Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

WAKAF
Dosen Pengampu Dr.H.Mawardi,S.Ag.,M.Si.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 12 :

ADRIAN DAHARI PRATAMA (12220513454)


SASHI KIRANI SALSABILA (12220522096)

PROGAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2023/202
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kita ucapakan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Lembaga Keungan Syariah
mengennai Wakaf ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.Tidak lupa sholawat beserta salam
kepada junjungan yakni Nabi besar Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita ke zaman
sekarang ini.
Dalam hal ini penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan penuh
kekurangan.Untuk itu penulis minta maaf atas segala keterbatasan penulis dalam makalah
ini.Maka dari itu itu diperlukan kritik dan saran yang membangun demi peningkatan makalah ini.
Akhir kata,penulis mengharapkan agar makalah ini dapat memberikan manfaat di kehidupan
sehari-hari khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Pekanbaru,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I...........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................2
A. .PENGERTIAN WAKAF....................................................................................................2
B. DASAR HUKUM WAKAF................................................................................................2
C. SYARAT DAN RUKUN WAKAF.....................................................................................3
D. HARTA BENDA WAKAF DAN PEMANFAATANNYA................................................7
E. JENIS-JENIS WAKAF.....................................................................................................11
F. KENDALA PENGHIMPUNAN WAKAF.......................................................................12
G. STRATEGI PENGEMBANGAN WAKAF......................................................................13
H. WAKAF TUNAI (WAKAF UANG)................................................................................14
I. WAKAF TUNAI SEBAGAI SOLUSI PEMBERDAYAAN UMAT...............................16
BAB III......................................................................................................................................17
PENUTUP.................................................................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................................................17
B. Saran..................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Wakaf merupakan ibadah yang bercorak social ekonomi yang cukup penting. Menurut
sejarah Islam klasik,wakaf telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan
kesejahteraan kaum muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan social
dan kepentingan umum,kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan serta peradaban
Islam secara umum.
Wakaf sebagai instrument untuk kesejahteraan umat yang pertama kali dilakukan oleh Umar
bin al Khatthab seizing Rasulullah SAW.
Melihat wakaf secara historis,sesungguhnya telah mengajarkan umat Islam akan pentingnya
sumber ekonomi yang terus menerus guna menjamin berlangsungnya kesejahteraan di
masyarakat.

B.Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Wakaf
2. Apa dasar hukum wakaf
3. Apa saja syarat dan rukun wakaf
4. Bagaimana harta benda wakaf dan pemanfaatannya
5. Apa saja jenis-jenis wakaf
6. Apa saja kendala penghimpunan wakaf
7. Apa saja strategi pengembangan wakaf
8. Apa yang dimaksud dengan wakaf tunai
9. Bagaimana wakaf tunai sebagai solusi pemberdayaan umat

C.Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu wakaf
2. Untuk mengetahui dasar hukum wakaf
3. Untuk mengetahui syarat dan rukun wakaf
4. Untuk mengetahui harta benda wakaf dan pemanfaatannya
5. Untuk mengetahui jenis-jenis wakaf
6. Untuk mengetahui kendala penghimpunan wakaf
7. Untuk mengetahui strategi pengembangan wakaf
8. Untuk mengetahui apa itu wakaf tunai
9. Untuk mengetahui wakaf tunai sebagai solusi pemberdayaan umat

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN WAKAF
Secara etimologi,wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang berarti “al-Habs”.Ia
merupakan kata yang berbentuk masdar yang pada dasarnya berarti
menahan,berhenti,atau diam.Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti
tanah,binatang dan yang lain,ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu.
Sebagai satu istilah dalam syariah Islam,wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik
atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-
manfa’ah).Sedangkan dalam buku-buku fikih,para ulama berbeda pendapat dalam
memberi peringatan wakaf.Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada
hukum yang ditimbulkan.
Pertama,Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda milik wakif
dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapa pun yang diinginkan
untuk tujuan kebajikan.Kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di
tangan wakif itu sendiri. Dengan artian, wakif masih menjadi pemilik harta yang
diwakafkannya,manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut,bukan
termasuk aset hartanya.
Kedua,Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang
dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang
berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu.
Ketiga,Syafi’iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi
manfaat serta kekal materi bendanya dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang
dimiliki oleh wakif untuk diserahkan kepada nazhir yang dibolehkan oleh syariah.Dengan
artian harta yang dimiliki tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya
secara berterusan.
Keempat,Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana,yaitu
menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.

