Anda di halaman 1dari 12

ETIKA PROFESI

ANALISIS KASUS GARUDA INDONESIA

Tyas Rarasati Gumanti Dera Karunia Pratama Muharam Maskunah Nur Isna Inayati
C4C021001 C4C021003 C4C021011 C4C021012

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS / UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


Kasus Garuda Indonesia
Dalam perjalanan perusahaannya, Garuda Indonesia mengalami beberapa
permasalahan atau skandal yang cukup mengejutkan masyarakat, diantaranya;

01 Skandal suap pembelian mesin pesawat terbang.

02 Skandal manipulasi Laporan Keuangan Garuda.

03 Skandal praktik kartel dengan maskapai lainnya.

04 Skandal rangkat jabatan direktur Garuda Indonesia.

05 Skandal penyeludupan motor Harley dan Brompton.


Skandal Manipulasi Laporan Keuangan Garuda.

Kronologi Kasus

Analisis Kasus

Kesimpulan Analisis
Kronologi Kasus
Dimulainya skandal manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh Garuda
2 April 2019
Indonesia
Dalam laporan keuangannya Garuda Indonesia membukukan laba bersih sebesar USD
809,85 ribu atau setara Rp 11,33 milyar.
Namun laporan keuangan tersebut menimbulkan polemik, Pasalnya, Garuda Indonesia
memasukan keuntungan dari PT Mahata Aero Teknologi yang memiliki utang kepada
maskapai berpelat merah tersebut. PT Mahata Aero Teknologi sendiri memiliki utang
terkait pemasangan wifi yang belum dibayarkan.

BEI memanggil Direksi Garuda Indonesia


30 April 2019
Pertemuan tersebut dihadiri oleh jajaran Direksi Garuda Indonesia beserta auditor yang
memeriksa keuangannya. Dan pada saat itu Kemenkeu masih melakukan analisis terkait
laporan keuangan dari auditor.
Kronologi Kasus

OJK meminta BEI untuk melakukan Verifikasi Laporan Keuangan Garuda Indonesia pada
2 Mei 2019
tahun 2018

Garuda Indonesia mengeluarkan pernyataan resminya terkait laporan keuangan setelah


3 Mei 2019
laporan tersebut ditolak oleh kedua komisarisnya, dan mengaku bahwa pihak Grauda tidak
kana melakukan audit ulang terkait laporan keuangan 2018 yang dinilai tidak sesuai
karena memasukan keuntungan dari PT Mahata Aero teknologi.

Mahata menyampaikan pernyataannya bahwa mereka menandatangi Kerjasama dengan


8 Mei 2019
Garuda, Mahata mencatatkan utang sebesar USD 239juta kepada Garuda dan oleh pihak
Garuda dicatat sebagai pendapatan pada laporan keuangannya.
Kronologi Kasus
Jajaran direksi Garuda Indonesia dipanggil oleh Komisi VI DPR-RI untuk memberikan
21 Mei 2019
keterangan terkait kisruh laporan keuangan.
Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra mengatakan, latar
belakang mengenai laporan keuangan yang menjadi sangat menarik adalah soal kerjasama
dengan PT Mahata Aero Teknologi, terkait penyediaan layanan WiFi on-board yang dapat
dinikmati secara gratis.
Kerja sama yang diteken pada 31 Oktober 2018 ini mencatatkan pendapatan yang masih
berbentuk piutang sebesar USD239.940.000 dari Mahata. Dari jumlah itu, USD28 juta di
antaranya merupakan bagi hasil yang seharusnya dibayarkan Mahata.

Kemenkeu menemukan dugaan laporan keuangan Garuda tidak sesuai standar.


14 Juni 2019
Sekertaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto menyatakan, berdasarkan hasil pertemuan
dengan pihak KAP disimpulkan adanya dugaan audit yang tidak sesuai dengan standar
akuntansi.
Kronologi Kasus
Pihak BEI menunggu Keputusan OJK
18 Juni 2019
Manajemen bursa saat itu telah berkoordinasi intens dengan OJK. Namun BEI belum
membeberkan lebih lanjut langkah ke depan itu dari manajemen bursa.

