TENTANG
WAKAF
D
I
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK 3 :
1. YULI SANDRA
2. ERLI TINA
3. AZIZAH
4. ARIANSYAH
5. VITA
6. NUR MAWADDAH
KELAS X IPA-3
GURU PEMBIMBING : NELMI, S. Pd
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Swt., berkat
rahmat dan karunianya kelompok kami dapat menyelesaikan tugas kami
mengenai “MAKALAH MENGENAI WAKAF ” dari salah seorang guru
kami.
Walaupun memang dalam pengerjaannya tidak berhasil maksimal,
namun kami telah berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk itu kritik
dan saran sangat kami harapkan untuk memperbaiki tugas-tugas kami di
waktu yang akan datang.
Shalawat serta salam semoga selamanya tercurahkan kepada
Nabi Muhammad saw., kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, tabiit
tabiinnya dan mudah-mudahan sampai kepada kita semua selaku umatnya
yang semoga mendapatkan safaat darinya di Yaumul Akhir nanti. Amin
yarobbal alamin.
Terima kasih.
……………….
D A F TA R I S I
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG............................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................
C. TUJUAN................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf...................................................................................................
B. Dasar - Dasar Hukum Wakaf.................................................................................
C. Perkembangan Pengelolaan Harta Wakaf Di Beberapa Negara Muslim...............
D. Profil Lembaga Pengeloaan Wakaf Di Negara Republik Indonesia......................
E. Rukun Wakaf.........................................................................................................
F. Syarat-Syarat Melaksanakan Wakaf......................................................................
G. Harta Benda Yang Bisa Diwakafkan Serta Pemanfaatannya.................................
H. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Wakaf........................................................................
A. Latar belakang
Di Indonesia yang mayoritas juga adalah umat Islam, telah mengenal wakaf baik
setelah Islam masuk maupun sebelum Islam masuk. Di tanah jawa, lembaga-lembaga
wakaf telah dikenal pada masa Hindu-Buddha yaitu dengan istilah Sima dan Dharma
(berupa sebagian hutan yang diberikan oleh raja kepada seseorang atau kelompok orang
untuk diambil hasilnya) dan lainnya. Akan tetapi lembaga tersebut tidak persis sama
dengan lembaga wakaf dalam hukum Islam. Dan peruntukannya hanya pada bidang tanah
hutan saja atau berupa tanah saja. Umumnya, wakaf yang dikenal pada masa sebelum
Islam atau oleh agama-agama lain diluar Islam hampir sama dengan Islam, yaitu untuk
peribadatan. Sebagai contoh adalah pada masa Raja Ramses II di Mesir untuk
pembangunan Kuil Abidus. Dengan kata lain lambaga wakaf telah dikenal oleh masyarakat
pada peradaban yang cukup jauh dari masa sekarang. Namun tujuan utama dari wakafnya
yang berbeda-beda (untuk mendapat pahala, hanya untuk masyarakat umum, dll).
Sedangkan setelah masuknya Islam istilah wakaf mulai dikenal. Menurut (Abdoerraoef)
wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya untuk
kemaslahatan umat. Dalam pandangan Islam, istilah pandangan umum harta tersebut
adalah milik Allah, dan oleh sebab itu persembahan itu adalah abadi dan tidak dapat
dicabut kembali (diambil kembali oleh sipewakaf). Selain itu, harta tersebut juga di tahan
dan dikakukan dan tidak dapat dilakukan lagi pemindahan-pemindahan. Di dalam Islam,
wakaf memiliki banyak sekali pengaturan. Sehingga ketika wakaf dikenal di Indonesia
juga mempengaruhi pengaturan perwakafan tanah di Indonesia yang peruntukannya
sebagai tempat-tempat peribadatan dan sosial yang dibuatnya peraturan-peraturan yang
lebih khusus mengenai wakaf di era setelah kemerdekaan. Hal ini dapat dilihat dari UU
No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang terdapat pada Pasal 49 tentang Hak-hak tanah untuk
keperluan suci dan sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian wakaf?
2. Bagaimana Prinsip – prinsip pengelolaan wakaf?
3. Bagaimana Aplikasi dan pengelolaan wakaf tunai?
4. Jelaskan Peraturan perwakafan dan profil pengelola wakaf serta prospek perwakafan
di indonesia?
C. Tujuan
Pemanfaatan wakaf tidak hanya sebatas untuk kegiatan-kegiatan keagamaan dan
sosial belaka, namun juga hendaknya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekomoni
yang bersifat makro. Selain itu, dengan dilakukannya investasi terhadap tanah wakaf.
Sehingga tujuan dan manfaat diadakannya wakaf tersebut dapat terlaksana dengan baik
dan benar-benar berguna bagi masyarakat umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian wakaf
Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Merupakan
kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan,
berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah,
binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Dalam
pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat
bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau
kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan
dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain)
milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang
diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa
kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri.
Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala
perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang
dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang
berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan
Wakif. Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau
tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi
manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan
yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah.
Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi
bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat
diambil manfaatnya secara berterusan.
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu
menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan. Itu menurut para
ulama ahli fiqih.
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan
hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan
dan peningkatan ekonomi umat, bantuan kepada fakir miskin.
Wakaf Tunai
Di Indonesia, dalam memasuki milenium ketiga ini, berbagai elemen masyarakat
mencoba mensosialisasikan wakaf tunai dengan berbagai cara. Bukan saja tahap sosialisasi
ini berjalan tanpa aplikasi, malah sudah ada lembaga tertentu yang mencoba
mengaplikasikannya, dan banyak juga masyarakat yang tertarik untuk ikut serta
berkontribusi untuk itu.
Institusi yang menangani wakaf tunai bisa berupa institusi seperti lembaga zakat
yang dikelola secara profesional oleh orang-orang yang memenuhi persyaratan, ia bisa
juga dikelola oleh lembaga seperti reksa dana dengan syarat-syarat tertentu pula atau oleh
suatu institusi yang ditetapkan oleh pemerintah yang bekerjasama dengan bank. Ia bisa
berdiri sendiri atau ia juga menjadi bagian dari institusi keuangan lain yang bisa saling
membantu untuk meningkatkan pendapatan wakaf tersebut. Agar ia dikelola secara
profesional, maka yang terbaik ia mesti berdiri sendiri, jangan bercampur dengan lembaga
keuangan lain seperti, zakat, atau langsung dibawah bank, asuransi dll, dan yang terbaik ia
dikendalikan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dan dijalankan dengan
profesional dan pemerintah bertugas hanya sebagai pengawas terhadap badan itu.
Agar kesalahan-kesalahan fatal jangan terjadi, maka mekanisme yang sesuai
dengan aturan waqaf secara menyeluruh perlu ada pengaturan. Diantara beberapa
alternative pengaturan misalnya uang yang dikumpul digunakan untuk membangun harta
waqaf yang sudah ada. Mungkin ada sebidang tanah yang sudah diwakafkan terlebih
dahulu, diatas tanah ini tentu lebih baik dibangun kelinik, sekolah, atau ruko, dan
sebagainya.
Seandainya ia terletak pada posisi yang strategis, ruko bisa disewakan, sewanya
dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Atau adanya klinik, masyarakat Islam bisa
memberikan pengobatan yang murah kepada orang Islam yang membutuhkan, atau dengan
adanya sekolah, anak-anak muslim bisa dididik dengan biaya rendah dengan kualitas
prima. Atau bisa saja uang wakaf dibelikan kepada bangunan atau apa saja yang bisa
melahirkan keuntungan. Dari keuntungan tersebut pengelola bisa mengeluarkan biaya
pengelolaan, bisa membiayai aktivitas sosial, bisa memberikan bantuan kepada orang-
orang yang membutuhkan. Harta atau uang waqaf tunai bisa juga diinvestasikan pada
sektor lain yang menguntungkan seperti obligasi syariah. Adanya jaminan bahwa uang
modal dari waqaf tidak hilang merupakan prinsip utama yang mesti dipegang.
Jadi secara makro wakaf diharapkan mampu mempengaruhi kegiatan ekonomi
masyarakat. Orang-orang yang perlu bantuan berupa makanan, perumahan, sarana umum
seperti masjid, rumah sakit, sekolah, pasar dll, bahkan modal untuk kepentingan pribadi
dapat diberikan, bukan dalam bentuk pinjaman, tapi murni sedekah di jalan Allah. Kondisi
demikian akan memperingan beban ekonomi masyarakat. Kalau ia bergerak secara teratur
tentu akan lahir ekonomi masyarakat dengan biaya murah.
