Anda di halaman 1dari 15

KASUS PT GARUDA INDONESIA

Laporan keuangan idealnya menggambarkan kondisi suatu perusahaan pada


periode tertentu. Laporan yang berisi laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba
rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan dan
laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif ini biasanya digunakan
sebagai acuan pengambilan keputusan. Dengan melihat laporan keuangan, kita bisa
tahu bagaimana prospek perusahaan di masa depan, analisis kinerja manajemen
perusahaan serta memprediksi arus kas yang akan datang. Laporan keuangan
mencerminkan keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan dalam mencapai target
profitable.

Perusahaan maskapai nasional Indonesia, Garuda Indonesia tersandung


skandal laporan keuangan. Pasalnya, Garuda Indonesia berhasil membukukan laba
bersih setelah merugi pada kuartal sebelumnya. Keganjalan ini menimbulkan polemik
bagi Garuda Indonesia. Lalu, bagaimana kronologi polemik tersebut? Apa saja
pelanggaran yang dilakukan dan sanksi yang diterima oleh Garuda Indonesia?
Linimasa Polemik Laporan Keuangan Garuda Indonesia Berikut adalah linimasa
terkuaknya skandal laporan keuangan Garuda Indonesia: 2 April 2019 Polemik
dimulai saat dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria
(saat ini sudah tidak menjabat), menolak menandatangani laporan keuangan Garuda
Indonesia karena tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK). Dalam pembukuan tersebut, Garuda Indonesia menyatakan laba bersih
mereka senilai USD890,85 ribu atau setara dengan Rp11,33 miliar dengan asumsi
kurs Rp14.000 per dolar AS. Lonjakan angat tajam dan signifikan ini berbanding
terbalik dengan pembukuan sebelumnya yang menyatakan kerugian sebesar
USD216,5 juta. Ternyata, Garuda Indonesia mengakui piutang dari PT Mahata Aero
Teknologi (MAT) terkait pemasangan wifi sebagai laba perusahaan.
30 April 2019 Menanggapi skandal tersebut, jajaran direksi Garuda Indonesia
dipanggil oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Pertemuan itu diadakan bersama auditor
Garuda Indonesia, Ketua Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang
dan rekan (Member of BDO International). Saat itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani,
belum bisa memberikan sanksi pada KAP dan rekan karena masih melakukan analisis
laporan keuangan dari pihak auditor.

2 Mei 2019 Sebulan setelah penolakan penandatanganan oleh dua komisaris,


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta verifikasi laporan keuangan Garuda
Indonesia pada BEI atas polemik tersebut.3 Mei 2019 Garuda Indonesia
mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak akan mengaudit ulang
laporan keuangannya yang tidak sesuai dengan PSAK.

8 Mei 2019 MAT bersuara setelah namanya terseret dalam skandal laporan
keuangan Garuda Indonesia. Perusahaan yang baru berdiri pada 3 November 2017 ini
berani bekerja sama dengan Garuda Indonesia dengan mencatatkan utang senilai
USD239 juta yang kemudian dimasukkan ke dalam kolom pendapatan oleh Garuda
Indonesia.

21 Mei 2019 Garuda Indonesia kembali dipanggil oleh Komisi IV Dewan


Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dimintai keterangan terkait skandal tersebut.
Direktur Utama Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau biasa
disebut Ari Askhara menjelaskan bahwa pengakuan piutang sebagai pendapatan
karena dari USD239, 94 juta, USD28 juta di antaranya adalah bagi hasil
yang seharusnya dibayarkan oleh MAT.

14 Juni 2019 Sekretaris Jendral Kementerian Keuangan (Sekjen Kemenkeu)


Hardiyanto menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap KAP yaitu adanya dugaan
audit yang tidak sesuai PSAK dan sanksi yang akan diberikan pada KAP dan rekan
masih menunggu koordinasi dari OJK.
18 Juni 2019 BEI yang juga berkoordinasi intens dengan OJK terkait sanksi
yang akan diberikan pada KAP dan rekan masih menunggu keputusan final OJK. 28
Juni 2019 Garuda Indonesia menerima sanksi dari berbagai pihak. Sanksi untuk
auditor dari Sri Mulyani yaitu pembekuan izin selama 12 bulan. Sementara itu, OJK
mengenakan sanksi pada Garuda Indonesia dengan denda Rp100 juta serta masing-
masing jajaran direksi dan komisaris didenda dengan harus patungan membayar
Rp100 juta. Di samping itu, BEI juga mengenakan sanksi pada Garuda Indonesi
dengan denda sebesar Rp250 juta. Pelanggaran PT Garuda Indonesia Otoritas jasa
keuangan memutuskan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah
melakukan kesalahan terkait penyajian laporan keuangan tahunan per 31 Desember
2018. OJK mengungkapkan bahwa PT Garuda Indonesia telah terbukti melanggar:

1. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU Pasar
Modal)
“(1) Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun
berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. (2) Tanpa mengurangi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat menentukan
ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal.”,
2. Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik,
3. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah
Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, dan
4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.

Sanksi yang dijatuhkan pada PT Garuda Indonesia


Setelah melakukan koordinasi dengan Kementrian Keuangan Republik Indonesia, PT
Bursa Efek Indonesia, dan pihak terkait lainnya, sanksi yang dijatuhkan OJK kepada
PT Garuda Indonesia berupa:
1. Memberikan perintah tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk
memperbaiki dan menyajikan kembali LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
per 31 Desember 2018 serta melakukan public expose atas perbaikan dan
penyajian kembali LKT per 31 Desember 2018 dimaksud paling lambat 14 hari
setelah ditetapkannya surat sanksi, atas pelanggaran yang telah dijelaskan penulis
di atas,
2. Memberi perintah tertulis kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang &
Rekan (Member of BDO International Limited) untuk melakukan perbaikan
kebijakan dan prosedur pengendalian mutu atas pelanggaran Peraturan OJK
Nomor 13/POJK.03/2017 jo. SPAP Standar Pengendalian Mutu (SPM 1) paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah ditetapkannya surat perintah dari OJK,
3. OJK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta kepada
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor
29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik,
4. Sanksi berupa denda kepada masing-masing anggota Direksi PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 100 juta atas pelanggaran Peraturan
Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan
Keuangan, dan
5. BEI resmi menjatuhkan sanksi kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) atas
kasus klaim laporan keuangan perseroan yang menuai polemik. Beberapa sanksi
yang dijatuhkan antara lain denda senilai Rp 250 juta dan restatement atau
perbaikan laporan keuangan perusahaan dengan paling lambat 26 Juli 2019 ini.
Rekomendasi atas Kasus Garuda Indonesia.

Agar kasus serupa tidak terulang kembali, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh berbagai pihak. Pihak KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang
dan Rekan (Member of BDO International Limited) perlu melakukan pengecekan
ulang terhadap piutang PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) atas Mahata sebesar
US$239,94. Pihak KAP perlu melakukan pengecekan pada histori dokumen
penjualan dan penerimaan perusahaan. Dokumen penjualan dalam hal ini contohnya:
1). Customer Order, 2). Sales order, 3). Shipping document, 4). Sales invoice, 5).
Sales transaction file, 6). Sales journal or listing, 7). Account receivable master file,
8). Account receivable trial balance, 9). Monthly statement. Dokumen penerimaan
dalam hal ini contohnya: 1). Remittance advice, 2). Prelisting of cash receipts, 3).
Cash receipt transaction file, 4). Cash receipt journal or listing. Pengecekan histori
dokumen-dokumen ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam proses audit
sehingga audit yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan PSAK. Selain itu, dari
sisi internal sendiri, PT Garuda Indonesia harusnya dapat menjelaskan nature
transaksi mereka kepada publik sehingga tidak menimbulkan kerancuan di tengah
publik terkait kondisi perusahaan di kuartal-III 2018 yang masih merugi dan dalam
waktu singkat memperoleh laba di penghujung tahun 2018. Garuda Indonesia Pasca
Kasus Laporan Keuangan Pasca penetapan sanksi yang diberikan oleh OJK kepada
Garuda Indonesia akibat melakukan pemolesan pada laporan keuangan mereka pada
2018 silam, kinerja PT Garuda Indonesia tampak tidak mengalami perubahan yang
berarti. Sanksi yang diberikan OJK ini tidak menimbulkan perubahan pada cash out
Garuda Indonesia.

Di lain sisi, sejak penetapan sanksi oleh OJK, harga saham Garuda Indonesia di
BEI mengalami penurunan. Penurunan nilai saham yang dialami oleh PT Garuda
Indonesia dinilai wajar dan tidak terlalu signifikan. Rupanya, skandal laporan
keuangan Garuda Indonesia bukanlah skandal terakhir bagi Garuda Indonesia.
Setelah itu, pada bulan Agustus 2019, mantan dirut Garuda Indonesia, Emirsyah
Satar, ditahan KPK terkait dugaan suap dan pencucian uang dalam pengadaan suku
cadang pesawat. Selanjutnya, kasus perseteruan Garuda Indonesia dengan Content
Creator Rius Vernandes dan turunnya peringkat Garuda Indonesia pada ajang World
Airline Awards. Lalu, kasus penyeludupan sepeda motor Harley Davidson dan
Sepeda Brompton yang terjadi November 2019. Selain itu, masih ada kisruh pada
akuisisi PT Garuda Indonesia melalui anak usaha Citilink terhadap Sriwijaya Air
yang menyebabkan kedua maskapai tersebut menghentikan kerjasamanya. Terakhir,
terkuaknya kesewenang-wenangan Dirut Ari Askhara pada jam terbang pramugari
serta pemotongan biaya dalam layanan penumpang cukup menjadi alasan yang kuat
dalam pencopotan jabatan Ari Askhara sebagai Dirut Garuda Indonesia oleh
Menteri BUMN, Eric Thohir. Kasus-kasus yang menimpa PT Garuda Indonesia
secara silih berganti ini secara tidak langsung dapat memengaruhi reputasi dan
kepercayaan Garuda Indonesia di mata masyarakat. Pihak customer menjadi
bertanya-tanya dan menimbulkan keraguan dalam menggunakan jasa penerbangan
Garuda Indonesia. Apabila tidak ada perubahan dari pihak internal perusahaan
dalam usaha memperbaiki reputasi mereka di tengah masyarakat, bukan tidak
mungkin jasa layanan penerbangan Garuda Indonesia akan ditinggalkan oleh
customer-nya. Tidak hanya itu, masalah-masalah yang menimpa Garuda Indonesia
dapat membuat para investor menjadi ragu atas kinerja Garuda Indonesia. Perusahaan
bisa saja ditinggal oleh para pemegang saham yang ragu atas kinerja perusahaan.
Pihak Garuda Indonesia perlu melakukan usaha dari sisi internal perusahaan dalam
rangka mengembalikan reputasi dan kepercayaan publik untuk keberlangsungan
perusahaan.

a. Agama;
 Islam sangat menentang orang yang lalai terhadap utangnya. Seseorang yang
berutang maka wajib hukumnya membayar. Jika tidak, maka dosanya tak
akan diampuni sekalipun orang yang berutang itu mendapat kemuliaan mati
syahid. Dalam sebuah hadist dari Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah
SAW bersabda:

َ‫ب إِالَّ ال َّد ْين‬


ٍ ‫يُ ْغفَ ُر لِل َّش ِهي ِد ُكلُّ َذ ْن‬
Artinya: “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali
hutang." (HR Muslim Nomor 1886).

Hadist lain dari ‘Urwah dan ‘Aisyah disebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa berdo’a di akhir shalat (sebelum salam) Allahumma inni a’udzu
bika minal ma’tsami wal maghrom (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari
berbuat dosa dan banyak utang).”
Sahabat bertanya kenapa berdoa agar terlindung dari utang. Rasulullah
bersabda, “sesungguhnya seseorang apabila sedang berutang ketika dia
berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering mengingkarinya." (HR
Bukhari).
Nabi Muhammad setelah sempat sakit atau menjelang wafat sempat keluar
rumah dan bertanya kepada sahabatnya “Adakah aku berhutang dengan
kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau jika
bertemu dengan Allah dalam keadaan berhutang dengan manusia."

 Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 29 yang artinya: "Hai orang-


orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu

b. Bisnis dan Keputusan Beretika;