B. DASAR HUKUM WAKAF


Secara umum tidak terdapat ayat Al-Qur'an yang menerangkan konsep wakaf secara
1
jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilil- lah, maka dasar yang digunakan para
ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat Al-
Qur'an yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara
lain QS. al-Baqarah (2): 267, QS. Ali-Imraan (3): 92, QS. al-Baqarah (2): 261.

11
Dr.Andri Soemitra ,M.A,Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,hlm.453-454
2
Ibnu Manzhur,Lisan Arab,hlm.276
3
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi,Hukum Wakaf,Terjemahan: Ahkam al-Waqf fi al-Syar’iah al-Islamiyah,
(Jakarta: Kerjasama Dompet Dhuafa Repbulika dan Ilman Press,2004),Cetakan Pertama,hlm.38-61

2
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan
tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika mem- peroleh tanah di Khaibar. Setelah ia
meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal
tanah dan me- nyedekahkan hasilnya.
Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah, "Umar memperoleh tanah di Khaibar,
lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata: "Wahai Rasulullah, saya telah
memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang
lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk
melakukannya?" Sabda Rasulullah: "Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan
manfaat atau faedahnya." Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan,
atau dijadikan warisan.Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk
memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para
tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang
mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya
sebagai sumber pendapatan."
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah.Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf
bukan sekedar berderma (sedekah) biasa,tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya
terhadap orang yang berwakaf.Hukum wakaf adalah sunah.Ditegaskan dalam hadis:

ِ ‫ َر َو اُه ُم ْس ِلٌم‬.‫ َأْو َو َلٍد َص اِلٍح َيْد ُعو َلُه‬،‫ َأْو ِع ْلٍم ُيْنَتَفُع ِبِه‬،‫ َص َد َقٍة َج اِرَيٍة‬:‫َذ ا َم اَت اْبُن آَد َم اْنَقَطَع َع َم ُلُه ِإاَّل ِم ْن َثاَل ٍث‬

“Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya,kecuali tiga
(macam),yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus),ilmu yang dimanfaatkan,atau anak
shaleh yang mendoakannya.”(HR Muslim)
Harta yang diwakafkann tidak boleh dijual,dihibahkan atau diwariskan.Akan
tetapi,harta waked tersebut secara terus-menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
umum.

C. SYARAT DAN RUKUN WAKAF


Menurut fikih, wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syarat wakaf ada
empat yakni:
1. Syarat Wakif (orang yang mewakafkan tanah)
Orang yang mewakafkan (wakif disyaratkan memiliki kecakapan hukum atau
kamalul ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya kecakapan bertindak
di sini meliputi empat kriteria yakni:
a. Merdeka Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya), tidak sah karena
wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan hak milik itu kepada
orang lain. Adapun hamba sahaya tidak mempunyai hak milik, dirinya dan apa yang
dimiliki adalah kepunyaan tuannya. Namun demikian, Abu Zahrah mengatakan

3
bahwa para fuqaha sepakat budak itu boleh mewakafkan hartanya bila ada izin dari
tuannya, karena ia sebagai wakil darinya. Bahkan Adz Dzahiri menetapkan bahwa
budak dapat memilki sesuatu yang diperoleh dengan jalan waris atau tabarru. Bila ia
dapat memiliki sesu atu berarti ia dapat pula membelanjakan miliknya itu. Oleh
karena itu, ia boleh mewakafkan, walaupun hanya sebagai tabarru saja.2
b. Berakal
Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya, sebab ia tidak berakal,
tidak mumayiz dan tidak cakap me lakukan akad serta tindakan lainnya. Demikian
juga wakaf orang lemah mental (idiot), berubah akal karena faktor usia, sakit atau
kecelakaan, hukumnya tidak sah karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap
untuk menggugurkan hak miliknya.
c. Dewasa (baligh)
Wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa (baligh) hukumnya tidak sah
karena ia dipandang tidak cakap mela- kukan akad dan tidak cakap pula untuk
menggugurkan hak miliknya.
d. Tidak berada di bawah pengampuan (boros/lalai).
Orang yang berada di bawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk berbuat
kebaikan (tabarru), maka wakaf yang di lakukan hukumnya tidak sah. Karena tujuan
dari pengampu an ialah untuk menjaga harta supaya tidak habis dibelanjakan untuk
sesuatu yang tidak benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi beban orang
lain.

2. Syarat Mauquí Bih (Harta yang diwakafkan)


Dalam pembahasan ini terbagi menjadi dua bagian:
a. Syarat Sahnya Harta Wakaf
Harta yang akan diwakafkan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Harta yang akan diwakafkan harus mutaqawwam.


Pengertian harta yang mutaqawwam (al mal al mutaqawwam), menurut Mazhab
Hanafi ialah segala sesuatu yang dapat disimpan dan halal digunakan dalam keadaan
normal (bukan dalam keadaan darurat). Karena itu mazhab ini memandang tidak sah
mewakafkan:
 Sesuatu yang bukan harta, seperti mewakafkan manfaat dari rumah sewaan untuk
ditempati.
 Harta yang tidak mutaqawwam, seperti alat-alat musik yang tidak halal digunakan
atau buku-buku anti Islam, karena dapat merusak Islam itu sendiri.

2) Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan.


Harta yang akan diwakafkan harus diketahui dengan yakin ('ainun ma'lumun),
sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan. Karena itu tidak sah mewakafkan
yang tidak jelas seperti satu dari dua rumah. Pernyataan wakaf yang berbunyi

24
Dr.Qodariyah Barkah,M.H.I,Fikih Zakat,Sedekah,dan Wakaf,hlm.207-212

4
"Saya mewakafkan sebagian dari tanah saya kepada orang-orang kafir di kampung
saya", begitu juga tidak sah pernyataan "Saya mewakafkan sebagian buku saya
kepada para pelajar," kata sebagian dalam pernyataan ini membuat harta yang
diwakafkan tidak jelas dan akan menimbulkan persengketaan. Latar belakang syarat
ini karena hak yang diberi wakaf terkait dengan harta yang diwakafkan kepadanya.
Seandai- nya harta yang diwakafkan kepadanya tidak jelas, tentu akan menimbulkan
sengketa. Selanjutnya sengketa ini akan meng hambat pemenuhan haknya. Para fakih
tidak mensyaratkan agar benda tdak bergerak yang diwakafkan harus dijelaskan
batas-batasnya dan luasnya, jika batas-batasnya dan luasnya dketahui dengan jelas.
Jadi secara fikih sudah sah pernyataan sebagai berikut: "Saya wakafkan tanah saya
yang terletak di......" sementara itu wakif tidak mempunyai tanah lain selain tempat
itu.

