Oleh :
KELOMPOK 10 :
Cica Kusuwono
Fitri Handayani
Ummu Athiyah
Wd Irmawati
JURUSAN AKUNTANSI
2019
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat
petunjuk dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah Al-
Islam Kemuhammadiyahan v dengan judul “Wasiat, Warisan, Wakaf, Hibah, Jual-
Beli, dan Pinjam-Meminjam” tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam semoga
selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator
terbesar dalam segala keteladaannya beserta keluarganya, sahabat dan para
pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa makalah yang sederhana ini jauh dari kesempurnaan
karena itu, dengan segala kerendahan hati kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak, terutama bapak dosen selaku pembimbing mata kuliah
ini. Dan penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan
khususnya menambah ilmu bagi para pembaca.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
BAB 1 PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah........................................................................
C. Tujuan .........................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
.....................................................................................................
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................
B. Saran ............................................................................................
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian Wasiat, Wakaf, Hibah, Jual-beli, dan Pinjam meminjam
2. Apa saja RukunWasiat dan tata cara pembagian harta warisan
3. Apa Rukun Wakaf, Hibah, dan Jual beli
4. Rukun dan tata cara pinjam-meminjam
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari rumusan masalah di atas yaitu untuk
mengetahui tentang :
1. Pengertian Wasiat, Wakaf, Hibah, Jual-beli, dan Pinjam meminjam
2. RukunWasiat dan tata cara pembagian harta warisan
3. Rukun Wakaf, Hibah, dan Jual beli
4. Rukun dan tata cara pinjam-meminjam
1
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wasiat, Wakaf, Hibah, Jual-beli, dan Pinjam-meminjam
1. Pengertian wasiat
aushaltu (( )أوصلتaku menyampaikan sesuatu)”. Yang juga berarti pesanan, jadi
berwasiat juga diartikan berpesan. Dalam Al-Qur'an kata wasiat dan yang seakar
dalam surat al-An'am : 144) )هللا وصاكم إذ شهداء كنتم أم, memerintahkan sebagaimana
dalam surat Luqman: 14, ( )بولديه اإلنسان ووصيناdan Maryam: 31 )بالصالة وأوصانى,
Adapun pengertiannya menurut istilah Syariah wasiat ialah: pesan terakhir yang
diucapkan dengan lisan atau disampaikan dengan tulisan oleh seseorang yang merasa
Berdasarkan pengertian umum dari ayat Al-Quran seorang muslim yang sudah
merasa ada firasat akan meninggal dunia, diwajibkan membuat wasiat berupa
2
pemberian (hibah) dari hartanya untuk ibu-bapak dan kaum kerabatnya, apabila ia
meninggalkan harta yang banyak.
Dikaitkan dengan perbuatan hukum wasiat itu pada dasarnya juga bermakna transaksi
pemberian sesuatu pada pihak lain. Pemberian itu bisa berbentuk penghibahan harta
atau pembebanan/pengurangan utang ataupun pembarian manfaat dari milik pemberi
wasiat kepada yang menerima wasiat.
Pengertian yang diberikan oleh ahli hukum wasiat ialah "memberikan hak secara suka
rela yang dikaitan dengan keadaan sesudah mati, baik diucapkan dengan kata-kata
atau bukan” sedangkan menurut Sayid Sabiq mendefinisikan sebagai berikut : “wasiat
itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang ,
ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah yang berwasiat
mati.”
Menurut para fuqaha, wasiat adalah pemberian hak milik secara sukarela yang
dilaksanakan setelah pemberinya meninggal dunia. Pemberian hak milik ini bisa
berupa barang, piutang atau manfaat.
2. Warisan
3
Secara Etimolog, Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam
bahasa arab adalah bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan-
miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah ‘berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain’. Atau dari suatu kaum kepada kaum lain.[1]
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan (mewarisi)
orang yang meninggal, baik karena hubungan keluarga, pernikahan, maupun karena
memerdekakan hamba sahaya (wala’).[2]
Harta Warisan yang dalam istilah fara’id dinamakan tirkah (peninggalan) adalah
sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik berupa uang atau materi
lainnya yang dibenarkan oleh syariat Islam untuk diwariskan kepada ahli warisnya.[3]
Memenuhi wasiat si mayat, jika ia berwasiat yang besarnya tidak lebih dari
sepertiga dari harta yang ditinggalkannya. "...(pemberian harta pusaka itu)
sesudah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya."
(QS. 4/An-Nisa': 11)
Yang berhak mendapat wasiat adalah selain ahli waris, karena ia sudah mendapat
hak warisan. Muhammad Rosulullah saw. bersabda "Sesungguhnya Allah
memberi kepada setiap orang yang berhak atas haknya. Oleh karena itu tidak ada
wasiat bagi ahli waris” .(HR. Lima ahli hadits, kecuali Abu Dawud. Hadits ini
juga disahkan oleh Tirmidzi dari Amr bin Khorijah ra.)
3. Wakaf
Secara bahasa, wakaf diambil dari kata wakaf (Arab: وقف, [ˈwɑqf]; plural
Arab: أوقاف, awqāf; bahasa Turki: vakıf, bahasa Urdu: )وقفyang artinya “menahan”
atau “berhenti”. Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai
penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan
4
manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Sedangkan para ulama
berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf, diantaranya :
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang
dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang
yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187)
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi
manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak
pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang
dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376)
Dengan kata lain wakaf yakni menyerahkan kepemilikan harta manusia menjadi milik
Allah atas nama ummat semoga hal tersebut membuat kita selamat dunia dan akhirat.
5
4. Hibah
سبِي ِل وابْن و ْالمسا ِكين و ْاليتامى ْالقُ ْربى ذ ِوي ُحبِ ِه على ْالمال وآتى
َّ ب وفِي والسَّائِ ِلين ال
ِ الرقا
ِ
Artinya ;
5. Jual-beli
فيه ون المأذ الوجه على وقبول بايجاب للتصرف قابلين ل بما مال مقابلة
“Menukar suatu barang dengan barang (alat tukar yang syah) dengan ijab qabul dan
berdasarkan suka sama suka.”
Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa jual beli harus dilakukan berdasarkan
suka sama suka.
……منكم تراض ان تجارة تكون ان تجارة تكون ان اال لباطل با بينكم التأكلوااموالكم
6
Artinya: “…Janganlah kamu makan harta yang ada di antara kamu dengan jalan batal,
melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka….”(QS. An Nisa’: 29)
6. Pinjam-meminjam
Ariyyah atau ariyah nama barang pinjaman dan nama suatu aqad yang
berupa memberikan wewenang untuk mengambil manfaat sesuatu yang halal diambil
manfaatnya dalam keadaan masih tetap/utuh barangnya untuk dikembalikan lagi.
Kata عاريةBERASAL DARI عارyang artinya “pergi dan datang kembali dengan
cepat”. Ariyah pada asal hukumnya adalah SUNNAH, karena sangat dirasa
keperluannya.Dan terkadang hukumnya bisa menjadi wajib, seperti misalnya
meminjamkan pakaian yang disitulah syahnya sholat , meminjamkan sesuatu
penyelamat orang tenggelam, atau meminjamkan alat menyembelih binatang
dimuliakan syara’ yang dikhawatirkan ( segera ) mati.
Barang pinjaman kalau hilang atau rusak, menjadi tanggungan orang yang meminjam
dengan harga pada hari rusaknya.
Pinjam ini wajib dikembalikan kepada yang meminjamkan, sabda Nabi Saw:
ل قا عنه هللا رضى هريره ابى عن: وسلم عليه هللا صلى هللا ل سو ر ل قا: ائتمنك من اال نة ما اال د ا, وال
نك خا من تخن.
7
B. Rukun wasiat dan tata cara pembagian harta warisan
1. Rukun wasiat
Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel pembagian warisan dalam hukum islam
sebelumnya, bahwasanya tidak setiap keluarga mendapatkan warisan. Dan tidak
setiap orang mendapatkan bagian yang sama dengan ahli waris lainnya. Sebagaimana
yang telah dijelaskan Allah Swt dalam surat al-Nisa ayat 11, 12, 17, dan 176 dan
beberapa hadis lainnya.
1. Anak Perempuan
Pertama. Anak perempuan mendapatkan 1/2. Apabila anak sendiri (QS. 4:
11). Kedua, mendapatkan 2/3 apabila terdapat dua atau lebih. Mereka berbagi
8
rata dari 2/3 tersebut (4:11). Ketiga, mendapatkan sisa / ashabah apabila
bersama dengan anak laki-laki (ashabah bil ghair).
2. Anak laki-laki
Laki-laki mendapat sisa dengan sendirinya atau disebut ashabah bi al-Nafs
3. Suami
Pertama, suami mendapat bagian 1/2 apabila ahli waris tidak meninggalkan
anak (4:12). kedua, suami mendapatkan 1/4 apabila pewaris meninggalkan
anak (4:12)
4. Istri
Pertama. Istri mendapatkan 1/4 apabila ahli waris tidak meninggalkan anak
(4:12). Kedua mendapatkan 1/8 apabila ahli waris meninggalkan anak (4:12)
5. Ibu
Pertama, ibu mendapatkan bagian 1/3 apabila pewaris tidak meninggalkan
anak. Kedua mendapatkan 1/6 apabila pewaris meninggalkan anak atau dua
saudara atau lebih (4:11) Apabila tidak meninggalkan anak namun
meninggalkan saudara (4:11). Ketiga, mendapatkan 1/3 sisa (tsulutsul baqi)
apabila ahli waris hanya terdiri dari ayah, ibu dan suami/istri. Pembagiannya
adalah dibagi dulu bagian istri, kemudian sisanya dibagi 1/3, kemudian
sisanya diberikan kepada ayah.
