Anda di halaman 1dari 19

5 November 2019

AKUNTANSI FORENSIK TENTANG SIAPA


PELAKU KECURANGAN DAN MENGAPA

Disusun Oleh :
Vicky Speek Ginting (216420023)
Soenarko A. Sinaga (216420075)
Roy Manchen Sidabutar (216420048)
Wantina Pasaribu (216420009)
Kelas : 7PAUB
Nama Dosen : Gracesiela Yosephine Simanjuntak

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
T.A 2019/2020
I. SIAPA PELAKU FRAUD?

Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja, meskipun pelaku fraud adalah orang yang
dapat dipercaya. Kemungkinan besar suatu fraud terjadi ketika lingkungan pekerjaan
integritasnya lemah, pengendaliannya tidak kuat, kehilangan akuntabilitas, atau mendapat
tekanan yang besar, maka tidak dapat dipungkiri seseorang akan melakukan ketidakjujuran.
Pelaku kecurangan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu manajemen
dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan kecurangan biasanya untuk
kepentingan perusahaan, contoh kecurangan yang dilakukan oleh manajemen yaitu salah saji
yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent
financial reporting). Sedangkan karyawan/pegawai melakukan kecurangan bertujuan untuk
keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements
arising from misappropriation of assets).
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi
terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap
pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk
kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud),
misalnya berupa: manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau
dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan
dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi,
kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan.
Kecurangan penyalahgunaan aktiva biasanya disebut kecurangan karyawan
(employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan
aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan
prinsip- prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh
karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang
kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan
tersebut. Contoh dari kecurangan karyawan (employee fraud) mengacuh pada Sawyers dalam
“The Practice of Modern Internal Audit” yang telah dialih bahasakan oleh Amin Widjaja, ada
40 bentuk kecurangan karyawan, antara lain :
a) Pemalsuan cap stempel
b) Mencuri barang dagangan, peralatan, persediaan, dan barang-barang perlengkapan
lainnya

1
c) Mengambil sejumlah kecil uang kas dari mesin kasir
d) Tidak mencatat penjualan barang dan mengantongi uangnya
e) Menciptakan kelebihan dana kas dan register dengan melakukan kurang pencatatan
f) Pembebanan berlebihan pada akun-akun pengeluaran atau menggunakan uang muka
untuk kepentingan pribadi
g) Memutar penagihan atas rekening pelangga
h) Membiayakan rekening pelanggan dan mencuri uangnya
i) Mengeluarkan kredit untuk klaim dan pengembalian oleh pelanggan palsu
j) Tidak memberikan setoran harian ke bank, atau menyetorkan sebagian dari uang saja

Mengacu pada Albrecht, dan Zimbelman (2009:10), berdasarkan pihak yang menjadi
korban, fraud dikelompokkan menjadi:
1. Fraud yang mengakibatkan perusahaan atau organisasi menjadi korban. Dalam
kategori ini, fraud dibagi kembali menjadi kelompok – kelompok yang lebih
spesifik:
a. Penggelapan oleh karyawan – pelaku fraud merupakan anggota atau karyawan
dari perusahaan atau organisasi. Dalam fraud jenis ini, pelaku mengambil aset
perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengambilan aset
secara langsung dilakukan dengan cara mengambil uang tunai, perlengkapan,
peralatan serta aset – aset lain perusahaan, sedangkan kecurangan secara tidak
langsung dilakukan dengan menerima sogokan atau komisi dari pihak ketiga.
b. Fraud yang melibatkan pemasok – pelaku fraud adalah pemasok dari suatu
perusahaan atau organisasi. Fraud ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
yang dilakukan sendiri dan fraud yang melibatkan pihak lain. Pada fraud yang
melibatkan pihak lain, biasanya pelaku bekerja sama dengan bagian pembelian
suatu perusahaan.
c. Fraud yang melibatkan pelanggan – pelaku fraud adalah pelanggan dari suatu
perusahaan atau organisasi. Pelanggan yang melakukan kecurangan biasanya
tidak membayar untuk barang yang dibeli, atau menipu perusahaan atau
organisasi untuk memberikan mereka (pelaku) barang yang tidak seharusnya
mereka miliki.
2. Fraud yang dilakukan oleh manajemen – korban dari fraud jenis ini adalah pemegang
saham dan pemberi pinjaman dari suatu organisasi atau perusahaan. Fraud yang
dilakukan oleh manajemen juga sering disebut sebagai kecurangan pelaporan
2
keuangan. Manajemen melakukan fraud ini dengan memanipulasi laporan keuangan
perusahaan.
3. Penipuan investasi dan penipuan pelanggan lainnya – korban dalam fraud jenis ini
adalah pihak – pihak yang kurang berhati – hati atau kurang pengetahuan. Para pelaku
fraud jenis ini umumnya menjual investasi palsu ke korban.
4. Kecurangan lain – lain – korban dari fraud jenis ini tidak memiliki batasan golongan.

II. Faktor Pendorong Melakukan Korupsi/Kecurangan

Bologna dan Lindquist dalam Fraud Auditing and Forensic Accounting (New York:
John Wiley & Sons, 1995) menyatakan : "Some people are honest all the time, some people
(fewer than the honest ones) are dishonest all the time, most people are honest all the time,
and some people are honest most of the time". Artinya : "Sejumlah orang jujur untuk setiap
saat, sejumlah orang tidak jujur setiap saat, sebagian besar orang jujur setiap saat, dan
sejumlah orang jujur hampir setiap saat".

Berdasarkan pendapat diatas dapat dibuat suatu generalisasi tentang perilaku manusia
secara umum, yaitu :

1. Sejumlah orang jujur untuk setiap saat (Some people are honest all the time),
2. Sejumlah orang tidak jujur untuk setiap saat (some people are dishonest all the
time),
3. Sebagian besar orang jujur untuk setiap saat (most people are honest all the time),
4. dan sejumlah orang jujur hampir setiap saat (and some people are honest most of
the time").

Meskipun terdapat banyak cara untuk melakukan kecurangan, secara umum terdapat
tiga unsur penting yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan, yaitu :

1. adanya tekanan (perceived pressure),


2. adanya kesempatan (perceived opportunity), dan
3. berbagai cara untuk merasionalisasi agar kecurangan dapat diterima (some way to
rationalize the fraud as acceptable).

3
Ketiga unsure tersebut dikenal sebagai segitiga Fraud Berikut faktor-faktor lain yang
dapat menyebabkan terjadinya Fraud :

a. Kegagalan Disiplin untuk Pelaku Penipuan


Pelaku penipuan biasanya orang yang dihormati dalam pekerjaan mereka,
masyarakat, gereja, dan keluarga. Jika mereka mendapatkan sedikit sanksi atau
dihentikan, mereka jarang memberitahu keluarga mereka dan yang lain dari alasan
sebenarnya terhadap terminasi atau hukuman mereka. Di sisi lain, jika mereka
dituntut, mereka biasanya malu apabila keluarga, teman, dan rekan bisnis tahu
tentang pelanggaran yang mereka lakukan . Karena biaya dan waktu yang terlibat
dalam penuntutan, banyak organisasi hanya memecat karyawan yang tidak jujur,
berharap kasus penipuan ini selesai dengan sendirinya. Memang, kurangnya
penuntutan dapat memberi orang lain kesempatan untuk melakukan penipuan, bila
dikombinasikan dengan tekanan dan rasionalisasi, dapat mengakibatkan penipuan
tambahan dalam organisasi.
b. Kurangnya Akses Informasi
Banyak penipuan yang diizinkan untuk dilakukan karena korban tidak memiliki
akses ke informasi yang dimiliki oleh para pelaku . Hal ini terutama terjadi di
banyak penipuan manajemen besar yang telah dilakukan terhadap pemegang
saham, investor, dan pemegang utang. Kebanyakan penipuan investasi dan
penipuan manajemen tergantung pada kemampuan untuk menahan informasi dari
korban . Individu dapat mencoba untuk melindungi diri terhadap penipuan
tersebut dengan menekankan pada pengungkapan penuh , termasuk laporan
keuangan yang telah diaudit , sejarah bisnis , dan informasi lain yang dapat
mengungkapkan sifat penipuan organisasi tersebut. Penipuan karyawan tertentu
juga boleh dilakukan karena hanya pelaku memiliki akses ke informasi. Informasi
asimetris, di mana satu pihak memiliki informasi lebih lanjut atau lebih baik dari
pihak lain, memiliki dalam beberapa kasus menyebabkan tuntutan hukum .
c. Ketidaktahuan , Apatis , dan Ketidakmampuan
Orang tua, orang dengan kesulitan bahasa, dan lainnya " rentan menjadi korban
penipuan karena pelaku tahu bahwa orang tersebut mungkin tidak memiliki
kapasitas atau pengetahuan untuk mendeteksi tindakan ilegal mereka. Banyak
penipuan memangsa korban lansia atau tidak berpendidikan

4
d. Kurangnya Trail Audit
Organisasi berusaha keras untuk membuat dokumen yang akan memberikan jejak
audit sehingga transaksi dapat direkonstruksi dan dipahami. Banyak penipuan,
bagaimanapun, melibatkan pembayaran tunai atau manipulasi record yang tidak
dapat diikuti. Pelaku penipuan pintar memahami bahwa penipuan mereka harus
disembunyikan . Mereka juga tahu bahwa penyembunyian tersebut biasanya harus
melibatkan manipulasi catatan keuangan. Ketika dihadapkan dengan keputusan
tentang pencatatan keuangan untuk memanipulasi pelaku hampir selalu
memanipulasi laporan laba rugi, karena mereka memahami bahwa jejak audit
cepat akan terhapus .

