Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAAN V

WASIAT, WARISAN, WAKAF, HIBAH, JUAL-BELI, DAN PINJAM-


MEMINJAM

Oleh :
KELOMPOK 10 :
Cica Kusuwono
Fitri Handayani
Ummu Athiyah
Wd Irmawati

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN AKUNTANSI

2019

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat
petunjuk dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah Al-
Islam Kemuhammadiyahan v dengan judul “Wasiat, Warisan, Wakaf, Hibah, Jual-
Beli, dan Pinjam-Meminjam” tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam semoga
selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator
terbesar dalam segala keteladaannya beserta keluarganya, sahabat dan para
pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Kami menyadari bahwa makalah yang sederhana ini jauh dari kesempurnaan
karena itu, dengan segala kerendahan hati kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak, terutama bapak dosen selaku pembimbing mata kuliah
ini. Dan penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan
khususnya menambah ilmu bagi para pembaca.

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang .............................................................................

B. Rumusan masalah........................................................................

C. Tujuan .........................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Pengertian Wasiat, Wakaf, Hibah, Jual-beli, dan Pinjam meminjam

.....................................................................................................

B. RukunWasiat dan tata cara pembagian harta warisan ................

C. Rukun Wakaf, Hibah, dan Jual beli ............................................

D. Rukun dan tata cara pinjam-meminjam ......................................

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................

B. Saran ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian Wasiat, Wakaf, Hibah, Jual-beli, dan Pinjam meminjam
2. Apa saja RukunWasiat dan tata cara pembagian harta warisan
3. Apa Rukun Wakaf, Hibah, dan Jual beli
4. Rukun dan tata cara pinjam-meminjam
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari rumusan masalah di atas yaitu untuk
mengetahui tentang :
1. Pengertian Wasiat, Wakaf, Hibah, Jual-beli, dan Pinjam meminjam
2. RukunWasiat dan tata cara pembagian harta warisan
3. Rukun Wakaf, Hibah, dan Jual beli
4. Rukun dan tata cara pinjam-meminjam

1
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wasiat, Wakaf, Hibah, Jual-beli, dan Pinjam-meminjam

1. Pengertian wasiat

Kata wasiat ( ‫ ) الوصية‬berasal dari kata “washshaitu (‫ ) وصيت‬artinya:

aushaltu (‫( )أوصلت‬aku menyampaikan sesuatu)”. Yang juga berarti pesanan, jadi

berwasiat juga diartikan berpesan. Dalam Al-Qur'an kata wasiat dan yang seakar

dengan itu mempunyai beberapa arti diantaranya berarti menetapkan, sebagaimana

dalam surat al-An'am : 144‫) )هللا وصاكم إذ شهداء كنتم أم‬, memerintahkan sebagaimana

dalam surat Luqman: 14, (‫ )بولديه اإلنسان ووصينا‬dan Maryam: 31 ‫ )بالصالة وأوصانى‬,

mensyari'atkan (menetapkan) sebagaimana dalam surat An-Nisa' ayat 12 (‫)هللا من وصية‬.

Adapun pengertiannya menurut istilah Syariah wasiat ialah: pesan terakhir yang

diucapkan dengan lisan atau disampaikan dengan tulisan oleh seseorang yang merasa

akan wafat berkenaan dengan harta benda yang ditinggalkannya

‫صيَّة ُ خي ًْرا ترك ِإ ْن ْالم ْوتُ أحد ُك ُم حضر ِإذا عل ْي ُك ْم ُكتِب‬


ِ ‫وف و ْال ْقر ِبين ِل ْلوا ِلدي ِْن ْالو‬
ِ ‫ْال ُمتَّ ِقين على حقًّا ِب ْالم ْع ُر‬
(180)

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda)


maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan kaum
kerabatnya secara ma'ruf. (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.”
(QS Al-Baqarah : 180)

Berdasarkan pengertian umum dari ayat Al-Quran seorang muslim yang sudah
merasa ada firasat akan meninggal dunia, diwajibkan membuat wasiat berupa

2
pemberian (hibah) dari hartanya untuk ibu-bapak dan kaum kerabatnya, apabila ia
meninggalkan harta yang banyak.

Dikaitkan dengan perbuatan hukum wasiat itu pada dasarnya juga bermakna transaksi
pemberian sesuatu pada pihak lain. Pemberian itu bisa berbentuk penghibahan harta
atau pembebanan/pengurangan utang ataupun pembarian manfaat dari milik pemberi
wasiat kepada yang menerima wasiat.

Pengertian yang diberikan oleh ahli hukum wasiat ialah "memberikan hak secara suka
rela yang dikaitan dengan keadaan sesudah mati, baik diucapkan dengan kata-kata
atau bukan” sedangkan menurut Sayid Sabiq mendefinisikan sebagai berikut : “wasiat
itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang ,
ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah yang berwasiat
mati.”

Menurut para fuqaha, wasiat adalah pemberian hak milik secara sukarela yang
dilaksanakan setelah pemberinya meninggal dunia. Pemberian hak milik ini bisa
berupa barang, piutang atau manfaat.

Istilah-istilah wasiat dalam bahasa Arab

- Al-washi (‫ )الواصي‬atau al-mushi (‫ = )الموصي‬pemberi wasiat/pewasiat

- Al-Musho bihi (‫ = )به الموصى‬perkara/benda yang dijadikan wasiat.

- Al-Musho lahu (‫ = )له الموصى‬penerima wasiat (orang atau sesuatu)

- Al-mushu ilaih (‫ = )إليه الموصى‬orang yang menerima amanah menyampaikan wasiat.

- Wasiat (‫ = )الوصية‬perilaku/transaksi wasiat

2. Warisan

3
Secara Etimolog, Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam
bahasa arab adalah bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan-
miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah ‘berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain’. Atau dari suatu kaum kepada kaum lain.[1]

Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan (mewarisi)
orang yang meninggal, baik karena hubungan keluarga, pernikahan, maupun karena
memerdekakan hamba sahaya (wala’).[2]

Harta Warisan yang dalam istilah fara’id dinamakan tirkah (peninggalan) adalah
sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik berupa uang atau materi
lainnya yang dibenarkan oleh syariat Islam untuk diwariskan kepada ahli warisnya.[3]

 melunasi hutang-hutang si mayat, apabila ia memiliki hutang;

Memenuhi wasiat si mayat, jika ia berwasiat yang besarnya tidak lebih dari
sepertiga dari harta yang ditinggalkannya. "...(pemberian harta pusaka itu)
sesudah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya."
(QS. 4/An-Nisa': 11)

 Yang berhak mendapat wasiat adalah selain ahli waris, karena ia sudah mendapat
hak warisan. Muhammad Rosulullah saw. bersabda "Sesungguhnya Allah
memberi kepada setiap orang yang berhak atas haknya. Oleh karena itu tidak ada
wasiat bagi ahli waris” .(HR. Lima ahli hadits, kecuali Abu Dawud. Hadits ini
juga disahkan oleh Tirmidzi dari Amr bin Khorijah ra.)

3. Wakaf

Secara bahasa, wakaf diambil dari kata wakaf (Arab: ‫وقف‬, [ˈwɑqf]; plural
Arab: ‫أوقاف‬, awqāf; bahasa Turki: vakıf, bahasa Urdu: ‫ )وقف‬yang artinya “menahan”
atau “berhenti”. Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai
penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan

4
manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Sedangkan para ulama
berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf, diantaranya :

Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain)


milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun
yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203).

Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang
dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang
yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187)

Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi
manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak
pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang
dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376)

Keempat, Hanabilah menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah:


6/185)

Sedangkan menurut UU Wakaf Nomor 41 Tahun 2004, wakaf berarti perbuatan


hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah

Dengan kata lain wakaf yakni menyerahkan kepemilikan harta manusia menjadi milik
Allah atas nama ummat semoga hal tersebut membuat kita selamat dunia dan akhirat.

5
4. Hibah

Hibah secara bahasa berarti pemberian. Sedangkan menurut istilah adalah


pemberian sesuatu kepada seseorang secara cuma, tanpa mengharapkan apa-apa
sebagai tanda kasih sayang. Jadi hibah adalah suatu pemberian yang dilakukan, baik
dalam lingkungan keluarga maupun dengan orang lain yang dilakukan ketika masih
hidup atau penghibah itu masih hidup. Adapun dalil yang berhubungan tentang
masalah hibah tersebut terdapat dalam Al-Qur'an, sebagaimana Firman Allah dalam
surah surah Al-Baqarah ayat 177 :

‫سبِي ِل وابْن و ْالمسا ِكين و ْاليتامى ْالقُ ْربى ذ ِوي ُحبِ ِه على ْالمال وآتى‬
َّ ‫ب وفِي والسَّائِ ِلين ال‬
ِ ‫الرقا‬
ِ

Artinya ;

"Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,


orang-orang miskin, musafir, (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meinta dan (memerdekakan) hamba sahaya" (Q.S.Al-Baqarah Ayat ;177

5. Jual-beli

Jual beli menurut bahasa disebut ‫البيع‬, secara bahasa berarti


‫( اعطاءشيءفىمقابلةشيء‬memberikan sesuatu untuk ditukar dengan sesuatu).

Adapun menurut istilah syara’ adalah:

‫فيه ون المأذ الوجه على وقبول بايجاب للتصرف قابلين ل بما مال مقابلة‬

“Menukar suatu barang dengan barang (alat tukar yang syah) dengan ijab qabul dan
berdasarkan suka sama suka.”

Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa jual beli harus dilakukan berdasarkan
suka sama suka.

…‫…منكم تراض ان تجارة تكون ان تجارة تكون ان اال لباطل با بينكم التأكلوااموالكم‬

6
Artinya: “…Janganlah kamu makan harta yang ada di antara kamu dengan jalan batal,
melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka….”(QS. An Nisa’: 29)

6. Pinjam-meminjam

Ariyyah atau ariyah nama barang pinjaman dan nama suatu aqad yang
berupa memberikan wewenang untuk mengambil manfaat sesuatu yang halal diambil
manfaatnya dalam keadaan masih tetap/utuh barangnya untuk dikembalikan lagi.

Kata ‫ عارية‬BERASAL DARI ‫ عار‬yang artinya “pergi dan datang kembali dengan
cepat”. Ariyah pada asal hukumnya adalah SUNNAH, karena sangat dirasa
keperluannya.Dan terkadang hukumnya bisa menjadi wajib, seperti misalnya
meminjamkan pakaian yang disitulah syahnya sholat , meminjamkan sesuatu
penyelamat orang tenggelam, atau meminjamkan alat menyembelih binatang
dimuliakan syara’ yang dikhawatirkan ( segera ) mati.

Barang pinjaman kalau hilang atau rusak, menjadi tanggungan orang yang meminjam
dengan harga pada hari rusaknya.

Pinjam ini wajib dikembalikan kepada yang meminjamkan, sabda Nabi Saw:

‫ ل قا عنه هللا رضى هريره ابى عن‬: ‫ وسلم عليه هللا صلى هللا ل سو ر ل قا‬: ‫ ائتمنك من اال نة ما اال د ا‬, ‫وال‬
‫نك خا من تخن‬.

( ‫) داود ابو و الترمزي رواه‬

Artinya : Dari Abu Hurairah R.A : Bahwasanya Rasulullah SAW. Bersabda:


“Tunaikanlah / Kembalikanlah barang amanat itu kepada orang yang telah
memberikan amanat kepadamu, dan janganlah kamu menyalahi janji (berkhianat)
walaupun kepada orang yang pernah menyalahi janji kepadamu”. (HR. Abu Dawud
dan Tirmidzi).

7
B. Rukun wasiat dan tata cara pembagian harta warisan
1. Rukun wasiat

Jumhur ulama mengatakan, ada 4 rukun wasiat yaitu:

a. Adanya mushii (pihak pembuat wasiat)


b. Adanya musha lah (penerima wasiat)
c. Adanya musha bih (sesuatunatau barang yang diwasiatkan)
d. Adanya sighat (ucapan serah terima) dengan adnya ijab dan mushii,
misalnya “aku berwasiat untauk fulan akan sesuatu itu”. Sedang qabul
berasal dari pihak mushaa lah yang sudah jelas ditentukan.

2. Tata cara pembagian harta warisan

Pembagian warisan dalam hukum Islam menurut ilmu fikih disebut


dengan faraidh, wiratsah, atau al-tirkah. Fikih Kewarisan Islam adalah ketentuan
hukum Islam yang mengatur tentang siapa saja ahli waris yang berhak mendapatkan
warisan dan berapa besar bagian kewarisannya.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel pembagian warisan dalam hukum islam
sebelumnya, bahwasanya tidak setiap keluarga mendapatkan warisan. Dan tidak
setiap orang mendapatkan bagian yang sama dengan ahli waris lainnya. Sebagaimana
yang telah dijelaskan Allah Swt dalam surat al-Nisa ayat 11, 12, 17, dan 176 dan
beberapa hadis lainnya.

Adapun ringkasannya dapat dilihat pada keterangan berikut ini:

1. Anak Perempuan
Pertama. Anak perempuan mendapatkan 1/2. Apabila anak sendiri (QS. 4:
11). Kedua, mendapatkan 2/3 apabila terdapat dua atau lebih. Mereka berbagi

8
rata dari 2/3 tersebut (4:11). Ketiga, mendapatkan sisa / ashabah apabila
bersama dengan anak laki-laki (ashabah bil ghair).
2. Anak laki-laki
Laki-laki mendapat sisa dengan sendirinya atau disebut ashabah bi al-Nafs
3. Suami
Pertama, suami mendapat bagian 1/2 apabila ahli waris tidak meninggalkan
anak (4:12). kedua, suami mendapatkan 1/4 apabila pewaris meninggalkan
anak (4:12)
4. Istri
Pertama. Istri mendapatkan 1/4 apabila ahli waris tidak meninggalkan anak
(4:12). Kedua mendapatkan 1/8 apabila ahli waris meninggalkan anak (4:12)
5. Ibu
Pertama, ibu mendapatkan bagian 1/3 apabila pewaris tidak meninggalkan
anak. Kedua mendapatkan 1/6 apabila pewaris meninggalkan anak atau dua
saudara atau lebih (4:11) Apabila tidak meninggalkan anak namun
meninggalkan saudara (4:11). Ketiga, mendapatkan 1/3 sisa (tsulutsul baqi)
apabila ahli waris hanya terdiri dari ayah, ibu dan suami/istri. Pembagiannya
adalah dibagi dulu bagian istri, kemudian sisanya dibagi 1/3, kemudian
sisanya diberikan kepada ayah.
6. Bapak
Pertama. Bapak mendapatkan 1/3 apabila ahli waris tidak meninggalkan anak.
(4:11). Kedua, bapak mendapatkan 1/6 apabila ahli waris meningglkan anak.
(4:11). Ketiga, bapak mendapatkan semua sisa apabila tidak ada ahli waris
yang mendapatkan sisa, dan masih ada sisa warisan maka diberikan kepada
bapak, namun sebelumnya bapak tetap mendapat bagian zawil furud (ahli
waris yang telah mendapatkan bagian yang ditentukan).
7. Saudari kandung
Pertama. Saudari kandung mendapatkan bagian waris 1/2 apabila kalalah dan
sendiri. Kedua, mendapatkan 2/3 apabila kalalah dan bersama dua orang atau

9
lebih, maka mereka berbagi rata dari 2/3 tersebut. Kedua, mendapatkan sisa
warisan. Apabila kalalah dan bersama dengan seorang anak perempuan
(ashabah maal ghair) atau dia bersama dengan saudara kandung (ashabah bil
ghair).
8. Saudara kandung
Saudara kandung mendapatkan sisa warisan apabila kalalah
9. Saudari sebapak
Pertama. Saudara sebapak mendapatkan 1/2 warisan apabila kalalah dan tidak
ada saudari kandung. Kedua mendapatkan 2/3 apabila kalalah, tidak ada
saudari kandung dan saudari sebapak terdiri dari dua orang atau lebih. Mereka
berbagi rata dari bagian tersebut. Ketiga, mendapatkan sisa warisan apabila
kalalah, dia bersama saudara sebapak, dan tidak ada suadara kandung.
Keempat. Tidak mendapatkan warisan apabila ada saudara kandung atau
apabila ada dua saudari kandung
10. Saudara/I seibu
Pertama, Saudara/I seibu mendapatkan 1/6 warisan apabila kalalah dan
mereka satu orang. Kedua mendapatkan 1/3 apabila kalalah dan mereka terdiri
dari dua orang atau lebih

Kalalah adalah kondisi ketika ahli waris tidak meninggalkan anak laki-laki atau
cucu laki-laki dan ayah telah meninggal terlebih dahulu. Pembahasan kalalah adalah
untuk menentukan apakah saudara dapat menjadi ahli waris atau tidak.

C. Rukun wakaf, hibah dan jual beli


1. Rukun wakaf
Menurut jumhur ulama dari mazhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali, mereka
sepakat bahwa rukun wakaf ada empat, yaitu:
a. Wakif (orang yang berwakaf)
b. Mauquf ‘alaih (orang yang menerima wakaf)
c. Mauquf (harta yang diwakafkan)

10
d. Sighat (pernyataan wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
harta bendanya).

Menurut pasal 6 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, wakaf dilaksanakan


dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:

 Wakif

 Nadzir

 Harta Benda Wakaf

 Ikrar Wakaf

 Peruntukkan Harta Benda Wakaf

 Jangka Waktu Wakaf

Menurut hukum (fiqih) Islam, wakaf baru dikatakan sah apabila memenuhi dua
persyaratan, yaitu:

a) Tindakan/perbuatan yang menunjukan pada wakaf.


b) Dengan ucapan, baik ucapan (ikrar) yang sharih (jelas) atau ucapan yang
kinayah (sindiran). Ucapan yang sharih seperti: “Saya wakafkan….”.
Sedangkan ucapan kinayah seperti: “Saya shadaqahkan, dengan niat untuk
wakaf”.
2. Rukun hibah
a. Rukun Dan Syarat Hibah
Ibn Rusyd dalam Bidayahal-Mujtahid mengatakan bahwa rukun hibah
ada tiga, yaitu:[1]
1) Orang yang menghibahkan (al-wahib).
2) Orang yang menerima hibah (al-mauhublah).
3) Pemberiannya (al-hibah).

11
3. Rukun jual beli
Melakukan transaksi jual beli harus memperhatikan rukun dan syarat jual
beli yang sah berdasarkan batasan-batasan syari'at agar tidak tejerumus
kedalam tindakan yang haram. Berikut ini adalah rukun jual beli dalam
islam ;
 Pihak yang bertransaksi, adanya penjual dan pembeli Barang, dapat
berupa barang atau jasa,biayanya obyek jual berupa barang namun
bisa juga jasa yang berupa sewa-menyewa Harga, kesepakatan nilai
tukar,harga bisa berupa senilai barang dan senilai uang Serah Terima,
adanya penyerahan uang dari pembeli dan penyerahan barang dari
penjual.
 Jika salah satu rukun jual beli diatas tidah terpenuhi maka transaksi
tersebut tidak boleh dilalukan,namun jika sudah dilakukan maka
transaksi tersebut msnjadi batal.

D. Rukun dan tata cara pinjam meminjam


1. Rukun pinjam meminjam

Maksud rukun di sini adalah hal-hal yang harus ada dalam pelaksanaan pinjam
meminjam. Apabila tidak terpenuhi salah satu atau beberapa rukunnya maka
dianggap tidak sah. Rukun pinjam meminjam ada 5 Lima yaitu:

a. Mu”ir orang yang meminjami

b. Musta”ir orang yang meminjam

c. Musta’ar barang yang dipinjam

d. Batas waktu

e. Ijab Qabul atau ucapan/keterangan dari kedua belah pihak.

12
2. Syarat pinjam meminjam

Maksud dari syarat adalah hal-hal yang harus ada sebelum kegiatan pinjam
meminjam dilaksanakan. Adapun syarat-syarat pinjam meminjam adalah:

1. Syarat bagi orang yang meminjami Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang
menghalangi Barang yang dipinjamkan milik sendiri ataupun barang tersebut
menjadi tanggungjawabnya

2. Syarat bagi orang yang meminjam Mampu berbuat kebaikan atau mengambil
manfaat barang yang dipinjam Mampu menjaga barang yang dipinjam dengan
baik

3. Syarat barang yang dipinjam Ada manfaatnya Bersifat tetap, tidak berkurang
atau habis ketika diambil manfaatnya.

 Beberapa Catatan Penting Dalam Pinjam Meminjam

Untuk menjaga hubungan baik antara peminjam dan yang meminjami, perlu
diperhatikan hal-hal berikut ini:

 Barang yang dipinjam selayaknya untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dan


tidak melanggar aturan agama

 Peminjam hendaknya tidak melampaui batas dari sesuatu yang di persyaratkan


orang yang meminjamkan

 Peminjam merawat barang pinjamannya dengan baik, sehingga tidak rusak.


Sebagaimana Hadits Nabi Muhammad Saw. : “Dari Samurah, Nabi
Muhammad Saw, bersabda : tanggung jawab barang yang diambil atas yang
mengambil sampai dikembalikannya barang itu.” (H.R al-Khomsah kecuali
An-Nasai)

13
 Peminjam harus mengembalikan pinjamannya sesuai waktu yang telah di
sepakati Apabila peminjam dalam waktu yang sudah disepakati belum dapat
mengembalikan, maka harus memberitahukan dan meminta ijin kepada yang
meminjamkan.

Hendaknya orang yang meminjami memberi kelonggaran waktu kepada


peminjam, apabila peminjam melebihi batas waktu yang telah ditentukan.

14
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

15
DAFTAR PUSTAKA

16

Anda mungkin juga menyukai