FRAUD
Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2016), fraud adalah perbuatan-
perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu
(manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) yang dilakukan orang-orang
dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok baik
secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.
1. Penyalahgunaan Aset
2. Pernyataan Palsu
Fraud adalah juga kerap terkait dengan laporan atau kondisi keuangan sebuah perusahaan. Ketika
pejabat atau eksekutif–atau bahkan elite pemerintah–merekayasa keuangan instansi, maka
mereka sebenarnya telah melakukan fraud. Fraud ini disebut dengan pernyataan palsu
atau fraudulent statement. Tentu fraud yang satu ini lebih sulit dideteksi. Perlu seorang ahli untuk
mengetahui apakah laporan keuangan, misalnya, telah sesuai dengan kenyataan atau tidak.
3. Korupsi
Jika secara global mayoritas fraud adalah penyalahgunaan aset, maka di Indonesia itu adalah
korupsi, juga masih dikutip dari temuan ACFE 2018. Karena itu kita akan membahasnya sedikit
lebih panjang. Tindakan atau contoh yang termasuk korupsi di sini termasuk penyalahgunaan
wewenang dan konflik kepentingan, penyuapan, penerimaan tidak sah atau ilegal, dan pemerasan
secara ekonomi.
1. Pressure
2. Opportunity
3. Rationalization
Rasionalisasi mengacu pada pembenaran pelaku bahwa mereka tidak sedang melakukan tindakan
kriminal. Beberapa contoh rasionalisasi dari fraud adalah pernyataan-pernyataan seperti ini:
“Saya hanya meminjam uang bukan mencurinya,” “Saya berhak atas uang ini,” atau “Upah saya
rendah dan perusahaan tidak akan rugi jika saya mengambil sebagian kecil uang perusahaan.”
Fraud Triangle Theory ini kemudian disempurnakan dengan teori baru bernama Fraud Diamond.
Satu faktor lain yang ditambahkan sebagai penyebab fraud adalah kemampuan atau capability.
Hal ini disebabkan karena faktanya banyak fraud–terutama yang bernominal besar–hanya dapat
dilakukan oleh orang yang punya kemampuan atau posisi khusus dalam perusahaan. Sebagai
contoh: sulit membayangkan seorang OB, misalnya, untuk melakukan manipulasi laporan
keuangan.
Adanya tindakan fraud dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang meliputi 3 aspek
penting di bawah ini.
Fraud mengakibatkan kerugian dari sisi reputasi yang mana kerugian ini lebih besar ketimbang
adanya kerugian dari segi finansial. Alhasil, reputasi yang susah payah dibangun akan terancam
rusak akibat hilangnya kepercayaan dari konsumen maupun masyarakat.
2. Kerugian Finansial
Selain dari sisi reputasi, fraud turut merugikan pihak perusahaan dari segi finansial yang
berpengaruh pada keuntungan atau profit yang didapat. Pasalnya, kepercayaan yang dimiliki oleh
masyarakat akan hilang begitu saja, sehingga sulit untuk mencapai target penjualan.
3. Akibat Sosial
Sanksi sosial dapat muncul akibat terjadinya fraud. Salah satunya yakni penggunaan uang yang
didapat oleh fraudster (pelaku fraud) untuk melakukan tindakan kriminal atau terorisme. Sanksi
lainnya yakni berupa hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu lembaga atau
perusahaan.
Karena fraud adalah situasi yang mungkin terjadi karena ada niat dan kesempatan, maka cara
mencegahnya tidak lain adalah dengan memperkuat sistem kontrol. Beberapa yang bisa
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Membuat metode hotline atau whistleblower. Jadi pihak yang mengetahui atau curiga ada
penipuan dapat melaporkan. Data dirinya wajib untuk dilindungi
3. Membuat departemen audit internal. Audit atau pemeriksaan juga bisa saja dilakukan
mendadak (di dunia PNS dikenal dengan “sidak” atau “inspeksi mendadak”)
4. Audit eksternal atas laporan keuangan
6. Merotasi pegawai
AUDIT FRAUD
Fraud Auditing merupakan proses audit yang memfokuskan pada keanehan/keganjilan (sesuatu
yang tampaknya di luar kebiasaan kemudian menlusuri dan mendalami transaksi untuk
merekonstruksi bagaimana terjadinya dan apa akibat yang ditimbulkannya). Dalam Fraud audit,
proses pengumpulan bukti audit lebih fokus pada apakah fraud memang tejadi, dan jika terjadi,
maka audit mengarah pada pengumpulan bukti untuk mengetahui dan membuktikan siapa
pelakunya (pejabat yang terlibat), bagaimana fraud itu terjadi (modus operandinya), dimana
tempat terjadinya fraud tersebut, kapan waktu terjadinya, hukum apa yang dilanggar, berapa
kerugian yang diakibatkannya, siapa yang dirugikan dan diuntungkan, serta hal lain yang
berkaitan dengan bukti investigasi.
