Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HUKUM PERDATA ISLAM


“PERWAKAFAN”

Dosen Pengampu :
Hatoli, S.,Sy, M.H

OLEH:

NURAENI MAYA SARI


NIM 302.2019.042
SEMESTER : 2B

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2020 M/ 1441 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam program studi Hukum Tata
Negara. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga maupun para pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hatoli,
S.Sy., MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata Islam yang telah
mempercayakan dan memberi penulis tugas makalah ini. Semoga makalah ini bisa
bermanfat bagi penulis dan pembaca.

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman :
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Penegertian Perwakafan........................................................................3
1. Hanafiyah........................................................................................3
2. Malikiyah........................................................................................3
3. Syafi‘iyah........................................................................................4
4. Hanabilah........................................................................................4
B. Dasar Hukum Perwakafan....................................................................5
1. Menurut Al-Quran..........................................................................5
2. Menurut Hadis................................................................................6
C. Rukun dan Syarat – Syarat Perwakafan................................................7
1. Rukun Wakaf..................................................................................7
2. Syarat Wakaf..................................................................................9
D. Peraturan Perwakafan di Indonesia......................................................9
E. Perubahan dan Penggunaan Lain Harta Wakaf....................................10
1. Pasal 49 (1) PP Nomor: 42 tahun 2006..........................................11
2. pasal 225 ayat (1) dan (2)..............................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................13
B. Saran.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya,
seperti yang berkaitan dengan konteks amal ibadah pokok seperti shalat,
selain itu islam juga mengatur hubungan sosial kemasyarakatan maupun
dalam hal pendistribusian kesejahteraan (kekayaan) dengan cara
menafkahkan harta yang dimiliki demi kesejahteraan umum seperti adanya
perintah zakat, infaq, shadaqah, qurban, hibah dan wakaf.
Di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah umat Islam
yang beberapa diantaranya telah mengenal wakaf dengan baik . Potensi
wakaf sebagai salah satu sumber dana publik mendapat perhatian cukup
dari masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya bermunculan
lembaga-lembaga amal yang salah satu peranannya adalah mengelola dana
umat, dalam hal ini termasuk wakaf. Dengan adanya pengelolaan wakaf
dari lembaga lembaga amal diharapkan wakaf dapat memajukan
kesejahteraan umum.
Pada  umumnya wakaf diartikan dengan memberikan harta secara
sukarela  untuk digunakan bagi kepentingan umum dan memberikan
manfaat bagi orang banyak seperti untuk masjid, mushola, sekolah, dan
lain-lain. Dengan seiring berjalannya waktu wakaf nantinya tidak hanya
menyediakan sarana ibadah dan sosial tetapi juga memiliki kekuatan
ekonomiyang berpotensi antara lain untuk memajukan kesejahteraan
umum, sehingga perlu  dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan
prinsip syariah.
Saat ini definisi wakaf lebih mudah dipahami, yaitu wakaf
diartikan sebagai perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

1
2

Lalu pengertian harta benda wakaf sendiri juga mengalami


perubahanmaksud yang lebih mudah, yaitubahwa  harta benda wakaf ialah
harta benda yang diwakafkan oleh wakif, yang memiliki daya tahan lama
dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut
syariah. Harta benda wakaf tersebut dapat berupa  harta benda tidak
bergerak maupun yang  bergerak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Penegertian Perwakafan?
2. Apa Saja Dasar Hukum Perwakafan?
3. Bag
4. aimana Rukun dan Syarat Perwakafan?
5. Bagaimana Peraturan Perwakafan di Indonesia?
6. Bagaimana Perubahan dan Penggunaan Lain Harta Wakaf?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perwakafan
Wakaf berasal dari bahasa Arab “waqafa” yang artinya berhenti
atau menahan, sedangkan secara istilah fikih adalah sejenis pemberian
yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan kepemilikan barang
yang diwakafkan tersebut untuk dimanfaatkan lebih lanjut oleh khalayak
umum.
Secara umum Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (orang
Wakaf) untuk memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian hartanya baik
secara permanen atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya untuk tujuan keagamaan dan / atau kesejahteraan umum
sesuai syariah.1
Berikut Ini Merupakan Pengertian Wakaf Menurut Para Ulama
Fikih:
1. Hanafiyah
Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi
benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau
mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan
untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203).
Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan
harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif
itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta
yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke
atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
2. Malikiyah
Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat
suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara

1
Al-Khatib, M. Al-Syarbini, al-Iqna fi al-Hall al-Alfadz Abi Syuza’, Indonesia: Dar al-Ihya
al-Kutub, tt.

3
4

sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu


akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi wakaf tersebut
hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat
yang berhak saja.
3. Syafi‘iyah
Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang
bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain)
dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh
Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh
syariah (al-Syarbini: 2/376).
Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus
harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta
yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil
manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).2
4. Hanabilah
Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang
sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan
menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah:
6/185). Itu menurut para ulama ahli fiqih. Bagaimana menurut
undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang nomor 41
tahun 2004,
wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa
wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang

2
Al-Khatib, M. Al-Syarbini, al-Iqna fi al-Hall al-Alfadz Abi Syuza’, Indonesia: Dar al-Ihya
al-Kutub, tt.
5

diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan


ajaran syariah Islam.
Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no.
41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan
ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

B. Dasar Hukum Perwakafan


1. Menurut Al-Quran
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan
konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi
sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan
konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang
menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.
Di antara ayat-ayat tersebut antara lain: “Hai orang-orang yang
beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha
kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2): 267)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna)
sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.”
(Q.S. Ali Imran (3): 92)3
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki,
dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-
Baqarah (2): 261)
Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk
menginfakkan harta yang diperoleh untuk mendapatkan pahala dan
kebaikan. Di samping itu, ayat 261 surat al-Baqarah telah

3
Faisal Haq, dkk, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, PT Garuda Buana, Pasuruan
6

menyebutkan pahala yang berlipat ganda yang akan diperoleh orang


yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.
2. Menurut Hadis
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis
yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika
memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi
tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah
dan menyedekahkan hasilnya.
Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh
tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata;
Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang
nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi
nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya
untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan
sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar
menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan
wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga,
untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan
Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh
digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya,
seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya
sebagai sumber pendapatan.”4
Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan
oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah;
“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah
amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah
(wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak
soleh yang mendoakannya.”
Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat
(ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan

4
Faisal Haq, dkk, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, PT Garuda Buana, Pasuruan
7

dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak
amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang
senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum
Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang.
Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah
dilaksanakan oleh masyarakat Muslim Indonesia sejak sebelum
merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah menetapkan Undang-
undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia, yaitu
Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk
melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah
menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004.

C. Rukun dan Syarat – Syarat Perwakafan


1. Rukun Wakaf
Kebanyakan jumhur ulama yaitu mazhab Syafi’i, Maliki dan
Hanbali, mereka semua sepakat bahwa rukun wakaf ada 4, yaitu:
a. Orang yang Memberikan Wakaf (Wakif)
Wakif menjadi rukun wakaf pertama, Islam menekankan
secara detail tentang syarat-syarat seorang wakif. Mulai dari
merdeka, berakal sehat, dewasa atau baligh dan tidak sedang
berada dalam pengampuan atau tanggungan orang lain (orang
tua/wali). Keberadaan wakif yang memenuhi syarat dalam
sebuah niat atau transaksi wakaf adalah mutlak harus dipenuhi
seutuhnya. Kesepakatan bisa terjadi dan sah hukumnya antara
wakif dan penerima wakaf apabila rukun pertama ini dipenuhi.5
b. Barang dan Harta yang Diwakafkan (Mauquf)
Rukun kedua ini mengandung arti adalah harta yang
diwakafkan harus memenuhi syarat. Tidak sah suatu

5
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayat al-Akhyar, ter. KH.
Anwar, Syarifuddin, Surabaya: Bijna Iman, 2007.
8

