Dosen Pengampu :
Hatoli, S.,Sy, M.H
OLEH:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam program studi Hukum Tata
Negara. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga maupun para pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hatoli,
S.Sy., MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata Islam yang telah
mempercayakan dan memberi penulis tugas makalah ini. Semoga makalah ini bisa
bermanfat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman :
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Penegertian Perwakafan........................................................................3
1. Hanafiyah........................................................................................3
2. Malikiyah........................................................................................3
3. Syafi‘iyah........................................................................................4
4. Hanabilah........................................................................................4
B. Dasar Hukum Perwakafan....................................................................5
1. Menurut Al-Quran..........................................................................5
2. Menurut Hadis................................................................................6
C. Rukun dan Syarat – Syarat Perwakafan................................................7
1. Rukun Wakaf..................................................................................7
2. Syarat Wakaf..................................................................................9
D. Peraturan Perwakafan di Indonesia......................................................9
E. Perubahan dan Penggunaan Lain Harta Wakaf....................................10
1. Pasal 49 (1) PP Nomor: 42 tahun 2006..........................................11
2. pasal 225 ayat (1) dan (2)..............................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................13
B. Saran.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya,
seperti yang berkaitan dengan konteks amal ibadah pokok seperti shalat,
selain itu islam juga mengatur hubungan sosial kemasyarakatan maupun
dalam hal pendistribusian kesejahteraan (kekayaan) dengan cara
menafkahkan harta yang dimiliki demi kesejahteraan umum seperti adanya
perintah zakat, infaq, shadaqah, qurban, hibah dan wakaf.
Di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah umat Islam
yang beberapa diantaranya telah mengenal wakaf dengan baik . Potensi
wakaf sebagai salah satu sumber dana publik mendapat perhatian cukup
dari masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya bermunculan
lembaga-lembaga amal yang salah satu peranannya adalah mengelola dana
umat, dalam hal ini termasuk wakaf. Dengan adanya pengelolaan wakaf
dari lembaga lembaga amal diharapkan wakaf dapat memajukan
kesejahteraan umum.
Pada umumnya wakaf diartikan dengan memberikan harta secara
sukarela untuk digunakan bagi kepentingan umum dan memberikan
manfaat bagi orang banyak seperti untuk masjid, mushola, sekolah, dan
lain-lain. Dengan seiring berjalannya waktu wakaf nantinya tidak hanya
menyediakan sarana ibadah dan sosial tetapi juga memiliki kekuatan
ekonomiyang berpotensi antara lain untuk memajukan kesejahteraan
umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan
prinsip syariah.
Saat ini definisi wakaf lebih mudah dipahami, yaitu wakaf
diartikan sebagai perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa Penegertian Perwakafan?
2. Apa Saja Dasar Hukum Perwakafan?
3. Bag
4. aimana Rukun dan Syarat Perwakafan?
5. Bagaimana Peraturan Perwakafan di Indonesia?
6. Bagaimana Perubahan dan Penggunaan Lain Harta Wakaf?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perwakafan
Wakaf berasal dari bahasa Arab “waqafa” yang artinya berhenti
atau menahan, sedangkan secara istilah fikih adalah sejenis pemberian
yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan kepemilikan barang
yang diwakafkan tersebut untuk dimanfaatkan lebih lanjut oleh khalayak
umum.
Secara umum Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (orang
Wakaf) untuk memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian hartanya baik
secara permanen atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya untuk tujuan keagamaan dan / atau kesejahteraan umum
sesuai syariah.1
Berikut Ini Merupakan Pengertian Wakaf Menurut Para Ulama
Fikih:
1. Hanafiyah
Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi
benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau
mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan
untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203).
Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan
harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif
itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta
yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke
atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
2. Malikiyah
Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat
suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara
1
Al-Khatib, M. Al-Syarbini, al-Iqna fi al-Hall al-Alfadz Abi Syuza’, Indonesia: Dar al-Ihya
al-Kutub, tt.
