Anda di halaman 1dari 8

Tugas Resume

“Fraud (kecuranngan)”

Oleh:

Thirafi Rama Peddyartha 1902155292

Putri Amalia Sani 1902124422

Dosen pengampu: RAHMAT JUNAIDI,S.E.,M.M

MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERISTAS RIAU
2021
FRAUD

Bentuk pelanggaran paling keras terhadap etika, kontrak, dan regulasi adalah
kecurangan (fraud), dalam kecurangan terdapat unsur niat jahat, kesenjangan, dan penipuan.
Oleh karena itu, kecurangan akan selalu dikaitkan dengan pelanggran hukum. Praktik yang
hampir mirip atau mendekati kecurangan adalah moral hazard. Porsi tindakan yang berupa
moral hazard lebih besar dibandingkan dengan kecurangan. Kecurangan dan moral hazard
merupakan telaah penting dalam penyusunan etika, kode etik, kontrak, dan regulasi. Salah
satu tujuan dari penyusunan kode etik, kontrak, dan regulasi adalah untuk menghindari
terjadinya moral hazard oleh pihak yang terlibat dang mengidentifikasi secara jelas dan tegas
tindakan kecurangan.

KECURANGAN DAN MORAL HAZARD

Hubungan pelanggaran etika,kontrak,regulasi dengan moral hazard dan kecurangan

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggolongkan kecurangan ke


dalam 3 jenis, yaitu kecurangan pelaporan (fraudulent statement), pencurian asset
(misaooropration of assets), dan korupsi (corruption) (ACFE, 2014:12). Kecurangan
pelaporan dibagi lagi menjadi dua, yaitu kecurangan pelaporan keuangan dan kecurangan
non-keuangan. Kecurangan non-keuangan diantaranya adalah pemberian credential kepada
karyawan (yang salah). Pencurian asset meliputi tindakan yang lebih banyak lagi. Demikian
juga dengan korupsi. Undang-undang tindak pidana korupsi di indonesia merinci tindakan
melawan hukum ini kedalam tujuh kelompok tindak pidana pelanggaran etika, kontrak,
regulasi dengan moral hazard dan fraud korupsi, tiga puluh bentuk tindak pidana korupsi, dan
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi (Tuanakotta, 2013:42).

Moral hazard, seperti juga telah dikemukakan sebelumnya, adalah tindakan dan
perbuatan seseorang atau organisasi demi keuntungan diri sendiri dan dapat berakibat
merugikan orang lain, dalam kaitannya dengan pelaksanaan dan penerapan suatu kontrak atau
regulasi. Moral hazard juga berlaku terhadap norma-norma etika atau yang lebih eksplisit
lagi, terhadap kode etik. Penyebab utama dari moral hazard adalah adanya informasi yang
disembunyikan oleh pihak yang melakukannya (dalam teori keagenan disebut agen). Berbeda
dengan tindakan kecurangan, moral hazard dapat terjadi tanpa dapat dibuktikan bahwa
tindakan tersebut melawan hukum. Selalu ada pembenaran dalam moral hazard. Disinilah
perbedaan antara fraud dan moral hazard, sebab syarat farud adalah bahwa tindakan itu
dilakukan dengan melawan hukum.

Moral hazard memanfaatkan celah yang ada dalam kontrak atau regulasi. Moral
hazard dapat mengakibatkan oihak lain yang dirugikan (dalam teori keagenan disebut
prinsipiel) mengalami salah pilih (adverse selection). Prinsipiel tidak dapat memonitor dan
memaksa secara sempurnatindakan moral hazard ini. Moral hazard lebih berkaitan dengan
pelanggaran etika. Sanksi yang dapat diberikan untuk moral hazard hanyalah sanksi sosial.

PENCURIAN ASET

Studi yang dilakukan oleh ACFE pada 2014 menunjukkan bahwa dari segi frekuensi
kejadian, pencurian aset merupakan bagian terbesar (85 persen) diikuti dengan korupsi (36
persen) kemudian kecurangan dalam pelaporan keuangan (9 persen). ACFE (2014:7)
mendefinisikan pencurian aset sebagai skema kecurangan diaman karyawan mencuri atau
menyalahgunakan sumber daya perusahaan. Jadi, pencurian aset diaktegorikan sebagai
kecuranagan karyawan.