Menurut Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang harus ditekankan
ketika hendak memberdayakan wakaf,pertama managemennya harus dalam bingkai
‘proyek yang terintegrasi’, kedua azas kesejahteraan nadzir, dan yang ketiga azas
transparansi dan accountability dimana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus
melaporkan setiap tahun tentang proses pengelolaan dana kepada umat dalam
bentuk audited financial report termasuk kewajaran dari masing-masing pos biaya.
Kedua, kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia akhirat). Ini bisa menjadi wujud
tanggungjawab sosial kita kepada orangtua, istri, anak-anak atau anggota keluarga yang
lain.
Ketiga, pembangunan sosial. Wakaf tunai bisa membuka banyak peluang untuk membantu
masyarakat. Dari profit wakaf tunai, seseorang dapat membantu memberikan bantuan yang
berharga bagi pendirian atau pun operasionalisasi lembaga-lembaga pendidikan maupun
masjid. Wakaf tunai dapat pula membantu terlaksananya proyek-proyek pendidikan, riset,
keagamaan, kesejahteraan sosial, pengobatan dan perawatan kesehatan bagi kaum dhuafa,
dan penghapusan kemiskinan. Wakaf tunai juga bisa dimanfaatkan untuk beasiswa
pelajar/mahasiswa. Bisa disimpulkan, kemanfaatan wakaf tunai bersifat abadi, berbeda
dengan derma temporer, wakaf tunai bisa direncanakan secara baik dan bersifat abadi
sehingga banyak kelompok masyarakat dapat emnikmati hasilnya secara terus-menerus.
Keempat, membangun masyarakat sejahtera: jaminan sosial bagi si miskin dan jaminan
keamanan sosial bagi si kaya. Wakaf tunai dalam tahap yang makin baik, menjadi wahana
terciptanya kepedulian dan kasih sayang si kaya terhadap si miskin, sehingga tercipta
hubungan harmonis dan kerjasama yang baik. Wakaf tunai bisa diandalkan menebar
manfaat di bidang ekonomi dan sosial bagi masyarakat secara keseluruhan.
Pengelolaan Wakaf Tunai
Prof M.A. Mannan sebagai pakar ekonomi Islam terkemuka, melakukan terobosan
baru dalam aplikasi wakaf ini. Beliau mengembangkan apa yang disebut dengan wakaf
tunai dengan menggunakan mekanisme bank (Social Investment Bank Limited,
Bangladesh). Wacana ini sebenarnya sudah dibahas dalam literatur Hanafi dan Maliki.
Dalam dua literatur tersebut disebutkan bahwa wakaf tunai selain dapat digunakan dalam
pembiayaan pembangunan sarana dalam bentuk pinjaman, juga dapat digunakan dalam
bentuk pembiayaan mudharabah. Kontroversi yang mengemuka dalam mekanisme wakaf
tunai ini berkisar pada sah tidaknya menggunakan dana wakaf untuk diinvestasikan, yang
secara logika memiliki resiko musnah (kefitrahan usaha yaitu untung dan rugi).
Selain itu, dengan melakukan investasi berarti dana wakaf akan selamanya
berbentuk uang, hal ini akan menimbulkan pertanyaan tentang nilai intrinsik uang yang
pada hakikatnya tidak memiliki nilai. Berbeda dengan kasus klasik (yang dijadikan
landasan dalam implementasi wakaf tunai) yang nota bene nilai uang terjaga akibat logam
yang digunakan sebagai uang adalah logam mulia; emas dan perak (dinar dan dirham).
Jadi, wakaf tunai dengan sistem mata uang yang ada saat ini, implementasinya memiliki
resiko nilai uang tereduksi akibat inflasi, disamping resiko pelanggaran kaidah syariat
ketika mekanismenya melalui investasi.
Secara logika wakaf tunai dengan memutarkan dana wakaf pada aktivitas investasi,
sebenarnya aktivitas penggunaan harta wakaf terletak pada aktivitas investasi bukan pada
aktivitas pengambilan manfaat darireturns (bagi hasil) investasi tersebut. Hal ini merujuk
dari pengertian harta dalam fikih muamalah, yang membagi harta menjadi harta umum
(yang tak dapat dimiliki secara perorangan) atau malul ashl dan harta hasil dari
hartaashl (yang dapat dimiliki secara perorangan) atau malul tsamarah. Dalam konteks
wakaf yang diinvestasikan, harta wakaf termasuk harta ashl sedangkan returns-nya
merupakan harta tsamarah.
