Anda di halaman 1dari 4

NAMA : MUHAMMAD ALIF

NIM : C30122068
KELAS : AK 2
PERTEMUAN 14 : Fraud Auditing
Fraud atau kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau lebih
dalam manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, karyawan, dan pihak
ketiga yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh satu keuntungan secara
tidak adil atau melanggar hukum (IAPI, 2013).
JENIS-JENIS FRAUD
1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation)
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta
perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi
karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement)
Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau
eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan
yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam
penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat
dianalogikan dengan istilah window dressing.
3. Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama
dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang
terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan
masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya
masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para
pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk
didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of
interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities),
dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).
PENDORONG TERJADINYA FRAUD
Berikut factor-faktor yang dapat meenyebabkan terjadinya fraud
1. Kegagalan Disiplin untuk Pelaku Penipuan
Pelaku penipuan biasanya orang yang dihormati dalam pekerjaan mereka,
Masyarakat, gereja dan keluarga. Jika mereka mendapatkan sedikit sanksi atau
dihentikan, mereka jarang memberitahu keluarga mereka dan yang lain dari alasan
sebenarnya terhadap terminasi atau hukuman mereka. Di sisi lain, jika mereka
dituntut, mereka biasanya malu apabila keluarga, teman, dan rekan bisnis tahu tentang
pelanggaran yang mereka lakukan. Karena biaya dan waktu yang terlibat dalam
penuntutan, banyak organisasi hanya memecat karyawan yang tidak jujur, berharap
kasus penipuan ini selesai dengan sendirinya. Memang, kurangnya penuntutan dapat
memberi orang lain kesempatan untuk melakukan penipuan, bila dikombinasikan
dengan tekanan dan rasionalisasi, dapat mengakibatkan penipuan tambahan
dalam organisasi.
2. Kurangnya Akses Informasi
Banyak penipuan yang diizinkan untuk dilakukan karena korban tidak
memiliki akses ke informasi yang dimiliki oleh para pelaku. Hal ini terutama terjadi di
banyak penipuan manajemen besar yang telah dilakukan terhadap pemegang saham,
investor dan pemegang utang. Kebanyakan penipuan investasi dan penipuan
manajemen tergantung pada kemampuan untuk menahan informasi dari korban.
Individu dapat mencoba untuk melindungi diri terhadap penipuan tersebut dengan
menekankan pada pengungkapan penuh, termasuk laporan keuangan yang telah
diaudit, sejarah bisnis, dan informasi lain yang dapat mengungkapkan sifat penipuan
organisasi tersebut. Penipuan karyawan tertentu juga boleh dilakukan karena hanya
pelaku memiliki akses ke informasi. Informasi asimetris, di mana satu pihak memiliki
informasi lebih lanjut atau lebih baik dari pihak lain, memiliki dalam beberapa kasus
menyebabkan tuntutan hukum.
3. Ketidaktahuan, Apatis, dan Ketidakmampuan
Orang tua, orang dengan kesulitan bahasa, dan lainnya" rentan menjadi korban
penipuan karena pelaku tahu bahwa orang tersebut mungkin tidak memiliki kapasitas
atau pengetahuan untuk mendeteksi tindakan ilegal mereka. Banyak penipuan
memangsa korban lansia atau tidak berpendidikan
4. Kurangnya Trail Audit
Organisasi berusaha keras untuk membuat dokumen yang akan memberikan
jejak audit sehingga transaksi dapat direkonstruksi dan dipahami. Banyak penipuan,
bagaimanapun, melibatkan pembayaran tunai atau manipulasi record yang tidak dapat
diikuti. Pelaku penipuan pintar memahami bahwa penipuan mereka harus
disembunyikan. Mereka juga. tahu bahwa penyembunyian tersebut biasanya harus
melibatkan manipulasi catatan keuangan. Ketika dihadapkan dengan keputusan
tentang pencatatan keuangan untuk memanipulasi pelaku hampir selalu memanipulasi
laporan laba rugi, karena mereka memahami bahwa jejak audit cepat akan terhapus.
MENGUKUR RESIKO FRAUD
Tidak ada instansi yang akan mampu membangun suatu program dan pengendalian
untuk meminimalkan fraud dan risiko reputasi tanpa mampu mengidentifikasi risiko yang
harus diatasi atau diminimalkan. Namun demikian jarang sekali instansi yang telah memiliki
gugus tugas (task force) untuk menilai risiko fraud dan risiko reputasi. Penilaian risiko fraud
dan reputasi merupakan tonggak penting dalam program anti-fraud untuk mengantisipasi
(bukan sekedar bereaksi atas) terjadinya fraud dan penyalahgunaan wewenang.
MEKANISME PENJEGAHAN FRAUD
Mengorganisasikan penilaian risiko fraud. Melaksanakan penilaian risiko fraud secara
komprehensif merupakan kontribusi penting yang dapat dilakukan oleh internal audit.
Penilaian risiko fraud yang efektif akan dapat mengidentifikasi risiko-risiko yang tidak
terdeteksi dan memperkuat kemampuan organisasi dalam mencegah dan mendeteksi fraud
serta penyalahgunaan sebelum menjadi skandal bagi instansi. Selain itu penilaian risiko fraud
dapat mengidentifikasi penghematan biaya yang timbul dibandingkan dengan biaya penilaian
secara langsung. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penilaian risiko fraud mencakup:
1. Mengorganisasikan penilaian risiko berdasarkan siklus tugas pokok dan fungsi
instansi atau siklus kemungkinan terjadinya fraud.
Internal audit dapat meng-integrasikan proses penilaian risiko fraud mencakup
siklus tupoksi normal yang telah ada di dalam organisasi atau menetapkan siklus-
siklus yang mengandung titik lemah terjadinya fraud secara terpisah. Meng-
organisasikan siklus tupoksi yang sudah ada dapat membantu memahami
persoalan secara lebih sederhana. Sebagai contoh, jika internal audit melakukan
suatu penilaian terhadap siklus pendapatan atau penerimaan PAD, maka pada
tahap ini ruang lingkup pada penilaian atas siklus pendapatan/PAD dapat diperluas
terhadap adanya risiko fraud berkaitan dengan titik lemah potensi fraud pada
mekanisme penetapan tarif dan penyetoran pendapatan yang seharusnya diterima.
2. Menetapkan unit dan lokasi untuk dinilai
Agar efektif, penilaian risiko fraud harus dilaksanakan di instansi secara
menyeluruh, pada setiap unit operasional yang ada, dan pada setiap unit
pertanggungjawaban yang dianggap penting. Penilaian risiko fraud juga perlu
dilaksanakan jika kondisi khusus terjadi, seperti ditemukannya fraud yang baru
terjadi, perubahan lingkungan operasi, dilaksanakannya proyek baru, dan/atau
adanya restrukturisasi instansi. Proses penilaian risiko fraud memerlukan
jangkauan yang lebih luas, karena tidak hanya menilai arti pentingnya pos-pos
pertanggungjawaban keuangan saja
3. Mengidentifikasi skema dan skenario potensi terjadinya fraud dan
penyalahgunaan wewenang.
Organisasi dapat rusak reputasinya atau dihancurkan melalui berbagai cara.
Langkah kritis dalam proses penilaian risiko fraud adalah mengidentifikasi “peta
komprehensif” potensi risiko – tanpa mengkaitkan dengan jumlah kemungkinan
terjadinya (yang akan dipertimbangkan kemudian). Internal audit harus
melaksanakan “skeptisme profesional” selama proses penilaian. Titik awal untuk
memulai bagi internal audit adalah menentukan skema dan skenario fraud apa
yang biasanya berdampak pada sektor kegiatan pelayanan instansi dan sorotan
masyarakat terhadap instansi. Dalam beberapa kejadian, instansi akan melihat
seberapa jauh internal audit memiliki kemampuan untuk membangun skema dan
skenario fraud kemudian mengungkapkannya. Oleh karena itu internal audit
diminta untuk memahami:
a. teknik-teknik yang digunakan terkait dengan skema fraud.
b. indikasi yang tampak untuk menentukan bagaimana skema tersebut terjadi.
c. pengendalian apa yang tersedia untuk mencegah dan mendeteksi skema, dan
d. bagaimana mendeteksi fraud selama pelaksanaan penugasan yang dilaksanakan
oleh internal audit.

Anda mungkin juga menyukai