III. SEGITIGA FRAUD

Penelitian tradisional tentang kecurangan dilakukan pertama kali oleh Donald Cressey
pada tahun 1950 yang menimbulkan pertanyaan mengapa kecurangan dapat terjadi. Hasil
dari penelitian itu memunculkan faktor-faktor pemicu kecurangan yang saat ini dikenal
dengan “Fraud Triangle”.

Dalam penelitian tersebut Cressey memutuskan untuk mewawancarai pelaku


kecurangan yang menjadi tahanan atas tindakan kecurangan berupa penggelapan. Cressey
mewawancarai 200 pelaku penggelapan yang sedang menjalani masa tahanan. Satu dari
tujuan utama penelitian ini menyimpulkan bahwa setiap kecurangan yang dilakukan oleh
para pelaku memenuhi tiga faktor penting sebagai faktor pemicu

Secara umum fraud dapat terjadi apabila ada kesempatan (opportunity), tekanan
(pressure) atau insentif (incentive), dan rasionalisasi (rationalization). Tiga hal ini lebih
dikenal dengan segitiga fraud atau fraud triangle. Pressure (menunjukkan motivasi dan
sebagai “unshareable need”), rationalization (personal ethics), Knowledge dan
opportunity.

5
Gambar 2.1 Fraud Triangle

Dari dasar hasil penelitian yang dilakukan oleh Donald Cressey, memunculkan
banyak pendapat-pendapat lain yang kian beragam, diantaranya :

1. Ramos (2003) dikutip dari Rosyid, menggambarkan penyebab kecurangan dalam


bentuk segitiga (The fraud triangle), sebagai berikut :
a. Penyalahgunaan wewenang/jabatan (Occupational Frauds): kecurangan yang
dilakukan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi untuk
mendapatkan keuntungan pribadi.
b. Kecurangan organisatoris (Organisational Fraud): kecurangan yang dilakukan oleh
organisasi itu sendiri demi kepentingan / keuntungan organisasi itu.
c. skema kepercayaan (Confidence Schemes). Dalam kategori ini, pelaku membuat
suatu skema kecurangan dengan menyalahgunakan kepercayaan korban.
d. CKM dr Kurtiyono mengutip pendapat Riduan Simanjuntak mengatakan bahwa
terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang
dikenal dengan teori GONE, yaitu :
1) Greed (keserakahan)
2) Opportunity (kesempatan)
3) Need (keinginan)
4) Exposure (Pengungkapan)

6
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku
kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure
merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan fraud
(disebut juga faktor generik/umum).

Setiap pelaku kecurangan menghadapi berbagai macam tekanan (pressure). Tekanan


yang paling kuat adalah berkaitan dengan kebutuhan finansial, meskipun ia juga
menghadapi tekanan selain finansial (seperti frustasi ditempat kerja, kebutuhan untuk
melaporkan hasil yang lebih baik daripada kinerja yang sebenarnya, atau tantangan untuk
menyiasati sistem) juga merupakan faktor pendorong untuk melakukan kecurangan.

Pelaku kecurangan memerlukan suatu cara untuk membenarkan (merasionalisasi) atas


tindakan yang mereka lakukan agar dapat diterima. Pelaku merasionalisasikan
tindakannya dua alasan, yaitu : (1) ia tidak yakin bahwa apa yang telah ia lakukan adalah
melanggar hukum (ilegal), meskipun ia mengakui bahwa tindakan tersebut tidak etis, dan
(2) ia yakin bahwa ia akan mendapatkan uang pengganti dari sumber lain dan sehingga
dapat membayar kembali atas uang yang telah ia gelapkan.

Dalam benak pikirannya, ia hanya meminjam dan meskipun cara yang mereka
lakukan adalah tidak etis, ia akan membayar kembali utang tersebut. Setelah semua itu,
hampir semua orang akan ikut-ikutan melakukan hal serupa. Dalam hal terjadinya
kecurangan yang dilakukan oleh manajemen, sebagai contoh, tekanan (pressure)
mungkin kebutuhan untuk membuat bahwa laba perusahaan kelihatan lebih baik untuk
mendapatkan pinjaman yang lebih besar, kesempatan (opportunity) mungkin karena
adanya kelemahan komite audit, dan sebagainya.

Kecurangan menyerupai terjadinya api dalam berbagai cara. Agar terjadi suatu api,
diperlukan adanya tiga unsur. Ketika semua dari ketiga unsur tersebut datang bersamaan,
terjadilah apa yang disebut dengan api (Gambar 2.3). Para petugas pemadam kebakaran
mengetahui bahwa suatu api dapat dipadamkan dengan mengeliminasi salah satu dari
tiga unsur tersebut. Oksigen sering dieliminasi dengan menggunakan bahan kimia, atau
disebabkan letusan. Panas sangat lazim dieliminasi dengan dituangi air. Bahan bakar
dihilangkan dengan pemadam api atau dengan menutupi sumber bahan bakar.

7
Gambar 2.3

Seperti halnya dengan unsur dalam segitiga api, tiga unsur dalam segitiga kecurangan
juga saling berinteraksi. Pada api, bahan bakar lebih mudah terbakar, oksigen tidak
mudah terbakar dan panas untuk membakarnya. Pada kasus terjadinya kecurangan,
semakin besar kesempatan yang dimiliki atau semakin kuat tekanan yang dihadapi,
meskipun rasionalisasi kurang, hal ini akan mendorong seseorang melakukan
kecurangan. Demikian juga, semakin tidak jujur seseorang, meskipun kesempatan
dan/atau tekanan yang dimiliki sangat terbatas, mereka akan termotivasi untuk
melakukan kecurangan.

Seseorang yang berusaha untuk mencoba mencegah terjadinya kecurangan selalu


bekerja hanya berada pada salah satu dari ketiga unsur segitiga kecurangan, yaitu
kesempatan. Para investigator secara umum berkeyakinan bahwa kesempatan dapat
dieliminasi dengan adanya sistem pengendalian intern yang baik dan menjamin untuk
dipatuhinya sistem pengendalian intern tersebut. Jarang para investigator berfokus pada
tekanan untuk melakukan kecurangan atau rasionalisasi yang dimiliki oleh pelaku
kecurangan.

III.1 Kesempatan (Oportunity)

Menurut Tuanakotta (2010) yang mengungkapkan bahwa dari penelitian Cressey,


pelaku kecurangan selalu memiliki pengetahuan dan kesempatan untuk melakukan
tindakan tersebut agar tindakan itu tidak dapat terdeteksi. Cressey berpendapat ada
dua komponen dari peluang, yaitu ;

8
1) General information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang
mengandung trust (kepercayaan), dapat dilanggar tanpa konsekuensi.
Pengetahuan ini diperoleh pelaku dari apa yang ia dengar atau lihat, misalnya
dari pengalaman orang lain yang melakukan fraud dan tidak ketahuan atau
tidak dihukum atau terkena sanksi.
2) Technical skill atau keahlian/keterampilan
3) Keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan tersebut.
Ini biasanya keahlian atau keterampilan yang dipunyai orang itu dan yang
menyebabkan ia mendapat kedudukan tersebut.

Selain itu, faktor yang menciptakan kesempatan adalah lemahnya pengendalian


internal (internal controls) yang telah ada pada perusahaan. Dalam bukunya ”Modern
Auditing” Boynton menyatakan mengenai Committee of Sponsoring Organizations
(COSO) dan mengidentifikasikan lima komponen pengendalian intern yang saling
berhubungan, yaitu :

1. Lingkungan Pengendalian (control environment)


Faktor pembentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas dapat
berupa integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, dewan direksi
dan komite audit, filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur organisasi,
penetapan wewenang dan tanggung jawab, serta kebijakan dan praktik sumber
daya manusia.
2. Penilaian Resiko (risk assessment)
Penilaian resiko oleh manajemen harus mencakup pertimbangan khusus
atau resiko yang dapat muncul dari perubahan kondisi lingkungan operasi,
personel baru, sistem informasi yang baru atau dimodifikasi, pertumbuhan
yang cepat, teknologi baru, restrukturisasi perusahaan, operasi di luar negri,
pernyataan akuntansi, dan lini, produk, atau aktivitas baru.
3. Informasi dan Komunikasi (information and communication system)
Sistem akuntansi yang efektif harus mencatat transaksi yang valid dan
benar-benar terjadi, otorisasi yang tepat, penyajian secara tepat dalam laporan
keuangan.

9
4. Aktivitas pengendalian (control activities)
Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit laporan keuangan
dapat dikategorikan dalam berbagai cara, yaitu pemisahan tugas, pengendalian
pemrosesan informasi, pengendalian fisik, review kerja.
5. Pemantauan (monitoring)
Pemantauan dapat dilaksanakan melalui aktivitas yang berkelanjutan
(ongoing activities) dan melalui pengevaluasian periodik secara terpisah.
6. Pelaksanaan Internal audit untuk setiap department
7. Accounting System

III.2 Tekanan (Pressure)

Tekanan merujuk pada sesuatu hal yang terjadi pada kehidupan pribadi pelaku
yang memotivasinya untuk mencuri. Biasanya motivasi tersebut timbul karena
masalah keuangan, tetapi ini dapat menjadi gejala dari faktor-faktor tekanan lainnya,
sehingga tekanan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: tekanan dari faktor keuangan
(financial), dan tekanan dari faktor sosial (non financial)

1. Financial Pressures
Masalah keuangan yang dialami pelaku dapat dipecahkan dengan mencuri
uang atau aset lainnya. Berikut faktor-faktor dari tekanan keuangan :
a. Greed. Keserakahan seseorang akan kekayaan dapat memicu orang tersebut
bertindak curang karena merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki.
b. Gaya hidup mewah
c. High personal debts. Hutang yang menumpuk dapat membuat seseorang
tertekan. Ketertekanan akan semakin tinggi ketika hutang tersebut tidak
dapat dilunasi, sehingga akan menghalalkan segala cara untuk dapat
melunasinya.
d. High medical bills. Ketika calon pelaku kecurangan mengalami masalah
kesehatan dan membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi, sedangkan si
calon pelaku tidak mempunyai cukup dana, maka dari tekanan biaya
tersebut akan mendorong tindakan kriminal/ curang sebagai cara memenuhi
biaya tersebut.
e. Kerugian keuangan yang tak terduga.

10
2. Social Pressure
Tekanan yang berasal dari faktor non-keuangan diantaranya :
a. Vice Pressure
b. Kebiasaan berjudi (gambling), drugs dan alcoholic (peminum berat)dapat
menciptakan keinginan keuangan yang besar agar supaya mendukung
kebiasaan- kebiasaan tersebut. Hal ini menciptakan hubungan tekanan dengan
aspek ini sebagai fraud triangle.
c. Work related
1) Seseorang akan merasa tertekan ketika performa pekerjaan kurang diakui
dan dinilai secara adil oleh manajemen
2) Kepuasan atas pekerjaannya
3) Takut akan kehilangan pekerjaannya
4) Tertekan karena ingin mendapatkan promosi
5) Merasa digaji rendah oleh perusahaan

3. Other Pressure
a. Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti
biasanya. b. Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja
c. Tertantang untuk merusak atau membobol sistem
d. Krisis keuangan yang tak terduga
Tuanakotta menjelaskan komponen pressures sebagai perceived non-shareable
financial need, yang dibagi kedalam enam kelompok :

1. Violation of ascribed obligation


Suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab keuangan, membawa
konsekuensi tertentu yang bersangkutan dan juga menjadi harapan atasan atau
majikannya. Disamping harus jujur, ia dianggap perlu memiliki perilaku tertentu.
Orang dalam jabatan seperti itu merasa wajib menghindari perbuatan seperti
berjudi, mabuk, menggunakan narkoba dan perbuatan lain yang merendahkan
martabatnya. Inilah kewajiban yang terkait dengan jabatan yang dipercayakan
kepadanya. Ini adalah ascribed obligation baginya. Jika ia menghadapi situasi
yang melanggar kewajiban terkait dengan jabatannya, ia merasa masalah yang
dihadapinya tidak dapat diungkapkannya kepada orang lain.

11
2. Problems resulting from personal failure
Kegagalan pribadi yang merupakan situasi yang dipersepsikan oleh orang
yang mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai
kesalahannya menggunakan akal sehatnya, dan karena itu menjadi tanggung
jawab pribadinya.
3. Business reversals
Kegagalan bisnis merupakan kelompok situasi yang juga mengarah kepada
non- shareable problem. Kegagalan ini dikarenakan oleh inflasi yang tinggi, atau
krisis moneter, atau ekonomi, dan tingkat bunga yang tinggi.
4. Physical isolation
Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam kesendirian.
5. Status gaining
Kebiasaan (buruk) untuk tidak mau kalah dengan “tetangga” atau pelaku
berusaha meningkatkan statusnya.
6. Employer-employee relations
Kekesalan atau kebencian pelaku dalam pekerjaannya. Kekesalan itu biasa
terjadi karena ia merasa gaji atau imbalan lainnya tidak layak dengan pekerjaan
atau kedudukannya, atau ia merasa beban pekerjaannya teramat banyak, atau ia
merasa kurang mendapat penghargaan batiniah (pujian).

III.3 Rationalization (Justifikasi melakukan kecurangan)

Rationalisasi adalah komponen kecurangan yang paling krusial. Rasionalisasi


menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran
atas tindakannya, misalnya:
1. Tidak akan ada orang lain yang terluka
2. Saya berhak mendapatkan sesuatu yang lebih
3. Tindakan kecurangan yang ia lakukan bertujuan baik
4. Sesuatu yang menjadi kepuasaannya jika ia bertindak curang
5. Semua orang melakukan itu, jadi saya melakukannya juga
6. Orang-orang tidak mampu dan tidak peduli tentang konsekuensi atas tindakan
atau atas pelakunya yang tidak jujur

12
7. Pelaku percaya bahwa jika mereka bertindak curang, mereka tidak akan
kehilangan keluarga, uang dan kekayaannya.
8. Ketidakpuasan pekerjaan akan sesuatu hal yang berhubungan dengan
gaji,lingkungan pekerjaan, perhatian yang diberikan oleh manajer, membuat
pelaku berpikiran bahwa perusahaan berhutang kepada dia
9. Saya hanya meminjam uang perusahaan saja, nanti akan saya kembalikan
10. Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa
jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut

Kita telah mendiskusikan dua elemen pertama dari segitiga kecurangan, yaitu :
adanya tekanan dan adanya kesempatan. Unsur yang ketiga adalah rasionalisasi.
Untuk menjelaskan kenapa rasionalisasi memberikan kontribusi terhadap terjadinya
kecurangan, karena rasionalisasi akan memberikan suatu pembenaran tentang apa
saja yang kita lakukan dengan tujuan untuk memuaskan diri sendiri, meskipun tidak
memiliki alasan yang kuat dan pembenaran tersebut juga tidak dapat
dipertanggungjawabkan baik dari segi moral maupun etika.

Misalkan seseorang yang melakukan korupsi, dan uang korupsi tersebut sebagian
digunakan untuk kegiatan keagamaan dan menyantuni fakir miskin. Contoh yang
lain, Robin Hood mempertahankan perilakunya yang tidak jujur dengan beragumen
bahwa ia mencuri dari yang kaya dan diberikan kepada yang miskin (Robin Hood
defended his dishonest acts by arguing that he "stole from the rich and gave to the
poor”). Hampir setiap kecurangan melibatkan rasionalisasi. Sebagian besar dari
pelaku kecurangan pada pertama kali mereka melakukan kecurangan mereka
berkomitmen untuk tidak melakukan kejahatan yang lain. Dengan melakukan
rasionalisasi akan membantu seseorang untuk menyembunyikan ketidakjujuran dari
tindakannya. Berikut ini beberapa rasionalisasi yang sering digunakan oleh pelaku
kecurangan :
1. "Saya hanya meminjam uang; saya akan mengembalikannya" (1'm only
borrowing the money; I will pay it back).
2. "Setiap orang melakukannya ". (Everyone does it).
3. "Saya tidak menyakiti siapapun". (I'm not hurting anyone).
4. "Perusahaan meminjami kami". (The organization owes it to me).
5. "Tindakan tersebut untuk suatu tujuan yang baik". (It's for a good purpose).

13
Menurut M.Romney, W.S. Albrecht, and D.J. Cherrington, dalam "Auditors
and the Detection of Fraud" (1980), menyatakan bahwa seseorang melakukan
kecurangan sebagai hasil interaksi dari dua kekuatan yang berasal dari dalam
pribadi seseorang dan lingkungan ekstern. Kekuatan tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori : (1) tekanan situasional (situational
pressures), (2) Kesempatan (opportunity), dan (3) karakteristik pribad i (personal
characteristics).
Sebaliknya seseorang yang memiliki kepribadian tidak jujur, ketika berada
pada situasi dimana tekanan situasional meningkat (tinggi) dan memiliki
kesempatan maka yang bersangkutan akan melakukan kecurangan. Pada bab
berikutnya akan dibahas tentang pengendalian intern disertai beberapa contoh
kasus yang telah terjadi di negara maju seperti USA.

IV. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial statement fraud)


Kecurangan dalam laporan keuangan antara lain berupa mempublikasikan secara
sengaja terhadap informasi yang palsu dari bagian suatu laporan keuangan. Kecurangan
ini biasanya terjadi ketika sebuah perusahaan melaporkan lebih tinggi dari yang
sebenarnya (overstates) terhadap aktiva atau pendapatan, atau ketika perusahaan
melaporkan lebih rendah dari yang sebenarnya (understates) terhadap kewajiban dan
beban. Sering kali para pemegang saham, karyawan dan investor tidak mengetahui
sepenuhnya dari ketidakjelasan terhadap nilai aktiva perusahaan dan adanya kewajiban
jika terjadi suatu kecurangan.
Sebagian besar dari skandal kecurangan yang terjadi pada tahun 2002 di USA yang
menyebabkan lahirnya Sarbanes-Oxley Act (undang-undang anti korupsi) - termasuk
kecurangan yang terjadi di perusahaan raksasa, Enron dan WorIdCom - adalah berupa
kecurangan terhadap laporan keuangan. Skema kecurangan yang mereka lakukan
tergolong rumit, namun pada akhirnya motifnya relatif serupa, yaitu : menyebabkan
kerugian besar terhadap pemegang saham dan timbulnya utang kepada kreditur, belum
lagi menyebabkan trauma kepada karyawan dimana mereka kehilangan pekerjaan dan
dana pensiun.
Pada 2008 Laporan yang disampaikan kepada lembaga Pencegahan terhadap
Kecurangan dan Penyalahgunaan Wewenang yang diterbitkan oleh Association of
Certified Fraud Examiners, perusahaan-perusahaan USA menderita kerugian rata-rata
14
sebesar $2 juta yang disebabkan terjadinya skema kecurangan tersebut. Dalam Laporan
tersebut menyatakan bahwa bentuk kecurangan sangat berbeda dari jenis kecurangan
yang lazim karena " tipe tujuan dari kecurangan yang terjadi tidak secara langsung
memperkaya si pelaku, tetapi untuk menyesatkan kepada pihak ketiga (investor,
pemilik, regulator, dll) seperti kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan
atau menyangkut kelangsungan hidup dari suatu organisasi.
Dengan kata lain, biasanya pelakunya adalah oleh manajer perusahaan yang
memanipulasi kemampuan yang bersifat ekonomi suatu perusahaan dengan menutupi
hutang yang jumlahnya yang sangat besar atau hilangnya aktiva yang lain. Para pihak
manajemen memperoleh keuntungan seacara langsung dari terjadinya kecurangan
dengan menjual saham, menerima bonus atas kinerja yang dipalsukan, atau dengan
menggunakan laporan palsu untuk menyembunyikan tindakan curang lainnya. Manfaat
secara tidak langsung yang diperoleh pihak manajemen dari adanya kecurangan
terhadap laporan keuangan tersebut dimana cara ini digunakan untuk memperoleh
sumber dana atas nama perusahaan, atau untuk melakukan penggelembungan harga jual
perusahaan.

IV.1Mencegah Kecurangan Laporan Keuangan (Preventing Financial Statement Fraud)


Berdasarkan Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle) yang dimukakan oleh Dr Donald R.
Cressey, orang melakukan kecurangan/korupsi ketika mereka mendapatkan tekanan
(pressure) baik yang berupa tekanan keuangan atau tekanan sosial, memiliki kesempatan
untuk mendapatkan uang/dana yang tidak terdeteksi, dan mereka dapat
membenarkan/merasionalisasikan tindakan jahat mereka.
Setiap usaha untuk mencegah kecurangan atas laporan keuangan harus fokus pada
tiga faktor sebagai berikut :
1. Mengurangi Tekanan Situational Mendorong terjadinya kecurangan
a. Hindari penetapan tujuan keuangan yang tidak mungkin dicapai.
b. Hilangkan tekanan yang berasal eksternal yang mungkin dapat menggoda staf
akuntansi untuk menyiapkan kejahatan terhadap laporan keuangan.
c. Pengendalian modal kerja, kelebihan volume produksi, atau pengendaiian
terhadap inventaris.
d. Menetapkan dengan jelas dan prosedur akuntansi yang seragam tanpa adanya
klausul pengecualian.
2. Mengurangi Peluang Untuk Melakukan Kecurangan
15
a. Menjaga keakuratan dan kelengkapan catatan akuntansi internal.
b. Hati-hati dalam memonitor transaksi bisnis dan hubungan yang bersifat
pribadi dari pemasok, pembeli, agen pembelian, perwakilan penjualan, dan
pihak lain-lain yang berhubungan dalam bertransaksi diantara unit-unit
keuangan.
c. Menetapkan sebuah sistem keamanan yang bersifat fisik untuk memastikan
aset perusahaan, termasuk barang jadi, uang tunai, peralatan modal,
peralatan, dan barang-barang lainnya yang berharga.
d. Pembagian fungsi penting diantara karyawan, memisahkan adanya
pengendalian penuh yang berada pada satu orang.
e. Menjaga keakuratan catatan pegawai termasuk memeriksa latar belakang
pada karyawan baru.
f. Mendorong pengawasan yang kuat dan hubungan kepemimpinan yang kuat
dalam kelompok untuk menjamin penegakan prosedur akuntansi.
3. Mengurangi rasionalisasi dari Adanya Kecurangan Untuk Memperkuat Integritas
Karyawan
a. Para manajer harus mempromosikan kejujuran dengan memberikan contoh.
Tindakan tidak Jujur oleh manajemen, bahkan ~jika mereka akan diarahkan
pada sasaran di luar organisasi, menciptakan lingkungan yang tidak jujur
dapat digunakan untuk merasionalisasikan kegiatan bisnis yang tidak sah
lainnya oleh karyawan atau pihak eksternal.
b. Perilaku jujur dan tidak jujur harus didefinisikan dalam kebijakan perusahaan.
Kebijakan akuntansi oleh Organisasi harus berkaitan dengan prosedur
akuntansi yang dapat dipertanyakan atau bersifat controversial.
c. Konsekuensi terhadap pelanggaran aturan dan ketentuan untuk hukuman dari
pelaku kecurangan harus tertulis dengan jelas dan dikomunikasikan

V. Rekrutmen Fraud
Segitiga fraud sangat berguna untuk membantu kita untuk memahami bagaimana satu
orang menjadi terlibat dalam penipuan. Sayangnya, banyak penipuan saat ini dilakukan lebih
dari satu orang. Bahkan, sebagian besar penipuan - penipuan laporan keuangan juga
melibatkan lebih dari satu pelaku.

16
V.1Kekuasaan
Pada tahun 1947 , Max Weber 26 menyebutkan bahwa kekuasaan seseorang dapat
dilaksanakan dengan kehendak sendiri meskipun adanya perlawanan dari pihak lain.
Ketika penipuan berlangsung, konspirator memiliki keinginan untuk melaksanakannya
sendiri dan akan memengaruhi - orang lain untuk bertindak dan melakukan kejahatan
demi keinginan konspirator tersebut yang terlepas dari perlawanan pihak yang direkrut.
Reward power adalah kemampuan dari pelaku penipuan untuk meyakinkan calon
korban bahwa ia akan menerima manfaat tertentu melalui partisipasi dalam skema
penipuan. Contoh manfaat tersebut termasuk janji bonus besar , opsi saham
penghargaan , pembayaran ekuitas lainnya , dan promosi pekerjaan .
Kekuatan pemaksa adalah kemampuan dari penipuan pelaku kejahatan untuk
membuat seseorang merasakan hukuman jika dia tidak berpartisipasi dalam penipuan .
Hukuman ini biasanya didasarkan pada ketakutan.
Expert Power adalah kemampuan dari pelaku Fraud untuk mempengaruhi orang lain
karena pengetahuan dan pengalamannya. Hal ini seperti kasus management Enron,
dimana management Enron memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sangat baik
Legitimate Power mengacu pada kemampuan pelaku penipuan untuk meyakinkan
pelaku potensial bahwa ia benar-benar memiliki kekuasaan atas pelaku potensial tersebut
. Sebagai contoh, dalam sebuah organisasi, kepala eksekutif dan anggota lain dari
manajemen mungkin mengklaim memiliki kekuasaan yang sah untuk membuat
keputusan dan mengarahkan organisasi - bahkan jika arah yang tidak etis. Dengan cara
ini, komplotan (karyawan) menganggap peran berwibawa dan meyakinkan calon co –
konspirator (karyawan) adalah sah. Potensi konspirator (karyawan) dalam situasi ini
sering merasakan dilema antara loyalitas dan etika. Kekuasaan yang sah dapat menjadi
alat yang sangat kuat dalam merekrut individu untuk berpartisipasi dalam penipuan
tersebut.
Referent Power (kekuatan membujuk) adalah kemampuan pelaku untuk berhubungan
dengan potensi co -konspirator. Pelaku akan sering menggunakan kekuatan rujukan
untuk mendapatkan kepercayaan dan partisipasi dari calon co - konspirator saat
melakukan tindakan tidak etis.

17
Daftar Pustaka

Albrecht, W. Steve and Chad 0. Albrecht, 2003, Fraud Examination, New York:
Thomson South- Western.
Arens, Alvin A., Randal J, Elder and Mark S. Beasley, 2005, Chicago: Auditing and
Assurance Services, An Integrated Approach, Pearson-Prentice Hall. ,
----------------, 2004, Overviews of The Sarbanes-Oxley Act of 2002 with Other Changes
in Auditing and The Public Accounting Profession, New York: Pearson Prentice- Hall.
Bologna dan Lindquist, Fraud Auditing and Forensic Accounting, 1995, New York: John
Wiley & Sons, 1995)
M. Romney, W.S. Albrecht, and D.J. Cherrington, 1980, "Auditors and the Detection of
Fraud", New York: Pearson-Prentice Hall. 19

18

Anda mungkin juga menyukai