Dengan demikian mekanisme wakaf hakikatnya ada pada aktifitas investasi tadi
yang menggunakan harta ashl. Jadi, kalaupun disepakati mekanisme wakaf tunai jenis ini,
sepatutnya pemegang amanah harta wakaf memfokuskan pada usaha-usaha investasi harta
wakaf yang memberikan manfaat besar kepada umat. Pengelolaan wakaf menggunakan
institusi bank menerapkan semacam deposito berjangka (temporer wakaf deposits) dalam
pengelolaan wakaf tunai. Yang pertama deposito wakaf temporer yang berbasis pinjaman,
dimana uang yang disimpan oleh nasabah di bank diikhlaskan dengan niat wakaf untuk
diambil manfaatnya oleh pengguna dalam membiayai program-program pembangunan
sarana umum (awqafproperties), tanpa ada biaya tambahan kecuali biaya administrasi
yang diperbolehkan syariat. Yang kedua deposito wakaf temporer yang berbasis investasi,
ia mengkhususkan penggunaan depositonya hanya untuk investasi sarana umum, dimana
keuntungannya adalah juga menjadi hak wakif. Keduanya tetap mensyaratkan penggunaan
dana wakaf tersebut harus pada proyek untuk kepentingan umum, seperti proyek bangunan
sekolah, jalan, jembatan, pasar dan fasilitas umumlainnya. Jadi bukan proyek-proyek
komersil, seperti pembiayaan sebuah perusahaan, kredit perorangan dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan jenis-jenis wakaf tunai yang dapat dilakukan:
1. Wakaf Tunai dengan tujuan membeli awqaf properties.
2. Wakaf Tunai dalam bentuk Pinjaman (Temporary Wakaf Deposits in Loan Basis).
3. Wakaf Tunai dalam bentuk Investasi (Temporary Wakaf Deposits in Investment Basis).
Jadi untuk sementara ini pada isu wakaf tunai, institusi wakaf dapat mengelola
wakaf tunai definitive (jelas niat dan tujuan penyalurannya) dan wakaf tunai mutlak.
Dengan demikian sebenarnya terdapat potensi atas alasan syar’i wakaf barang untuk
dikelola seperti mengelola wakaf tunai yang mutlak. Misalkan atas alasan biaya
pemeliharaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang didapat, sebuah
gedung wakaf dapat disewakan yang hasilnya dipergunakan sesuai dengan tujuan akad
wakaf (meskipun hal ini birokrasinya haruslah ketat, misalnya harus melalui persetujuan
mahkamah). Namun sepatutnya inovasi-inovasi dalam pemecahan masalah implementasi
instrumen Islam dilakukan kajian dan kesepakatan para fuqaha/ulama yang memiliki
kredibilitas.
A. Kesimpulan
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan
hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf adalah Seluruh harta benda wakaf harus
diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah, Wakaf
dilakukan dengan tanpa batas waktu, Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan
sebagaimana yang diperkenankan oleh Syariah, Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya
keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan
oleh Wakif, dan Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan
yang telah ia tentukan.
Di Indonesia, dalam memasuki milenium ketiga ini, berbagai elemen masyarakat
mencoba mensosialisasikan wakaf tunai dengan berbagai cara. Bukan saja tahap sosialisasi
ini berjalan tanpa aplikasi, malah sudah ada lembaga tertentu yang mencoba
mengaplikasikannya, dan banyak juga masyarakat yang tertarik untuk ikut serta
berkontribusi untuk itu.
Menurut pandangan dari DT wakaf sangat menarik unutk dikembangkan dan
disosialisasikan kepada masyarakt khususnya untuk wakaf yang dikelola secara produktif
dan hasilnya untuk kegiatan social.
DPU Dt memandang wakaf boleh dikata tidak memiliki kendala, namun tantangan
selalu ada karena mereka berfikir bagaiman wakaf ini bias berkembang dan terus
mengalirakn manfaat bagi ummat dan menghasilkan pahala bagi Muwakif.
Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam mengelola Wakaf
a. Perbanyak sosialisasi dan promosi tentang wakaf
b. Pembuatan akuntabilitas dalam kinerja lembaga
c. Buat replikasi di Tanah wakaf tertentu yang telah ada atqau sedang dikembangkan
untuk dikloning ditempat lain