3) Milik wakif.
Hendaklah harta yang diwakafkan milik penuh dan meng- ikat bagi wakif ketika ia
mewakafkannya. Untuk itu tidak sah mewakafkan sesuatu yang bukan milik wakif,
karena wakaf mengandung kemungkinan menggugurkan milik atau sumbangan.
Keduanya hanya dapat terwujud pada benda yang dimiliki. Berdasarkan syarat ini,
maka banyak wakaf yang tidak sah di antaranya:

 A mewasiatkan pemberian rumah kepada B. Kemudian B mewakafkan kepada C,


sementara A masih hidup. Wakaf ini tidak sah, karena syarat kepemilikan pada wasiat
ialah setelah yang berwasiat meninggal.
 A menghibahkan sesuatu barang kepada B. Kemudian B sebelum menerimanya
mewakafkan kepada C. Wakaf ini juga tidak sah karena syarat kepemilikan pada
hibah ialah setelah penerima hibah menerima harta yang diberikan kepadanya.
 A membeli barang tidak bergerak dari B. Lalu B mewa- kafkannya kepada C. Setelah
itu terbukti barang itu milik A. Wakaf ini tidak sah, karena pada hakikatnya barang
tersebut bukan milik B.
 A memiliki sebidang tanah tetapi tidak mampu membayar pajaknya. Akibatnya
pemerintah menyitanya. Tanah ini bukan milik pemerintah sepenuhnya, karena itu
apa- bila pemerintah mewakafkannya, maka secara hukum tidak sah.

4) Terpisah bukan milik bersama.Milik bersma adakalanya dapat dibagi, juga ada
kalanya ti dak dapat dibagi. Hukum mewakafkan benda milik bersama (mmusya)
tidak sah misalnya:

 A mewakafkan sebagian dari musya' (milik bersama) untuk dijadikan masjid atau
pemakaman tidak sah dan tidak menimbulkan akibat hukum, kecuali apabila bagi- an
yang diwakafkan tersebut dipisahkan dan dietapkan batas-batasnya.
 A mewakafkan kepada pihak yang berwajib sebagian dari musya' (milik bersama)
yang terdapat pada harta yang dapat dibagi. Namun contoh lain si A mewakafkan

5
sebagian dari musya' yang terdapat pada harta tidak da pat dibagi bukan untuk
dijadikan masjid atau pemakam- an, hukumnya sah.

3. Syarat Mauquí 'Alaih (Penerima Wakaf)3


Yang dimaksud dengan mauquf 'alaih adalah tujuan wakaf (peruntukan wakaf).
Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas batas yang sesuai dan diperbolehkan Syariat
Islam, karena pada dasarnya wakaf merupakan amal yang mendekatkan diri manusia
kepada Tuhan. Oleh karena itu, mauquf 'alaih (yang diberi wakaf) haruslah pihak
kebajikan. Para faqif sepakat berpendapat bahwa wakaf kepada pihak kebajikan itulah
yang membuat wakaf sebagai ibadah yang mendekatkan diri manusia kepada
Tuhannya. Namun terdapat perbedaan pendapat antara antara para faqih mengenai
jenis ibadat ini, apabila ibadat menurut pandangan Islam ataukah menurut keyakinan
wakif atau keduanya, yaitu menurut pandang an Islam dan keyakinan wakif.
a. Mazhab Hanafi mensyaratkan agar mauquf 'alaih ditujukan untuk ibadah menurut
pandangan Islam dan menurut keyakinan wakif. Jika tidak terwujud salah satunya,
maka wakaf tidak syah. Karena itu:

1) Sah wakaf orang Islam kepada semua syi'ar-syi'ar Islam dan pihak kebajikan,
seperti orang-orang miskin, rumah sakit, tempat penampungan dan sekolah.
Adapun wakaf selain syi'ar Islam dan pihak-pihak kebajikan hukumnya tidak sah,
seperti klub judi.

2) Sah wakaf non-Muslim kepada pihak kebajikan umum se perti tempat ibadat
dalam pandangan Islam seperti pem bangunan masjid, biaya masjid, bantuan
kepada jamaah haji dan lain-lain. Sehingga kepada selain pihak kebajikan umum
dan tempat ibadat dalam pandangan agamanya saja seperti pembangunan gereja,
biaya pengurusan gereja hukumnya tidak sah. Sesuai ayat yang artinya: Pahala
sedekah jariyah terus mengalir selain Muslim tidak ada pahalanya.

a. Mazhab Maliki mensyaratkan agar mauquf 'alaih untuk ibadat menurut


pandangan wakif. Sah wakaf Muslim untuk semua syi'ar Islam dan badan-
badan sosial umum, dan tidak sah wakaf non-Muslim kepada masjid dan
syiar-syiar Islam.
b. Mazhab Syafi'i dan Hambali mensyaratkan agar mauquf'alaih adalah ibadat
menurut pandangan Islam saja, tanpa meman- dang keyakinan wakif. Oleh
karena itu, sah wakaf Muslim dan non-Muslim kepada badan-badan sosial
seperti penampung an, tempat peristirahatan, badan kebajikan dalam Islam se
perti masjid. Tidak sah wakaf Muslim dan non-Muslim kepada badan-badan
sosial yang tidak sejalan dengan Islam seperti gereja.

4. Syarat Shighat (Ikrar wakaf)


35
Dr.Andri Soemitra,M.A,Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,hlm.459-463

6
Pengertian shighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan atau syarat dari orang yang
bertekad untuk menyatakan kehen dak dan menjelaskan apa yang diingatnya.
Sehingga shighat wakaf cukup dengan ijab saja dari wakif tanpa memerlukan qobul
dari mauquf 'alaih. Status shighat, secara umum adalah salah satu rukun wakaf.
Wakaf tidak sah tanpa shighat. Setiap shighat mengandung ijab dan mungkin
mengandung qabul pula.
Dasar shighat, perlunya shighat karena wakaf adalah melepaskan hak milik dari
benda dan manfaat dari manfaat saja dan memilikkan kepada yang lain. Maksud
melepaskan dan memilikkan adalah urusan hati, sehingga tidak ada yang dapat
mengetahui isi hati orang lain secara jelas kecuali melalui pernyataannya sendiri. Ijab
wakif tersebut mengungkapkan dengan jelas keinginan wakif memberi wakaf yang
dapat be rupa kata-kata atau tulisan kalau tidak mampu mengungkapkan dengan kata-
kata bahkan isyarat apabila tidak bisa me nulis atau bicara.

D. HARTA BENDA WAKAF DAN PEMANFAATANNYA


Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang
diwakafkan oleh wakif. Harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak dan benda
bergerak.
1. Wakaf Benda Tidak Bergerak
Pasal 16 ayat 2, UU No. 41 Tahun 2004 menjelaskan bahwa benda tidak bergerak
yang dapat diwakafkan yaitu:
a) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
c) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
e) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariat dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Hukum wakaf tanah (terutama hak-hak atas tanah) tidak bisa dilepaskan dari politik
hukum pertanahan. Pada dasarnya, tanah dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kemaslahatan masyarakat. Oleh karena itu, wakaf tanah sebagai institusi
keagamaan diharapkan mampu mengisi dan membantu negara untuk memakmurkan
dan/atau menyejahterakan masyarakaat Indonesia.
Tata cara perwakafan tanah milik secara berurutan dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya (sebagai calon
wakif) diharuskan datang sendiri di hadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2) Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu menyerahkan kepada PPAIW,
surat-surat sebagai berikut:
7
 sertifikat hak milik atau tanda bukti kepemilikan tanah;
 surat keterangan kepala desa diperkuat oleh camat setempat mengenai kebenaran
pemilikan tanah dan tidak dalam sengketa;
 surat keterangan pendaftaran tanah,
 izin bupati/walikota madya c.q. sub direktorat agraria setempat, hal ini terutama
dalam rangka tata kota atau master plan city.4

3) PPAIW meneliti surat-surat dan syarat-syarat, apakah sudah memenuhi untuk pelepasan
hak atas tanah (untuk diwakafkan), meneliti saksi-saksi dan mengesahkan susunan nadzir.