kesepakatan wakaf apabila harta yang diwakafkan tidak


mengandung manfaat dan bukan termasuk harta yang dimiliki
(rumah sewaan, kontrak, dll). Lalu harta yang akan diwakafkan
pun menjadi tidak sah apabila barang yang akan diwakafkan
tidak diketahui jumlah pastinya, misalnya mewakafkan
sebagian tanah yang dimiliki namun tak mengetahui pasti
berapa kadar “sebagian” itu. Hal ini untuk mencegah terjadinya
sengketa di kemudian hari, yang dapat menghambat
pengembangan harta wakaf.
c. Tujuan Wakaf / Orang yang Menerima Wakaf (Mauquf ‘alaih)
Rukun ketiga adalah wakaf harus dimanfaatkan dalam
batas-batas yang sesuai dengan syariat Islam. Pada dasarnya
wakaf adalah amalan yang ditunaikan untuk mendekatkan dairi
antara Manusia kepada Allah. Menurut Mazhab Syafii yang
banyak digunakan di Indonesia, mauquf ‘alaih adalah ibadah
menurut pandangan Islam saja, tanpa memandang keyakinan
wakif. Karena itu sah wakaf muslim dan non muslim kepada
badan-badan sosial seperti penampungan, tempat
peristirahatan, badan kebajikan dalam Islam seperti masjid.
Dan tidak sah wakaf muslim dan non muslim kepada badan-
badan sosial yang tidak sejalan dengan Islam seperti Gereja.6
d. Ikrar Penyerahan Wakaf Kepada Badan, Organisasi atau Orang
Tertentu (Sighat)
Rukun wakaf yang terakhir adalah sigat, Sigat adalah
segala ucapan, tulisan, atau isyarat dari orang yang berakad
untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang
diinginkannya. Status Sigat (pernyataan), secara umum adalah
salah satu rukun wakaf. Wakaf tidak sah tanpa sigat, setiap
sigat mengandung ijab dan mungkin mengandung qabul pula.

6
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayat al-Akhyar, ter. KH.
Anwar, Syarifuddin, Surabaya: Bijna Iman, 2007.
9

Dasar (dalil) perlunya Sigat (pernyataan) ialah karena wakaf adalah


melepaskan hak milik dan benda dan manfaat atau dari manfaat saja
dan memiliki kepada yang lain, maksud tujuan melepaskan dan
memilikkan adalah urusan hati. Tidak ada yang menyelami isi hati
orang lain secara jelas, kecuali melalui pernyataan sendiri. (cal)
2. Syarat Wakaf
a. Orang yang memberikan wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas
kehendaknya sendiri.
b. Orang yang menerima wakaf harus jelas, baik berupa organisasi,
badan atau orang tertentu.
c. Berlaku untuk selamanya, artinya tidak terikat dalam jangka waktu
tertentu.
d. Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
e. Jelas Ikrarnya, dan penyerahannya lebih baik tertulis dalam akta
notaris sehingga jelas, dan tidak akan timbul masalah baru pada
pihak keluarga yang memberi wakaf.
D. Peraturan Perwakafan di Indonesia
Adapun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006 dan Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf.7
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Wakaf Adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan /
atalr menyerahkan sebagian harta benda mililmya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waldu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan runum menurut Syariah.
2. Wakif Adalah pihak yang mewakalkan harta benda miliknya.

7
Kementerian Agama Republik Indonesia, AL-Qur’an dan Terjamahnya, (Jakarta: Pelita, 1979)
10

3. Ikrar Wakaf Adalah pernyataan kehendak Wakif yang diucapkan


secara lisan dan/atau tulisan kepada nazhir untuk mewakalkan harta
benda miliknya.
4. Nazhir Adalah pihak yang menerima harta benda Wakaf dari Wakif
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Mauquf alaih Adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh
manfaat dari peruntukan harta benda Wakaf sesuai pernyataan
kehendak Wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf.
6. Akta Ikrar Wakaf Adalah bukti pernyataan kehendak Wakif untuk
mewakalkan harta benda miliknya guna dikelola Nazhir sesuai
dengan peruntukan harta benda Wakaf yang dituangkan dalam
bentuk akta.
7. Sertifikat Wakaf Uang Adalah surat bukti yang dikeluarkan oleh
Irmbaga Keuangan Syariah kepada Wakif dan Nazhir tentang
penyeratran Wakaf uang.
8. Pejabat Pembuat Alirta Ikrar Wakaf Yang selanjutnya disingkat
PPAIW adalatr pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri
unhrk membuat Akta Ikrar Wakaf.8
9. Lembaga Keuangan Syariatr Yang selanjutnya disingkat LKS
adalatr badan hulmm Indonesia yang bergerak di bidang keuangan
Syariah.
10. Bank Syariah Adalah Bank Umum Syariah Unit Usaha Syariah dari
Bank Umum konvensional serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
11. Badan Wakaf Indonesia Yang selanjutnya disingkat BWI adalatr
lembaga independen dalam pelaksanaan tugasnya untuk
mengembangkan penrakafan di Indonesia.

