Disusun Oleh :
Vicky Speek Ginting (216420023)
Soenarko A. Sinaga (216420075)
Roy Manchen Sidabutar (216420048)
Wantina Pasaribu (216420009)
Kelas : 7PAUB
Nama Dosen : Gracesiela Yosephine Simanjuntak
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
T.A 2019/2020
I. SIAPA PELAKU FRAUD?
Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja, meskipun pelaku fraud adalah orang yang
dapat dipercaya. Kemungkinan besar suatu fraud terjadi ketika lingkungan pekerjaan
integritasnya lemah, pengendaliannya tidak kuat, kehilangan akuntabilitas, atau mendapat
tekanan yang besar, maka tidak dapat dipungkiri seseorang akan melakukan ketidakjujuran.
Pelaku kecurangan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu manajemen
dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan kecurangan biasanya untuk
kepentingan perusahaan, contoh kecurangan yang dilakukan oleh manajemen yaitu salah saji
yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent
financial reporting). Sedangkan karyawan/pegawai melakukan kecurangan bertujuan untuk
keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements
arising from misappropriation of assets).
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi
terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap
pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk
kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud),
misalnya berupa: manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau
dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan
dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi,
kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan.
Kecurangan penyalahgunaan aktiva biasanya disebut kecurangan karyawan
(employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan
aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan
prinsip- prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh
karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang
kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan
tersebut. Contoh dari kecurangan karyawan (employee fraud) mengacuh pada Sawyers dalam
“The Practice of Modern Internal Audit” yang telah dialih bahasakan oleh Amin Widjaja, ada
40 bentuk kecurangan karyawan, antara lain :
a) Pemalsuan cap stempel
b) Mencuri barang dagangan, peralatan, persediaan, dan barang-barang perlengkapan
lainnya
1
c) Mengambil sejumlah kecil uang kas dari mesin kasir
d) Tidak mencatat penjualan barang dan mengantongi uangnya
e) Menciptakan kelebihan dana kas dan register dengan melakukan kurang pencatatan
f) Pembebanan berlebihan pada akun-akun pengeluaran atau menggunakan uang muka
untuk kepentingan pribadi
g) Memutar penagihan atas rekening pelangga
h) Membiayakan rekening pelanggan dan mencuri uangnya
i) Mengeluarkan kredit untuk klaim dan pengembalian oleh pelanggan palsu
j) Tidak memberikan setoran harian ke bank, atau menyetorkan sebagian dari uang saja
Mengacu pada Albrecht, dan Zimbelman (2009:10), berdasarkan pihak yang menjadi
korban, fraud dikelompokkan menjadi:
1. Fraud yang mengakibatkan perusahaan atau organisasi menjadi korban. Dalam
kategori ini, fraud dibagi kembali menjadi kelompok – kelompok yang lebih
spesifik:
a. Penggelapan oleh karyawan – pelaku fraud merupakan anggota atau karyawan
dari perusahaan atau organisasi. Dalam fraud jenis ini, pelaku mengambil aset
perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengambilan aset
secara langsung dilakukan dengan cara mengambil uang tunai, perlengkapan,
peralatan serta aset – aset lain perusahaan, sedangkan kecurangan secara tidak
langsung dilakukan dengan menerima sogokan atau komisi dari pihak ketiga.
b. Fraud yang melibatkan pemasok – pelaku fraud adalah pemasok dari suatu
perusahaan atau organisasi. Fraud ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
yang dilakukan sendiri dan fraud yang melibatkan pihak lain. Pada fraud yang
melibatkan pihak lain, biasanya pelaku bekerja sama dengan bagian pembelian
suatu perusahaan.
c. Fraud yang melibatkan pelanggan – pelaku fraud adalah pelanggan dari suatu
perusahaan atau organisasi. Pelanggan yang melakukan kecurangan biasanya
tidak membayar untuk barang yang dibeli, atau menipu perusahaan atau
organisasi untuk memberikan mereka (pelaku) barang yang tidak seharusnya
mereka miliki.
2. Fraud yang dilakukan oleh manajemen – korban dari fraud jenis ini adalah pemegang
saham dan pemberi pinjaman dari suatu organisasi atau perusahaan. Fraud yang
dilakukan oleh manajemen juga sering disebut sebagai kecurangan pelaporan
2
keuangan. Manajemen melakukan fraud ini dengan memanipulasi laporan keuangan
perusahaan.
3. Penipuan investasi dan penipuan pelanggan lainnya – korban dalam fraud jenis ini
adalah pihak – pihak yang kurang berhati – hati atau kurang pengetahuan. Para pelaku
fraud jenis ini umumnya menjual investasi palsu ke korban.
4. Kecurangan lain – lain – korban dari fraud jenis ini tidak memiliki batasan golongan.
Bologna dan Lindquist dalam Fraud Auditing and Forensic Accounting (New York:
John Wiley & Sons, 1995) menyatakan : "Some people are honest all the time, some people
(fewer than the honest ones) are dishonest all the time, most people are honest all the time,
and some people are honest most of the time". Artinya : "Sejumlah orang jujur untuk setiap
saat, sejumlah orang tidak jujur setiap saat, sebagian besar orang jujur setiap saat, dan
sejumlah orang jujur hampir setiap saat".
Berdasarkan pendapat diatas dapat dibuat suatu generalisasi tentang perilaku manusia
secara umum, yaitu :
1. Sejumlah orang jujur untuk setiap saat (Some people are honest all the time),
2. Sejumlah orang tidak jujur untuk setiap saat (some people are dishonest all the
time),
3. Sebagian besar orang jujur untuk setiap saat (most people are honest all the time),
4. dan sejumlah orang jujur hampir setiap saat (and some people are honest most of
the time").
Meskipun terdapat banyak cara untuk melakukan kecurangan, secara umum terdapat
tiga unsur penting yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan, yaitu :
3
Ketiga unsure tersebut dikenal sebagai segitiga Fraud Berikut faktor-faktor lain yang
dapat menyebabkan terjadinya Fraud :
4
d. Kurangnya Trail Audit
Organisasi berusaha keras untuk membuat dokumen yang akan memberikan jejak
audit sehingga transaksi dapat direkonstruksi dan dipahami. Banyak penipuan,
bagaimanapun, melibatkan pembayaran tunai atau manipulasi record yang tidak
dapat diikuti. Pelaku penipuan pintar memahami bahwa penipuan mereka harus
disembunyikan . Mereka juga tahu bahwa penyembunyian tersebut biasanya harus
melibatkan manipulasi catatan keuangan. Ketika dihadapkan dengan keputusan
tentang pencatatan keuangan untuk memanipulasi pelaku hampir selalu
memanipulasi laporan laba rugi, karena mereka memahami bahwa jejak audit
cepat akan terhapus .
Penelitian tradisional tentang kecurangan dilakukan pertama kali oleh Donald Cressey
pada tahun 1950 yang menimbulkan pertanyaan mengapa kecurangan dapat terjadi. Hasil
dari penelitian itu memunculkan faktor-faktor pemicu kecurangan yang saat ini dikenal
dengan “Fraud Triangle”.
Secara umum fraud dapat terjadi apabila ada kesempatan (opportunity), tekanan
(pressure) atau insentif (incentive), dan rasionalisasi (rationalization). Tiga hal ini lebih
dikenal dengan segitiga fraud atau fraud triangle. Pressure (menunjukkan motivasi dan
sebagai “unshareable need”), rationalization (personal ethics), Knowledge dan
opportunity.
5
Gambar 2.1 Fraud Triangle
Dari dasar hasil penelitian yang dilakukan oleh Donald Cressey, memunculkan
banyak pendapat-pendapat lain yang kian beragam, diantaranya :
6
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku
kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure
merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan fraud
(disebut juga faktor generik/umum).
Dalam benak pikirannya, ia hanya meminjam dan meskipun cara yang mereka
lakukan adalah tidak etis, ia akan membayar kembali utang tersebut. Setelah semua itu,
hampir semua orang akan ikut-ikutan melakukan hal serupa. Dalam hal terjadinya
kecurangan yang dilakukan oleh manajemen, sebagai contoh, tekanan (pressure)
mungkin kebutuhan untuk membuat bahwa laba perusahaan kelihatan lebih baik untuk
mendapatkan pinjaman yang lebih besar, kesempatan (opportunity) mungkin karena
adanya kelemahan komite audit, dan sebagainya.
Kecurangan menyerupai terjadinya api dalam berbagai cara. Agar terjadi suatu api,
diperlukan adanya tiga unsur. Ketika semua dari ketiga unsur tersebut datang bersamaan,
terjadilah apa yang disebut dengan api (Gambar 2.3). Para petugas pemadam kebakaran
mengetahui bahwa suatu api dapat dipadamkan dengan mengeliminasi salah satu dari
tiga unsur tersebut. Oksigen sering dieliminasi dengan menggunakan bahan kimia, atau
disebabkan letusan. Panas sangat lazim dieliminasi dengan dituangi air. Bahan bakar
dihilangkan dengan pemadam api atau dengan menutupi sumber bahan bakar.
7
Gambar 2.3
Seperti halnya dengan unsur dalam segitiga api, tiga unsur dalam segitiga kecurangan
juga saling berinteraksi. Pada api, bahan bakar lebih mudah terbakar, oksigen tidak
mudah terbakar dan panas untuk membakarnya. Pada kasus terjadinya kecurangan,
semakin besar kesempatan yang dimiliki atau semakin kuat tekanan yang dihadapi,
meskipun rasionalisasi kurang, hal ini akan mendorong seseorang melakukan
kecurangan. Demikian juga, semakin tidak jujur seseorang, meskipun kesempatan
dan/atau tekanan yang dimiliki sangat terbatas, mereka akan termotivasi untuk
melakukan kecurangan.
8
1) General information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang
mengandung trust (kepercayaan), dapat dilanggar tanpa konsekuensi.
Pengetahuan ini diperoleh pelaku dari apa yang ia dengar atau lihat, misalnya
dari pengalaman orang lain yang melakukan fraud dan tidak ketahuan atau
tidak dihukum atau terkena sanksi.
2) Technical skill atau keahlian/keterampilan
3) Keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan tersebut.
Ini biasanya keahlian atau keterampilan yang dipunyai orang itu dan yang
menyebabkan ia mendapat kedudukan tersebut.
9
4. Aktivitas pengendalian (control activities)
Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit laporan keuangan
dapat dikategorikan dalam berbagai cara, yaitu pemisahan tugas, pengendalian
pemrosesan informasi, pengendalian fisik, review kerja.
5. Pemantauan (monitoring)
Pemantauan dapat dilaksanakan melalui aktivitas yang berkelanjutan
(ongoing activities) dan melalui pengevaluasian periodik secara terpisah.
6. Pelaksanaan Internal audit untuk setiap department
7. Accounting System
Tekanan merujuk pada sesuatu hal yang terjadi pada kehidupan pribadi pelaku
yang memotivasinya untuk mencuri. Biasanya motivasi tersebut timbul karena
masalah keuangan, tetapi ini dapat menjadi gejala dari faktor-faktor tekanan lainnya,
sehingga tekanan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: tekanan dari faktor keuangan
(financial), dan tekanan dari faktor sosial (non financial)
1. Financial Pressures
Masalah keuangan yang dialami pelaku dapat dipecahkan dengan mencuri
uang atau aset lainnya. Berikut faktor-faktor dari tekanan keuangan :
a. Greed. Keserakahan seseorang akan kekayaan dapat memicu orang tersebut
bertindak curang karena merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki.
b. Gaya hidup mewah
c. High personal debts. Hutang yang menumpuk dapat membuat seseorang
tertekan. Ketertekanan akan semakin tinggi ketika hutang tersebut tidak
dapat dilunasi, sehingga akan menghalalkan segala cara untuk dapat
melunasinya.
d. High medical bills. Ketika calon pelaku kecurangan mengalami masalah
kesehatan dan membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi, sedangkan si
calon pelaku tidak mempunyai cukup dana, maka dari tekanan biaya
tersebut akan mendorong tindakan kriminal/ curang sebagai cara memenuhi
biaya tersebut.
e. Kerugian keuangan yang tak terduga.
10
2. Social Pressure
Tekanan yang berasal dari faktor non-keuangan diantaranya :
a. Vice Pressure
b. Kebiasaan berjudi (gambling), drugs dan alcoholic (peminum berat)dapat
menciptakan keinginan keuangan yang besar agar supaya mendukung
kebiasaan- kebiasaan tersebut. Hal ini menciptakan hubungan tekanan dengan
aspek ini sebagai fraud triangle.
c. Work related
1) Seseorang akan merasa tertekan ketika performa pekerjaan kurang diakui
dan dinilai secara adil oleh manajemen
2) Kepuasan atas pekerjaannya
3) Takut akan kehilangan pekerjaannya
4) Tertekan karena ingin mendapatkan promosi
5) Merasa digaji rendah oleh perusahaan
3. Other Pressure
a. Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti
biasanya. b. Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja
c. Tertantang untuk merusak atau membobol sistem
d. Krisis keuangan yang tak terduga
Tuanakotta menjelaskan komponen pressures sebagai perceived non-shareable
financial need, yang dibagi kedalam enam kelompok :
11
2. Problems resulting from personal failure
Kegagalan pribadi yang merupakan situasi yang dipersepsikan oleh orang
yang mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai
kesalahannya menggunakan akal sehatnya, dan karena itu menjadi tanggung
jawab pribadinya.
3. Business reversals
Kegagalan bisnis merupakan kelompok situasi yang juga mengarah kepada
non- shareable problem. Kegagalan ini dikarenakan oleh inflasi yang tinggi, atau
krisis moneter, atau ekonomi, dan tingkat bunga yang tinggi.
4. Physical isolation
Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam kesendirian.
5. Status gaining
Kebiasaan (buruk) untuk tidak mau kalah dengan “tetangga” atau pelaku
berusaha meningkatkan statusnya.
6. Employer-employee relations
Kekesalan atau kebencian pelaku dalam pekerjaannya. Kekesalan itu biasa
terjadi karena ia merasa gaji atau imbalan lainnya tidak layak dengan pekerjaan
atau kedudukannya, atau ia merasa beban pekerjaannya teramat banyak, atau ia
merasa kurang mendapat penghargaan batiniah (pujian).
12
7. Pelaku percaya bahwa jika mereka bertindak curang, mereka tidak akan
kehilangan keluarga, uang dan kekayaannya.
8. Ketidakpuasan pekerjaan akan sesuatu hal yang berhubungan dengan
gaji,lingkungan pekerjaan, perhatian yang diberikan oleh manajer, membuat
pelaku berpikiran bahwa perusahaan berhutang kepada dia
9. Saya hanya meminjam uang perusahaan saja, nanti akan saya kembalikan
10. Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa
jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut
Kita telah mendiskusikan dua elemen pertama dari segitiga kecurangan, yaitu :
adanya tekanan dan adanya kesempatan. Unsur yang ketiga adalah rasionalisasi.
Untuk menjelaskan kenapa rasionalisasi memberikan kontribusi terhadap terjadinya
kecurangan, karena rasionalisasi akan memberikan suatu pembenaran tentang apa
saja yang kita lakukan dengan tujuan untuk memuaskan diri sendiri, meskipun tidak
memiliki alasan yang kuat dan pembenaran tersebut juga tidak dapat
dipertanggungjawabkan baik dari segi moral maupun etika.
Misalkan seseorang yang melakukan korupsi, dan uang korupsi tersebut sebagian
digunakan untuk kegiatan keagamaan dan menyantuni fakir miskin. Contoh yang
lain, Robin Hood mempertahankan perilakunya yang tidak jujur dengan beragumen
bahwa ia mencuri dari yang kaya dan diberikan kepada yang miskin (Robin Hood
defended his dishonest acts by arguing that he "stole from the rich and gave to the
poor”). Hampir setiap kecurangan melibatkan rasionalisasi. Sebagian besar dari
pelaku kecurangan pada pertama kali mereka melakukan kecurangan mereka
berkomitmen untuk tidak melakukan kejahatan yang lain. Dengan melakukan
rasionalisasi akan membantu seseorang untuk menyembunyikan ketidakjujuran dari
tindakannya. Berikut ini beberapa rasionalisasi yang sering digunakan oleh pelaku
kecurangan :
1. "Saya hanya meminjam uang; saya akan mengembalikannya" (1'm only
borrowing the money; I will pay it back).
2. "Setiap orang melakukannya ". (Everyone does it).
3. "Saya tidak menyakiti siapapun". (I'm not hurting anyone).
4. "Perusahaan meminjami kami". (The organization owes it to me).
5. "Tindakan tersebut untuk suatu tujuan yang baik". (It's for a good purpose).
13
Menurut M.Romney, W.S. Albrecht, and D.J. Cherrington, dalam "Auditors
and the Detection of Fraud" (1980), menyatakan bahwa seseorang melakukan
kecurangan sebagai hasil interaksi dari dua kekuatan yang berasal dari dalam
pribadi seseorang dan lingkungan ekstern. Kekuatan tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori : (1) tekanan situasional (situational
pressures), (2) Kesempatan (opportunity), dan (3) karakteristik pribad i (personal
characteristics).