3
4
2
Al-Khatib, M. Al-Syarbini, al-Iqna fi al-Hall al-Alfadz Abi Syuza’, Indonesia: Dar al-Ihya
al-Kutub, tt.
5
3
Faisal Haq, dkk, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, PT Garuda Buana, Pasuruan
6
4
Faisal Haq, dkk, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, PT Garuda Buana, Pasuruan
7
dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak
amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang
senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum
Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang.
Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah
dilaksanakan oleh masyarakat Muslim Indonesia sejak sebelum
merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah menetapkan Undang-
undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia, yaitu
Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk
melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah
menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004.
5
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayat al-Akhyar, ter. KH.
Anwar, Syarifuddin, Surabaya: Bijna Iman, 2007.
8
6
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayat al-Akhyar, ter. KH.
Anwar, Syarifuddin, Surabaya: Bijna Iman, 2007.
9
7
Kementerian Agama Republik Indonesia, AL-Qur’an dan Terjamahnya, (Jakarta: Pelita, 1979)
10
8
Kementerian Agama Republik Indonesia, AL-Qur’an dan Terjamahnya, (Jakarta: Pelita, 1979)
11
dapat dengan jalan ditukar, dijual atau dilelang. Hukum perubahan harta
benda wakaf ini dalam kitab-kitab fikih menjadi bahasan penting, para
ulama dengan berbagai argumen mereka masing-masing telah
mengemukakan pandangan mereka, termasuk perubahan harta benda
wakaf berupa masjid dengan cara dijual pun telah dibahas dalam kitab
fikih.
Berdasarkan UU Nomor: 41 tahun 2004 dan PP Nomor: 42 tahun
2006 perubahan status harta benda wakaf dengan jalan penukaran dilarang,
kecuali dalam kondisi tertentu perubahan atau penukaran harta benda
wakaf tersebut dapat diperbolehkan.
Penukaran harta benda wakaf itu hanya dapat dilakukan dengan
izin tertulis dari Menteri, dalam hal ini Kementerian Agama berdasarkan
pertimbangan BWI (Badan Wakaf Indonesia).9
3. Pasal 49 (1) PP Nomor: 42 tahun 2006
mengatur bahwa pada dasarnya perubahan status harta
benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan
izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI
4. pasal 225 ayat (1) dan (2)
Dalam KHI ketentuan yang berkenaan dengan perubahan
atau penggunaan lain terhadap benda yang telah diwakafkan
diatur dengan ayatnya berbunyi
1) Pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak
dapat dilakukan perubahan dan penggunaan lain dari pada
yang dimaksudkan dalam ikrar wakaf.
2) Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan terhadap hal – hal tertentu setelah terlebih
dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis
Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan :
9
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf , Jakarta, Rosdakarya (1988)
12
10
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf , Jakarta, Rosdakarya (1988)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wakaf adalah menahan benda yang tidak mudah rusak (musnah)
untuk diambil manfaatnya bagi kepentingan yang dibenarkan oleh syara
dengan tujuan memperoleh pahala dan mendekatkan diri kepada Allah
swt. Menurut jumhur ulama boleh menghibahkan apa saja kecuali yang
tidak halal seperti anjing tidak boleh dimiliki.
Rukun dan syarat wakaf meliputi:
1. Ada orang yang berwakaf (wakif)
2. Ada benda yang diwakafkan (maukuf)
3. Tujuan wakaf (Maukuf alaihi)
4. Pernyataan wakaf (Shigat wakaf)
B. Saran
Pemberitahuan mengenai hukum wakaf sangat diperlukan karena
pada umumnya masyarakat belum memahami hukum wakaf dengan baik
dan benar, baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun maksud
disyariatkan wakaf.Seperti pengetahuan mengenai benda yang diwakafkan
adalah benda tidak bergerak (tanah), padahal benda yang diwakafkan
dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Lalu
mempertimbangkan kemampuan nadzir atau dapat dikatakan telah
memenuhi standar kualifikasi untuk mengelola harta wakaf sehingga
tujuan wakaf untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan umat
akan optimal.
13
DAFTAR PUSTAKA
14