Anda di halaman 1dari 2

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan mantan Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya, Sudi Wantoko,

sebagai tersangka dugaan korupsi penggunaan anggaran fiktif tahun 2013-2014.

"Kasus pengembangan PT Brantas kita kembangkan. PT Brantas ada tersangka Sudi Wantoko dari Direktur
Keuangan PT Brantas," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta Sarjono Turin di Kejaksaan
Agung, Jakarta Selatan, Senin (10/7/2017).

Sudi ditetapkan sebagai tersangka karena mencairkan anggaran yang penggunaannya tak bisa
dipertanggungjawabkan. Diperkirakan jumlah kerugian keuangan negara sebesar Rp 6 miliar.

"Modusnya dengan mencairkan anggaran dan menggunakannya tidak sesuai peruntukan, sehingga tidak
dapat dipertanggungjawabkan," kata Sarjono.

Penyidikan kasus ini, menurut Sarjono, dimulai pada awal 2017. Diduga uang yang diperoleh tersangka
digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti bermain golf.

"Untuk kepentingan pribadi, untuk main golf, untuk dia jalan dan segala macam," ujar Sarjono.

Penyidik kejaksaan saat ini masih menelusuri aset-aset tersangka. Salah satunya meminta Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri aset tersebut.

"Kita minta PPATK untuk menelusuri," kata Sarjono.

Saat ini Sudi menjalani hukuman tiga tahun penjara atas vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia
dihukum dalam perkara suap kepada pejabat Kejati DKI untuk meminta penghentian penyelidikan yang
perkaranya ditangani KPK.

Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto
meminta KPK untuk berhati-hati menyimpulkan kasus dugaan suap yang menjerat pejabat PT Brantas
Abipraya (Persero) dan diduga juga oknum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

"Saya tidak tahu nih pasal yang digunakan KPK tentang penyuapan, pemerasan, atau percobaan
penyuapan. Kita harus hati-hati," ujar Bambang yang akrab disapa BW di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/4).

Menurut Bambang, jika penyidik menerapkan pasal soal penyuapan, sudah bisa dipastikan dalam perkara
tersebut ada penerimanya. Namun, hal sebaliknya bisa terjadi jika KPK menilai bahwa perkara tersebut
adalah percobaan penyuapan.

Namun, Bambang berkata ada cara yang bisa dilakukan oleh penyidik KPK untuk memastikan apakah
perkara tersebut merupakan penyuapan atau baru sebuah rencana. Ia menuturkan, penyidik KPK bisa
melihat dari maksud hubungan antara penyuap dan calon penerima.

"Yang punya kepentingan terlebih dahulu siapa dan siapa yang punya intentions lebih banyak. Jadi kalau
tindakan tidak terjadi bukan karena maksudnya si pelaku itu perlu diklasifikasi betul," ujarnya.
Sementara itu, Bambang juga mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang turut menyelidiki dugaan
suap terhadap jaksa Kejati DKI. Ia berharap, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawas selaku penyidik bisa
secara transparan menyampaikan hasil penyelidikan tersebut.

"Dengan ini Kejagung bisa melihat sejauh mana ada yang namanya pelanggaran kualifikasi delik atau ini
hanya pelanggaran etik dan perilaku, dan menurut dugaan saya nanti Jamwas akan klarifikasi lebih lanjut
apa yang sedang terjadi," ujar Bambang.

Sudung dan Tomo sebelumnya diperiksa KPK setelah Direktur Keuangan PT BA Sudi Wantoko, Direktur
Pemasaran PT BA Dandung Pamularno, serta pejabat pihak swasta berinisial MRD ditangkap KPK.
Ketiganya ditangkap karena diduga hendak menyuap jaksa di sebuah hotel di kawasan Cawang.

KPK menyita uang US$148.835 atau sekitar Rp1,9 miliar yang terdiri dari 1487 pecahan US$100 dan 1
lembar US50, 3 lembar US$20 dan 2 lembar pecahan US$10, 5 lembar pecahan US$1.

Seluruh uang tersebut diduga untuk menyuap jaksa agar menghentikan penyelidikan dugaan korupsi yang
dilakukan oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.

Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta Waluyo, dugaan korupsi PT BA disinyalir
terjadi pada 2011 silam. PT BA dicurigai melakukan tindak pidana korupsi dengan modus menggunakan
anggaran untuk iklan.

"Itu kan kejadian tahun 2011. Kemudian ini kan baru mau jalan, masih penyelidikan. Kasus iklan itu, yang
jelas tahun 2011 itu PT Brantas mengeluarkan dana untuk iklan. Intinya seperti itu. Kita tidak boleh
menyampaikan secara detail karena ini masih penyelidikan," kata Waluyo di Kantor Kejati DKI Jakarta,
Jumat (1/4).

Penyelidikan kasus korupsi PT BA baru dimulai pertengahan bulan lalu. Belum ada jumlah pasti kerugian
negara dan tersangka yang muncul dari kasus tersebut.

Selain itu, sesuai dengan instruksi Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. Kejagung telah membentuk tim
pemeriksa Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus
Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu.

Anda mungkin juga menyukai