Etika buruk yang dilakukan Direktur Utama PT. Garuda Indonesia, di tahun 2019
menyalahgunakan jabatannya dengan kasus penyelundupan sebuah motor Harley
Davidson dan dua buah sepeda Brompton yang menjadi sorotan publik. Pasalnya,
Direktur Utama tersebut melakukan tindakan yang tidak terpuji. Kasus
penyelundupan komponen motor Harley Davidson dan dua buah sepeda
Brompton itu dilakukan menggunakan pesawat terbaru Garuda Indonesia Airbus
A330-900 yang dilakukannya pada tanggal 17 November 2019. Sebelum
melakukan penerbangan dari Perancis menuju Cengkareng, Direktur Utama PT.
Garuda Indonesia ini bekerjasama dengan anak buahnya yang berinisial SAS.
Dapat kita lihat dari sudut pandang Etika dimana seorang direktur PT. Garuda
Indonesia menyadari untuk melakukan hal yang negatif secara moral, maka
sebagian besar masyarakat berpikir bahwa hal tersebut tidak masuk akal jika
seorang direktur utama melakukannya.
Pelanggaran yang dilakukan oleh Direktur Utama PT Garuda Indonesia tersebut
termasuk ke dalam pelanggaran kode etik dan moral yang berat. Reputasi PT
Garuda Indonesia telah dicederai sebagai perusahaan publik dan pemegang
bendera (flag carrier) Indonesia atas kasus ini. Kejadian ini juga merupakan
pengkhianatan atas kepercayaan publik kepada mereka yang seharusnya
mengemban tugas secara amanah, yaitu para pejabat BUMN. Sebagai kekayaan
milik negara dan rakyat Indonesia serta sebagai instrumen pembangunan
Indonesia, BUMN seharusnya dikelola secara profesional, jujur, kompeten, dan
berintegritas, bukan malah disalahgunakan demi kepentingan pribadi atau
segelintir orang.
Atas kasus ini, seluruh BUMN diharapkan untuk kedepannya dapat lebih berhati-
hati dalam pemilihan direksi perusahaan BUMN agar berdasarkan tata kelola
yang baik. Rekam jejak dan kompetensi seseorang itu haruslah diperhatikan agar
penyalahgunaan jabatan tidak terulang kembali karena pemimpin akan
menentukan nasib sebuah perusahaan di masa yang akan datang. Persoalan etika
ini harus menjadi agenda perseroan untuk meningkatkan kinerja manajemen dan
adanya transparansi manajemen kepada publik akan membuat perusahaan pelat
merah ini menjadi dekat dengan masyarakat disertai respons perusahaan yang
cepat atas berbagai keluhan masyarakat.

c. Profesi Akuntan;
Kementrian Keuangan memaparkan tiga kelalaian Akuntan Publik (AP) dalam
mengaudit laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2018.
Hal itu akhirnya berujung sanksi dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan
(PPPK). Adapun, laporan keuangan tersebut diaudit oleh AP Kasner Sirumapea
dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang, dan
Rekan. Sebelumnya, laporan keuangan Garuda Indonesia menuai polemik. Hal
itu dipicu oleh penolakan dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan
Dony Oskaria untuk mendatangani persetujuan atas hasil laporan keuangan 2018.
Keduanya memiliki perbedaan pendapat terkait pencatatan transaksi dengan
Mahata senilai US$239,94 juta pada pos pendapatan. Pasalnya, belum ada
pembayaran yang masuk dari Mahata hingga akhir 2018.
1. AP bersangkutan belum secara tepat menilai substansi transaksi untuk
kegiatan perlakuan akuntansi pengakuan pendapatan piutang dan pendapatan
lain-lain. Sebab, AP ini sudah mengakui pendapatan piutang meski secara
nominal belum diterima oleh perusahaan.
2. Akuntan publik belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup
untuk menilai perlakuan akuntansi sesuai dengan substansi perjanjian
transaksi tersebut. Ini disebutnya melanggar SA 500.
3. AP juga tidak bisa mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan
keuangan sebagai dasar perlakuan akuntansi, di mana hal ini melanggar SA
560. Tak hanya itu, Kantor Akuntan Publik (KAP) tempat Kasner bernaung
pun diminta untuk mengendalikan standar pengendalian mutu KAP.
Sebelumnya, Kemenkeu menjatuhkan dua sanksi kepada Akuntan Publik
(AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata,
Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan terkait dengan polemik laporan
keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk tahun buku 2018. Tak
hanya itu, KAP yang mengaudit laporan keuangan Garuda Indonesia juga
dikenakan peringatan tertulis disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan
terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO
International Limited kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang &
Rekan.

