Sisi Baik
manajemen
Laba
Motivasi
Pola Implikasinya
Untuk
Manajemen Bagi
Manajemen
Laba Akuntansi
Laba
Sisi Buruk
Manajemen
Laba
1.1 OVERVIEW
Scott (2003:369) mendefinisikan earning management sebagai pilihan yang dilakukan oleh
manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Konsep
manajemen laba menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan
bahwa praktek manajemen laba dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan manajemen (agent)
dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau
mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Agency theory memiliki asumsi
bahwa masing-mas ing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri
sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak pemilik (principal)
termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu
meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan
psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak
kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat temtama karena pemilik (principal) tidak
dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja
sesuai dengan keinginan pemegang saham (pemilik). Dalam hubungan keagenan, pemilik
(principal) tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen. Agen mempunyai lebih
banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan.
Hal inilah yang mengakibat kan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal
dan agent. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Adanya
asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri, mengakibatkan
agent memanfaatkan adanya asimetri informasi yang dimilikinya untuk menyembunyikan
beberapa informasi yang tidak diketahui pemilik (principal). Asimetri informasi dan kontlik
kepentingan yang terjadi antara principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi
yang tidak sebenarnya kepada principal* terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan
pengukuran kinerja agent. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai
earning management. Menurut Hlealy dan Wahlen menyatakan bahwa manajemen laba terjadi
ketika para manajer menggunakan keputusannya dalam pelaporan keuangan dan dalam
melakukan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan baik untuk menimbulkan
gambaran yang salah bagi stakeholder tentang kinerja ekonomis perusahaan, ataupun untuk
mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka earning management adalah suatu usaha atau upaya
mengatur pendapatan atau keuntungan untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang dilandasi
oleh faktor-faktor ekonomi tertentu. Ada dua cara memahami earning management yaitu sebagai
berikut:
1. dari sisi pelaporan keuangan
Pertama, dari perspektif pelaporan keuangan, manajer dapat menggunakan manajemen
laba untuk memenuhi perkiraan terhadap analis laba, dengan harapan menghindari kerusakan
terhadap reputasi dan harga saham yang negatif dan diharapkan dapat memenuhi harapan
investor. Selain itu, manajer dapat menekam dan menghapus pendapatan yang berlebih atau
menekan laba selain laba bersih. Taktik ini menunjukkan bahwa manajer tidak sepenuhnya
menerima efisiensi pasar saham. Pandangan lain terkait manajemen laba yaitu manajemen
dapat menggunakan manajemen laba untuk melaporkan aliran laba yang merata dan
berkembang dari waktu ke waktu. Dengan adanya efisiensi pasar sekuritas, maka hal tersebut
mengharuskan manajemen untuk mengambil informasi yang terkandung di dalamnya. Dengan
demikian, manajemen laba dapat menjadi sarana bagi manajemen untuk menyampaikan
informasi dari manajemen ke investor, sehingga manajemen laba berguna dari sisi perspektif
pelaporan keuangan.
Memandang manajemen laba sebagai perilaku oportunistik (mencari kepentingan
pribad/diri sendiri dengan menggunakan tipu daya muslihat) manajer untuk memaksimalkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, utang, dan Political Cost.
Contoh lain kasus Enron secara singkat (perusahaan Energi di AS) Selama proses merger
antara Houston Natural Gas dan Internorth, Enron Coorporation mempunyai hutang yang cukup
besar. Tahun 1987 Enron memiliki hutang sampai dengan 75% dari nilai pasar saham. Untuk
mengatasi hutang tersebut, Enron memiliki ide inovatif dengan memediasi antara pembeli dan
penjual yang diharapkan dapat mengurangi risikonya. Enron menawarkan kontrak pada penjual
untuk membeli minyak mereka dengan harga tetap dalam beberapa tahun dan kontrak pada
pembeli dengan harga minyak yang sama ditambah nilai keuntungan untuk Enron. Jeffrey Skilling
kemudian memutuskan untuk mengaplikasikan ide perdagangan Enron ke komoditi lainnya. la
membuat kontrak jangka panjang di bidang perlistrikan, batu bara, pulp kertas, alumunium, baja,
obat-obatan, kayu, air, broadband, dan plastik. Diperhitungkan terdapat 1.800 produk yang
ditangani. Dengan menjadikan gas sebagai objek jual beli, Enron perlahan-lahan mulai bangkit.
