Fraud atau yang sering dikenal dengan istilah kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak
dibicarakan di Indonesia. Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang
menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan dan atau
kelompoknya (Sukanto, 2009)[6][7]. Sementara Albrecht (2003) mendefinisikan fraud sebagai
representasi tentang fakta material yang palsu dan sengaja atau ceroboh sehingga diyakini dan
ditindaklanjuti oleh korban dan kerusakan korban. Dalam bahasa aslinya fraud meliputi berbagai
tindakan melawan hukum.
Bologna (1993) dalam Amrizal (2004)[7][8] mendefinisikan kecurangan “Fraud is criminal deception
intended to financially benefit the deceiver” yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang
bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan
kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Ia memperoleh manfaat dan merugikan
korbannya secara financial dari tindakannya tersebut. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu
(1) tindakan/the act., (2) penyembunyian/the concealment dan (3) konversi/the conversion.
Adapun menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud adalah: Perbuatan-
perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau
memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi
untuk mendapatkan keuntungan pibadi ataupun kelompok secara langsung atau tidak langsung
merugikan pihak lain. Dengan demikian fraud adalah mencangkup segala macam yang dapat dipikirkan
manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain, dengan
saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencangkup semua cara yang tidak terduga, penuh
siasat atau tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu atau
menderita kerugian.
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat,
merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan
di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud
(kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “ The Fraud Tree” yaitu Sistem
Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan (Uniform Occupational Fraud
Classification System.
ACFE dalam Tuanakotta (2010)[8][9] membagi fraud (kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi
berdasarkan perbuatan, yaitu:
Kecurangan Laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen
dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan
ini dapat bersifat finansial atau kecurangan non finansial.
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain.
Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat
diukur/dihitung (defined value).
3) Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap
dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang
penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor
integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak
yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah
penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan
yang tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).
Cara pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara (Amrizal, 2004) yaitu sebagai berikut:
a. Membangun struktur pengendalian yang baik
4) Pemantauan (monitoring)
(b) Transparansi
(e) Moralitas
(g) Komitmen
Pendeteksian Fraud
Pada umumnya, perusahaan memiliki risiko yang akan dihadapi selama menjalankan kegiatan usahanya.
Risiko yang akan dihadapi tersebut dapat berupa risiko yang berhubungan dengan kecurangan
diantaranya adalah Integrity risk, yaitu risiko adanya kecurangan oleh manajemen atau pegawai
perusahaan, tindakan ilegal, atau tindak penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik atau
reputasi perusahaan di dunia usaha, atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Adanya risiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk
menyusun tindakan pencegahan atau prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan tersebut.
Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus memahami pula bagaimana cara
mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut
tidak dapat di generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan memiliki
karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang
baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan. Sebagian besar bukti-
bukti kecurangan merupakan bukti-bukti tidak sifatnya langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya
ditunjukkan oleh munculnya gejala-gejala seperti adanya perubahan gaya hidup atau perilaku
seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan ataupun kecurigaan dari rekan
sekerja. Pada awalnya, kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang
merupakan kondisi/keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakterikstik yang bersifat
kondisi atau situasi tertentu, perilaku atau kondisi seseorang personal tersebut dinamakan Red flag
(Fraud indicators).
Menurut Kumaat (2011), mendeteksi kecurangan adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang
cukup mengenai tindakan kecurangan, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku kecurangan.
Sedangkan menurut Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP, 2008) pendeteksian fraud
oleh internal auditor merupakan tindakan untuk mengindentifikasi indikator-indikator fraud yang
mengarahkan perlu tidaknya dilakukan pengujian. Dari beberapa definisi tersebut, sudah jelas bahwa
pendeteksian fraud merupakan sebuah tindakan yang harus dilakukan agar tindak kecurangan dapat
dihindari.
Menurut Priantara (2013) indikasi fraud dapat dikenali atau dideteksi dari gejala-gejala atau tanda-tanda
(red flag) sebagai berikut.
Anomali Dokumentasi Bukti Transaksi
Terdapat dokumen sumber transaksi yang hilang atau penggunaan dokumen tidak asli (fotokopi) atau
banyak dijumpai penggantian dokumen.
Nama dan alat penerima pembayaran sama dengan nama dan alat pembeli atau pegawai perusahaan.
Piutang yang telah melewati tanggal jatuh tempo dan berusia sangat lanjut.
Jumlah item penyebab selisih yang direkonsiliasi banyak dan belum tuntas atau berasal dari perioda lalu.
Anomali Akuntansi
Ayat jurnal yang salah atau tidak sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku baik dalam klasifikasi
akun maupun salah dalam pengukuran atau salah dalam pengakuan.
Volume penjualan yang meningkat dengan penambahan biaya per unit yang menurun.
Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap Red flag tersebut dapat membantu langkah selanjutnya
untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan. Berikut adalah gambaran secara
garis besar pendeteksian kecurangan berdasar penggolongan kecurangan oleh Association of Certified
Fraud Examinations (ACFE, 2000).
Analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam
laporan laba komprehensif, laporan posisi keuangan, atau laporan arus kas dengan menggambarkannya
dalam persentase.
Analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentase-persentase perubahan item laporan
keuangan selama beberapa perioda laporan. Sebagai contoh adanya kenaikan penjualan sebesar 80%
sedangkan harga pokok mengalami kenaikan 140%. Dengan asumsi tidak ada perubahan lainnya dalam
unsur-unsur penjualan dan pembelian, maka hal ini dapat menimbulkan dugaan adanya pembelian fiktif,
penggelapan, atau transaksi illegal
Analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan.
Sebagai contoh adalah current ratio, adanya penggelapan uang atau pencurian kas dapat menyebabkan
turunnya perhitungan rasio tersebut.
Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat banyak variasinya. Namun,
pemahaman yang tepat atas pengendalian intern yang baik dalam pos-pos tersebut akan sangat
membantu dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, terdapat banyak sekali
teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan aset. Masing-masing
jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya, untuk mendeteksi
kecurangan dalam pembelian ada beberapa metoda deteksi yang dapat digunakan. Metoda-metoda
tersebut akan sangat efektif bila digunakan secara kombinasi gabungan, setiap metoda deteksi akan
menunjukkan gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya
kecurangan. Selain itu, metoda-metoda tersebut akan menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam
pengendalian intern dan mengingatkan atau memberi peringatan pada auditor akan adanya potensi
terjadinya kecurangan di masa mendatang.
Analytical review
Suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan ketidak biasaan atau kegiatan-kegiatan
yang tidak diharapkan. Sebagai contoh adalah perbandingan antara pembelian barang persediaan
dengan penjualan bersihnya yang dapat mengindikasikan adanya pembelian yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah biala dibandingkan dengan tingkat penjualannya. Metoda analitis lainnya adalah
perbandingan pembelian persediaan bahan baku dengan tahun sekarang yang mungkin
mengindikasikan adanya kecurangan overbilling scheme atau kecurangan pembelian ganda.
Statistical sampling
Sebagaimana persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji secara sampling untuk menentukan
ketidakbiasaan (irregularities), metoda deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu
atributnya, misalnya pemasok fiktif.
Komplain atau keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi yang baik yang
dapat mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya pengendalian internal di lokasi-lokasi
tersebut. Observasi terhadap bagaimana transaksi akuntansi dilaksanakan kadangkala akan memberi
peringatan pada CFE akan adanya daerah-daerah yang memiliki potensi bermasalah