Anda di halaman 1dari 10

“PENTINGNYA MEMPELAJARI HUKUM KEWARISAN, WAKAF

dan HIBAH”

DI SUSUN OLEH:
SITI ANNISA DJISMULLATIFAH
040 2018 0049
Kelas : C7

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya sebagai penulis atas kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam tercurah kepada nabi besar Muhammad Saw
beserta keluarganya hingga akhir zaman dengan demikian saya dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “PENTINGNYA MEMPELAJARI HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN WAKAF ”.

Makalah ini dibuat untuk melengakapi persyaratan guna memperoleh nilai dan
pengetahuan khususnya pada mata kuliah Hukum Kewarisan Islam, Wakaf dan Hibah. Dan
penyusunan makalah ini saya sebagai penulis menyadari masih banyak kekurangan untuk itu
saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Akhirnya saya penulis mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini, semoga Allah Swt memberikan balasan yang
setimpal dan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 07 Desember 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rasulullah SAW. memerintahkan belajar dan mengajarkan ilmu waris, agar tidak terjadi
perselisihan-perselisihan dalam membagikan harta pusaka, sebagaimana sabda beliau:
“pelajari Al-Qur’an dan ajarkan kepada orang-orang dan pelajari ilmu faraidh serta
ajarkan kepada orang-orang. Karena saya adalah orang yang bakal direnggut (mati),
sedang ilmu itu bakal diangkat. Hampir-hampir saja dua orang yang bertengkar tentang
pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup
memfatwakannya kepada mereka.” (HR. Ahmad, An-Nasai dan Al-Daruqutniy)

Berdasarkan sabda diatas bahwa belajar dan mengajarkan ilmu waris adalah wajib, tetapi
kategorinya wajib kifayah, yakni bila ada sebagian yang telah melaksanakannya, maka
gugurlah kewajiban yang lainnya.
Ilmu faraidh sangatlah penting untuk kita pelajari, karena pentingnya ilmu faraidh, para
ulama salaf dan khalaf sangat memperhatikan ilmu ini, sehingga mereka menghabiskan
waktu untuk menelaah, mengerjakan, menuliskan kaidah-kaidah ilmu faraidh, dan
mengarang beberapa buku tentang faraidh. Karena sangat penting untuk dipelajari
sehingga orang yang mempelajarinya mempunyai kedudukan tinggi dan mendapatkan
pahala yang besar. Ini karena ilmu faraidh merupakan bagian ilmu-ilmu Qur’ani. 

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Waris, Wakaf dan Hibah ?
2. Bagaimana Pentingnya Mempelajari Hukum Kewarisan Islam, Wakaf dan Hibah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Waris, Wakaf dan Hibah.
2. Untuk mengetahui bagaimana pentingnya mempelajari hukum kewarisan isla,, hibah dan
wakaf.

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN WARIS, WAKAF dan HIBAH


1.1 Pengertian Waris
Waris adalah bentuk isim fa’il dari waritsa, yaritsu, irtsan, fahuwa waritsun yang
bermakna orang yang menerima waris. Kata-kata itu berasal dari kata waritsa yang
bermakna perpindahan harta milik. Sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang
mempelajari tentang proses perpindahan harta pusaka peninggalan mayit kepada ahli
warisnya.1[1]
Warits adalah orang yang mewarisi. Muwarrits adalah orang yang memberikan waris
(mayit). Al-Irts adalah harta warisan yang siap dibagi. Warasah adalah semua harta
peninggalan orang yang meninggal.
Ilmu waris juga sering disebut dengan Ilmu Faraidh. Kata faraidh adalah bentuk
jamak dari fardh yaitu bagian yang ditentukan. Disebut ilmu faraidh karena ilmu yang
membahas tentang bagian-bagian yang telah ditentukan kepada ahli waris.

1.2 Pengertian Wakaf


Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Merupakan kata
yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti,
atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan
yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Dalam pengertian
hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat
dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok

1
(organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan
syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut:

Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain)


milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang
diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa
kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri.
Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala
perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.

Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang
dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang
berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan
Wakif. Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau
tempat yang berhak saja.

Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi
manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan
yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah.
Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi
bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat
diambil manfaatnya secara berterusan.

Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu


menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan. Itu menurut
para ulama ahli fiqih.

Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan


hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan
dan peningkatan ekonomi umat, bantuan kepada fakir miskin.

1.3 Pengertian Hibah

Secara bahasa hibah adalah pemberian (athiyah), sedangkan menurut istilah hibah yaitu: 2
[2]

ٍ ‫ق فِى َعي ٍْن َحاﻠَ ْال َحيَا ِةبِاَل ِع َو‬


‫ض َولَوْ ِمنَ ااْل َ ْعلَى‬ ْ ‫ك ُم ْن ِج ٌز ُم‬
ٌ َ‫طل‬ ٌ ‫تَ ْملِ ْي‬

2
Artinya:
“Pemilikan yang munjiz (selesai) dan muthlak pada sesuatu benda ketika hidup tanpa
penggantian meskipun dari yang lebih tinggi.”

Didalam syara’ sendiri menyebutkan hibah mempunyai arti akad yang pokok
persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu dia hidup,
tanpa adanya imbalan. Apabila seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk
dimanfaatkan tetapi tidak diberikan kepadanya hak kepemilikan maka harta tersebut
disebut i’aarah (pinjaman).3[3]

2. Pentingnya Mempelajari Hukum Kewarisan, Wakaf dan Hibah

Secara umum tujuan mempelajari ilmu mawaris adalah untuk memahami dan

melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli waris yang berhak menerimanya sesuai

dengan ketentuan syariat islam.

Secara khusus, tujuan mempelajari fiqih mawaris ini antara lain Untuk mengetahui secara

jelas orang yang berhak menerima harta warisan dan berapa bagiannya.Untuk menentukan

pembagian harta warisan secara adil dan benar.Untuk menghindari perselisihan dan perebutan

harta peninggalan akibat ketidak jelasan aturan main pembagian warisan.Untuk memperingan

beban dan tanggung jawab si mayit.

Dengan aturan dalam fiqih mawaris ini maka tidak ada pihak-pihak yang merasa

dirugikan. Karena pembagian harta warisan ini adalah yang terbaik dalam pandangan allah dan

manusia.

Nabi Muhammad SAW berkata:

3
“Pelajarilah Al-Faraidh dan ajarkanlah ia kepada orang-orang. Sesungguhnya ilmu
Faraidh itu separoh ilmu, dan iapun akan dilupakan, serta iapun ilmu yang pertama kali akan
dicabut di kalangan ummatku.” (HR. Ibnu Majah dan Ad-Daruqutniy)
Hukum mempelajari ilmu faraidh adalah fardhu kifayah. Begitu pentingnya ilmu faraidh
sampai dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW. sebagai separoh ilmu.4[2] Disamping itu oleh
beliau diingatkan, ilmu inilah yang pertama kali akan dicabut. Artinya, pada kenyataannya,
hingga sekarang, tidak banyak orang yang mempelajari ilmu faraidh. Karena memang sukar.
Bukankah karena itu ilmu ini lama-lama akan lenyap juga, karena sedikit yang mempelajarinya.
Lebih-lebih orang akan membagi harta warisan berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan, dan
tidak berdasarkan hukum Allah SWT.

Selain itu,tujuan dari mempelajari hukum kewarisan wakaf dan hibah adalah :

1. Penghalalan kepemilikan. Karena dengan pembagian harta warisan yang menggunakan


ilmu faroid dapat dipastikan bagi seseorang akan kehalalan harta yang di dapatnya.
Pembagian warisan tanpa ilmu faroid adalah pendapatan tidak halal.
2. Lebih adil. Dengan ilmu faroid pembagian harta warisan akan menjadi lebih obyektif
dan adil karena pembagiannya langsung dilakukan oleh Allah swt yang maha kaya yang
dijelaskan dalam al-qur’an yang diturunkannya.
3. Menghindari fitnah dan perebutan harta warisan bahwa dengan ilmu faroid maka
pembagian harta warisan tidak akan menimbulkan fitnah dan pertengkaran keluarga.
Pertengkaran antar keluarga dalam masalah pembagian warisan hanyalah karena
pembagian yang subyektif dan cenderung mengikuti selera hawa nafsu masing-masing
anggota keluarga saja.

Dengan pembagian warisan yang menggunakan ilmu faroid maka setiap ahli waris akan
mendapatkan hak mereka sesuai dengan ketentuan Allah swt.

Namun perlu kita catat bahwa penggunaan ilmu faroid dalam pembagian warisan harus
dilakukan oleh SDM yang memahami secara mendalam akan ilmu tersebut.

4
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu waris juga sering disebut dengan Ilmu Faraidh. Disebut ilmu faraidh karena ilmu yang
membahas tentang bagian-bagian yang telah ditentukan kepada ahli waris. Hukum
mempelajari ilmu faraidh adalah fardhu kifayah. Begitu pentingnya ilmu faraidh sampai
dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW. sebagai separoh ilmu.
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum
Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah
Hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan
musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu
dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang membedakannya dengan
wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat meninggal dunia).
Bagi seorang muslim, tidak terkecuali apakah dia laki-laki atau perempuan yang tidak
memahami atau mengerti hukum waris Islam maka wajib hukumnya (dilaksanakan
mendapat pahala, tidak dilaksanakan berdosa) baginya untuk mempelajarinya. Dan
sebaliknya bagi barang siapa yang telah memahami dan menguasai hukum waris Islam maka
berkewajiban pula untuk mengajarkannya kepada orang lain. Begitu pentingnya Ilmu
Faraidh, sampai dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW., sebagai separuh ilmu. Disamping
itu oleh beliau diingatkan, ilmu inilah yang pertama kali di cabut.
B. Kritik dan Saran
Alhamdulillah kami panjatkan sebagai implementasi rasa syukur atas selesainya
makalah Hukum Kewarisan ini. Namun dengan selesainya bukan berarti telah sempurna,
karena sebagai manusia, saya sadar bahwa dalam diri tersimpan berbagai sifat kekurangan
dan ketidak sempurnaan yang tentunya sangat mempengaruhi terhadap kinerja saya.

Oleh karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat
diperlukan guna penyempurnaan dalam tugas berikutnya dan dijadikan suatu pertimbangan
dalam setiap langkah sehingga terus termotivasi ke arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

http://meseptiandrianiiskandar.blogspot.com/2013/11/makalah-ilmu-waris.html

http://aititinmakalah.blogspot.com/2015/10/makalah-tentang-wakaf.html

http://wardahcheche.blogspot.com/2014/11/hibah.html

http://handarsubhandi.blogspot.com/2014/06/kewajiban-umat-islam-mempelajari-
hukum.html

Anda mungkin juga menyukai