Anda di halaman 1dari 15

Nama kelompok :

1. Yohana Franssiska 0120101107


2. Jessica Wulan Mutiarana 0120101128

TUGAS RESUME 1 – Kelas L

AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESITIGATIF

FRAUD

Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2016), fraud adalah perbuatan-
perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu
(manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) yang dilakukan orang-orang
dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok baik
secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mengklasifikasikan kecurangan


(fraud) ke dalam tiga bentuk berdasarkan perbuatan, yaitu :

1. Penyalahgunaan Aset

Secara global fraud paling banyak adalah asset misappropriation, yang mudahnya dapat


didefinisikan sebagai penyalahgunaan atau pencurian aset atau harta perusahaan oleh pihak lain
yang tidak berhak. Dibanding fraud lain, ini adalah penyelewengan yang paling mudah dideteksi
karena aset itu sendiri sifatnya tangible atau mudah dihitung atau diukur.

2. Pernyataan Palsu

Fraud adalah juga kerap terkait dengan laporan atau kondisi keuangan sebuah perusahaan. Ketika
pejabat atau eksekutif–atau bahkan elite pemerintah–merekayasa keuangan instansi, maka
mereka sebenarnya telah melakukan fraud. Fraud ini disebut dengan pernyataan palsu
atau fraudulent statement. Tentu fraud yang satu ini lebih sulit dideteksi. Perlu seorang ahli untuk
mengetahui apakah laporan keuangan, misalnya, telah sesuai dengan kenyataan atau tidak.
3. Korupsi

Jika secara global mayoritas fraud adalah penyalahgunaan aset, maka di Indonesia itu adalah
korupsi, juga masih dikutip dari temuan ACFE 2018. Karena itu kita akan membahasnya sedikit
lebih panjang. Tindakan atau contoh yang termasuk korupsi di sini termasuk penyalahgunaan
wewenang dan konflik kepentingan, penyuapan, penerimaan tidak sah atau ilegal, dan pemerasan
secara ekonomi.

Menurut artikel yang terbit di European Journal of Business Management (Vol. 7, No.


28, 2015), dari sekian banyak teori yang menjelaskan penyebab fraud, salah satu yang paling
sering dikutip adalah Fraud Triangle Theory (FTT), dibuat oleh kriminolog bernama Donald R.
Cressey pada 1950. Menurutnya, tiga penyebab fraud adalah sebagai berikut: 

1. Pressure

Penyebab pertama adalah pressure atau tekanan. Seseorang melakukan penipuan karena tekanan


dari banyak hal. Cressey menyatakan sebagian besar tekanan terkait dengan keuangan. Jadi
pelaku mengalami masalah keuangan dan dia merasa dengan melakukan fraud dapat
mengeluarkannya dari situasi tersebut. 

2. Opportunity

Sebab kedua fraud adalah adanya kesempatan atau opportunity. Maksudnya sama persis dengan


perkataan Bang Napi yang populer belasan tahun lalu: Kejahatan itu terjadi bukan hanya karena
ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Kesempatan sendiri muncul karena
lemahnya sistem pengendalian atau pengawasan dalam perusahaan itu sendiri. 

3. Rationalization

Rasionalisasi mengacu pada pembenaran pelaku bahwa mereka tidak sedang melakukan tindakan
kriminal. Beberapa contoh rasionalisasi dari fraud adalah  pernyataan-pernyataan seperti ini:
“Saya hanya meminjam uang bukan mencurinya,” “Saya berhak atas uang ini,” atau “Upah saya
rendah dan perusahaan tidak akan rugi jika saya mengambil sebagian kecil uang perusahaan.” 

Fraud Triangle Theory ini kemudian disempurnakan dengan teori baru bernama Fraud Diamond.
Satu faktor lain yang ditambahkan sebagai penyebab fraud adalah kemampuan atau capability. 
Hal ini disebabkan karena faktanya banyak fraud–terutama yang bernominal besar–hanya dapat
dilakukan oleh orang yang punya kemampuan atau posisi khusus dalam perusahaan. Sebagai
contoh: sulit membayangkan seorang OB, misalnya, untuk melakukan manipulasi laporan
keuangan. 

Adanya tindakan fraud dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang meliputi 3 aspek
penting di bawah ini.

1. Kerugian Dari Sisi Reputasi

Fraud mengakibatkan kerugian dari sisi reputasi yang mana kerugian ini lebih besar ketimbang
adanya kerugian dari segi finansial. Alhasil, reputasi yang susah payah dibangun akan terancam
rusak akibat hilangnya kepercayaan dari konsumen maupun masyarakat.

2. Kerugian Finansial

Selain dari sisi reputasi, fraud turut merugikan pihak perusahaan dari segi finansial yang
berpengaruh pada keuntungan atau profit yang didapat. Pasalnya, kepercayaan yang dimiliki oleh
masyarakat akan hilang begitu saja, sehingga sulit untuk mencapai target penjualan.

3. Akibat Sosial

Sanksi sosial dapat muncul akibat terjadinya fraud. Salah satunya yakni penggunaan uang yang
didapat oleh fraudster (pelaku fraud) untuk melakukan tindakan kriminal atau terorisme. Sanksi
lainnya yakni berupa hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu lembaga atau
perusahaan.

Karena fraud  adalah situasi yang mungkin terjadi karena ada niat dan kesempatan, maka cara
mencegahnya tidak lain adalah dengan memperkuat sistem kontrol. Beberapa yang bisa
dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Membuat metode hotline atau whistleblower. Jadi pihak yang mengetahui atau curiga ada
penipuan dapat melaporkan. Data dirinya wajib untuk dilindungi

2. Pemantauan secara proaktif

3. Membuat departemen audit internal. Audit atau pemeriksaan juga bisa saja dilakukan
mendadak (di dunia PNS dikenal dengan “sidak” atau “inspeksi mendadak”)
4. Audit eksternal atas laporan keuangan 

5. Membuat kode etik organisasi

6. Merotasi pegawai

7. Menyelenggarakan pelatihan anti-fraud kepada manajemen dan karyawan

AUDIT FRAUD

Fraud Auditing merupakan proses audit yang memfokuskan pada keanehan/keganjilan (sesuatu
yang tampaknya di luar kebiasaan kemudian menlusuri dan mendalami transaksi untuk
merekonstruksi bagaimana terjadinya dan apa akibat yang ditimbulkannya). Dalam Fraud audit,
proses pengumpulan bukti audit lebih fokus pada apakah fraud memang tejadi, dan jika terjadi,
maka audit mengarah pada pengumpulan bukti untuk mengetahui dan membuktikan siapa
pelakunya (pejabat yang terlibat), bagaimana fraud itu terjadi (modus operandinya), dimana
tempat terjadinya fraud tersebut, kapan waktu terjadinya, hukum apa yang dilanggar, berapa
kerugian yang diakibatkannya, siapa yang dirugikan dan diuntungkan, serta hal lain yang
berkaitan dengan bukti investigasi.

Penentuan risiko salah saji laporan keuangan mengharuskan auditor memahami


karakteristik kekeliruan dan kerumitan terkait, kemudian merancang prosedur audit yang cocok,
serta mengevaluasi hasilnya. Karakteristik kekeliruan dan ketidakberesan dimaksud sebagai
berikut.

1. Materialitas, yaitu dampak suatu kesalahan/kekeliruan secara individual atau secara


keseluruhan cukup penting sehihngga menyebabkan pengambilan keputusan menjadi keliru/salah
atau laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar.

2. Tingkat keterlibatan karyawan atau manajemen.atas suatu pekerjaan. Hal itu berkaitan dengan
keharusan adanya proses cek dan recek atas pelaksanaan suatu pekerjaan. Seorang karyawan
tidak boleh melakukan pekerjaan dari A sampai Z tanpa ada petugas lain atau atasan yang
mengecekan hasil pekerjaannya.
3. Penyembunyian. Meliputi manipulasi catatan akuntansi atau merekayasa dokumen pendukung
untuk menutupi suatu kenyataan bahwa catatan akuntansi tidak sesuai dengan fakta dan keadaan
yang melandasinya.

4. Struktur pengendalian. Tidak adanya prosedur pengendalian atau adanya usaha dari
manajemen untuk menghindari prosedur pengendalian yang berlaku.

5. Dampak terhadap laporan keuangan.

Peran penting fraud auditor meliputi preventing fraud (mencegah fraud), detecting
(mendeteksi fraud), dan investigating fraud (melakukan investigasi fraud). Dalam
perkembangannya, investigasi akan mengarah pada profesi tersendiri, yaitu akuntan forensik.
Akuntan forensik membutuhkan kombinasi keahlian seorang auditor terlatih dan penyelidik
kriminal. Selain itu, akuntan forensik juga harus memiliki sifat berikut.

a. Sifat waspada dan skeptis dalam arti kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap setiap hal yang
menunjukkan kemungkinan adanya fraud.

b. Kemauan yang keras untuk mencari kebenaran dan bukti pendukungnya.

c. Rasa ingin tahu dan suka tantangan pada hal yang tidak lazim, bertentangan dengan logika,
dan apa yang diharapkan secara wajar.

Untuk menjadi akuntan forensik, seorang fraud auditor setidak-tidaknya harus menguasai
hal berikut.

a. Kemampuan untuk mengidentifikasikan masalah (isu) keuangan, misalnya money laundring,


transfer pricing, pembukaan perusahaan fiktif di luar negeri, pemindahan dana antar rekening
bank.

b. Memiliki pengetahuan mengenai teknik investigasi dari yang paling dasar sampai yang rumit.

c. Memiliki pengetahuan tentang bukti, mencakup pula untuk kepentingan pengadilan


(sebagaimana diatur dalam KUHAP/Hukum Acara Pidana).

d. Mampu menginterprestasikan informasi keuangan dalam arti informasi keuangan merupakan


kunci untuk mengarah pada investigasi dan bukti yang diperlukan.
e. Mampu menginterprestasikan temuan, yaitu bila proses investigasi telah selesai, akuntan
forensic dituntut untuk mampu mengungkap temuan (finding) dengan jelas, akurat, dan
menyakinkan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas seorang fraud auditor yang efektif, antara lain
harus mampu melakukan hal berikut.

1. Menilai kekuatan dan kelemahan sistem pengendalian intern.

2. Mengidentifikasikan potensi kecurangan dari kelemahan sistem pengendalian intern dan


potensi kecurangan akibat kerentanan/kerawanan kelompok transaksi atau aktivitas organisasi
auditan.

3. Mengindentifikasikan hal yang menimbulkan tanda tanya dan transaksi istimewa.

4. Memahami praktek, prosedur, dan kebijakan manajemen.

5. Dapat menghitung dan menetapkan besarnya kerugian, dan menyusun laporan atas kerugian
karena fraud untuk kepentingan atau tujuan penyidikan, penuntutan di pengadilan, atau
kepentingan lain (misalnya untuk klaim asuransi).

6. Mengikuti arus dokumen yang mendukung transaksi dan dokumen pendukung untuk transaksi
yang dipertanyakan.

7. Me-review dokumen yang sifatnya aneh.

Pendekatan dalam rangka investigasi fraud mencakup hal berikut.

a. Analisis data dan bukti.

b. Menyusun hipotesis.

c. Menguji hipotesis dengan bukti lanjutan.

d. Menyaring dan memperbaiki hipotesis.

Beberapa langkah yang perlu ditempuh untuk menguji fraud, antara lain sebagai berikut.

a. Penguji dokumen.

b. Saksi netral dari pihak ketiga.


c. Siapa saja yang berkomplot.

d. Tujuan pengungkap fraud.

Langkah penting yang perlu dilakukan auditor untuk mengetahui ada tidaknya fraud
dengan jalan mendeteksi dapat digunakan beberapa teknik antara lain sebagai berikut.

a. Teknik mendeteksi melalui audit catatan akuntansi yang mengarah pada gejala atau
kemungkinan terjadinya fraud (Critical Point Auditing). Critical Point Auditing dengan hal
berikut.

 Analisis trend, yaitu pola kecenderungan (konjungtur) yang terjadi dari satu periode ke
periode berikutnya..
 Pengujian khusus, yaitu pengujiaan terhadap kegiatan yang memiliki risiko tinggi
terhadap kecurangan.

b. Teknik mendeteksi dengan analisis kepekaan pekerjaan dengan memandang pelaku potensial
(Job Sensitivity Analysis). Job Sensitivity Analysis dengan hal berikut.

 Identifikasi semua posisi pekerjaan yang rawan tehadap kecurangan (metode


pendekatan).
 Identifikasi tingkat pengendalian yang dilakukan manajer. Kecurangan akan mudah
dilakukan kalau manajer lengah atau sibuk dengan tanggung jawab lain. Dan
mengabaikan tanggung jawabnya dalam melakukan pengendalian.
 Indentifikasi gejala (symptom) yang terjadi seperti adanya kekayaan pribadi yang tidak
dapat dijelaskan, pola hidup mewah, rasa tidak puas, egois, pengabaian instuksi, dan
ingin dianggap penting (karakter pribadi).
 Pengujian rinci apakah pengujian dan tindak lanjut perbaikan telah dilakukan pada
kesempatan pertama atas jenis pekerjaan yang berisiko tinggi.

Investigasi Fraud

Menurut ilmu kriminalistik, investigasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan
ketentutan perundang-undangan yang berlaku untuk mendengarkan dan menanyai seseorang
tentang suatu kejadian/peristiwa tertentu yang bersangkutan dengan masalah fraud atau masalah
hukum. Ciri penting investigasi fraud yang berhubungan dengan tugas auditor untuk
mengungkap fraud adalah bahwa kegiatan itu selalu ditandai dengan kurangnya informasi actual
tentang terjadinya fraud berikut pelakunya. Tiga elemen yang dapat membantu untuk
mengungkap informasi tersebut sebagai berikut.

1. Tempat terjadi fraud.

Investigator memeriksa dan menginterprestasikan adanya/terjadinya fraud sehingga dapat


menyimpulkan dan merekonstruksikan (dalam benaknya) suatu gambaran tentang jalannya
peristiwa.

2. Kemampuan auditor dalam merekonstruksi terjadinya fraud.

Diperlukan pengetahuan/pengalaman bagi investigator untuk menemukan kekurangan informasi.


Investigator yang berpengalaman akan dapat melihat indikasi mengenai adanya

fraud yang pada gilirannya dapat menunjukkan perbuatan dan motivasi pelaku fraud.

3. Pengetahuan dari orang yang mengetahui peristiwa fraud.

Informasi dari orang/pihak yang mengetahui/menyaksikan terjadinya fraud sangat penting untuk
menguji kebenaran fakta yang ada.

AKUNTANSI FORENSIK

Karni (2000) dalam Firmansyah (2012) menyatakan bahwa istilah akuntansi forensik
sudah mulai diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1988 dalam majalah Akuntansi Nomor 10
tahun 1988, yakni: Sesungguhnya, Akuntan Forensik tidak berbeda dengan akuntan publik yang
ada, hanya pada akuntan publik, mereka bertujuan memberikan pendapat atas laporan keuangan
yang diperiksa dan kadang kala juga menemukan adanya kecurangan, sedangkan akuntan
forensik memang bertujuan menyelidiki kemungkinan adanya kecurangan, terutama terhadap
perusahaan-perusahaan yang mau mati secara misterius (tidak wajar).

Menurut Crumbley (dikutip oleh Tuanakotta 2010) mengatakan bahwa “Akuntansi


forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang
dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses
peninjauan judicial atau administratif”.
Bologna dan Lindquist (1995) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai aplikasi
kecakapan finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan,
yang dijalankan di dalam konteks rules of evidence. Sedangkan Hopwood et al. (2008) lebih jauh
mendefinisikan akuntansi forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang
bertujuan untuk memecahkan masalahmasalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum.

Akuntansi Forensik secara garis besar meliputi penerapan disiplin ilmu khususnya
akuntansi yang didasarkan pada keterampilan-keterampilan dalam menginvestigasi dan
menganalisis yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah di bidang keuangan baik di dalam
atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun swasta. Dimana akuntansi forensik digunakan
ketika bukti-bukti adanya kecurangan sudah ada dan terkumpul untuk ditelusuri lebih lanjut.
Oleh karena itu akuntansi forensik tidak berkaitan dengan akuntansi yang sesuai dengan
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) atau Standar Akuntani Keuangan (SAK),
melainkan apa yang menurut hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Akuntansi forensik menggunakan metode akuntansi dan investigasi untuk mengevaluasi


potensi kejahatan keuangan. Akuntan forensik mengkhususkan diri dalam menelusuri dana,
mengungkap aset, dan menjelaskan situasi keuangan. Akuntansi forensik digunakan dalam
berbagai keadaan, termasuk kasus pengadilan, investigasi kriminal, penggelapan dan penipuan
asuransi.

Untuk menjadi seorang Akuntan Forensik harus memerhatikan hal berikut :

- Memiliki pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat.


- Pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour).
- Pengetahuan tentang asspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive,
pressure, attitudes,rationalization, opportunities).
- Pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti
hukum).
- Pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi (profiling).
- Pemahaman terhadap pengendalian internal.
- Kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).
Association of CertifiedFraud Examiners mengelompokkan fraud dalam tiga kelompok yaitu
corruption (korupsi), assetmisappropriation (penjarahan aset), dan fraudulent financial
statement (laporan keuangan yang dengan sengaja dibuat menyesatkan). Dalam hal ini, akuntan
forensik menjadi spesialis yang lebih khusus lagi daripada akutan pada umumnya yang
berspesialisasi dalam auditing. Ia menjadi fraud auditor atau fraudexaminer yang memiliki
spesialisasi dalam bidang fraud.

Ada berbagai jenis dalam ruang lingkup akuntansi forensik dan biasanya dikelompokkan
berdasarkan jenis proses hukum. Berikut beberapa contoh pada umumnya:

- Penghindaran atau Penipuan Pajak

Beberapa individu dan bisnis mengklaim informasi palsu tentang situasi keuangan mereka untuk
menghindari pembayaran pajak. Akuntan forensik melacak pendapatan untuk menentukan sejauh
mana penipuan pajak yang dilakukan. Akuntan forensik juga dapat menggunakan data untuk
membuktikan bahwa perusahaan tertuduh tidak melakukan penipuan pajak.

- Penipuan Sekuritas

Ketika pialang saham atau organisasi membuat klaim palsu tentang informasi yang digunakan
investor untuk membuat keputusan, mereka melakukan penipuan sekuritas. Akuntan forensik
bekerja untuk membantu investor menghindari penipuan ini dan mengungkap perusahaan yang
terlibat dalam penipuan sekuritas.

- Pencucian Uang

Pencucian uang mempersulit akuntan forensik untuk melacak uang ilegaL. Keterampilan analitis
dan akuntansi yang kuat diperlukan bagi akuntan forensik untuk menyelesaikan kejahatan ini
dan menemukan sumber asli dana.

- Perselisihan Keluarga dan Perkawinan

Penipuan juga bisa terjadi dalam keluarga dan pernikahan. Apakah menyembunyikan uang atau
menggunakan hubungan untuk mencuri dana, akuntan forensik membantu menyelesaikan situasi
ini. Meskipun kejahatan ini biasanya terjadi dalam skala yang lebih kecil daripada skandal
dengan perusahaan yang lebih besar, perselisihan keluarga dan perkawinan masih bisa sangat
merusak.
- Kerugian Ekonomi Bisnis dan Kebangkrutan

Ketika sebuah bisnis mengalami kerugian ekonomi yang parah atau menghadapi kebangkrutan,
akuntan forensik dapat memainkan peran berharga dalam proses pemulihan. Terkadang akuntan
forensik menemukan bukti penipuan yang dapat membantu bisnis mendapatkan kembali
pijakannya.

- Aset Tersembunyi atau Disalahgunakan

Aset yang disalahgunakan mungkin tampak sebagai penggelapan, penipuan, atau pencurian.
Individu atau bisnis juga dapat menyembunyikan aset mereka, dengan sengaja meninggalkannya
dari neraca agar tidak dimiliki oleh individu atau entitas lain. Akuntan keuangan bekerja untuk
mengungkap ketidaksesuaian ini dan membuat orang dan perusahaan bertanggung jawab atas
keuangan mereka.

- Klaim Asuransi

Klaim asuransi palsu adalah cara umum bagi individu untuk mendapatkan keuntungan dari
kebohongan yang melibatkan perlindungan atas aset mereka. Contohnya termasuk klaim palsu
seperti pencurian atau kebakaran rumah. Akuntan forensik dengan hati-hati melihat fakta seputar
klaim ini untuk menentukan validitasnya.

Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation).


Disamping itu, ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan
(non itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara
dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak
pemutusan / pelanggaran kontrak.Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa
penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jasa
Penyelidikan mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana
mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan
penipuan, dan misinterpretasi. Jasa litigasi merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa
penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi,
seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani
pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit
dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.
Dalam prosesnya, akuntan forensik tentu memiliki beberapa tahapan tertentu. Secara umum
terdapat 6 tahapan. Berikut uraian masing-masing

1. Identifikasi Masalah

Pada tahap ini, seorang auditor forensik akan melakukan pemahaman awal. Dari kasus apa yang
sedang diungkapkan. Melakukan pemahaman awal ini bertujuan supaya mempertajam analisa
serta spesifikasi ruang lingkup. Dengan begitu, proses audit bisa dilakukan tepat sasaran.

2. Pembicaraan Dengan Klien

Pembicaraan atau wawancara dengan klien ini merupakan tahapan terpenting dalam proses
akuntansi forensik. Dalam tahap ini akuntan akan melakukan wawancara dengan klien. Terkait
kriteria, lingkup, limitasi, jangka waktu, serta metodologi audit.

3. Pemeriksaan Pendahuluan

Tahap di mana auditor akan mulai mengumpulkan data awal serta melakukan analisa. Hingga
didapatkan hasil dalam matriks 4W+1H. Jika matriks ini sudah dikantongi, maka akan
diputuskan untuk melanjutkan investigasi atau tidak.

4. Pengembangan Rencana Pemeriksaan

Dalam tahap ini, auditor akan melakukan penyusunan beberapa hal. Mulai dari dokumentasi
kasus yang dihadapi, prosedur pelaksanaan dan tujuan audit, serta apa saja tugas individu dalam
tim. Setelah rapi disusun akan menghasilkan sebuah temuan. Temuan ini lah yang pada akhirnya
akan dikomunikasikan oleh para tim audit dan klien.

5. Pemeriksaan Lanjutan

Merupakan tahapan dimana auditor mulai mengumpulkan bukti. Pada tahapan ini, sebenarnya
proses audit sudah mulai berjalan. Para auditor sudah mulai melakukan beragam tekniknya untuk
mencari kebenaran adanya fraud serta pelakunya.

6. Penyusunan Laporan
Terakhir adalah proses penyusunan laporan. Tahap ini auditor akan mengeluarkan semacam
laporan yaitu laporan audit forensik. Ada beberapa poin yang harus dituliskan di dalam laporan
ini yaitu

- Kondisi, yaitu apa saja hal-hal yang benar-benar terjadi di lapangan.


- Kriteria, yang merupakan apa saja standar yang digunakan saat melaksanakan
kegiatan.
- Simpulan, menjelaskan tentang keseluruhan inti dari proses audit.

 Keahlian Akuntansi Forensik


James (2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian akuntansi forensic
yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak Akademisi akuntansi,
Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik yaitu:
1. Analisis deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam
laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar.
2. Pemikiran yang kritis : kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta
3. Pemecahan masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan
terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan
yang tidak terstruktur.
4. Fleksibilitas penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar
ketentuan/prosedur yang berlaku.
5. Keahlian analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang
seharusnya tersedia)  bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).
6. Komunikasi lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui
kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini.
7.  Komunikasi tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan
melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini.
8.  Pengetahuan tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses hokum
dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).
9. Composure: kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam
situasi tertekan.
Menurut Widiana Winawati, direktur PwC, seorang akuntan forensik harus memiliki
multitalenta. Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan sebagai gabungan
antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya. Selain itu, seorang akuntan
forensik harus memiliki sejumlah sifat dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia
pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri,
serta yang paling penting adalah jujur.
Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat.
Kalau akuntan internal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik
adalah seorang detektif. Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan
menjaga kelancaran arus keuangan perusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas
patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan rutin atas area berdasarkan pengalaman
mereka sebelumnya. Akuntan forensik melakukan inspeks dan pengecekan yang lebih
terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli.

AUDIT FORENSIK
Menurut Keris (2012) dalam Fatimah (2014) Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu
audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi
dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan dimuka hukum
ataupun pengadilan. Menurut Charterji (2009) dalam Purjono (2012) Audit Forensik
(forensic auditing) dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu
keadaan yang memiliki konsekuensi hukum.
Menurut Wiratmaja (2010) audit forensik merupakan suatu pengujian mengenai bukti
atas suatu pernyataan atau pengungkapan informasi keuangan untuk menentukan
keterkaitannya dengan ukuran-ukuran standar yang memadai untuk kebutuhan pembuktian
di pengadilan. Audit forensik lebih menekankan proses pencarian bukti serta penilaian
kesesuaian bukti atau temuan audit tersebut dengan ukuran pembuktian yang dibutuhkan
untuk proses persidangan. Audit forensik merupakan perluasan dari penerapan prosedur
audit standar ke arah pengumpulan bukti untuk kebutuhan persidangan di pengadilan. Audit
ini meliputi prosedur-prosedur atau tahapan-tahapan tertentu yang dilakukan dengan maksud
untuk menghasilkan bukti. Teknik-teknik yang digunakan audit untuk mengidentifikasi dan
menggabungkan bukti-bukti guna membuktikan, seperti berapa lama fraudtelah dilakukan,
bagaimana cara melakukan fraud tersebut, berapa besar jumlahnya, dimana dilakukannya,
serta oleh siapa pelakunya (Purjono, 2012). Purjono (2012) juga menjelaskan auditor
forensik pertama kali harus mempertimbangkan apakah seorang auditor forensik memiliki
keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menerima pekerjaan tersebut karena audit
forensik memerlukan pengetahuan tentang investigasi frauddan pengetahuan tentang hukum
secara luas dan mendalam. Tahap perencanaan merupakan tahap kedua setelah penerimaan
tugas. Tahap ini mengidentifikasi jenis fraud yang terjadi, seberapa lama fraud yang
berlangsung, siapa pelaku dan kuantifikasi kerugian financial yang diderita klien. Auditor
mempertimbangkan cara terbaik mendapatkan bukti dan memberikan saran untuk
pencegahan terjadinya fraud tersebut.
Auditor forensik adalah orang yang menggunakan ilmu akuntansi forensik dengan
pertimbangan bahwa tidak semua penggunanya adalah orang akuntansi (Tias, 2012). Oleh
sebab itu, akuntansi forensik sering disebut sebagai audit forensik. Profesi akuntan forensik
telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) pasal 179 ayat (1)
menyatakan ”setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Audit
forensik merupakan sebuah kegiatan sistematis dan terukur untuk mengungkap kecurangan
sejak diketahui atau diindikasinya sebuah peristiwa atau kejadian atau transaksi yang dapat
memberikan cukup keyakinan serta dapat digunakan sebagai bukti yang memenuhi
pemastian suatu kebenaran dalam menjelaskan kejadian yang telah diasumsikan sebelumnya
dalam rangka mencapai keadilan (Pusdiklatwas, 2008). Audit forensik dilakukan sebagai
tindakan represif untuk menangani fraudyang terjadi.
Menurut (Sayidah, 2021 ; Arianto, 2021); Anriani, 2018) dan (Achyarsyah & Rani,
2018) tujuan audit investigasi adalah untuk mengidentifikasi dan mengungkap penipuan atau
kejahatan dengan menggunakan pendekatan, prosedur, atau teknik yang biasanya digunakan
dalam penyelidikan atau penyelidikan kejahatan. Audit investigatif menggunakan unsur-
unsur seperti penyidik yang harus memahami akuntansi untuk menghitung kerugian
keuangan negara, pemeriksaan hambatan kelancaran pembangunan, pemeriksaan eskalasi,
dan pemeriksaan tagihan.

Anda mungkin juga menyukai