Mereka meminta ijin pada komisi sekuritas dan perdagangan U.S. untuk menggunakan metode
"nilai pasar" atas kontrak. Sehingga, yang dilaporkan adalah aset berdasarkan nilai pasar.
Enron mengalami permasalahan pada awalnya. Karena untuk memasuki banyak pasar
perdagangan memerlukan sejumlah uang untuk membiayai infrastruktur, transportasi, gudang,
dan pengiriman komiditas. Namun, jika Enron mengambil sejumlah hutang yang besar,
kemungkinan akan membuat pembeli atau penjual menjadi ragu untuk bekerjasama. Tingginya
hutang juga dapat mengakibatkan penurunan investasi dan memicu bank menarik dananya.
Untuk mengatasi permasalahan, Enron mencoba mencari dana pinjaman tanpa melaporkannya
dalam laporan keuangan. Uang yang dipinjam ini diakui sebagai pembelian nilai lebih kontrak dan
dicatat sebagai uang "pendapatan penjualan" meskipun sebenarnya adalah hutang. Karena tidak
dilaporkan, maka pemegang saham percaya bahwa Enron tidak mengalami lonjakan hutang.
Mereka juga percaya bahwa Enron menghasilkan laba yang baik serta mengalami peningkatan
tiap tahunnya.
b) Income minimization
Income minimization adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan
laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rendah dari pada laba sesungguhnya (jadi
sebenernya itu labanya tinggi, tapi direndah-rendahin bisa jadi agar . Income minimization
biasanya dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar
tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas
barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, pengeluaran R&D,
dan lain-lain.
Cara ini mirip dengan taking a bath tetapi lebih halus. Cara ini dilakukan pada saat
profitabilitas perusahaan sangat tinggi, sehingga jika periode yang akan datang diperkirakan laba
turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. Contohnya: Kasus
Danone-Aqua
Cerita Secara Singkatnya. Aqua merupakan pelopor bisnis AMDK, dan saat ini menjadı
produsen terbesar di Indonesia. Bahkan pangsa pasarnya sendiri sudah meliputi Singapura,
Malaysia, Fiji, Australia, Timur Tengah dan Afrika. Di Indonesia Aqua menguasai 80 persen
penjualan AMDK berbentuk galon. Sedangkan untuk keseluruhan bisnis AMDK di Indonesia, Aqua
menguasai 50% pasar. Saat ini Aqua memiliki 14 pabrik yang tersebar di Jawa, Sumatra, Bali dan
Sulawesi. Di Indonesia, Danone berhasil membeli saham Aqua pada tanggal 4 September 1998.
Aqua secara resmi mengumumkan *"penyatuan" kedua perusahaan tersebut. Tahun 2000 Aqua
meluncurkan produk berlabel Aqua- Danone, dan tahun 2001, Danone meningkatkan kepemilikan
saham di PT. Tirta Investama dari semula 40% menjadi 74%, sehingga Danone kemudian menjadi
pemegang saham mayoritas Aqua-Danone. Dalam hal nilai saham, tercatat bahwa Aqua-Danone
telah mengalami kenaikan harga yang spektakuler selama menjadi perusahaan terbuka. Jika pada
saat pertama kali go public saham AGM hanya berharga beberapa ribu rupiah (anggap saja Rp
10.000) per lembar, maka pada tahun 2008 meningkat menjadi sekitar Rp 130.000. Saat ini
(September 2009) harga saham AGM adalah sekitar Rp 240.000 per lembar. Berulangkali sejak
tahun 2000 hingga 2004, atau juga berlanjut hingga beberapa tahun terakhir, AGM berupaya
untuk delisting (menjadi perusahaan tertutup) dari BEI. Karena harga sahamnya terus meningkat,
maka keinginan delisting ini patut dipertanyakan atau malah dicurigai. Tampaknya AGM tidak
ingin melaporkan kegiatan usahanya setiap tahun, terutama jika memperhatikan praktik bisnis
yang dijalankan selama ini yang jauh dari prinsip good corporate governance. AGM atau Aqua-
Danone tampaknya ingin meneruskan prilaku koruptif penyedotan air tanpa kontrol,
menyembunyikan data produksi dan pendapatan, termasuk upaya penggelapan pajak yang telah
berlangsung sebelumnya, sebagaimana diuraikan berikut ini.