OJK mengungkapkan bahwa PT Garuda Indonesia telah terbukti melanggar:

1. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU


Pasar Modal) “(1) Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam
wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. (2) Tanpa
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam
dapat menentukan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal.”,
2. Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik,
3. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan
Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, dan
4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.

d. Fraud ;

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Perusahaan ini bergerak dalam bisnis


penerbangan komersial. Pada tahun 2018 Mahata Aero Teknologi mencatatkan
utang sebesar USD 239 juta kepada PT Garuda Indonesia dan dicatat di laporan
keuangan PT Garuda Indonesia sebagai pendapatan. Pengakuan pendapatan dari
perjanjian Mahata oleh PT Garuda Indonesia sebesar USD 239 juta merupakan
jumlah yang signifikan, yang apabila tanpa pengakuan pendapatan ini PT Garuda
Indonesia akan merugi sebesar USD 244 juta, adapun dengan mengakui
pendapatan dari perjanjian Mahata maka PT Garuda Indonesia membukukan laba
sebesar USD 5 juta. Maka PT Garuda Indonesia melakukan praktik manajemen
laba, karena membuat laporan keuangan tahun 2018 yang menimbulkan
misleading atau menyesatkan dan berdampak secara material, dimana
membukukan kerugian yang signifikan menjadi laba. Berdasarkan kasus ini, PT
Garuda Indonesia dinilai membuat informasi dalam laporan keuangan yang
menyesatkan kepada stakeholder yang dapat merusak kredibilitas perusahaan.

Selanjutnya, kasus perseteruan Garuda Indonesia dengan Content Creator Rius


Vernandes dan turunnya peringkat Garuda Indonesia pada ajang World Airline
Awards. Lalu, kasus penyeludupan sepeda motor Harley Davidson dan Sepeda
Brompton yang terjadi November 2019. Selain itu, masih ada kisruh pada
akuisisi PT Garuda Indonesia melalui anak usaha Citilink terhadap Sriwijaya Air
yang menyebabkan kedua maskapai tersebut menghentikan kerjasamanya.
Terakhir, terkuaknya kesewenang-wenangan Dirut Ari Askhara pada jam terbang
pramugari serta pemotongan biaya dalam layanan penumpang cukup menjadi
alasan yang kuat dalam pencopotan jabatan Ari Askhara sebagai Dirut Garuda
Indonesia oleh Menteri BUMN, Eric Thohir.

e. Tata kelola perusahaan.

Suatu perusahaan yang beroperasi di dalam masyarakat harus dapat


memperlihatkan tata kelola yang baik, dibutuhkan akuntabilitas serta transparansi
di hadapan masyarakat. sehingga informasi yang diterima oleh masyarakat harus
tepat dan akurat. Good Corporate Governance (GCG) merupakan sebuah prinsip
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan dan menciptakan nilai tambah
bagi seluruh stakeholder (Monks,2003)

Berikut ini merupakan hasil analisis penyelundupan Harley dan Brompton oleh
Eks Direktur Utama Garuda Indonesia, ditinjau berdasarkan teori etika dan Good
Corporate Governance:

1. Penyalahgunaan Jabatan oleh Direktur Utama PT. Garuda Indonesia


Direktur Utama PT. Garuda Indonesia yang dilantik pada 12 September
2018 tersebut dicopot jabatannya oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) pada 7 Desember 2019. Dengan menduduki jabatan penting di
perusahaan maskapai tersebut, tentunya seorang direktur utama memiliki
wewenang yang begitu besar dalam setiap pengambilan keputusan di PT.
Garuda Indonesia. Jabatan yang tinggi membuat direktur utama tersebut
memiliki hak wewenang yang besar, sayangnya telah terjadi penyalahgunaan
terhadap jabatannya pada kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan
dua buah sepeda Brompton. Eks Dirut Garuda ini memanfaatkan peluang
yang ada dengan tindakan cela.
2. Pelanggaran pada Good Corporate Governance
Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara, Direktur Utama PT. Garuda
Indonesia tersebut tidak menaati aturan Good Corporate Governance yang
harus diterapkan oleh setiap BUMN di Indonesia. Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) sendiri telah menyusun 5 (lima) prinsip yang harus
diperhatikan oleh sebuah perusaahan dalam Good Corporate Governance,
yaitu meliputi :
 Transparansi (Transparency)

Direktur dan para jajarannya memiliki keterlibatan penting atas segala


tindakan pengambilan keputusan yang terjadi. Setidaknya ada dua
keutamaan transparansi dalam GCG. Pertama, transparansi dapat
membuat direktur dan dewan perusahaan lainnya dapat bertanggung
jawab atas setiap keputusan dan kesalahan yang mereka telah ambil.
Kedua, transparansi dapat menguatkan kepercayaan para pemegang
saham terhadap kinerja perusahaan, baik dalam hal pengelolaan
perusahaan maupun pengembalian investasi yang akan menjadi lebih
baik. Penyelundupan Harley dan Brompton yang dilakukan oleh Direktur
Utama PT. Garuda Indonesia telah terbukti melanggar prinsip ini. Sebagai
pemegang jabatan tinggi di dalam suatu perusahaan, sudah selayaknya
penerapan prinsip transparansi ini diterapkan dengan baik. Terlihat bahwa
Direktur Garuda melakukan penyelundupan untuk menghindari adanya
pembayaran pajak kepada negara yang potensinya mencapai Rp 532 juta
hingga Rp 1,5 miliar. Dampak yang ditimbulkan dari pelanggaran dalam
aspek transparency ini akan memberi pengaruh besar kepada tingkat
kepercayaan para pemegang saham di Garuda Indonesia. Nilai saham dari
Garuda Indonesia diklaim sempat turun sebesar 2,42%

 Akuntabilitas (Accountability)
Kejelasan struktur, sistem, fungsi, serta pertanggungjawaban merupakan
sebuah hal penting dalam perusahaan. Para dewan perusahaan serta
jajaran direksi memiliki tanggung jawab yang besar kepada seluruh
pengelolaan perusahaan. Para dewan perusahaan yang ada mempunyai
pengaruh besar terhadap tata kelola perusahaan karena mereka
merupakan pusat dari ide-ide penggerak perusahaan. Berbagai keputusan
penting, seperti penunjukan anggota pengurus, kebijakan dividen, dan
anggaran belanja perusahaan lahir dari para dewan. Keputusan tersebut
juga mewakili suara para pemegang saham perusahaan. Meskipun begitu,
tanggung jawab yang penuh harus tetap dipegang. Dalam penerapan
prinsip Good Corporate Governance, dewan perusahaan tentunya
memiliki tanggung jawab atas setiap transaksi, aktivitas, keputusan, serta
keefektifan dari kinerja perusahaan.
 Tanggung Jawab (Responsibility)
Segala keputusan serta langkah-langkah yang telah diambil oleh petinggi
perusahaan harus dapat dipertanggung jawabkan. Pengambilan keputusan
yang didasari dengan tanggung jawab merupakan salah satu bentuk
kepatuhan dari perusahaan terhadap aturan yang berlaku. Tindakan yang
dilakukan oleh Eks Dirut Garuda tersebut mencerminkan perilaku yang
kontradiktif dengan prinsip tanggung jawab dalam Good Corporate
Governance. Berdasarkan peraturan yang berlaku sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dalam Pasal 102
disebutkan bahwa Direktur Utama PT. Garuda Indonesia tersebut dapat
dijerat pidana karena telah melakukan penyelundupan di bidang impor
dengan pidana penjara paling singkat satu tahun, Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) mengenakan denda sebesar Rp 100 juta
kepada Direktur Utama tersebut atas tindakannya dalam penyelundupan
motor Harley Davidson dan dua buah sepeda Brompton.
 Independensi (Independency)
Pada prinsip ini dimaksudkan agar sebuah perusahaan dapat
melaksanakan seluruh prinsip Good Corporate Governance. Perusahaan
harus dapat menjalankan kegiatan-kegiatannya secara mandiri atau
independen, tanpa adanya paksaan ataupun intervensi dan tekanan dari
pihak eksternal sesuai dengan aturan yang berlaku. Pada kasus ini,
Garuda Indonesia beroperasi secara mandiri dibawah pimpinan Direktur
Utama.
 Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Sebuah perusahaan harus dapat dikelola dengan memberikan perlakuan
yang adil kepada semua pihak yang terlibat di dalam perusahaan tersebut.
Semua hak dari para stakeholder harus dapat terpenuhi dengan
menjunjung prinsip kesetaraan atau seadil-adilnya. Tindakan yang
dilakukan oleh Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk belum dapat
dikatakan memenuhi prinsip fairness karena hal yang dilakukan olehnya
merupakan sebuah hal diluar kewajaran dan mencemarkan nama baik
Garuda Indonesia. Penyelundupan motor Harley Davidson dan dua buah
sepeda Brampton menghilangkan norma yang seharusnya dipegang oleh
petinggi perusahaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai