Anda di halaman 1dari 3

Nama : Chairunnisa Maharani Putri

NPM : 2015100295
Kelas : Reguler II Cluster II 6B

UJIAN TENGAH SEMESTER AUDIT FORENSIK

1. Audit forensik merupakan audit gabungan keahlian yang mencakup keahlian


akuntansi, auditing maupun bidang hukum/perundangan dengan harapan bahwa hasil
audit tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan
maupun kebutuhan hukum lainnya.

2. Fraud adalah tindakan yang disengaja untuk memperoleh keuntungan yang tidak
sah, baik untuk diri sendiri maupun untuk lembaga. Ini merupakan tindakan penipuan
yang menggunakan berbagai cara dan manipulasi untuk mendapatkan keuntungan
yang ditargetkan. Tindakan tidak etis ini melanggar hukum dan membawa kerugian
yang besar bagi pihak lain.

3. Teori Segitiga Fraud (Fraud Triangle)

Setelah mengetahui pengertian umum dan beberapa contoh kasusnya, Anda juga perlu
memahami teori Segitiga Fraud. Teori Segitiga fraud atau The Fraud Triangle
menjelaskan bahwa karyawan dalam suatu perusahaan dapat melakukan fraud atau
penipuan karena pengaruh tiga faktor, yaitu peluang, tekanan, dan rasionalisasi.
Berikut penjelasan lengkapnya.

A. Peluang

Faktor peluang adalah sebuah kesempatan yang biasanya terjadi karena adanya
kelemahan dalam pengendalian internal. Beberapa bidang yang menjadi celah dan
memberikan peluang bagi oknum karyawan untuk melakukan penipuan, yaitu sebagai
berikut:
 Pengawasan atau peninjauan
 Pemisahan tugas
 Persetujuan manajemen
 Kontrol sistem

B. Tekanan

Faktor tekanan dalam tindakan fraud adalah sebuah motif guna mengambil
keuntungan yang dilakukan karena situasi terpaksa atau terdesak. Berikut beberapa
contoh tekanan yang mendorong seseorang melakukan tindakan penipuan:
 Masalah keuangan pribadi; biaya tak terduga
 Kejahatan/kecanduan pribadi seperti judi, narkoba, belanja, dll.
 Tenggat waktu dan sasaran kinerja yang tidak realistis
Beberapa hal tersebut bisa menjadi sumber alasan bagi seseorang untuk melakukan
tindakan tidak etis dan melanggar hukum untuk mengambil keuntungan di perusahaan.
Meskipun begitu, tindakan ini tidak bisa dibenarkan dan sebaiknya mendapatkan
konsekuensi hukuman untuk memberikan efek jera atas apa yang dilakukan.
C. Rasionalisasi

Faktor rasionalisasi dalam tindakan fraud adalah suatu kondisi di mana individu
mengembangkan pembenaran untuk melakukan kegiatan penipuan. Dalam hal ini,
motif rasionalisasi bermacam-macam tergantung kasus dan individu yang melakukan.
Beberapa contoh motif rasionalisasi dalam tindakan fraud adalah sebagai berikut:

 "Saya sangat membutuhkan uang ini dan saya akan membayarnya kembali ketika
saya mendapatkan gaji saya."
 "Orang lain yang melakukannya."
 "Aku tidak mendapat kenaikan gaji. Universitas berutang padaku."

4. Analisis Kasus PT Garuda Indonesia pada tahun 2018 dari sudut pandang akuntansi
dan audit :

a. Pada 31 Oktober 2018, Manajemen Garuda dan PT. Mahata Aero Teknologi
(Mahata) mengadakan perjanjian kerja sama yang telah diamandemen, terakhir
dengan amandemen II tanggal 26 Desember 2018, mengenai penyediaan layanan
konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam pesawat dan manajemen
konten. Perjanjian tersebut berlaku selama 15 tahun.
b. Berdasarkan catatan laporan keuangan nomor 47 huruf e menjelaskan bahwa
Mahata akan melakukan dan menanggung seluruh biaya penyediaan, pelaksanaan,
pemasangan, pengoperasian, perawatan dan pembongkaran dan pemeliharaan
termasuk dalam hal terdapat kerusakan, mengganti dan/atau memperbaiki
peralatan layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam pesawat
dan manajemen konten. Garuda mengakui penghasilan dari perjanjiannya dengan
Mahata sebagai suatu penghasilan dari kompensasi atas Pemberian hak oleh
Garuda ke Mahata.
c. Manajemen Garuda mengakui sekaligus pendapatan perjanjian tersebut sebesar
USD 239.94 juta dengan USD 28 juta diantaranya merupakan bagi hasil yang
didapat dari PT. Sri Wijaya Air. Padahal perjanjian belum berakhir dan diketahui
bahwa hingga tahun buku 2018 berakhir, tidak ada satu pembayaran yang telah
dilakukan oleh pihak Mahata meskipun telah terpasang satu unit alat di Citilink.
d. Selain itu dalam perjanjian Mahata yang ditandatangani pada 31 Oktober 2018
tidak tercantum term of payment yang jelas dan belum ditentukan juga secara
pasti cara pembayarannya dan jaminan dari perjanjian tersebut.
e. Mahata hanya memberikan surat pernyataan komitmen pembayaran kompensasi
sesuai dengan paragraf terakhir halaman satu dari surat Mahata 20 Maret 2019:
“Skema dan ketentuan pembayaran ini tetap akan tunduk pada ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam perjanjian. Ketentuan dan skema pembayaran
sebagaimana yang disampaikan dalam surat ini dan perjanjian dapat berubah
dengan mengacu kepada kemampuan finansial Mahata.
f. Dari pengakuan pendapatan ini, PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk terbukti
melakukan pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang
Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik dan diberikan Sanksi
Administratif berupa denda sebesar Rp. 100 juta. Selain itu, seluruh anggota
Direksi PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. juga dikenakan Sanksi
Administratif berupa masing-masing Rp. 100 juta karena melanggar Peraturan
Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan
Keuangan. Sanksi Administratif juga dikenakan secara tanggung renteng sebesar
Rp. 100 juta kepada seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT. Garuda
Indonesia (Persero) Tbk. yang menandatangani Laporan Tahunan PT. Garuda
Indonesia (Persero) Tbk. periode tahun 2018 karena dinyatakan melanggar
Peraturan OJK Nomor 29/POJK.004/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau
Perusahaan Publik.

5. Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan


organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan
mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam tiga tingkatan yang disebut Fraud Tree,
yaitu sebagai berikut (Albrech, 2009):

1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation)


Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan
atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena
sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).

2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement)


Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif
suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang
sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam
penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat
dianalogikan dengan istilah window dressing.

3. Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan
pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak
terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih
kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih
dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang
bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya
adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest),
penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan
pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

Sedangkan menurut Albrecht (2012), fraud dapat diklasifikasikan menjadi


lima jenis, yaitu:

 Employee embezzlement atau occupational fraud : Pencurian yang dilakukan


secara langsung maupun tidak langsung oleh karyawan kepada perusahaan.
 Management fraud : Manajemen puncak memberikan informasi yang bias dalam
laporan keuangan.
 Investment scams : Melakukan kebohongan investasi dengan menanam modal.
 Vendor fraud. Perusahaan mengeluarkan tarif yang mahal dalam hal pengiriman
barang.
 Customer fraud : Pelanggan menipu penjual agar mereka mendapatkan sesuatu
yang lebih dari seharusnya.

Anda mungkin juga menyukai