Dari seluruh pabrik AMDK yang dimiliki, diperoleh informasi bahwa produksi Aqua-
Danone terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun meskipun produksi air kemasan terus
meningkat, laba kotornya malah mengalami penurunan atau stagnan. Sejak tahun 2001 hingga
2008, AMDK yang diproduksi telah meningkat dari 2,3 miliar liter menjadi 5,71 liter, atau
peningkatan sekitar 250%. Namun laba kotor perusahaan justru lebih rendah, yaitu turun dari
Rp 99,01 pada tahun 2001 menjadi Rp 95,63 miliar pada tahun 2008. Penurunan ini tampaknya
tidak wajar dan pantas untuk diusut lebih lanjut.
c) Income maximization
Maksimisasi laba (income maximization) adalah pola manajemen laba yang dilakukan
dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi daripada laba
sesungguhnya. Income maximization dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bonus yang
lebih besar, meningkatkan keuntungan, dan untuk menghindari dari pelanggaran atas kontrak
hutang jangka panjang. Income maximization dilakukan dengan cara mempercepat pencatatan
pendapatan, menunda biaya dan memindahkan biaya untuk periode lain. Dilakukan pada saat laba
menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi
untuk tujuan bonus yang besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelaggaran
perjanjian hutang.
Contohnya: Indonesia ramai berkicau soal manipulasi laporan gaji pada awal tahun 2019.
Keramaian itu gara-gara pengungkapan kasus manipulasi laporan gaji di perusahaan-perusahaan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mengatakan, banyak perusahaan memanipulasi
gaji karyawan-karyawannya yang didaftarkan sebagai peserta penjaminan sosial. Manipulasi gaji
dapat benar-benar merugikan karyawan. Karyawan malah menerima manfaat penjaminan yang tidak
sesuai dengan gaji mereka. Bahkan kalau semisal dalam laporan palsu menuliskan gaji lebih besar
daripada aslinya, karyawan tetap merugi. Mereka akan ditarik iuran yang tidak proporsional sehingga
malah membebani kehidupannya.
Direktur Kepesertaan BPJS menyatakan, 26% dari total peserta penjaminan terdaftar dengan
informasi tidak sesuai upah aktual, tenaga kerja, dan program. Itu bisa jadi hanya perhitungan kasar di
mana jumlah aslinya ternyata mencapai 30%.
Pada kasus manipulasi laporan gaji karyawan yang terpantau BPJSTK, keuntungan pihak
manajemen terletak pada selisih antara gaji asli dan nominal yang dilaporkan. Margin antara keduanya
adalah apa yang disasar oleh si pembuat laporan palsu. Bisa jadi nominal yang dilaporkan lebih kecil,
agar iuran perusahaan untuk karyawan menjadi lebih irit.
d) Income smoothing
Income smoothing atau perataan laba merupakan salah satu bentuk manajemen laba yang
dilakukan dengan cara membuat laba akuntansi relatif konsisten (rata atau smooth) dari periode
ke periode. (tujuannya memberikan rasa aman terhadap investor untuk berinvestasi pada perusahaan
tersebut. Karena perusahaan yang mempunyai banyak hutang cenderung dihindari oleh investor).
Dalam hal ini pihak manajemen dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan laba
untuk mengurangi gejolak dalam pelaporan laba, sehingga perusahaan terlihat stabil atau tidak berisiko
tinggi. Sebagai contoh, ketika penghasilan saat sekarang relatif rendah, tetapi penghasilan di masa
mendatang diperkirakan relatif tinggi, maka pihak manajer akan melakukan pemilihan metode
akuntansi yang dapat meningkatkan discretionary accruals pada saat sekarang. (akrual diskesioner:
pengakuan laba akrual atau beban yang bebas, tidak diatur, dan merupakan pilihan kebijakan
manajemen. Sedangkan non diskresioner: pengakuan laba akrual yang wajar, tidak dipengaruhi
kebijakan manajemen serta tunduk pada PABU) Dampaknya, manajer dalam lingkungan pekerjaan
seperti ini akan meminjam penghasilannya di masa mendatang. Sedangkan jika pada saat sekarang
penghasilan relatif bernilai tinggi, tetapi penghasilan dimasa mendatang diperkirakan relatif rendah,
maka pihak manajer akan melakukan pemilihan metode akuntansi yang dapat
menurunkan discretionary accruals untuk saat sekarang. Pihak manajer dengan efektif akan menabung
penghasilannnya saat sekarang untuk kemungkinan penggunaan di masa mendatang. Dilakukan
perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang
terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
Selama manajer berharp kompensasi yang besarnya konstan, untuk pengontrakan kompensasi
efisien Meratakan laba dapat mengirimkan informasi pihak dalam perusahaan kepada pasar tentang
kekuatan laba Terlihat jelas bahwa berbagai pola manajemen laba dapat bertentangan. Seiring dengan
waktu, pola yang dipilih oleh suatu perusahaan dapat bervariasi karena perubahan kontrak, tingkat
profitabilitas, dan visibilitas politik. Bahkan pada titik waktu tertentu, perusahaan mungkin menghadapi
kebutuhan yang bertentangan, misalnya, untuk mengurangi laba bersih yang dilaporkan karena alasan
politik, meningkatkannya untuk memenuhi perkiraan analis, atau meratakannya untuk tujuan pinjaman.
Dapat dilihat dari grafik di atas bagaimana insentif untuk mengelola laba bersih yang dilaporkan oleh
manajemen. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan
harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode berikutnya, demikian pula jika laba berada di atas
cap.Jadi hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba
bersih perusahaan. Untuk mengetahui bagaimana manajer mengelola laba bersih, Healy
mempertimbangkan dua pendekatan. Pertama dengan mengendalikan beragam akrual, dimana akrual
didefinisikan secara luas untuk menyertakan porsi dari item pendapatan dan beban pada laporan laba
rugi yang tidak ditampilkan di laporan arus kas. Kedua adalah dengan mengubah kebijakan akuntansi itu
sendiri (per se).
Berkaitan dengan akrual, formula akrual dalam pembentukan laba bersih adalah sebagai
berikut:
Net income = Cash flow from operation t- net accruals,
Atau :
Laba bersih = arus kas operasi +/- Non discretionary accrual bersih +/
Discretionary akrual bersih Untuk menggambarkan interaksi antara akrual diskersioner dengan
akrual nondiskresione, maka perhatikan contoh hipotesis pada Tabel 11.1.
Pada tabel 11.1, tanda positif untuk akrual berarti bahwa arus kas yang diberikan menunjukkan
peningkatan laba bersih, begitu pula sebaliknya. Informasi pada tabel dapat diambil dari keterangan
arus kas. Untuk mempermudah pemahaman, asumsikan bahwa tidak terdapat beban pajak penghasilan.
Asumsikan bahwa penjelasan untuk empat item akrual adalah sebagai berikut:
Beban amortisasi. Beban amortisasi tahunan ditetapkan berdasarkan kebijakan amortisasi perusahaan
dan estimasi atas masa manfaat aset. Berdasarkan kebijakan ini, beban amortisasi adalah akrual
nondiskresioner.
Peningkatan dalam piutang bersih Mengasumsikan bahwa peningkatan ini berasal dari
penurunan akun cadangan piutang ragu-ragu, yang dihasilkan dari estimasi konservatif (kehati-hatian)
yang lebih kecil dari tahun sebelumnya. Akrual ini merupakan diskresioner, karena manajemen memiliki
fleksibilitas untuk mengendalikan jumlahnya.
Peningkatan dalam persediaan Mengasumsikan bahwa peningkatan ini berasal dari persediaan
perusahaan selama periode yang melebihi kapasitas manufaktur. Hasilnya adalah untuk
memasukkan biaya overhead tetap dalam persediaan dari pada membebankannya dalam beban sebagai
varian volume yang tidak menguntungkan.
Penurunan dalanm hutang dan kewajiban akrual Mengasumsikan bahwa penurunan ini berasal
dari perusahaan yang optimistik terhadap klaim jaminan (warranty) atas produknya disbanding tahun
sebelumnya. Alternatif lainnya, penurunan ini karena mempertimbangkan item seperti kontijensi
dibandingkan dengan akrual.
Meskipun mudah untuk menentukan perubahan dalam saldo rekening. alasan perubahan
biasanya tidak diketahui oleh investor dan peneliti. Healy tidak memiliki akses ke buku dan catatan dari
perusahaan yang cukup sederhana, dan tidak dapat menentukan akrual diskresioner khusus yang dibuat
oleh para manajer perusahaan. Akibatnya, ia menggunakan pendekatan lain, yaitu untuk mengambil
total akrual sebagai proxy untuk akrual diskresioner.
Healy memperoleh sampel sebanyak 94 dariperusahaan industri terbesar AS. Dia mengikuti
setiap perusahaan selama periode 1930-1980 dan memperoleh total 1527 pengamatan yang berguna,
yaitu, 1.527 tahun perusahaan dimana bogey (jika ada) cap untuk skema bonus perusahaan dapat
dihitung. Dari jumlah tersebut, 447 pengamatan termasuk baik bogey dan cap. Setiap pengamatan
kemudian diklasifikasikan ke dalanm salah satu dari tiga kategori, portofolio sebagai healy memanggil
mereka. Portofolio UPP terdiri dari pengamatan laba berada di atas cap, portofolio LOW pengamatan di
mana
laba berada di bawah bogey, dan portofolio MID di mana mereka antara bogey Untuk 447 pengamatan
yang memiliki bogey dan cap, hasilnya dirangkum pada tabel 11.2. kita melihat bahwa 46% dari 281
observasi di portofolio MID memiliki total akrual yang positif, yaitu, pendapatan meningkat. Akrual rata-
rata 281 pengamatan ini adalah +0,0021 dari total aset. Untuk pengamatan di LOW dan UPP portofolio,
proporsi dengan total akrual positif jauh lebih rendah - hanya 90% dan 10%, masing-masing. Bahkan,
akrual rata-rata untuk pengamatan ini adalah negatif (pendapatan menurun). Hasil ini konsisten dengan
menyembuhkan ini argumen bahwa manajer perusahaan yang pendapatannya bersih adalah di bawah
bogey dan di atas cap akan cenderung mengadopsi penurunan pendapatan akrual dan hanya manajer
dengan laba bersih antara keduanya akan cenderung mengadopsıI penurunan pendapatan akrual.
Dengan
demikian, prediksi healy untuk manajemen laba oleh manajer tergantung skema bonus didukung oleh
hasil empiris
McNicholas dan Wilson (1988) juga mempelajari perilaku akrual dalam konteks bonus. Mereka
membatasi investigasi mereka dengan ketentuan untuk kredit macet, dengan alasan bahwa harus ada
estimasi yang tepat dari penyisihan kredit macet. Kemudian, akrual diskresioner dapat diambil sebagai
perbedaan antara perkiraan ini dan aktual pemberian kredit macet. Metodologi yang digunakan oleh
jones (1991) menyediakan cara yang lebih halus untuk memperkirakan akrual non diskresioner (studi
healy ini didahului pengembangan pendekatan ini). Dalam hal ini, Holthausen, Larcker, dan Sloan (1995)
(HLS) juga mempelajari perilaku akrual manajer untuk tujuan bonus.. Data ini jauh lebih baik
dibandingkan healy, yang harus memperkirakan apakah laba sebelum akrual diskresioner berada di
bawah bogey, antara bogey dan cap, atau di atas cap atas dasar deskripsi kontrak bonus yang tersedia
dan menganggap bahwa jika pendapatan berada di bawah bogey manajer tidak akan menerima bonus,
dll.
Menggunakan versi model jones (1991) untuk memperkirakan akrual non diskresioner untuk
sampel 443 perusahaan hasil pengamatan tahun 1982-1990. HLS menemukan bahwa manajer yang
menerima nol bonus tidak menggunakan akrual untuk mengelola penghasilan ke bawah, yang berbeda
dari temuan Healy (rw 1, meja 11,2). Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa, meskipun tantangan
metodologis studi seminal Healy, ada bukti yang signifikan bahwa rata-rata, perilaku penggunaan akrual
untuk mengelola laba mampu mempengaruhi bonus mereka, terutama ketika penghasilan tinggi. Bukti
ini konsisten dengan hipotesis rencana bonus teori akuntansi positif.
yang lain, karena pihak lain ini tidak dapat mengakses informasi tersebut) antara manajer
dan pemberi pinjaman. Untuk mengontrol masalah ini, kontrak pinjaman jangka panjang biasanya
berisi perjanjian untuk melindungi dari tindakan oleh manajer yang bertentangan dengan
kepentingan terbaik pemberi pinjaman. Manajemen laba untuk tujuan perjanjian diprediksi oleh
hipotesis perjanjian utang dari teori akuntansi positif. Mengingat bahwa pelanggaran perjanjian
dapat memberlakukan biaya berat, manajer perusahaan akan diharapkan untuk menghindari
mereka. Earning manajemen dalam konteks perjanjian utang diselidiki oleh Sweeney (1994).
Untuk contoh yang telah gagal pada kontrak utang. Sweeney menemukan penggunaan secara
signifikan lebih besar dari peningkatan pendapatan akuntansi berubah relatif terhadap sampel
control dan dia juga menemukan bahwa default perusahaan cenderung untuk melakukan adopsi
awal standar akuntansi baru ketika ini meningkatkan laba bersih, dan sebaliknya.
DeFond dan Jiambalvo (1994) juga meneliti manajemen laba oleh perusahaan yang
mengungkapkan pelanggaran perjanjian utang selama 1985-1988. Mereka menemukan bukti
penggunaan akrual diskresioner untuk meningkatkan pendapatan dilaporkan dalam tahun
sebelum dan pada tingkat lebih rendah, pada tahun pelanggaran perjanjian. DeAngelo dan
Skinner (1994), Mereka mempelajari sampel dari 76 besar. Ini adalah perusahaan yang memiliki
tiga atau lebih kerugian berturut-turut tahun selama 1980-1985 dan yang telah mengurangi
dividen selama periode kerugian. Untuk 29 dari perusahaan-perusahaan ini, pemotongan dividen
dipaksa oleh hambatan-hambatan perjanjian utang.
Insentif manajemen laba juga berasal dari kontrak implisit, juga disebut kontrak
relasional. Ini bukan kontrak formal, seperti kompensasi dan kontrak utang, melainkan muncul
dari hubungan berkelanjutan antara perusahaan dan pemangku kepentingan (misalnya,
karyawan, pemasok, kreditur, pelanggan) dan merepresentasikan perilaku yang diharapkan
berdasarkan transaksi bisnis masa lalu. Manajemen laba untuk tujuan kontrak implisit diselidiki
oleh Bowen, Ducharme, dan Shores (1995) (BDS). Mereka berpendapat bahwa reputasi
kontraktor implisit manajer dapat didukung oleh laba yang dilaporkan tinggi, yang meningkatkan
kepercayaan stakeholder bahwa manajer akan terus memenuhi kewajiban kontrak.
Hasil survei dari Graham, Harvey, dan Rajgopal (2005) mendukung temuan BDS. Mereka
melaporkan bahwa kepopuleran hubungan manajer dengan pemangku kepentingan lainnya
adalah alas an penting untuk memenuhi target laba.
1.4.2 Untuk Memenuhi Harapan Laba Investor dan Menjaga Reputasi
Perusahaan yang melaporkan laba yang lebih besar dari yang diharapkan biasanya
menikmati peningkatan pangsa yang signifikan Skinner dan Sloan (2002) dalam studi pada tahun
1984-1996, mendokumentasikan hasil saham negatif bagi perusahaan-perusahaan yang gagal
memenuhi ekspektasi laba dan hasil positif bagi perusahaan-perusahaan yang melebihi harapan
laba investor. Akibatnya, manajer memiliki insentif yang kuat untuk memastikan bahwa
ekspektasi laba. terpenuhi. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah untuk mengelola
peningkatan pendapatan. Jika ini tidak terpenuhi, pasar akan beralasan bahwa manajer tidak bisa
menemukan manajemen laba yang baik untuk menghindari kekurangan atau perusahaan tidak
dikelola dengan baik karena tidak bisa memprediksi masa depan sendiri , ini bisa menjelaskan
hukuman pasar yang lebih berat karena gagal memenuhi harapan. Keung, Lin, dan Shih (2010)
dengan sampel besar laba kuartalan, menemukan bahwa reaksi pasar nol dan bahkan positif kecil
atas kejutan berubah laba dan negatif selama 2002-2006. Mereka menunjukkan bahwa
belum tentu kebenarannya.) investor bahwa penghasilan yang melebihi harapan mereka adalah
karena manajemen laba bukan karna faktor-faktor yang nyata. Para penulis melaporkan bukti
yang konsisten dengan penafsiran ini.