Anda di halaman 1dari 19

AKUNTANSI FORENSIK DAN FRAUD EXAMINATION,

SIAPA PELAKU FRAUD


Oleh:
Dwi Dayanti, Haerul, Kholil, Nawangsari Putri
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya

I. SIAPA PELAKU FRAUD?

Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja, meskipun pelaku fraud adalah orang yang dapat
dipercaya. Kemungkinan besar suatu fraud terjadi ketika lingkungan pekerjaan integritasnya
lemah, pengendaliannya tidak kuat, kehilangan akuntabilitas, atau mendapat tekanan yang
besar, maka tidak dapat dipungkiri seseorang akan melakukan ketidakjujuran.
Pelaku kecurangan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu manajemen
dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan kecurangan biasanya untuk kepentingan
perusahaan, contoh kecurangan yang dilakukan oleh manajemen yaitu salah saji yang timbul
karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial
reporting). Sedangkan karyawan/pegawai melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan
individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from
misappropriation of assets).
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi
terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap
pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk
kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud),
misalnya berupa : manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau
dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan dalam
salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi,
kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan.
Kecurangan penyalahgunaan aktiva biasanya disebut kecurangan karyawan (employee
fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva
perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan
yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan
pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh
1
dari kecurangan karyawan (employee fraud) mengacuh pada Sawyers dalam “The Practice of
Modern Internal Audit” yang telah dialih bahasakan oleh Amin Widjaja, ada 40 bentuk
kecurangan karyawan, antara lain :
a) Pemalsuan cap stempel
b) Mencuri barang dagangan, peralatan, persediaan, dan barang-barang perlengkapan
lainnya
c) Mengambil sejumlah kecil uang kas dari mesin kasir
d) Tidak mencatat penjualan barang dan mengantongi uangnya
e) Menciptakan kelebihan dana kas dan register dengan melakukan kurang pencatatan
f) Pembebanan berlebihan pada akun-akun pengeluaran atau menggunakan uang muka
untuk kepentingan pribadi
g) Memutar penagihan atas rekening pelanggan
h) Membiayakan rekening pelanggan dan mencuri uangnya
i) Mengeluarkan kredit untuk klaim dan pengembalian oleh pelanggan palsu
j) Tidak memberikan setoran harian ke bank, atau menyetorkan sebagian dari uang saja

Mengacu pada Albrecht, dan Zimbelman (2009:10), berdasarkan pihak yang menjadi
korban, fraud dikelompokkan menjadi:
1. Fraud yang mengakibatkan perusahaan atau organisasi menjadi korban. Dalam kategori
ini, fraud dibagi kembali menjadi kelompok – kelompok yang lebih spesifik;
a. Penggelapan oleh karyawan – pelaku fraud merupakan anggota atau karyawan dari
perusahaan atau organisasi. Dalam fraud jenis ini, pelaku mengambil aset perusahaan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengambilan aset secara langsung
dilakukan dengan cara mengambil uang tunai, perlengkapan, peralatan serta aset – aset
lain perusahaan, sedangkan kecurangan secara tidak langsung dilakukan dengan
menerima sogokan atau komisi dari pihak ketiga.

b. Fraud yang melibatkan pemasok – pelaku fraud adalah pemasok dari suatu
perusahaan atau organisasi. Fraud ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang
dilakukan sendiri dan fraud yang melibatkan pihak lain. Pada fraud yang melibatkan
pihak lain, biasanya pelaku bekerja sama dengan bagian pembelian suatu perusahaan.

c. Fraud yang melibatkan pelanggan – pelaku fraud adalah pelanggan dari suatu
perusahaan atau organisasi. Pelanggan yang melakukan kecurangan biasanya tidak

2
membayar untuk barang yang dibeli, atau menipu perusahaan atau organisasi untuk
memberikan mereka (pelaku) barang yang tidak seharusnya mereka miliki.

2. Fraud yang dilakukan oleh manajemen – korban dari fraud jenis ini adalah pemegang
saham dan pemberi pinjaman dari suatu organisasi atau perusahaan. Fraud yang dilakukan
oleh manajemen juga sering disebut sebagai kecurangan pelaporan keuangan. Manajemen
melakukan fraud ini dengan memanipulasi laporan keuangan perusahaan.

3. Penipuan investasi dan penipuan pelanggan lainnya – korban dalam fraud jenis ini adalah
pihak – pihak yang kurang berhati – hati atau kurang pengetahuan. Para pelaku fraud jenis
ini umumnya menjual investasi palsu ke korban.

4. Kecurangan lain – lain – korban dari fraud jenis ini tidak memiliki batasan golongan.

II. Faktor Pendorong Melakukan Korupsi/Kecurangan


Bologna dan Lindquist dalam Fraud Auditing and Forensic Accounting (New York:
John Wiley & Sons, 1995) menyatakan : "Some people are honest all the time, some people
(fewer than the honest ones) are dishonest all the time, most people are honest all the time,
and some people are honest most of the time". Artinya : "Sejumlah orang jujur untuk setiap saat,
sejumlah orang tidak jujur setiap saat, sebagian besar orang jujur setiap saat, dan sejumlah
orang jujur hampir setiap saat".
Berdasarkan pendapat diatas dapat dibuat suatu generalisasi tentang perilaku manusia
secara umum, yaitu :
1. Sejumlah orang jujur untuk setiap saat (Some people are honest all the time),
2. Sejumlah orang tidak jujur untuk setiap saat (some people are dishonest all the time),
3. Sebagian besar orang jujur untuk setiap saat (most people are honest all the time),
4. dan sejumlah orang jujur hampir setiap saat (and some people are honest most of the
time").
Meskipun terdapat banyak cara untuk melakukan kecurangan, secara umum terdapat
tiga unsur penting yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan, yaitu : (1) adanya
tekanan (perceived pressure), (2) adanya kesempatan (perceived opportunity), dan (3) berbagai
cara untuk merasionalisasi agar kecurangan dapat diterima (some way to rationalize the
fraud as acceptable). Ketiga unsure tersebut dikenal sebagai segitiga Fraud
Berikut faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya Fraud :
a. Kegagalan Disiplin untuk Pelaku Penipuan
Pelaku penipuan biasanya orang yang dihormati dalam pekerjaan mereka, masyarakat,
3
gereja, dan keluarga. Jika mereka mendapatkan sedikit sanksi atau dihentikan, mereka
jarang memberitahu keluarga mereka dan yang lain dari alasan sebenarnya terhadap
terminasi atau hukuman mereka. Di sisi lain, jika mereka dituntut, mereka biasanya malu
apabila keluarga, teman, dan rekan bisnis tahu tentang pelanggaran yang mereka lakukan .
Karena biaya dan waktu yang terlibat dalam penuntutan, banyak organisasi hanya
memecat karyawan yang tidak jujur, berharap kasus penipuan ini selesai dengan
sendirinya. Memang, kurangnya penuntutan dapat memberi orang lain kesempatan untuk
melakukan penipuan, bila dikombinasikan dengan tekanan dan rasionalisasi, dapat
mengakibatkan penipuan tambahan dalam organisasi.
b. Kurangnya Akses Informasi
Banyak penipuan yang diizinkan untuk dilakukan karena korban tidak memiliki akses ke
informasi yang dimiliki oleh para pelaku . Hal ini terutama terjadi di banyak penipuan
manajemen besar yang telah dilakukan terhadap pemegang saham , investor , dan
pemegang utang . Kebanyakan penipuan investasi dan penipuan manajemen tergantung
pada kemampuan untuk menahan informasi dari korban . Individu dapat mencoba untuk
melindungi diri terhadap penipuan tersebut dengan menekankan pada pengungkapan
penuh , termasuk laporan keuangan yang telah diaudit , sejarah bisnis , dan informasi lain
yang dapat mengungkapkan sifat penipuan organisasi tersebut. Penipuan karyawan
tertentu juga boleh dilakukan karena hanya pelaku memiliki akses ke informasi. Informasi
asimetris, di mana satu pihak memiliki informasi lebih lanjut atau lebih baik dari pihak
lain, memiliki dalam beberapa kasus menyebabkan tuntutan hukum .
c. Ketidaktahuan , Apatis , dan Ketidakmampuan
Orang tua, orang dengan kesulitan bahasa, dan lainnya " rentan menjadi korban penipuan
karena pelaku tahu bahwa orang tersebut mungkin tidak memiliki kapasitas atau
pengetahuan untuk mendeteksi tindakan ilegal mereka. Banyak penipuan memangsa
korban lansia atau tidak berpendidikan
d. Kurangnya Trail Audit
Organisasi berusaha keras untuk membuat dokumen yang akan memberikan jejak audit
sehingga transaksi dapat direkonstruksi dan dipahami. Banyak penipuan, bagaimanapun,
melibatkan pembayaran tunai atau manipulasi record yang tidak dapat diikuti. Pelaku
penipuan pintar memahami bahwa penipuan mereka harus disembunyikan . Mereka juga
tahu bahwa penyembunyian tersebut biasanya harus melibatkan manipulasi catatan
keuangan. Ketika dihadapkan dengan keputusan tentang pencatatan keuangan untuk

4
memanipulasi pelaku hampir selalu memanipulasi laporan laba rugi, karena mereka
memahami bahwa jejak audit cepat akan terhapus .

III. SEGITIGA FRAUD


Penelitian tradisional tentang kecurangan dilakukan pertama kali oleh Donald Cressey
pada tahun 1950 yang menimbulkan pertanyaan mengapa kecurangan dapat terjadi. Hasil dari
penelitian itu memunculkan faktor-faktor pemicu kecurangan yang saat ini dikenal dengan
“Fraud Triangle”.
Dalam penelitian tersebut Cressey memutuskan untuk mewawancarai pelaku
kecurangan yang menjadi tahanan atas tindakan kecurangan berupa penggelapan. Cressey
mewawancarai 200 pelaku penggelapan yang sedang menjalani masa tahanan. Satu dari tujuan
utama penelitian ini menyimpulkan bahwa setiap kecurangan yang dilakukan oleh para pelaku
memenuhi tiga faktor penting sebagai faktor pemicu
Secara umum fraud dapat terjadi apabila ada kesempatan (opportunity), tekanan
(pressure) atau insentif (incentive), dan rasionalisasi (rationalization). Tiga hal ini lebih
dikenal dengan segitiga fraud atau fraud triangle. Pressure (menunjukkan motivasi dan sebagai
“ unshareable need”), rationalization (personal ethics), Knowledge dan opportunity.

Gambar 2.1
Fraud Triangle

Dari dasar hasil penelitian yang dilakukan oleh Donald Cressey, memunculkan banyak
pendapat-pendapat lain yang kian beragam, diantaranya :
1. Ramos (2003) dikutip dari Rosyid, menggambarkan penyebab kecurangan dalam bentuk
segitiga (The fraud triangle), sebagai berikut :
5
a. Penyalahgunaan wewenang / jabatan (Occupational Frauds): kecurangan yang
dilakukan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi untuk
mendapatkan keuntungan pribadi.
b. Kecurangan organisatoris (Organisational Fraud): kecurangan yang dilakukan oleh
organisasi itu sendiri demi kepentingan / keuntungan organisasi itu.
c. skema kepercayaan (Confidence Schemes). Dalam kategori ini, pelaku membuat suatu
skema kecurangan dengan menyalahgunakan kepercayaan korban.
d. CKM dr Kurtiyono mengutip pendapat Riduan Simanjuntak mengatakan bahwa
terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang
dikenal dengan teori GONE, yaitu :
1) Greed (keserakahan)
2) Opportunity (kesempatan)
3) Need (keinginan)
4) Exposure (Pengungkapan)
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku
kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure
merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan fraud
(disebut juga faktor generik/umum).
Setiap pelaku kecurangan menghadapi berbagai macam tekanan (pressure). Tekanan
yang paling kuat adalah berkaitan dengan kebutuhan finansial, meskipun ia juga
menghadapi tekanan selain finansial (seperti frustasi ditempat kerja, kebutuhan untuk
melaporkan hasil yang lebih baik daripada kinerja yang sebenarnya, atau tantangan untuk
menyiasati sistem) juga merupakan faktor pendorong untuk melakukan kecurangan.
Pelaku kecurangan memerlukan suatu cara untuk membenarkan (merasionalisasi) atas
tindakan yang mereka lakukan agar dapat diterima. Pelaku merasionalisasikan
tindakannya dua alasan, yaitu : (1) ia tidak yakin bahwa apa yang telah ia lakukan adalah
melanggar hukum (ilegal), meskipun ia mengakui bahwa tindakan tersebut tidak etis, dan (2)
ia yakin bahwa ia akan mendapatkan uang pengganti dari sumber lain dan sehingga dapat
membayar kembali atas uang yang telah ia gelapkan.
Dalam benak pikirannya, ia hanya meminjam dan meskipun cara yang mereka
lakukan adalah tidak etis, ia akan membayar kembali utang tersebut. Setelah semua itu,
hampir semua orang akan ikut-ikutan melakukan hal serupa. Dalam hal terjadinya
kecurangan yang dilakukan oleh manajemen, sebagai contoh, tekanan (pressure) mungkin
kebutuhan untuk membuat bahwa laba perusahaan kelihatan lebih baik untuk mendapatkan
6
pinjaman yang lebih besar, kesempatan (opportunity) mungkin karena adanya kelemahan
komite audit, dan sebagainya.
Kecurangan menyerupai terjadinya api dalam berbagai cara. Agar terjadi suatu api,
diperlukan adanya tiga unsur. Ketika semua dari ketiga unsur tersebut datang bersamaan,
terjadilah apa yang disebut dengan api (Gambar 2.3). Para petugas pemadam kebakaran
mengetahui bahwa suatu api dapat dipadamkan dengan mengeliminasi salah satu dari tiga unsur
tersebut. Oksigen sering dieliminasi dengan menggunakan bahan kimia, atau disebabkan
letusan. Panas sangat lazim dieliminasi dengan dituangi air. Bahan bakar dihilangkan dengan
pemadam api atau dengan menutupi sumber bahan bakar.

Seperti halnya dengan unsur dalam segitiga api, tiga unsur dalam segitiga
kecurangan juga saling berinteraksi. Pada api, bahan bakar lebih mudah terbakar, oksigen tidak
mudah terbakar dan panas untuk membakarnya. Pada kasus terjadinya kecurangan, semakin
besar kesempatan yang dimiliki atau semakin kuat tekanan yang dihadapi, meskipun
rasionalisasi kurang, hal ini akan mendorong seseorang melakukan kecurangan. Demikian juga,
semakin tidak jujur seseorang, meskipun kesempatan dan/atau tekanan yang dimiliki sangat
terbatas, mereka akan termotivasi untuk melakukan kecurangan.
Seseorang yang berusaha untuk mencoba mencegah terjadinya kecurangan selalu bekerja
hanya berada pada salah satu dari ketiga unsur segitiga kecurangan, yaitu kesempatan. Para
investigator secara umum berkeyakinan bahwa kesempatan dapat dieliminasi dengan adanya
sistem pengendalian intern yang baik dan menjamin untuk dipatuhinya sistem pengendalian
intern tersebut. Jarang para investigator berfokus pada tekanan untuk melakukan
kecurangan atau rasionalisasi yang dimiliki oleh pelaku kecurangan.

III.1 Kesempatan (Oportunity)


Menurut Tuanakotta (2010) yang mengungkapkan bahwa dari penelitian Cressey, pelaku

7
kecurangan selalu memiliki pengetahuan dan kesempatan untuk melakukan tindakan tersebut
agar tindakan itu tidak dapat terdeteksi. Cressey berpendapat ada dua komponen dari peluang,
yaitu ;
1) General information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung
trust (kepercayaan), dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Pengetahuan ini diperoleh
pelaku dari apa yang ia dengar atau lihat, misalnya dari pengalaman orang lain yang
melakukan fraud dan tidak ketahuan atau tidak dihukum atau terkena sanksi.
2) Technical skill atau keahlian/keterampilan
3) Keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan tersebut. Ini
biasanya keahlian atau keterampilan yang dipunyai orang itu dan yang menyebabkan ia
mendapat kedudukan tersebut.
Selain itu, faktor yang menciptakan kesempatan adalah lemahnya pengendalian internal
(internal controls) yang telah ada pada perusahaan. Dalam bukunya ”Modern Auditing”
Boynton menyatakan mengenai Committee of Sponsoring Organizations (COSO) dan
mengidentifikasikan lima komponen pengendalian intern yang saling berhubungan, yaitu :
1. Lingkungan Pengendalian (control environment)
Faktor pembentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas dapat berupa
integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, dewan direksi dan komite audit,
filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur organisasi, penetapan wewenang dan
tanggung jawab, serta kebijakan dan praktik sumber daya manusia.
2. Penilaian Resiko (risk assessment)
Penilaian resiko oleh manajemen harus mencakup pertimbangan khusus atau resiko
yang dapat muncul dari perubahan kondisi lingkungan operasi, personel baru, sistem
informasi yang baru atau dimodifikasi, pertumbuhan yang cepat, teknologi baru,
restrukturisasi perusahaan, operasi di luar negri, pernyataan akuntansi, dan lini, produk,
atau aktivitas baru.
3. Informasi dan Komunikasi (information and communication system) Sistem akuntansi yang
efektif harus mencatat transaksi yang valid dan benar-benar terjadi, otorisasi yang tepat,
penyajian secara tepat dalam laporan keuangan.
4. Aktivitas pengendalian (control activities)
Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit laporan keuangan dapat
dikategorikan dalam berbagai cara, yaitu pemisahan tugas, pengendalian pemrosesan
informasi, pengendalian fisik, review kerja.
5. Pemantauan (monitoring)
8
Pemantauan dapat dilaksanakan melalui aktivitas yang berkelanjutan (ongoing
activities) dan melalui pengevaluasian periodik secara terpisah.
6. Pelaksanaan Internal audit untuk setiap department
7. Accounting System

III.2 Tekanan (Pressure)


Tekanan merujuk pada sesuatu hal yang terjadi pada kehidupan pribadi pelaku yang
memotivasinya untuk mencuri. Biasanya motivasi tersebut timbul karena masalah keuangan,
tetapi ini dapat menjadi gejala dari faktor-faktor tekanan lainnya, sehingga tekanan dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu: tekanan dari faktor keuangan (financial), dan tekanan dari
faktor sosial (non financial)
1 Financial Pressures
Masalah keuangan yang dialami pelaku dapat dipecahkan dengan mencuri uang
atau aset lainnya. Berikut faktor-faktor dari tekanan keuangan :
a. Greed. Keserakahan seseorang akan kekayaan dapat memicu orang tersebut bertindak
curang karena merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki.
b. Gaya hidup mewah
c. High personal debts. Hutang yang menumpuk dapat membuat seseorang tertekan.
Ketertekanan akan semakin tinggi ketika hutang tersebut tidak dapat dilunasi,
sehingga akan menghalalkan segala cara untuk dapat melunasinya.
d. High medical bills. Ketika calon pelaku kecurangan mengalami masalah kesehatan
dan membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi, sedangkan si calon pelaku tidak
mempunyai cukup dana, maka dari tekanan biaya tersebut akan mendorong tindakan
kriminal/ curang sebagai cara memenuhi biaya tersebut.
e. Kerugian keuangan yang tak terduga.
2. Social Pressure
Tekanan yang berasal dari faktor non-keuangan diantaranya :
a. Vice Pressure
b. Kebiasaan berjudi (gambling), drugs dan alcoholic (peminum berat)dapat
menciptakan keinginan keuangan yang besar agar supaya mendukung kebiasaan-
kebiasaan tersebut. Hal ini menciptakan hubungan tekanan dengan aspek ini sebagai
fraud triangle.
c. Work related
1) Seseorang akan merasa tertekan ketika performa pekerjaan kurang diakui dan
9
dinilai secara adil oleh manajemen
2) Kepuasan atas pekerjaannya
3) Takut akan kehilangan pekerjaannya
4) Tertekan karena ingin mendapatkan promosi
5) Merasa digaji rendah oleh perusahaan
3. Other Pressure
a. Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya.
b. Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja
c. Tertantang untuk merusak atau membobol sistem
d. Krisis keuangan yang tak terduga
Tuanakotta menjelaskan komponen pressures sebagai perceived non-shareable financial
need, yang dibagi kedalam enam kelompok :
1. Violation of ascribed obligation
Suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab keuangan, membawa
konsekuensi tertentu yang bersangkutan dan juga menjadi harapan atasan atau majikannya.
Disamping harus jujur, ia dianggap perlu memiliki perilaku tertentu. Orang dalam jabatan
seperti itu merasa wajib menghindari perbuatan seperti berjudi, mabuk, menggunakan
narkoba dan perbuatan lain yang merendahkan martabatnya. Inilah kewajiban yang terkait
dengan jabatan yang dipercayakan kepadanya. Ini adalah ascribed obligation baginya. Jika
ia menghadapi situasi yang melanggar kewajiban terkait dengan jabatannya, ia merasa
masalah yang dihadapinya tidak dapat diungkapkannya kepada orang lain.
2. Problems resulting from personal failure
Kegagalan pribadi yang merupakan situasi yang dipersepsikan oleh orang yang
mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai kesalahannya
menggunakan akal sehatnya, dan karena itu menjadi tanggung jawab pribadinya.
3. Business reversals
Kegagalan bisnis merupakan kelompok situasi yang juga mengarah kepada non-
shareable problem. Kegagalan ini dikarenakan oleh inflasi yang tinggi, atau krisis moneter,
atau ekonomi, dan tingkat bunga yang tinggi.
4. Physical isolation
Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam kesendirian.
5. Status gaining
Kebiasaan (buruk) untuk tidak mau kalah dengan “tetangga” atau pelaku berusaha
meningkatkan statusnya.
10
6. Employer-employee relations
Kekesalan atau kebencian pelaku dalam pekerjaannya. Kekesalan itu biasa terjadi
karena ia merasa gaji atau imbalan lainnya tidak layak dengan pekerjaan atau
kedudukannya, atau ia merasa beban pekerjaannya teramat banyak, atau ia merasa kurang
mendapat penghargaan batiniah (pujian).

c.3 Rationalization (Justifikasi melakukan kecurangan)


Rationalisasi adalah komponen kecurangan yang paling krusial. Rasionalisasi menjadi
elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya,
misalnya:
1. Tidak akan ada orang lain yang terluka
2. Saya berhak mendapatkan sesuatu yang lebih
3. Tindakan kecurangan yang ia lakukan bertujuan baik
4. Sesuatu yang menjadi kepuasaannya jika ia bertindak curang
5. Semua orang melakukan itu, jadi saya melakukannya juga
6. Orang-orang tidak mampu dan tidak peduli tentang konsekuensi atas tindakan atau atas
pelakunya yang tidak jujur
7. Pelaku percaya bahwa jika mereka bertindak curang, mereka tidak akan kehilangan
keluarga, uang dan kekayaannya.
8. Ketidakpuasan pekerjaan akan sesuatu hal yang berhubungan dengan gaji,lingkungan
pekerjaan, perhatian yang diberikan oleh manajer, membuat pelaku berpikiran bahwa
perusahaan berhutang kepada dia
9. Saya hanya meminjam uang perusahaan saja, nanti akan saya kembalikan
10. Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika
pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut
Kita telah mendiskusikan dua elemen pertama dari segitiga kecurangan, yaitu : adanya
tekanan dan adanya kesempatan. Unsur yang ketiga adalah rasionalisasi. Untuk
menjelaskan kenapa rasionalisasi memberikan kontribusi terhadap terjadinya kecurangan,
karena rasionalisasi akan memberikan suatu pembenaran tentang apa saja yang kita
lakukan dengan tujuan untuk memuaskan diri sendiri, meskipun tidak memiliki alasan yang kuat
dan pembenaran tersebut juga tidak dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi moral
maupun etika.
Misalkan seseorang yang melakukan korupsi, dan uang korupsi tersebut sebagian
digunakan untuk kegiatan keagamaan dan menyantuni fakir miskin. Contoh yang lain,
11
Robin Hood mempertahankan perilakunya yang tidak jujur dengan beragumen bahwa ia
mencuri dari yang kaya dan diberikan kepada yang miskin (Robin Hood defended his
dishonest acts by arguing that he "stole from the rich and gave to the poor”). Hampir setiap
kecurangan melibatkan rasionalisasi. Sebagian besar dari pelaku kecurangan pada pertama
kali mereka melakukan kecurangan mereka berkomitmen untuk tidak melakukan kejahatan
yang lain. Dengan melakukan rasionalisasi akan membantu seseorang untuk menyembunyikan
ketidakjujuran dari tindakannya. Berikut ini beberapa rasionalisasi yang sering digunakan oleh
pelaku kecurangan :
1. "Saya hanya meminjam uang; saya akan mengembalikannya" (1'm only borrowing the
money; I will pay it back).
2. "Setiap orang melakukannya ". (Everyone does it).
3. "Saya tidak menyakiti siapapun". (I'm not hurting anyone).
4. "Perusahaan meminjami kami". (The organization owes it to me).
5. "Tindakan tersebut untuk suatu tujuan yang baik". (It's for a good purpose).
Menurut M. Romney, W.S. Albrecht, and D.J. Cherrington, dalam "Auditors and the
Detection of Fraud" (1980), menyatakan bahwa seseorang melakukan kecurangan sebagai hasil
interaksi dari dua kekuatan yang berasal dari dalam pribadi seseorang dan lingkungan
ekstern. Kekuatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori : (1) tekanan
situasional (situational pressures), (2) Kesempatan (opportunity), dan (3) karakteristik
pribad i (personal characteristics).
Gambar 6-3 menjelaskan keterkaitan dari tiga kekuatan yang menyebabkan seseorang
melakukan kecurangan. Seseorang yang memiliki karakteristik pribadi pada tingkat yang tinggi
namun memiliki tekanan situasional dan kesempatan yang terbatas (rendah) untuk melakukan
kecurangan maka yang bersangkutan tidak akan melakukan kecurangan (juju r).
Sebaliknya seseorang yang memiliki kepribadian tidak jujur, ketika berada pada situasi
dimana tekanan situasional meningkat (tinggi) dan memiliki kesempatan maka yang
bersangkutan akan melakukan kecurangan. Pada bab berikutnya akan dibahas tentang
pengendalian intern disertai beberapa contoh kasus yang telah terjadi di negara maju seperti
USA.

12
Auditor dapat mengembangkan suatu daftar pertanyaan untuk mendeteksi kemungkinan
adanya aktivitas kecurangan. Pendekatan dengan menggunakan kuesioner yang dapat
digunakan untuk membantu auditor menemukan motivasi untuk melakukan kecurangan.
Beberapa Kantor Akuntan Publik telah mengembangkan suatu checklist yang bermanfaat
untuk menemukan kecurangan selama kegiatan audit. Pertanyaan-pertanyaan yang
digunakan dalam checklist meliputi :
1. Apakah pihak eksekutif memiliki utang pribadi yang tidak biasa dalam jumlah besar?
2. Apakah pihak eksekutif memiliki kebiasan untuk berjudi?
3. Apakah pihak eksekutif terlibat dalam penyalahgunaan alkohol atau obat terlarang?
4. Apakah ada pihak eksekutif yang memiliki kepribadian yang tidak etis?
5. Apakah ada pihak eksekutif yang memiliki masalah kejiwaanlmental yang tidak stabil?
6. Apakah perusahaan termasuk kelompok industri dalam kondisi ekonomi yang tidak
baik?
13
7. Apakah perusahaan menggunakan beberapa jenis bank yang berbeda yang
dirahasiakan?
8. Apakah ada pihak eksekutif yang memiliki hubungan dekat dengan pemasok?
9. Apakah perusahaan memiliki pengalaman dalam perputaran yang cepat terhadap
karyawan kunci, baik yang keluar sendiri atau dikeluarkan?
10. Apakah terdapat satu atau dua orang yang mendominasi keputusan perusahaan?
Telaah ulang terhadap beberapa pertanyaan di atas dapat digunakan oleh auditor untuk
menggunakan badan investigasi khusus, misalnya BPK , BPKP atau KPK untuk
mendapatkan bukti yang lebih lengkap.

IV. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial statement fraud)


Kecurangan dalam laporan keuangan antara lain berupa mempublikasikan secara sengaja
terhadap informasi yang palsu dari bagian suatu laporan keuangan. Kecurangan ini biasanya
terjadi ketika sebuah perusahaan melaporkan lebih tinggi dari yang sebenarnya (overstates)
terhadap aktiva atau pendapatan, atau ketika perusahaan melaporkan lebih rendah dari yang
sebenarnya (understates) terhadap kewajiban dan beban. Sering kali para pemegang saham,
karyawan dan investor tidak mengetahui sepenuhnya dari ketidakjelasan terhadap nilai aktiva
perusahaan dan adanya kewajiban jika terjadi suatu kecurangan.
Sebagian besar dari skandal kecurangan yang terjadi pada tahun 2002 di USA yang
menyebabkan lahirnya Sarbanes-Oxley Act (undang-undang anti korupsi) - termasuk
kecurangan yang terjadi di perusahaan raksasa, Enron dan WorIdCom - adalah berupa
kecurangan terhadap laporan keuangan. Skema kecurangan yang mereka lakukan tergolong
rumit, namun pada akhirnya motifnya relatif serupa, yaitu : menyebabkan kerugian besar
terhadap pemegang saham dan timbulnya utang kepada kreditur, belum lagi menyebabkan
trauma kepada karyawan dimana mereka kehilangan pekerjaan dan dana pensiun.
Pada 2008 Laporan yang disampaikan kepada lembaga Pencegahan terhadap
Kecurangan dan Penyalahgunaan Wewenang yang diterbitkan oleh Association of
Certified Fraud Examiners, perusahaan-perusahaan USA menderita kerugian rata-rata sebesar
$2 juta yang disebabkan terjadinya skema kecurangan tersebut. Dalam Laporan tersebut
menyatakan bahwa bentuk kecurangan sangat berbeda dari jenis kecurangan yang lazim
karena " tipe tujuan dari kecurangan yang terjadi tidak secara langsung memperkaya si pelaku,
tetapi untuk menyesatkan kepada pihak ketiga (investor, pemilik, regulator, dll) seperti
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atau menyangkut kelangsungan hidup
dari suatu organisasi.
14
Dengan kata lain, biasanya pelakunya adalah oleh manajer perusahaan yang
memanipulasi kemampuan yang bersifat ekonomi suatu perusahaan dengan menutupi hutang
yang jumlahnya yang sangat besar atau hilangnya aktiva yang lain. Para pihak manajemen
memperoleh keuntungan seacara langsung dari terjadinya kecurangan dengan menjual
saham, menerima bonus atas kinerja yang dipalsukan, atau dengan menggunakan laporan palsu
untuk menyembunyikan tindakan curang lainnya. Manfaat secara tidak langsung yang diperoleh
pihak manajemen dari adanya kecurangan terhadap laporan keuangan tersebut dimana cara ini
digunakan untuk memperoleh sumber dana atas nama perusahaan, atau untuk melakukan
penggelembungan harga jual perusahaan.

IV.1Mencegah Kecurangan Laporan Keuangan (Preventing Financial Statement Fraud)


Berdasarkan Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle) yang dimukakan oleh Dr Donald R.
Cressey , orang melakukan kecurangan/korupsi ketika mereka mendapatkan tekanan
(pressure) baik yang berupa tekanan keuangan atau tekanan sosial, memiliki kesempatan
untuk mendapatkan uang/dana yang tidak terdeteksi, dan mereka dapat
membenarkan/merasionalisasikan tindakan jahat mereka.

Setiap usaha untuk mencegah kecurangan atas laporan keuangan harus fokus pada tiga
faktor sebagai berikut :
1. Mengurangi Tekanan Situational Mendorong terjadinya kecurangan
a. Hindari penetapan tujuan keuangan yang tidak mungkin dicapai.
b. Hilangkan tekanan yang berasal eksternal yang mungkin dapat menggoda staf
akuntansi untuk menyiapkan kejahatan terhadap laporan keuangan.
c. Pengendalian modal kerja, kelebihan volume produksi, atau pengendaiian terhadap
inventaris.
d. Menetapkan dengan jelas dan prosedur akuntansi yang seragam tanpa adanya
klausul pengecualian.
2. Mengurangi Peluang Untuk Melakukan Kecurangan
a. Menjaga keakuratan dan kelengkapan catatan akuntansi internal.
b. Hati-hati dalam memonitor transaksi bisnis dan hubungan yang bersifat pribadi dari
pemasok, pembeli, agen pembelian, perwakilan penjualan, dan pihak lain-lain yang
berhubungan dalam bertransaksi diantara unit-unit keuangan.
c. Menetapkan sebuah sistem keamanan yang bersifat fisik untuk memastikan aset
perusahaan, termasuk barang jadi, uang tunai, peralatan modal, peralatan, dan
barang-barang lainnya yang berharga.
15
d. Pembagian fungsi penting diantara karyawan, memisahkan adanya pengendalian
penuh yang berada pada satu orang.
e. Menjaga keakuratan catatan pegawai termasuk memeriksa latar belakang pada
karyawan baru.
f. Mendorong pengawasan yang kuat dan hubungan kepemimpinan yang kuat dalam
kelompok untuk menjamin penegakan prosedur akuntansi.
3. Mengurangi rasionalisasi dari Adanya Kecurangan Untuk Memperkuat Integritas
Karyawan
a. Para manajer harus mempromosikan kejujuran dengan memberikan contoh.
Tindakan tidak Jujur oleh manajemen, bahkan ~jika mereka akan diarahkan pada
sasaran di luar organisasi, menciptakan lingkungan yang tidak jujur dapat digunakan
untuk merasionalisasikan kegiatan bisnis yang tidak sah lainnya oleh karyawan atau
pihak eksternal.
b. Perilaku jujur dan tidak jujur harus didefinisikan dalam kebijakan perusahaan.
Kebijakan akuntansi oleh Organisasi harus berkaitan dengan prosedur akuntansi
yang dapat dipertanyakan atau bersifat controversial.
c. Konsekuensi terhadap pelanggaran aturan dan ketentuan untuk hukuman dari pelaku
kecurangan harus tertulis dengan jelas dan dikomunikasikan

V. Rekrutmen Fraud
Segitiga fraud sangat berguna untuk membantu kita untuk memahami bagaimana satu orang
menjadi terlibat dalam penipuan. Sayangnya, banyak penipuan saat ini dilakukan lebih dari satu
orang. Bahkan, sebagian besar penipuan - penipuan laporan keuangan juga melibatkan lebih dari
satu pelaku.

5.1 Kekuasaan

Pada tahun 1947 , Max Weber 26 menyebutkan bahwa kekuasaan seseorang dapat
dilaksanakan dengan kehendak sendiri meskipun adanya perlawanan dari pihak lain. Ketika
penipuan berlangsung, konspirator memiliki keinginan untuk melaksanakannya sendiri dan akan
memengaruhi - orang lain untuk bertindak dan melakukan kejahatan demi keinginan konspirator
tersebut yang terlepas dari perlawanan pihak yang direkrut.

Reward power adalah kemampuan dari pelaku penipuan untuk meyakinkan calon korban bahwa ia
akan menerima manfaat tertentu melalui partisipasi dalam skema penipuan. Contoh manfaat

16
tersebut termasuk janji bonus besar , opsi saham penghargaan , pembayaran ekuitas lainnya , dan
promosi pekerjaan .

Kekuatan pemaksa adalah kemampuan dari penipuan pelaku kejahatan untuk membuat seseorang
merasakan hukuman jika dia tidak berpartisipasi dalam penipuan . Hukuman ini biasanya
didasarkan pada ketakutan.

Expert Power adalah kemampuan dari pelaku Fraud untuk mempengaruhi orang lain karena
pengetahuan dan pengalamannya. Hal ini seperti kasus management Enron, dimana management
Enron memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sangat baik

Legitimate Power mengacu pada kemampuan pelaku penipuan untuk meyakinkan pelaku potensial
bahwa ia benar-benar memiliki kekuasaan atas pelaku potensial tersebut . Sebagai contoh, dalam
sebuah organisasi, kepala eksekutif dan anggota lain dari manajemen mungkin mengklaim memiliki
kekuasaan yang sah untuk membuat keputusan dan mengarahkan organisasi - bahkan jika arah yang
tidak etis. Dengan cara ini, komplotan (karyawan) menganggap peran berwibawa dan meyakinkan
calon co – konspirator (karyawan) adalah sah. Potensi konspirator (karyawan) dalam situasi ini
sering merasakan dilema antara loyalitas dan etika. Kekuasaan yang sah dapat menjadi alat yang
sangat kuat dalam merekrut individu untuk berpartisipasi dalam penipuan tersebut.

Referent Power (kekuatan membujuk) adalah kemampuan pelaku untuk berhubungan dengan
potensi co -konspirator. Pelaku akan sering menggunakan kekuatan rujukan untuk mendapatkan
kepercayaan dan partisipasi dari calon co - konspirator saat melakukan tindakan tidak etis. Gambar
2.7 menjelaskan proses rekrutmen secara lebih rinci .

17
Efektivitas pelaku untuk mempengaruhi potensi, merekrut tergantung pada kerentanan korban serta
kemampuan pelaku untuk menggerakan berbagai jenis kekuasaan. Gambar 2.7, seperti segitiga
penipuan pada Gambar 2.3, bersifat interaktif, yang berarti bahwa korban lebih rentan terhadap
berbagai jenis kekuasaan.

Seringkali, setelah korban direkrut ke dalam skema penipuan, individu tersebut yang kemudian
akan menjadi konspirator ( di posisi A ) dan mulai untuk mempengaruhi orang lain untuk
berpartisipasi dalam penipuan. Proses ini ditunjukkan pada Gambar 2.8 .

Daftar Pustaka

Albrecht, W. Steve and Chad 0. Albrecht, 2003, Fraud Examination, New York: Thomson South-
Western.
18
Arens, Alvin A., Randal J, Elder and Mark S. Beasley, 2005, Chicago: Auditing and
Assurance Services, An Integrated Approach, Pearson-Prentice Hall. ,

----------------, 2004, Overviews of The Sarbanes-Oxley Act of 2002 with Other Changes
in Auditing and The Public Accounting Profession, New York: Pearson Prentice- Hall.

Bologna dan Lindquist, Fraud Auditing and Forensic Accounting, 1995, New York: John Wiley
& Sons, 1995)

M. Romney, W.S. Albrecht, and D.J. Cherrington, 1980, "Auditors and the Detection of
Fraud", New York: Pearson-Prentice Hall.

19

Anda mungkin juga menyukai