6. Bapak
Pertama. Bapak mendapatkan 1/3 apabila ahli waris tidak meninggalkan anak.
(4:11). Kedua, bapak mendapatkan 1/6 apabila ahli waris meningglkan anak.
(4:11). Ketiga, bapak mendapatkan semua sisa apabila tidak ada ahli waris
yang mendapatkan sisa, dan masih ada sisa warisan maka diberikan kepada
bapak, namun sebelumnya bapak tetap mendapat bagian zawil furud (ahli
waris yang telah mendapatkan bagian yang ditentukan).
7. Saudari kandung
Pertama. Saudari kandung mendapatkan bagian waris 1/2 apabila kalalah dan
sendiri. Kedua, mendapatkan 2/3 apabila kalalah dan bersama dua orang atau
9
lebih, maka mereka berbagi rata dari 2/3 tersebut. Kedua, mendapatkan sisa
warisan. Apabila kalalah dan bersama dengan seorang anak perempuan
(ashabah maal ghair) atau dia bersama dengan saudara kandung (ashabah bil
ghair).
8. Saudara kandung
Saudara kandung mendapatkan sisa warisan apabila kalalah
9. Saudari sebapak
Pertama. Saudara sebapak mendapatkan 1/2 warisan apabila kalalah dan tidak
ada saudari kandung. Kedua mendapatkan 2/3 apabila kalalah, tidak ada
saudari kandung dan saudari sebapak terdiri dari dua orang atau lebih. Mereka
berbagi rata dari bagian tersebut. Ketiga, mendapatkan sisa warisan apabila
kalalah, dia bersama saudara sebapak, dan tidak ada suadara kandung.
Keempat. Tidak mendapatkan warisan apabila ada saudara kandung atau
apabila ada dua saudari kandung
10. Saudara/I seibu
Pertama, Saudara/I seibu mendapatkan 1/6 warisan apabila kalalah dan
mereka satu orang. Kedua mendapatkan 1/3 apabila kalalah dan mereka terdiri
dari dua orang atau lebih
Kalalah adalah kondisi ketika ahli waris tidak meninggalkan anak laki-laki atau
cucu laki-laki dan ayah telah meninggal terlebih dahulu. Pembahasan kalalah adalah
untuk menentukan apakah saudara dapat menjadi ahli waris atau tidak.
10
d. Sighat (pernyataan wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
harta bendanya).
Wakif
Nadzir
Ikrar Wakaf
Menurut hukum (fiqih) Islam, wakaf baru dikatakan sah apabila memenuhi dua
persyaratan, yaitu:
11
3. Rukun jual beli
Melakukan transaksi jual beli harus memperhatikan rukun dan syarat jual
beli yang sah berdasarkan batasan-batasan syari'at agar tidak tejerumus
kedalam tindakan yang haram. Berikut ini adalah rukun jual beli dalam
islam ;
Pihak yang bertransaksi, adanya penjual dan pembeli Barang, dapat
berupa barang atau jasa,biayanya obyek jual berupa barang namun
bisa juga jasa yang berupa sewa-menyewa Harga, kesepakatan nilai
tukar,harga bisa berupa senilai barang dan senilai uang Serah Terima,
adanya penyerahan uang dari pembeli dan penyerahan barang dari
penjual.
Jika salah satu rukun jual beli diatas tidah terpenuhi maka transaksi
tersebut tidak boleh dilalukan,namun jika sudah dilakukan maka
transaksi tersebut msnjadi batal.
Maksud rukun di sini adalah hal-hal yang harus ada dalam pelaksanaan pinjam
meminjam. Apabila tidak terpenuhi salah satu atau beberapa rukunnya maka
dianggap tidak sah. Rukun pinjam meminjam ada 5 Lima yaitu:
d. Batas waktu
12
2. Syarat pinjam meminjam
Maksud dari syarat adalah hal-hal yang harus ada sebelum kegiatan pinjam
meminjam dilaksanakan. Adapun syarat-syarat pinjam meminjam adalah:
1. Syarat bagi orang yang meminjami Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang
menghalangi Barang yang dipinjamkan milik sendiri ataupun barang tersebut
menjadi tanggungjawabnya
2. Syarat bagi orang yang meminjam Mampu berbuat kebaikan atau mengambil
manfaat barang yang dipinjam Mampu menjaga barang yang dipinjam dengan
baik
3. Syarat barang yang dipinjam Ada manfaatnya Bersifat tetap, tidak berkurang
atau habis ketika diambil manfaatnya.
Untuk menjaga hubungan baik antara peminjam dan yang meminjami, perlu
diperhatikan hal-hal berikut ini:
13
Peminjam harus mengembalikan pinjamannya sesuai waktu yang telah di
sepakati Apabila peminjam dalam waktu yang sudah disepakati belum dapat
mengembalikan, maka harus memberitahukan dan meminta ijin kepada yang
meminjamkan.
14
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16