuda
Masuk Tindakan Pidana

Agustina Melani. 2019. Penjelasan Lengkap Garuda Soal Isu Laporan Keuangan
Janggal

Alamsyah Hasan. 2009. Etika dan Profesional Akuntan Publik. Pekbis Jurnal.
Vol.1, No.3 159-167

Andi Saputra. 2019. Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Gugat Akuntan
Publik

Arum, E. D. P. (2008). Atas preferensi klien dan pengalaman audit terhadap


pertimbangan auditor. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 5(2),
156–181.

Cahyo Prayogo. 2019. Diduga Rekaya LK, Garuda Indonesia Tak Pakai Auditor
Terbaik

CNN Indonesia. 2019. OJK ‘Lepas Tangan’ Soal Kisruh Laporan Keuangan
Garuda

CNN Indonsia. 2019. Membedah Keanehan Laporan Keuangan Garuda Indonesia


2018

Giri Hartomo. 2019. Kronologi Kasus Laporan Keuangan Garuda Indonesia


Hingga Kena Sanksi

Mautz, R.K. dan H.A. Sharaf. 1961. The Philosophy of Auditing. Sarasota,
Florida: American Accounting Association.

Yutinus Prastowo. 2019. Kasus Garuda dan Misteri Akuntansi

www.iapi.or.id Di akses pada tanggal 05 Januari 2020 pukul 09.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai