Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FIQIH MUAMALAH

WADIAH

DISUSUN OLEH
NAMA : SERI DEPI
NIM : 17.06.0293
SEMESTER : 1 (SATU)
RUANG : 1 (SATU)
DOSEN PEMBIMBING : RISDIANTO, M.Hi

SEKOLAH TINGGI EKONOMI BISNIS ISLAM SYARIAH


(STEBIS) KOTA PAGAR ALAM
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Muamalah merupakan suatu kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan


dengan tata cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluannya
sehari-hari yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam melengkapi
kebutuhan hidup, untuk saling memahami antara penjual dan pembeli, untuk
saling tolong menolong (taawul), serta untuk mempererat silaturahmi karena
merupakan proses taaruf (perkenalan).

Namun dari beberapa tujuan muamalat tersebut, tidak sepenuhnya terlaksana.


Masih banyak masalah-masalah yang terjadi karena proses muamalat tersebut.
Diantaranya masih banyak orang yang dirugikan dalam suatu proses muamalat
tersebut.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pedoman dan tatanannya pun perlu
dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan
pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia.
Kesadaran bermuamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri masing-
masing, sebelum orang terjun ke dalam kegiatan muamalah itu. Pemahaman
agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul-karimah dan pengetahuan
tentang seluk-beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri
pelaku (pelaksana) muamalah itu.
Pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah memiliki maksud yaitu bahwa kita
selaku umat muslim hendaknya mengetahui apa-apa yang bersangkutandengan
muamalah. Seperti dalam rukun muamalat-jual beli harus ada akad (ijab dan
qabul). Dalam akad muamalat terdapat beberapa transaksi atau akad yang ada,
diantarannya adalah akad Al-Wadiah, akad Al-Wakalah, dan Al-Kafalah, dsb.
Dalam hal ini pemakalah mencoba menjelaskan salah satu bagian dari mumalat
tersebut yaitu akad tentang Wadiah (titipan).
1.2. Metode Pembuatan Makalah

Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan.


Metode studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca dan telaah
pustaka tentang wadiah dari sumber yang terkait. Selain itu, tim penyusun juga
memperoleh dan mengambil data dari akses internet.

1.3. Tujuan Pembuatan Makalah

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :


Mencoba mengedepankan sebuah topik salah satu akad dalam fiqh
muamalah yaitu Wadiah (titipan).
Mengetahui tata cara pelaksanaan akad Wadiah.
Dapat memahami proses pelaksanaan akad Wadi.ah.
Dan tentunya sebagai tugas bagi mahasiswa guna mencari, mempelajari dan
memahami fiqh muamalah khususnya tentang akad wadiah.
BAB II
PEMBAHASAN

1.4. Definisi Wadiah

Kata Wadiah berasal dari wada asy syai-a yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu
yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadiah, karena dia
meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga. Secara harfiah, Al-wadiah
dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik
individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penitip menghendakinya.
1.4.1. Definisi Menurut Bahasa dan Istilah
Menurut bahasa wadiah artinya yaitu : meniggalkan atau meletakkan. Yaitu
meletakan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga.
Menurut istilah wadiah artinya yaitu : memberikan kekuasaan kepada orang lain
untuk menjaga hartanya atau barangnya dengan secara terang-terangan atau
dengan isyarat yang semakna dengan itu
2.2.2. Definisi Menurut Ulama Fiqh
Ada 2 definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqh yaitu:
1. Ulama mahzab hanafi mendefinisikan

mengikut sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan
yang jelas maupun yang isyarat.
2. Ulama mahzab hambali, syafiI dan maliki ( jumhur ulama ) mendifinisikan
wadiah sebagai berikut:

mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu
Sedangkan tokoh-tokoh ekonomi perbangkan berpendapat bahwa wadiah
adalah akad penitipan barang atau uang kepada pihak yang diberi kepercayaan
dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan dan keutuhan barang atau
uang tersebut.
1.5. Dasar Hukum Wadiah
2.2.1. Dasar Hukum berdasarkan Al-Quran
Wadiah diterapkan mempuyai landasan hukum yang kuat yaitu dalam Al-
Qurannul karim suroh An-Nisa ayat 58 :
sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
maha mendengar lagi maha melihat.

Kemudian suroh Al-Baqarah ayat 283:


Jika kamu dalam perjalaan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain. Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya
(utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya; dan janganlah
kamu (para saksi) menyembuyikan persaksian. Dan barang siapa yang
menyembuyikan, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

2.2.2. Dasar Hukum Berdasarkan Sabda Nabi SAW


Dan dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda
: Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan
janganlah membalas khianat kepada orang yang menghianatimu. (H.R Abu Daud
dan Tirmidzi)
2.2.3. Dasar Hukum Berdasarkan Fatwa MUI
Kemudian berdasarkan fatwa dewan syariah nasional (DSN) No:01/DSN-
MUI/IV/2000. Menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari;ah yaitu
giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadiah. Demikian juga
tabungan dengan produk Wadiah, dapat dibenarkan berdasarkan fatwa DSN
No:02//DSN-MUI/IV/2000. Menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu
tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadii
Dan dalam makalah ini akan sedikit pembahasan tentang giro wadiah dan
tabungan wadiah.

1.6. Rukun Wadiah


Rukun wadi`ah adalah hal-hal yang terkait atau yang harus ada didalamnya yang
menyebabkan terjadinya Akad Wadi`ah yaitu :
1. Muwaddi ( orang yang menitipkan )
2. WadiI ( orang yang dititipi barang )
3. Wadiah ( barang yang dititipkan )
4. Shigot ( Ijab dan qobul )

1.7. Syarat rukun Wadiah


Yang dimaksud dengan syarat rukun di sini adalah persyaratan yang harus
dipenuhi oleh rukun wadiah. Dalam hal ini persyaratan itu mengikat
kepada Muwaddi, wadii dan wadiah. Muwaddi dan wadii mempunyai
persyaratan yang sama yaitu harus balig, berakal dan dewasa. Sementara wadiah
disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam kekuasaan/ tangannya
secara nyata.

1.8. Sifat Akad Wadiah


Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua belah
pihakdapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja, karena dalam wadiah
terdapat unsure permintaan tolong maka memberikan pertolongan itu adalah hak
dari wadii. Kalau ia tidak mau maka tidak ada keharusan untuk menjaga titipan.
Namun kalau wadiI mengharuskan pembayaran semacam biaya
administrasi maka akad wadiah ini berubah menjadi akad sewa ijaroh dan
mengandung unsure kelaziman. Artinya wadiI harus menjaga dan bertanggung
jawab terhadap barang yang dititipkan. Pada saat itu wadiI tidak dapat
membatalkan akad ini secara sepihak kerena sudah dibayar.
1.9. Jenis Barang yang Diwadiahkan

Barang yang bisa di wadiahkan adalah seperti:


1. Harta benda
2. Uang
3. Dokumen penting (saham, obligasi surat perjanjian dll)
4. Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll)

1.10. Jenis-jenis Wadiah

1.10.1. Wadiah Yad Dhamanah

Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan (Wadii)


dengan atau tanpa ijin pemilik barang/uang (Muwaddi), dapat memanfaatkannya
dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan
tersebut.
diriwayatkan dari Abu rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang
untuk meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur
sekitar 2 tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memerintahkan
Abu rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu rafie
kembali kepada Rasulullah SAW seraya berkata,Ya Rasulullah, unta yang
sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang besar berumur empat
tahun. Rasulullah SAW berkata Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-
baiknya kamu adalah yang terbaik ketika membayar. (HR Muslim).

Dan satu lagi orang yang menjaga barang titipan (Muwaddi) boleh-boleh saja
bukan harus untuk memberikan bonus diperuntukan kepada penitip (Wadii)
Contoh:
Ust Irwan : adri, ni ane nitip motor dulu yaa, bapak mau ngajar sebentar
Adri : owh. Ywdah pak, taro aja disitu
Ust Irwan : ntar kalau mau dipeke, pake ja.
Adri : ya, makasih pak
(lalu motor itu dipakai adri untuk keperluaannya dan saat pengembilan barang)
Ust Irwan : adri, kunci motornya mana?
Adri : niih pak, tadi bensin udah ane isiin penuh, tapi Cuma
kepakai sedikit, sisanya buwat bapak aja. Bonus
Ust Irwan : oh gitu, makasih yaa dri.
1.10.2. Wadiah Yad Amanah
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima (Wadii) tidak
diperkenankan penggunaan barang/uang dari si penitip (Muwaddi) tersebut dan
tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan
oleh kelalaian si penerima titipan (Wadii). Dan sebagai gantinya si penitip
(Muwaddi) wajib untuk membayar kepada orang yang dititipi (Wadii), namun
boleh juga untuk tidak membayar asalkan orang yang dititipi tidak merasa
keberatan dan menganggapnya sedekah.
Ada dalil yang menegaskan bahwa wadiah adalah akad tanpan jaminan, yaitu
adalah :
1. Amr Bin Syuaib meriwayatkan dari bapaknya, dari kakeknya bahwa Nabi SAW
bersabda : penerima titipan itu tidak menjamin
2. Karena Allah menamakannya amanat, dan jaminan bertentangan dengan amanat
3. Penerima titipan telah menjaga titipan tersebut tanpa imbalan (tabarru)

Contoh:
Kadang kita mungkin tidak sadar bahwa waktu memarkir mobil atau motor
sebenarnya kita sedang menitipakan barang milik kita yaitu mobil atau motor kita.
Dan tentunya kita tidak mengizinkan tukang parkirna untuk menggunakan mobil
atau motor kita tersebut, jadi sudah kewajiban kita untuk membayarkan tarif
kepada tukang parkir tersebut.
1.11. Aplikasi dalam Perbankan

1.11.1. Giro Wadiah


Menurut Budi Cahyadi dalam modul pelatihan perbankan syariah fakultas
ekonomi Unpad, menjelaskan tentang giro wadiah adalah simpanan pihak ketiga
pada bank syariah (perorangan atau badan hukum, dalam mata uang rupiah atau
valuta asing) dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan sewaktu-
waktu dengan menggunakan cek, bilyet giro atau pemindah bukuan.
Dari pengertian diatas, prinsip wadiah yang digunakan adalah prinsip wadiah
yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip (Wadii) yang
memberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan
uang titipannya. Sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi
(Muwaddi) disertai hak untuk mengelola dana titipan. Keuntungan atau kerugian
dari penyaluran dana ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan
imbalan dan tidak menanggung kerugian. Namun demikian, bank diperkenankan
untuk memberikan intensif berupa bonus dengan syarat tidak boleh diperjanjikan
dimuka.
Karakteristik giro wadiah menurut Budi cahyadi adalah:
1. Dana giro wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial
2. Keuntungan dan kerugian dari penyaluran dana wadiah menjadi hak yang harus
ditanggung oleh bank.
3. Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu, sebagian
atau seluruhnya
4. Penarikan menggunakan cek, bilyet giro, atau dengan pemindah bukuan.
5. Bank dapat memberikan bonus namun tidak diperjanjikan di muka

1.11.2. Tabungan Wadiah


Pengertian tabungan wadiah dijelaskan oleh Wiroso dalam bukunya
penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah yaitu adalah titipan
pihak ketiga kepada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut
syarat-syarat tertentu yang disepakati dengan kwitansi, kartu ATM, sarana
perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa dalam prinsip syariah sebenarnya
tabungan juga merupakan simpanan sementara untuk menentukan pilhan apakah
untuk konsumsi yang dapat ditarik setiap saat. Dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional ditetapkan ketentuan mengenai tabungan wadiah yaitu:
1. Bersifat sementara
2. Simpanan bias diambil kapan saja atau berdasarkan kesepakatan
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian yang
bersifat sukarela dari pihak bank
1.12. Bagan Wadiah
D. Batasan-Batasan Dalam Menjaga Wadi`Ah (Titipan)
Standar batasan-batasan dalam menjaga barang titipan biasanya
disesuaikan dengan jenis akadnya dan sebelum akad diikrarkan batasan-batasan
ini harus diperjelas seperti al-wadi`ah bighar al- `ajr(wadi`ah tanpa jasa) yaitu
wadi` tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan barang yang yang bukan
karena kelalaiannya dan ia harus menjaga barang tersebut sebagaimana barangnya
sendiri.
1) Al-wadi`ah bi `ajr (wadi`ah dengan jasa) ialah wadi` hanya menjaga barang
titipan sesuai dengan yang diperjanjikan tanpa harus melakukanseperti halnya
tradisi masyarakat.
2) Kecerobohan/kelalaian (tagshir) dari pihak penerima titipan itu biasa terjadi dan
sering terjadi. Adapun kelalaian itu banyak ragamnya namun yang biasa terjadi
ialah menjaga titipan tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh mudi`. Ini biasa
terjadi pada wadi`ah bi `ajr, namun bila wadi` lalai dari yang diamanatkan maka
wadi` harusbertangggung jawab terhadap segala kerusakan barang titipan tadi.
3) Kesalahan yang lain membawa barang titipan bepergian (safar) tanpa ada
sebelumnya pembolehan dari mudi`, maka wadi` harus bertanggung jawab atas
kehilangan barang tersebut, dalam hal ini wadi`sedang tidak bepergian. Apabila
wadi` menerima wadi`ah sedang ia dalam bepergian maka wadi` sudah
bertanggung jawab terhadap barang tersebut selama ia dalam perjalanan sampai ia
pulang. Seterusnya kesalahan yang lain adalah menitipkan wadi`ah kepada orang
lain yang bukan karena udzur, tidak melindungi barang titipan dari hal-hal yang
merusak atau hilang maka penerima titipan harus mengganti dengan yang sejenis
atau sama nilainya (qima).
4) Ta`adli hampir sama dengan taqshir bedanya ialah taqshir adalah kelalaian
penerima titipan karena ia tidak mematuhi akad wadi`ah sedangkan ta`addli
adalah setiap perilaku yang bertentangan dengan penjagaan barang, diantara
bentuk taqshir ialah menghilangkan barang dengan sengaja, memanfaatkan barang
titipan (mengkonsumsi, menyewakan, meminjamkan dan menginvestasikan).[3]
E. Aplikasi Dalam Perbankan
1. Aplikasi Wadiah Yad Amanah
Dalam perbankan syariah wadiah yad amanah di aplikasikan untuk
penitipan barang-barang berharga dan membebankan fee atas penitipan barang
tersebut. Adapun beberapa barang yang bisa dititipkan antara lain:
1.1.Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank konvensional tempat
penyimpanannya dikenal dengan Safety Box sutu tempat/kotak dimana nasabah
bisa menyimpan barang apa saja kedalam kotak tersebut.
1.2.Dokumen (Saham, Obligasi, Bilyet giro, Surat perjanjian Mudhorobah dll)
1.3.Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll yang dianggap berharga
mempunyai nilai uang)
2. Aplikasi Wadiah Yad Dhamanah
Dalam perbankan syariah akad wadiah yad dhamanah di aplikasikan
kedalam dua jenis produk, yaitu:
2.1.Giro
Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro,
sarana perintah bayar lainnya atau dengan pemindahbukuan. Adapun yang
dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-
prinsip syariah. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No: 01/DSN-
MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syariah, yaitu
giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadiah.
2.2.Giro Wadiah
Yang dimaksud dengan giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasar
akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya
menghendaki. Dalam konsep wadiah yad dhamanah, pihak yang menerima titipan
boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Hal ini
berarti bahwa wadiah yad dhamanah mempunyai implikasi hukum yang sama
dengan qardh, yakni nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang
dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana
dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk memberikan imbalan atas
penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.
Dalam kaitannya dengan produk giro. Bank syariah menerapkan prinsip
wadiah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang
memeberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan dan memenfaatkan
uang atau barang titipannya, sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak
yang dititipi yang disertai hak untuk mengelola dana titipan dengan tanpa
mempunyai kewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan pengelolaan dana
tersebut. Namun demikian, bank syariah diperkenankan memberikan insensif
berupa bonusndengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya.
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa giro wadiah mempunyai
beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Bersifat titipan.
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call), dan
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian bonus
yang bersifat sukarela dari pihak bank.
2.3.Tabungan
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,
bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu[3]. Adapun yang
dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasar
prinsip-prinsip syariah.Berdasarkan Fatwa DSN No: 02//DSN-MUI/IV/2000,
menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan
prinsip Mudharabah dan Wadiah
1. Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasar akad
wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiapsaat jika
pemiliknya menghendaki, berkaitan dengan produk tabungan wadiah, bank
syariah menggunakan akad wadiah yad dhamanah. Dalam hal ini, setiap nasabah
bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syariah untuk
menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan bank
syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai hak
untuk menggunakan dan memanfaatkan dana atau barang tersebut, sebagai
konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan
tersebutnserta mengembalikannya kapan saja pemiliknya menhendaki, di sisi lain,
bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan atau
pemanfaatan dana atau barang tersebut.
Mengingat wadiah yad dhamanah ini mempunyai implikasi hukum sama
dengan qardh, maka nasabah penitip dan bank tidak boleh saling menjanjikan
untuk membagihasilkan keuntungan harta tersebut. Namun demikian, bank
diperkenankan memberi bonus kepada pemilik harta titipan sela tidak disyaratkan
di muka. Dengan kata lain, pemberian bonusnmerupakan kebijakan bank syariah
semata dan bersifat sukarela.
Dari pembahasan di atas dapat dinyatakan beberapa ketentuan umum dari
tabungan wadiah tersebut sebagai berikut:
1. Bersifat simpanan,
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan, dan
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian bonus
yang bersifat sukarela dari pihak bank.[4]
BAB III
PENUTUP

2.1. Kesimpulan

1. Pengertian Wadi`ah menurut bahasa adalah berasal dan akar kata Wada`ayang
berarti meninggalkan atau titip. Sesuatu yang dititip baik harta, uang maupun
pesan atau amanah. Jadi wadi`ah titipan atau simpanan. Para ulama fiqh berbeda
pendapat dalam penyampaian defenisi ini karena ada beberapa hukum yang
berkenaan dengan wadi`ah itu seperti, Apabila si penerima wadi`ah ini meminta
imbalan maka ia disebut TAWKIL atau hanya sekedar menitip.
2. Jenis-jenis akad wadiah adalah :
a. Wadiah Yad Dhamanah
b. Wadiah Yad Amanah
3. Aplikasi akad wadiah dalam Perbankan Syariah antara lain :
a. Giro wadiah
b. Tabungan wadiah

2.2. Penutup
Dengan segala keterbatasan ilmu dan sumber-sumber yang kami pelajari, kami
dari tim penyusun mengakui banyaknya kekurangan dan
ketidak sempurnaan kami dalam penyusunan makalah ini. Karenanya, kami
mohon maaf dengan kerendahan hati senantiasa kami harapkan kritik dan saran
dari para rekan mahasiswa, dosen dan para ustadz guna menunjang perkembangan
pembuatan makalah kami ke depan, selanjutnya semua kami serahkan kepada
Allah SWT selaku pemilik ilmu ini dan Dia-lah dzat yang Maha Benar lagi Maha
Sempurna.
Semoga tugas makalah ini dicatat sebagai amal baik kami oleh Allah Swt. Sebagai
amal shalih dan bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fatwa Dewan Syariah Nasional


2. www.wikipedia.co.id
3. www.syariahlife.com
4. www.pa-pandan.net
5. www.fcomp2010.blogspot.com
6. Antonio, Muhammad SyafiI, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Jakarta:
Gema Insani, 2001.
7. Firdaus, NH, Muhammad, dkk., Fatwa-Fatwa Ekonomi Syariah Kontemporer,
Jakarta: Renaisan, 2005.
8. ____________, Cara Mudah Memahami Akad-akad Syariah, Jakarta:
Renaisan, 2005
9. Rivai, Veithzal, dkk.,Bank and Financial Institution Management Conventional
& Sharia Syistem, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
Shalahuddin Lc, dkk., Produk-produk Jasa Bank Islam Teori dan Praktek, Jakarta:
Pusat Kajian Ekonomi Islam, 2004.
10. Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani, 2001, hlm. 87.
11. Ibid., hlm. 88.

Anda mungkin juga menyukai