Pencurian aset dapat mengambil berbagai bentuk, tetapi pada dasarnya mencakup dua
hal yaitu pencurian uang dan pencurian persediaan dan aset lain. ACFE mengelompokkan
pecurian aset kedalam sembilan skema yaitu:

1. Pemalsuan cek (check tampering)


2. Penggajian fiktif (fictious payroll)
3. Penggantian biaya (expense reimbursement)
4. Penagihan (billing)
5. Penyaringan (skimming)
6. Pencurian uang tunai (cash on hand)
7. Penggelapan uang (cash larceny)
8. Pemalsuan register pengeluaran kas (cash register disbursement)
9. Non-tunai (non-cash)
SKEMA PONZI

Akhir-akhir ini, marak permasalahan yang berkaitan dengan investasi berskema ponzi
di Indonesia sering disebut dengan investasi "bodong". Produk keuangan ini telah
mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat. Sering, penjualan produk tersebut dikemas
dengan investasi dalam bidang pertanian. Contoh terakhir dari kasus ini di Indonesia adalah
PT Wandermind (Tempo, 1-7 Juni 2015. 84-85). Investasi berskema ponzi pada dasarnya
adalah salah satu bentuk kecurangan (fraud) yang berkaitan dengan produk. Skema ponzi
termasuk kategori pencurian aset. Praktik usaha skema ponzi dilarang di Indonesia
berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Ada dua pihak yang terlibat dalam produk berskema ponzi, yaitu sponsor dan
investor. sponsor dan investor. Sponsor merancang dan menjual produk kepada investor
(pembeli dan pemilik uang). Investasi berskema ponzi, pada umumnya, ditandai oleh hal-hal
berikut (Bhattacharya, 2003),

1. Menarik dana dari masyarakat dan memisahkan uang tersebut dari kendali
pemiliknya.
2. Dana dan penginvestasiannya dikelola oleh pihak sponsor tanpa melibatkan investor.
3. Menjanjikan imbalan yang tinggi, di atas tingkat bunga normal dengan risiko yang
kecil.
4. Informasi tentang skema investasi terlihat masuk akal dan dapat diterima oleh
investor.
5. Pihak sponsor termasuk orang-orang kredibilitasnya dikenal di masyarakat.
6. Untuk membangun kredibilitas, pada awalnya, pembayaran imbalan berjalan lancar.
7. Menggunakan konsep piramida. yaitu seorang investor diharuskan mencarikan
investor lain.

Skema ini yang diberi nama sesuai dengan nama penemunya, Charlez Ponzi (1920),
ditakdirkan untuk bangkrut (collapse) karena hasil (earning) yang diperoleh, jika ada, tidak
akan dapat menutupi seluruh pembayaran yang dijanjikan. Pembayaran kembali pokok
beserta imbalanya dilakukan dengan uang yang dikumpulkan dari kelompok investor pemula
itu sendiri dan dari kelompok-kelompok berikutnya yang dapat mereka tarik (konsep
piramida) Demikian seterusnya sampai skema tersebut bangkrut dengan sendirinya atau
dilarang oleh yang berwajib. Untuk menghindari penipuan yang berkedok skema ponzi,
berikut hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu ditawari suatu produk investasi.
1. Apakah penjual mempunyai izin untuk menjual produk dimaksud?
2. Apakah produk investasi tercatat di pihak otoritas?
3. Apakah informasi tentang imbalan dan risiko memadai dan masuk akal?
4. Apakah Produk investasi dapat dimengerti atau pernah terbukti sebagai produk
yang kredibel?

Selain sebagai produk keuangan yang diperjual belikan, istilah ponzi juga digunakan
dalam menganalisis suatu pembiayaan perusahaan. Minsky (2008) membedakan bentuk
pembiayaan menjadi 3 (tiga) keadaan, yaitu hedge, spekulatif dan ponzi. Penentuan apakah
suatu pembiayaan perusahaan merupakan pembiayaan hedge, spekulatif atau ponzi
tergantung pada estimasi dan asumsi. Seperti halnya estimasi akuntasi, estimasi tentang arus
kas masuk dan keluar juga akan dipengaruhi oleh faktor subjektivitas dan multitafsir pembuat
laporan (pemakai kredit) dan pengambil keputusan (pemberi kredit). Subjektivitas dan
multitafsir merupakan peluang adanya fraud dan moral hazard.

KASUS

Kasus PT (Persero) Waskita Karya

Latar Belakang masalah

PT Waskita Karya telah melakukan kelebihan pencatatan laba bersih sebesar Rp 500 miliar.
Direksi PT Waskita Karya merekayasa keuangan sejak tahun buku 2004-2008 dengan
memasukkan proyeksi pendapatan proyek multi tahun ke depan sebagai pendapatan tahun
tertentu. Kelebihan pencatatan ini diketahui saat dilakukan audit laporan keuangan
menyeluruh seiring pergantian direksi pada tahun 2008 (Tuanakotta, 2013:303). Kasus
tersebut terjadi karena pejabat yang bertanggungjawab tidak mematuhi peraturan yang
berlaku serta lemahnya pengawasan menimbulkan pertanyaan terhadap corporate governance
yang belum diterapkan dengan baik, sehingga integritas laporan keuangan tidak tercapai.
Fenomena tersebut jelas menunjukkan terjadinya manipulasi informasi akuntansi sebagai
kegagalan dari integritas laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi para
pengguna laporan tersebut. Belum diterapkannya tata kelola perusahaan yang baik dapat
mendorong perusahaan untuk melakukan manipulasi akuntansi secara berkala untuk
menghindari turunnya kredibilitas perusahaan di mata publik. Oleh sebab itu, diharapkan
perusahaan menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance sebagai landasan
operasional agar kredibilitas perusahaan dapat tercapai tanpa dilakukan manipulasi akuntansi,
sehingga laporan keuangan yang diberikan kepada para stakeholders akan memiliki integritas
yang diharapkan.

PEMBAHASAN

Kasus PT (Persero) Waskita Karya

Manipulasi laporan keuangan Waskita Karya sejak pertengahan Agustus 2009.


Berbagai istilah digunakan untuk fraud ini, seperti manipulasi laporan keuangan, overstate,
penggelembungan, markup, kelebihan pencatatan laba, yang dilakukanoleh 3 Direksi PT
WaskitaKaryadan 2 Kantor AkuntanPublik (KAP).Kementerian Negara BUMN
menonaktifkan dua direktur PT Waskita Karya terkait kasus kelebihan pencatatan pada
laporan keuangan 2004-2008ketikamerekaakanmelakukan IPO padatahun 2008.

Kasus penggelumbungan aset di PT Waskita Karya Persero ini mencuat ketika terjadi
pergantian direksi. Direktur Utama pengganti tidak menerima begitu saja laporan keuangan
manajemen lama dan kemudian meminta pihak ketiga lain untuk melakukan audit mendalam
atas akun tertentu. Dalam laporan keuangan tahun 2008, diungkapkan bahwa terdapat salah
saji atau penggelumbungan aset di tahun 2005 sebesar Rp5 miliar. Nilai Rp5 miliar tersebut
terdiri dari dua proyek yang sedang berjalan, proyek yang pertama adalah proyek renovasi
Kantor Gubernur Riau. Proyek ini dimulai pada tahun 2004 dan sudah selesai 100%, nilai
kontrak sebesar Rp13,8 miliar. Namun pada akhir tahun 2005 terdapat pekerjaan tambah
kurang senilai Rp3 miliar. Sampai dengan akhir tahun 2008 saldo tersebut masih muncul di
neraca perusahaan sebagai tagihan bruto pada pemberi kerja.

Proyek yang kedua adalah proyek pembangunan Gelanggang Olah Raga Bulian
Jambi. Nilai kontrak sebesar Rp33.998.000.000 dan PT Waskita Karya Persero mengakui
pendapatan kontrak dari progress tersebut sebesar Rp2 miliar. Saldo tersebut masih
outstanding sampi dengan akhir tahun 2008. Kontrak itu diputus oleh Pemda Batang Hari
karena dianggap ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang, ada kasus pergantian
bupati. Sebagai gambaran tentang seberapa besar materi kas nilai dugaan penggelumbungan
aset pada tahun 2005. Tahun 2005 nilai aset PT Waskita Karya Persero adalah sebesar Rp1,6
triliun, dan nilai yang diduga digelembungkan oleh manajemen pada tahun 2005 adalah
sebesar Rp5 miliar atau sebesar 0,3% dari nilai aset tersebut.
Dalam laporan keuangan PT Waskita Karya, tercatat pada tahun 2008 memperoleh laba
sebesar Rp 163,4 Milyar dan pada tahun 2009 memperoleh laba sebesar Rp 307,1 Milyar.
Berdasarkan data tersebut angka laba yang diperoleh oleh PT Waskita Karya masih relatf
kecil jika dibandingkan dengan perushaan lain yang sejenis. Jadi PT Waskita Karya harus
terus melakukan pembenahan manajemen sehingga akan menghasilkan kinerja yang lebih
baik, salah satu contoh yaitu melakukan restrukrisasi. Perusahaan ini memiliki prosepek yang
baik kedepannya apabila perusahaan memperbaiki kinerja perusahaan sehingga dapat
mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki perusahaan.

PENYELESAIAN Kasus Fraud PT Waskita Karya

Memanipulasi laporan keuangan merupakan salah satu tindakan pindana yang dapat
merugikan orang banyak selain itu juga akan mencorengan nama baik perusuhaan. dalam
memanipulasi suatu laporan keuangan pasti akan melibat seorang akuntan publik.
pengauditan yang dilakukan oleh Akuntan Publik diharapkan dapat menaikkan tingkat
keandalan laporan keuangan perusahaan bukan malah membantu perusahaan untuk
melakukan kecurangan atau sampai membantu menutupi terjadi kecurangan didalam
perusahaan . pada kasus ini juga melibatkan para auditor internal dan eksternal pada PT
Waskita Karya. Kementerian Negara BUMN sudah menonaktifkan dua direksi dan satu
mantan direksi Waskita terkait dengan kasus kelebihan pencatatan pada laporan keuangan
2004-2007. Berdasarkan surat yang diajukan Menteri BUMN, akhirnya Menteri keuangan
memutuskan untuk melakukan pembekuan terhadap beberapa KAP yang terlibat dalam
kecurangan pada PT Waskita Karya.

UNDANG-UNDANG YANG TELAH DILANGGAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

AKUNTAN PUBLIK

KESIMPULAN

Belum diterapkannya tata kelola perusahaan yang baik dapat mendorong perusahaan untuk
melakukan manipulasi akuntansi secara berkala untuk menghindari turunnya kredibilitas
perusahaan di mata publik. Oleh sebab itu, diharapkan perusahaan menerapkan prinsip-
prinsip good corporate governance sebagai landasan operasional agar kredibilitas perusahaan
dapat tercapai tanpa dilakukan manipulasi akuntansi, sehingga laporan keuangan yang
diberikan kepada para stakeholders akan memiliki integritas yang diharapkan. Akuntan
publik mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas dan kredibilitas informasi
atau laporan keuangan suatu entitas. Dalam hal ini, akuntan publik mengemban kepercayaan
masyarakat untuk memberikan opini atas laporan keuangan suatu entitas. Dengan demikian,
tanggung jawab akuntan publik terletak pada opini atas laporan keuangan entitas, sedangkan
penyajian laporan keuangan tersebut merupakan tanggung jawab manajemen.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Etika Bisnis dan Profesi SOEMARSO S.R. Penerbit Salemba Empat

https://www.academia.edu/34202866/Analisis_kasus_kecurangan_pt_waskita.docx?
ends_sutd_reg_path=true

Anda mungkin juga menyukai