Sebaliknya seseorang yang memiliki kepribadian tidak jujur, ketika berada
pada situasi dimana tekanan situasional meningkat (tinggi) dan memiliki
kesempatan maka yang bersangkutan akan melakukan kecurangan. Pada bab
berikutnya akan dibahas tentang pengendalian intern disertai beberapa contoh
kasus yang telah terjadi di negara maju seperti USA.
V. Rekrutmen Fraud
Segitiga fraud sangat berguna untuk membantu kita untuk memahami bagaimana satu
orang menjadi terlibat dalam penipuan. Sayangnya, banyak penipuan saat ini dilakukan lebih
dari satu orang. Bahkan, sebagian besar penipuan - penipuan laporan keuangan juga
melibatkan lebih dari satu pelaku.
16
V.1Kekuasaan
Pada tahun 1947 , Max Weber 26 menyebutkan bahwa kekuasaan seseorang dapat
dilaksanakan dengan kehendak sendiri meskipun adanya perlawanan dari pihak lain.
Ketika penipuan berlangsung, konspirator memiliki keinginan untuk melaksanakannya
sendiri dan akan memengaruhi - orang lain untuk bertindak dan melakukan kejahatan
demi keinginan konspirator tersebut yang terlepas dari perlawanan pihak yang direkrut.
Reward power adalah kemampuan dari pelaku penipuan untuk meyakinkan calon
korban bahwa ia akan menerima manfaat tertentu melalui partisipasi dalam skema
penipuan. Contoh manfaat tersebut termasuk janji bonus besar , opsi saham
penghargaan , pembayaran ekuitas lainnya , dan promosi pekerjaan .
Kekuatan pemaksa adalah kemampuan dari penipuan pelaku kejahatan untuk
membuat seseorang merasakan hukuman jika dia tidak berpartisipasi dalam penipuan .
Hukuman ini biasanya didasarkan pada ketakutan.
Expert Power adalah kemampuan dari pelaku Fraud untuk mempengaruhi orang lain
karena pengetahuan dan pengalamannya. Hal ini seperti kasus management Enron,
dimana management Enron memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sangat baik
Legitimate Power mengacu pada kemampuan pelaku penipuan untuk meyakinkan
pelaku potensial bahwa ia benar-benar memiliki kekuasaan atas pelaku potensial tersebut
. Sebagai contoh, dalam sebuah organisasi, kepala eksekutif dan anggota lain dari
manajemen mungkin mengklaim memiliki kekuasaan yang sah untuk membuat
keputusan dan mengarahkan organisasi - bahkan jika arah yang tidak etis. Dengan cara
ini, komplotan (karyawan) menganggap peran berwibawa dan meyakinkan calon co –
konspirator (karyawan) adalah sah. Potensi konspirator (karyawan) dalam situasi ini
sering merasakan dilema antara loyalitas dan etika. Kekuasaan yang sah dapat menjadi
alat yang sangat kuat dalam merekrut individu untuk berpartisipasi dalam penipuan
tersebut.
Referent Power (kekuatan membujuk) adalah kemampuan pelaku untuk berhubungan
dengan potensi co -konspirator. Pelaku akan sering menggunakan kekuatan rujukan
untuk mendapatkan kepercayaan dan partisipasi dari calon co - konspirator saat
melakukan tindakan tidak etis.
17
Daftar Pustaka
Albrecht, W. Steve and Chad 0. Albrecht, 2003, Fraud Examination, New York:
Thomson South- Western.
Arens, Alvin A., Randal J, Elder and Mark S. Beasley, 2005, Chicago: Auditing and
Assurance Services, An Integrated Approach, Pearson-Prentice Hall. ,
----------------, 2004, Overviews of The Sarbanes-Oxley Act of 2002 with Other Changes
in Auditing and The Public Accounting Profession, New York: Pearson Prentice- Hall.
Bologna dan Lindquist, Fraud Auditing and Forensic Accounting, 1995, New York: John
Wiley & Sons, 1995)
M. Romney, W.S. Albrecht, and D.J. Cherrington, 1980, "Auditors and the Detection of
Fraud", New York: Pearson-Prentice Hall. 19
18