2. Tingkat keterlibatan karyawan atau manajemen.atas suatu pekerjaan. Hal itu berkaitan dengan
keharusan adanya proses cek dan recek atas pelaksanaan suatu pekerjaan. Seorang karyawan
tidak boleh melakukan pekerjaan dari A sampai Z tanpa ada petugas lain atau atasan yang
mengecekan hasil pekerjaannya.
3. Penyembunyian. Meliputi manipulasi catatan akuntansi atau merekayasa dokumen pendukung
untuk menutupi suatu kenyataan bahwa catatan akuntansi tidak sesuai dengan fakta dan keadaan
yang melandasinya.
4. Struktur pengendalian. Tidak adanya prosedur pengendalian atau adanya usaha dari
manajemen untuk menghindari prosedur pengendalian yang berlaku.
Peran penting fraud auditor meliputi preventing fraud (mencegah fraud), detecting
(mendeteksi fraud), dan investigating fraud (melakukan investigasi fraud). Dalam
perkembangannya, investigasi akan mengarah pada profesi tersendiri, yaitu akuntan forensik.
Akuntan forensik membutuhkan kombinasi keahlian seorang auditor terlatih dan penyelidik
kriminal. Selain itu, akuntan forensik juga harus memiliki sifat berikut.
a. Sifat waspada dan skeptis dalam arti kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap setiap hal yang
menunjukkan kemungkinan adanya fraud.
c. Rasa ingin tahu dan suka tantangan pada hal yang tidak lazim, bertentangan dengan logika,
dan apa yang diharapkan secara wajar.
Untuk menjadi akuntan forensik, seorang fraud auditor setidak-tidaknya harus menguasai
hal berikut.
b. Memiliki pengetahuan mengenai teknik investigasi dari yang paling dasar sampai yang rumit.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas seorang fraud auditor yang efektif, antara lain
harus mampu melakukan hal berikut.
5. Dapat menghitung dan menetapkan besarnya kerugian, dan menyusun laporan atas kerugian
karena fraud untuk kepentingan atau tujuan penyidikan, penuntutan di pengadilan, atau
kepentingan lain (misalnya untuk klaim asuransi).
6. Mengikuti arus dokumen yang mendukung transaksi dan dokumen pendukung untuk transaksi
yang dipertanyakan.
b. Menyusun hipotesis.
Beberapa langkah yang perlu ditempuh untuk menguji fraud, antara lain sebagai berikut.
a. Penguji dokumen.
Langkah penting yang perlu dilakukan auditor untuk mengetahui ada tidaknya fraud
dengan jalan mendeteksi dapat digunakan beberapa teknik antara lain sebagai berikut.
a. Teknik mendeteksi melalui audit catatan akuntansi yang mengarah pada gejala atau
kemungkinan terjadinya fraud (Critical Point Auditing). Critical Point Auditing dengan hal
berikut.
Analisis trend, yaitu pola kecenderungan (konjungtur) yang terjadi dari satu periode ke
periode berikutnya..
Pengujian khusus, yaitu pengujiaan terhadap kegiatan yang memiliki risiko tinggi
terhadap kecurangan.
b. Teknik mendeteksi dengan analisis kepekaan pekerjaan dengan memandang pelaku potensial
(Job Sensitivity Analysis). Job Sensitivity Analysis dengan hal berikut.
Investigasi Fraud
Menurut ilmu kriminalistik, investigasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan
ketentutan perundang-undangan yang berlaku untuk mendengarkan dan menanyai seseorang
tentang suatu kejadian/peristiwa tertentu yang bersangkutan dengan masalah fraud atau masalah
hukum. Ciri penting investigasi fraud yang berhubungan dengan tugas auditor untuk
mengungkap fraud adalah bahwa kegiatan itu selalu ditandai dengan kurangnya informasi actual
tentang terjadinya fraud berikut pelakunya. Tiga elemen yang dapat membantu untuk
mengungkap informasi tersebut sebagai berikut.
fraud yang pada gilirannya dapat menunjukkan perbuatan dan motivasi pelaku fraud.
Informasi dari orang/pihak yang mengetahui/menyaksikan terjadinya fraud sangat penting untuk
menguji kebenaran fakta yang ada.
AKUNTANSI FORENSIK
Karni (2000) dalam Firmansyah (2012) menyatakan bahwa istilah akuntansi forensik
sudah mulai diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1988 dalam majalah Akuntansi Nomor 10
tahun 1988, yakni: Sesungguhnya, Akuntan Forensik tidak berbeda dengan akuntan publik yang
ada, hanya pada akuntan publik, mereka bertujuan memberikan pendapat atas laporan keuangan
yang diperiksa dan kadang kala juga menemukan adanya kecurangan, sedangkan akuntan
forensik memang bertujuan menyelidiki kemungkinan adanya kecurangan, terutama terhadap
perusahaan-perusahaan yang mau mati secara misterius (tidak wajar).
Akuntansi Forensik secara garis besar meliputi penerapan disiplin ilmu khususnya
akuntansi yang didasarkan pada keterampilan-keterampilan dalam menginvestigasi dan
menganalisis yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah di bidang keuangan baik di dalam
atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun swasta. Dimana akuntansi forensik digunakan
ketika bukti-bukti adanya kecurangan sudah ada dan terkumpul untuk ditelusuri lebih lanjut.
Oleh karena itu akuntansi forensik tidak berkaitan dengan akuntansi yang sesuai dengan
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) atau Standar Akuntani Keuangan (SAK),
melainkan apa yang menurut hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ada berbagai jenis dalam ruang lingkup akuntansi forensik dan biasanya dikelompokkan
berdasarkan jenis proses hukum. Berikut beberapa contoh pada umumnya:
Beberapa individu dan bisnis mengklaim informasi palsu tentang situasi keuangan mereka untuk
menghindari pembayaran pajak. Akuntan forensik melacak pendapatan untuk menentukan sejauh
mana penipuan pajak yang dilakukan. Akuntan forensik juga dapat menggunakan data untuk
membuktikan bahwa perusahaan tertuduh tidak melakukan penipuan pajak.
- Penipuan Sekuritas
Ketika pialang saham atau organisasi membuat klaim palsu tentang informasi yang digunakan
investor untuk membuat keputusan, mereka melakukan penipuan sekuritas. Akuntan forensik
bekerja untuk membantu investor menghindari penipuan ini dan mengungkap perusahaan yang
terlibat dalam penipuan sekuritas.
- Pencucian Uang
Pencucian uang mempersulit akuntan forensik untuk melacak uang ilegaL. Keterampilan analitis
dan akuntansi yang kuat diperlukan bagi akuntan forensik untuk menyelesaikan kejahatan ini
dan menemukan sumber asli dana.
Penipuan juga bisa terjadi dalam keluarga dan pernikahan. Apakah menyembunyikan uang atau
menggunakan hubungan untuk mencuri dana, akuntan forensik membantu menyelesaikan situasi
ini. Meskipun kejahatan ini biasanya terjadi dalam skala yang lebih kecil daripada skandal
dengan perusahaan yang lebih besar, perselisihan keluarga dan perkawinan masih bisa sangat
merusak.
- Kerugian Ekonomi Bisnis dan Kebangkrutan
Ketika sebuah bisnis mengalami kerugian ekonomi yang parah atau menghadapi kebangkrutan,
akuntan forensik dapat memainkan peran berharga dalam proses pemulihan. Terkadang akuntan
forensik menemukan bukti penipuan yang dapat membantu bisnis mendapatkan kembali
pijakannya.
Aset yang disalahgunakan mungkin tampak sebagai penggelapan, penipuan, atau pencurian.
Individu atau bisnis juga dapat menyembunyikan aset mereka, dengan sengaja meninggalkannya
dari neraca agar tidak dimiliki oleh individu atau entitas lain. Akuntan keuangan bekerja untuk
mengungkap ketidaksesuaian ini dan membuat orang dan perusahaan bertanggung jawab atas
keuangan mereka.
- Klaim Asuransi
Klaim asuransi palsu adalah cara umum bagi individu untuk mendapatkan keuntungan dari
kebohongan yang melibatkan perlindungan atas aset mereka. Contohnya termasuk klaim palsu
seperti pencurian atau kebakaran rumah. Akuntan forensik dengan hati-hati melihat fakta seputar
klaim ini untuk menentukan validitasnya.
1. Identifikasi Masalah
Pada tahap ini, seorang auditor forensik akan melakukan pemahaman awal. Dari kasus apa yang
sedang diungkapkan. Melakukan pemahaman awal ini bertujuan supaya mempertajam analisa
serta spesifikasi ruang lingkup. Dengan begitu, proses audit bisa dilakukan tepat sasaran.
Pembicaraan atau wawancara dengan klien ini merupakan tahapan terpenting dalam proses
akuntansi forensik. Dalam tahap ini akuntan akan melakukan wawancara dengan klien. Terkait
kriteria, lingkup, limitasi, jangka waktu, serta metodologi audit.
3. Pemeriksaan Pendahuluan
Tahap di mana auditor akan mulai mengumpulkan data awal serta melakukan analisa. Hingga
didapatkan hasil dalam matriks 4W+1H. Jika matriks ini sudah dikantongi, maka akan
diputuskan untuk melanjutkan investigasi atau tidak.
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan penyusunan beberapa hal. Mulai dari dokumentasi
kasus yang dihadapi, prosedur pelaksanaan dan tujuan audit, serta apa saja tugas individu dalam
tim. Setelah rapi disusun akan menghasilkan sebuah temuan. Temuan ini lah yang pada akhirnya
akan dikomunikasikan oleh para tim audit dan klien.
5. Pemeriksaan Lanjutan
Merupakan tahapan dimana auditor mulai mengumpulkan bukti. Pada tahapan ini, sebenarnya
proses audit sudah mulai berjalan. Para auditor sudah mulai melakukan beragam tekniknya untuk
mencari kebenaran adanya fraud serta pelakunya.
6. Penyusunan Laporan
Terakhir adalah proses penyusunan laporan. Tahap ini auditor akan mengeluarkan semacam
laporan yaitu laporan audit forensik. Ada beberapa poin yang harus dituliskan di dalam laporan
ini yaitu
AUDIT FORENSIK
Menurut Keris (2012) dalam Fatimah (2014) Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu
audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi
dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan dimuka hukum
ataupun pengadilan. Menurut Charterji (2009) dalam Purjono (2012) Audit Forensik
(forensic auditing) dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu
keadaan yang memiliki konsekuensi hukum.
Menurut Wiratmaja (2010) audit forensik merupakan suatu pengujian mengenai bukti
atas suatu pernyataan atau pengungkapan informasi keuangan untuk menentukan
keterkaitannya dengan ukuran-ukuran standar yang memadai untuk kebutuhan pembuktian
di pengadilan. Audit forensik lebih menekankan proses pencarian bukti serta penilaian
kesesuaian bukti atau temuan audit tersebut dengan ukuran pembuktian yang dibutuhkan
untuk proses persidangan. Audit forensik merupakan perluasan dari penerapan prosedur
audit standar ke arah pengumpulan bukti untuk kebutuhan persidangan di pengadilan. Audit
ini meliputi prosedur-prosedur atau tahapan-tahapan tertentu yang dilakukan dengan maksud
untuk menghasilkan bukti. Teknik-teknik yang digunakan audit untuk mengidentifikasi dan
menggabungkan bukti-bukti guna membuktikan, seperti berapa lama fraudtelah dilakukan,
bagaimana cara melakukan fraud tersebut, berapa besar jumlahnya, dimana dilakukannya,
serta oleh siapa pelakunya (Purjono, 2012). Purjono (2012) juga menjelaskan auditor
forensik pertama kali harus mempertimbangkan apakah seorang auditor forensik memiliki
keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menerima pekerjaan tersebut karena audit
forensik memerlukan pengetahuan tentang investigasi frauddan pengetahuan tentang hukum
secara luas dan mendalam. Tahap perencanaan merupakan tahap kedua setelah penerimaan
tugas. Tahap ini mengidentifikasi jenis fraud yang terjadi, seberapa lama fraud yang
berlangsung, siapa pelaku dan kuantifikasi kerugian financial yang diderita klien. Auditor
mempertimbangkan cara terbaik mendapatkan bukti dan memberikan saran untuk
pencegahan terjadinya fraud tersebut.
Auditor forensik adalah orang yang menggunakan ilmu akuntansi forensik dengan
pertimbangan bahwa tidak semua penggunanya adalah orang akuntansi (Tias, 2012). Oleh
sebab itu, akuntansi forensik sering disebut sebagai audit forensik. Profesi akuntan forensik
telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) pasal 179 ayat (1)
menyatakan ”setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Audit
forensik merupakan sebuah kegiatan sistematis dan terukur untuk mengungkap kecurangan
sejak diketahui atau diindikasinya sebuah peristiwa atau kejadian atau transaksi yang dapat
memberikan cukup keyakinan serta dapat digunakan sebagai bukti yang memenuhi
pemastian suatu kebenaran dalam menjelaskan kejadian yang telah diasumsikan sebelumnya
dalam rangka mencapai keadilan (Pusdiklatwas, 2008). Audit forensik dilakukan sebagai
tindakan represif untuk menangani fraudyang terjadi.
Menurut (Sayidah, 2021 ; Arianto, 2021); Anriani, 2018) dan (Achyarsyah & Rani,
2018) tujuan audit investigasi adalah untuk mengidentifikasi dan mengungkap penipuan atau
kejahatan dengan menggunakan pendekatan, prosedur, atau teknik yang biasanya digunakan
dalam penyelidikan atau penyelidikan kejahatan. Audit investigatif menggunakan unsur-
unsur seperti penyidik yang harus memahami akuntansi untuk menghitung kerugian
keuangan negara, pemeriksaan hambatan kelancaran pembangunan, pemeriksaan eskalasi,
dan pemeriksaan tagihan.