Garuda Indonesia dikenakan Sanksi dari OJK, Kemenkeu dan BEI


28 Juni 2019
Selain Garuda, sanksi lain juga diterima oleh auditor laporan keuangan Garuda Indonesia,
yakni Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP)
Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, auditor laporan keuangan PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dan Entitas Anak Tahun Buku 2018.
Selain itu, Kemenkeu juga memberikan sanksi pembekuan izin selama 12 bulan kepada
Auditor dan pihak OJK mengenakan sanksi kepada jajaran Direksi dan Komusaris dari
Garuda Indonesia, yang masing-masing Direksi diharuskan membayar 100 juta.
Selain dikenakan sanksi oleh Kemenkeu dan OJK, Garuda Indonesia juga dikenakan
sanksi oleh BEI sebesar 250 juta.
Analisis Kasus
Teori Self Interest

Tindakan seseorang yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan pribadi yang pada akhirnya
memberi kemanfaatan bagi orang banyak, berdasarkan teori tersebut keputusan direksi untuk
mengakui piutang yang belum jelas akan diterima oleh perusahaan sebagai pendapatan merupakan
pelanggaran karena tidak memberikan kebermanfaatan bahkan merugikan stakeholder dari
perusahaan tersebut.

Teori Utilitarianisme

Yaitu teori yang menitikberatkan pada hasil dari sebuah keputusan yang memberikan manfaat kepada
masyarakat, bukan hanya kepada satu orang saja, selama sebuah keputusan memberikan suatu
manfaat positif kepada masyarakat maka keputusan tersebut bisa dinilai ber etika, kemudian Ketika
kita sambungkan dengan studi kasus Garuda Indonesia maka bisa disimpulkan bahwa keputusan yang
diambil direksi merupakan pelanggaran dari etika Utilitarianisme, karena bukan manfaat yang
diberikan melainkan merugikan stakeholdernya.
Analisis Kasus
Teori Deontologi

Adalah teori yang mengevaluasi perilaku ber etika berdasarkan motivasi dari pengambilan keputusan,
suatu Tindakan bisa saja secara etika benar walaupun menghasilkan kebaikan atau keburukan. Dan
terkait kasus Garuda Indonesia bahwa motivasi dari direksi adalah motivasi politik, sehingga
menyalahi teori deontologi. Terbukti dengan dugaan upaya memoles laporan keuangan ini ada yang
mengaitkannya dengan momentum Pilpres 2019.

Teori Keadilan

Garuda indonesia sebagai perusahaan persero wajib di audit oleh independen. Laporan thn 2018
ditemukan bahwa perusahaan tidak mencantumkan opini dari KAP sehingga tidak ada keadilan
dalam pemenuhan kewajiban perusahan kepada investor.
Analisis Kasus
Teori Virtue

Adalah teori yang menjadikan integritas yang meliputi kejujuran dan ketulusan kunci dalam
pengambilan kepurtusan. Maka dari itu keputusan yang diambil oleh direksi Garuda Indonesia itu
melanggar teori virtue karena secara sadar dan sengaja melakukan ketidakjujuran.

Perusahaan melakukan Tindakan window dressing, Dalam dunia akuntansi, window dressing adalah
praktik rekayasa dengan menggunakan trik-trik dari akuntansi guna membuat neraca perusahaan atau
laporan laba rugi terlihat lebih baik dari yang sebenarnya. Praktik ini umumnya dilakukan dengan
menetapkan aktiva/pendapatan terlalu tinggi atau menetapkan kewajiban/beban terlalu rendah dalam
laporan keuangan, sehingga perusahaan memperoleh laba yang lebih tinggi.

Banyak hal yang mendorong perusahaan melakukan window dressing, mulai dari mengejar target
yang tinggi dari atasan, menghindari pajak, mengejar bonus atau penghargaan, menarik investor dan
lain sebagainya.
Kesimpulan Analisis
Kami melakukan analisis terhadap keputusan direksi garuda menggunakan pedoman tule of tumb
yang didalamnya terdapat beberapa aturan. Diantaranya professional etic yang kami nilai keputusan
direksi tidak memenuhi aturan tersebut karena seharusnya dalam aturan etika professional direksi
harus mengambil keputusan yang bisa dijelaskan dan dipertanggungjawabkan.

Kemudian aturan prinsip utilitarian juga tidak dipenuhi oleh direksi karena dalam prinsip ini direksi
harusnya dapat mmeberikan manfaat atas keputusan yang diambil, sementara keputusan garuda
memberikan kerugian kepada stakeholder perusahaan.

Prinsip virtue juga tidak dapat dipenuhi oleh direksi karena direksi memutuskan untuk melakukan
window dressing, sehingga pada laporan keuangan tahun 2018 menampilkan laporan yang tidak
akuntabilitas, dan tidak sesuai dengan harapan investor.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai