8 Mei 2019 MAT bersuara setelah namanya terseret dalam skandal laporan
keuangan Garuda Indonesia. Perusahaan yang baru berdiri pada 3 November 2017 ini
berani bekerja sama dengan Garuda Indonesia dengan mencatatkan utang senilai
USD239 juta yang kemudian dimasukkan ke dalam kolom pendapatan oleh Garuda
Indonesia.
1. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU Pasar
Modal)
“(1) Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun
berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. (2) Tanpa mengurangi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat menentukan
ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal.”,
2. Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik,
3. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah
Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, dan
4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.
Agar kasus serupa tidak terulang kembali, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh berbagai pihak. Pihak KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang
dan Rekan (Member of BDO International Limited) perlu melakukan pengecekan
ulang terhadap piutang PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) atas Mahata sebesar
US$239,94. Pihak KAP perlu melakukan pengecekan pada histori dokumen
penjualan dan penerimaan perusahaan. Dokumen penjualan dalam hal ini contohnya:
1). Customer Order, 2). Sales order, 3). Shipping document, 4). Sales invoice, 5).
Sales transaction file, 6). Sales journal or listing, 7). Account receivable master file,
8). Account receivable trial balance, 9). Monthly statement. Dokumen penerimaan
dalam hal ini contohnya: 1). Remittance advice, 2). Prelisting of cash receipts, 3).
Cash receipt transaction file, 4). Cash receipt journal or listing. Pengecekan histori
dokumen-dokumen ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam proses audit
sehingga audit yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan PSAK. Selain itu, dari
sisi internal sendiri, PT Garuda Indonesia harusnya dapat menjelaskan nature
transaksi mereka kepada publik sehingga tidak menimbulkan kerancuan di tengah
publik terkait kondisi perusahaan di kuartal-III 2018 yang masih merugi dan dalam
waktu singkat memperoleh laba di penghujung tahun 2018. Garuda Indonesia Pasca
Kasus Laporan Keuangan Pasca penetapan sanksi yang diberikan oleh OJK kepada
Garuda Indonesia akibat melakukan pemolesan pada laporan keuangan mereka pada
2018 silam, kinerja PT Garuda Indonesia tampak tidak mengalami perubahan yang
berarti. Sanksi yang diberikan OJK ini tidak menimbulkan perubahan pada cash out
Garuda Indonesia.
Di lain sisi, sejak penetapan sanksi oleh OJK, harga saham Garuda Indonesia di
BEI mengalami penurunan. Penurunan nilai saham yang dialami oleh PT Garuda
Indonesia dinilai wajar dan tidak terlalu signifikan. Rupanya, skandal laporan
keuangan Garuda Indonesia bukanlah skandal terakhir bagi Garuda Indonesia.
Setelah itu, pada bulan Agustus 2019, mantan dirut Garuda Indonesia, Emirsyah
Satar, ditahan KPK terkait dugaan suap dan pencucian uang dalam pengadaan suku
cadang pesawat. Selanjutnya, kasus perseteruan Garuda Indonesia dengan Content
Creator Rius Vernandes dan turunnya peringkat Garuda Indonesia pada ajang World
Airline Awards. Lalu, kasus penyeludupan sepeda motor Harley Davidson dan
Sepeda Brompton yang terjadi November 2019. Selain itu, masih ada kisruh pada
akuisisi PT Garuda Indonesia melalui anak usaha Citilink terhadap Sriwijaya Air
yang menyebabkan kedua maskapai tersebut menghentikan kerjasamanya. Terakhir,
terkuaknya kesewenang-wenangan Dirut Ari Askhara pada jam terbang pramugari
serta pemotongan biaya dalam layanan penumpang cukup menjadi alasan yang kuat
dalam pencopotan jabatan Ari Askhara sebagai Dirut Garuda Indonesia oleh
Menteri BUMN, Eric Thohir. Kasus-kasus yang menimpa PT Garuda Indonesia
secara silih berganti ini secara tidak langsung dapat memengaruhi reputasi dan
kepercayaan Garuda Indonesia di mata masyarakat. Pihak customer menjadi
bertanya-tanya dan menimbulkan keraguan dalam menggunakan jasa penerbangan
Garuda Indonesia. Apabila tidak ada perubahan dari pihak internal perusahaan
dalam usaha memperbaiki reputasi mereka di tengah masyarakat, bukan tidak
mungkin jasa layanan penerbangan Garuda Indonesia akan ditinggalkan oleh
customer-nya. Tidak hanya itu, masalah-masalah yang menimpa Garuda Indonesia
dapat membuat para investor menjadi ragu atas kinerja Garuda Indonesia. Perusahaan
bisa saja ditinggal oleh para pemegang saham yang ragu atas kinerja perusahaan.
Pihak Garuda Indonesia perlu melakukan usaha dari sisi internal perusahaan dalam
rangka mengembalikan reputasi dan kepercayaan publik untuk keberlangsungan
perusahaan.
a. Agama;
Islam sangat menentang orang yang lalai terhadap utangnya. Seseorang yang
berutang maka wajib hukumnya membayar. Jika tidak, maka dosanya tak
akan diampuni sekalipun orang yang berutang itu mendapat kemuliaan mati
syahid. Dalam sebuah hadist dari Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah
SAW bersabda:
Hadist lain dari ‘Urwah dan ‘Aisyah disebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa berdo’a di akhir shalat (sebelum salam) Allahumma inni a’udzu
bika minal ma’tsami wal maghrom (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari
berbuat dosa dan banyak utang).”
Sahabat bertanya kenapa berdoa agar terlindung dari utang. Rasulullah
bersabda, “sesungguhnya seseorang apabila sedang berutang ketika dia
berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering mengingkarinya." (HR
Bukhari).
Nabi Muhammad setelah sempat sakit atau menjelang wafat sempat keluar
rumah dan bertanya kepada sahabatnya “Adakah aku berhutang dengan
kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau jika
bertemu dengan Allah dalam keadaan berhutang dengan manusia."
c. Profesi Akuntan;
Kementrian Keuangan memaparkan tiga kelalaian Akuntan Publik (AP) dalam
mengaudit laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2018.
Hal itu akhirnya berujung sanksi dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan
(PPPK). Adapun, laporan keuangan tersebut diaudit oleh AP Kasner Sirumapea
dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang, dan
Rekan. Sebelumnya, laporan keuangan Garuda Indonesia menuai polemik. Hal
itu dipicu oleh penolakan dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan
Dony Oskaria untuk mendatangani persetujuan atas hasil laporan keuangan 2018.
Keduanya memiliki perbedaan pendapat terkait pencatatan transaksi dengan
Mahata senilai US$239,94 juta pada pos pendapatan. Pasalnya, belum ada
pembayaran yang masuk dari Mahata hingga akhir 2018.
1. AP bersangkutan belum secara tepat menilai substansi transaksi untuk
kegiatan perlakuan akuntansi pengakuan pendapatan piutang dan pendapatan
lain-lain. Sebab, AP ini sudah mengakui pendapatan piutang meski secara
nominal belum diterima oleh perusahaan.
2. Akuntan publik belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup
untuk menilai perlakuan akuntansi sesuai dengan substansi perjanjian
transaksi tersebut. Ini disebutnya melanggar SA 500.
3. AP juga tidak bisa mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan
keuangan sebagai dasar perlakuan akuntansi, di mana hal ini melanggar SA
560. Tak hanya itu, Kantor Akuntan Publik (KAP) tempat Kasner bernaung
pun diminta untuk mengendalikan standar pengendalian mutu KAP.
Sebelumnya, Kemenkeu menjatuhkan dua sanksi kepada Akuntan Publik
(AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata,
Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan terkait dengan polemik laporan
keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk tahun buku 2018. Tak
hanya itu, KAP yang mengaudit laporan keuangan Garuda Indonesia juga
dikenakan peringatan tertulis disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan
terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO
International Limited kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang &
Rekan.
d. Fraud ;
Berikut ini merupakan hasil analisis penyelundupan Harley dan Brompton oleh
Eks Direktur Utama Garuda Indonesia, ditinjau berdasarkan teori etika dan Good
Corporate Governance:
Akuntabilitas (Accountability)
Kejelasan struktur, sistem, fungsi, serta pertanggungjawaban merupakan
sebuah hal penting dalam perusahaan. Para dewan perusahaan serta
jajaran direksi memiliki tanggung jawab yang besar kepada seluruh
pengelolaan perusahaan. Para dewan perusahaan yang ada mempunyai
pengaruh besar terhadap tata kelola perusahaan karena mereka
merupakan pusat dari ide-ide penggerak perusahaan. Berbagai keputusan
penting, seperti penunjukan anggota pengurus, kebijakan dividen, dan
anggaran belanja perusahaan lahir dari para dewan. Keputusan tersebut
juga mewakili suara para pemegang saham perusahaan. Meskipun begitu,
tanggung jawab yang penuh harus tetap dipegang. Dalam penerapan
prinsip Good Corporate Governance, dewan perusahaan tentunya
memiliki tanggung jawab atas setiap transaksi, aktivitas, keputusan, serta
keefektifan dari kinerja perusahaan.
Tanggung Jawab (Responsibility)
Segala keputusan serta langkah-langkah yang telah diambil oleh petinggi
perusahaan harus dapat dipertanggung jawabkan. Pengambilan keputusan
yang didasari dengan tanggung jawab merupakan salah satu bentuk
kepatuhan dari perusahaan terhadap aturan yang berlaku. Tindakan yang
dilakukan oleh Eks Dirut Garuda tersebut mencerminkan perilaku yang
kontradiktif dengan prinsip tanggung jawab dalam Good Corporate
Governance. Berdasarkan peraturan yang berlaku sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dalam Pasal 102
disebutkan bahwa Direktur Utama PT. Garuda Indonesia tersebut dapat
dijerat pidana karena telah melakukan penyelundupan di bidang impor
dengan pidana penjara paling singkat satu tahun, Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) mengenakan denda sebesar Rp 100 juta
kepada Direktur Utama tersebut atas tindakannya dalam penyelundupan
motor Harley Davidson dan dua buah sepeda Brompton.
Independensi (Independency)
Pada prinsip ini dimaksudkan agar sebuah perusahaan dapat
melaksanakan seluruh prinsip Good Corporate Governance. Perusahaan
harus dapat menjalankan kegiatan-kegiatannya secara mandiri atau
independen, tanpa adanya paksaan ataupun intervensi dan tekanan dari
pihak eksternal sesuai dengan aturan yang berlaku. Pada kasus ini,
Garuda Indonesia beroperasi secara mandiri dibawah pimpinan Direktur
Utama.
Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Sebuah perusahaan harus dapat dikelola dengan memberikan perlakuan
yang adil kepada semua pihak yang terlibat di dalam perusahaan tersebut.
Semua hak dari para stakeholder harus dapat terpenuhi dengan
menjunjung prinsip kesetaraan atau seadil-adilnya. Tindakan yang
dilakukan oleh Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk belum dapat
dikatakan memenuhi prinsip fairness karena hal yang dilakukan olehnya
merupakan sebuah hal diluar kewajaran dan mencemarkan nama baik
Garuda Indonesia. Penyelundupan motor Harley Davidson dan dua buah
sepeda Brampton menghilangkan norma yang seharusnya dipegang oleh
petinggi perusahaan tersebut.