E. Perubahan dan Penggunaan Lain Harta Wakaf


Perubahan harta benda wakaf adalah perubahan bentuk harta benda
wakaf dari bentuk semula ke bentuk yang lainnya, perubahan tersebut

8
Kementerian Agama Republik Indonesia, AL-Qur’an dan Terjamahnya, (Jakarta: Pelita, 1979)
11

dapat dengan jalan ditukar, dijual atau dilelang. Hukum perubahan harta
benda wakaf ini dalam kitab-kitab fikih menjadi bahasan penting, para
ulama dengan berbagai argumen mereka masing-masing telah
mengemukakan pandangan mereka, termasuk perubahan harta benda
wakaf berupa masjid dengan cara dijual pun telah dibahas dalam kitab
fikih.
Berdasarkan UU Nomor: 41 tahun 2004 dan PP Nomor: 42 tahun
2006 perubahan status harta benda wakaf dengan jalan penukaran dilarang,
kecuali dalam kondisi tertentu perubahan atau penukaran harta benda
wakaf tersebut dapat diperbolehkan.
Penukaran harta benda wakaf itu hanya dapat dilakukan dengan
izin tertulis dari Menteri, dalam hal ini Kementerian Agama berdasarkan
pertimbangan BWI (Badan Wakaf Indonesia).9
3. Pasal 49 (1) PP Nomor: 42 tahun 2006
mengatur bahwa pada dasarnya perubahan status harta
benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan
izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI
4. pasal 225 ayat (1) dan (2)
Dalam KHI ketentuan yang berkenaan dengan perubahan
atau penggunaan lain terhadap benda yang telah diwakafkan
diatur dengan ayatnya berbunyi
1) Pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak
dapat dilakukan perubahan dan penggunaan lain dari pada
yang dimaksudkan dalam ikrar wakaf.
2) Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan terhadap hal – hal tertentu setelah terlebih
dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis
Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan :

9
M. Daud Ali,  Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf , Jakarta, Rosdakarya  (1988)
12

a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti


diikrarkan oleh wakaf.
b. Karena kepntingan umum.10

10
M. Daud Ali,  Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf , Jakarta, Rosdakarya  (1988)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wakaf adalah menahan benda yang tidak mudah rusak (musnah)
untuk diambil manfaatnya bagi kepentingan yang dibenarkan oleh syara
dengan tujuan memperoleh pahala dan mendekatkan diri kepada Allah
swt. Menurut jumhur ulama boleh menghibahkan apa saja kecuali yang
tidak halal seperti anjing tidak boleh dimiliki.
Rukun dan syarat wakaf meliputi:
1. Ada orang yang berwakaf (wakif)
2. Ada benda yang diwakafkan (maukuf)
3. Tujuan wakaf (Maukuf alaihi)
4. Pernyataan wakaf (Shigat wakaf)

B. Saran
Pemberitahuan mengenai hukum wakaf sangat diperlukan karena
pada umumnya masyarakat belum memahami hukum wakaf dengan baik
dan benar, baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun maksud
disyariatkan wakaf.Seperti pengetahuan mengenai benda yang diwakafkan
adalah benda tidak bergerak (tanah), padahal benda yang diwakafkan
dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Lalu
mempertimbangkan kemampuan nadzir atau dapat dikatakan telah
memenuhi standar kualifikasi untuk mengelola harta wakaf sehingga
tujuan wakaf untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan umat
akan optimal.

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khatib, M. Al-Syarbini, al-Iqna fi al-Hall al-Alfadz Abi Syuza’,


Indonesia: Dar al-Ihya al-Kutub, tt.
Faisal Haq, dkk, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, PT Garuda
Buana, Pasuruan.
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayat al-
Akhyar, ter. KH. Anwar, Syarifuddin, Surabaya: Bijna Iman, 2007.
Kementerian Agama Republik Indonesia, AL-Qur’an dan Terjamahnya,
(Jakarta: Pelita, 1979)
M. Daud Ali,  Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf , Jakarta,
Rosdakarya  (1988)
Suhendi, Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2010.
Ghazaly, Rahman Abdul, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010.
Sayyid,  Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-fikr, 2006.

14

Anda mungkin juga menyukai