4) Di hadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan atau mengucapkan
kehendak wakaf itu kepada nadzir yang telah di- sahkan. Ikrar wakaf tersebut diucapkan
dengan jelas, tegas dan di- tuangkan dalam bentuk tertulis (ikrar wakaf bentuk W.1).
Sedang kan bagi yang tidak bisa mengucapkan (misalnya bisu) maka dapat menyatakan
kehendaknya dengan suatu isyarat dan kemudian mengisi blanko dengan bentuk W.1.
Apabila wakifitu sendiri tidak dapat menghadap Pejabat Pembuat Akta ikrar Wakaf
(PPAIW), maka wakif dapat membuat ikrar secara tertulis dengan persetujuan dari
Kandepag yang mewilayahi tanah wakaf dan kemudian surat atau naskah tersebut
dibacakan di hadapan nadzir setelah mendapat persetujuan dari Kandepag dan semua
yang hadir dalam upacara ikrar wakaf tersebut ikut menandatangani ikrar wakaf (bentuk
W.1).

5) PPAIW segera membuat akta ikrar wakaf (bentuk W.2) rangkap empat dengan dibubuhi
materi menurut ketentuan yang berlaku dan selanjutnya,selambat-lambatnya satu bulan
dibuat ikrar wakaf, tiap-tiap lembar harus telah dikirim dengan pengaturan
pendistribusiannya sebagai berikut:

a. Akta ikrar wakaf:


 Lembar pertama disimpan PPAIW
 Lembar kedua sebagai lampiran surat permohonan pen- daftaran tanah wakaf ke
kantor subdit agraria setempat (W.7).
 Lembar ketiga untuk pengadilan agama setempat.

b. Salinan akta ikrar wakaf:


 Lembar pertama untuk wakif.
 Lembar kedua untuk nadzir.
 Lembar ketiga untuk kandep. agama kabupatan/kotamadya
 Lembar keempat untuk kepala desa setempat.Di samping telah membuat akta, PPAIW
mencatat dalam daftar akta ikrar wakaf bentuk W.4) dan menyimpannya bersama
aktanya dengan baik.

2. Wakaf Benda Bergerak


4

8
Benda digolongkan bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan
atau kerena ketetapan undang-undang. Benda bergerak terbagi kepada benda bergerak
yang dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian. Benda
bergerak dapat dihabiskan kecuali air dan bahan bakar minyak yang persediaannya
berkelanjutan tidak dapat diwakafkan. Sedangkan benda bergerak yang tidak dapat
dihabiskan karena pemakaian dapat diwakafkan.
Benda bergerak yang dapat dijadikan sebagai objek wakaf karena sifatnya adalah:
 kapal, kapal tongkang, perahu, dan kapal feri,
 pesawat terbang
 kendaraan bermotor;
 mesin dan peralatan industri yang tidak tertancap pada bangunan:
 logam dan batu mulia;
 benda lainnya yang tergolong sebagai benda bergerak karena sifat nya memiliki
manfaat jangka panjang
Secara lebih rinci, berdasarkan Pasal 16 Ayat 3, UU No. 41 Tahun 2004 benda
bergerak yang dapat diwakafkan yaitu:
a. Uang, Wakaf uang adalah jenis harta yang diserahkan wakif dalam wakaf uang adalah
uang dalam valuta rupiah. Wakaf uang dilaku kan oleh lembaga keuangan syariah yang
ditunjuk oleh menteri agama sebagai LKS penerima wakaf uang. Dana wakaf berupa
uang dapat diünvestasikan pada aset-aset finansial dan pada aset riil. Investasi pada aset
finansial dilakukan di pasar modal misal nya berupa saham, obligasi, warrant, dan opsi.
Sedangkan investasi pada aset riil dapat berbentuk antara lain pembelian aset produktif,
pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, dan perkebunan.

b. Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang sifatnya memi liki manfaat jangka
panjang. Objek wakaf berupa logam dan batu mulia agak rumit dimengerti karena di
banyak tempat penyewaan logam dan batu mulia untuk disewakan dengan akad ijarah
masih tidak biasa. Oleh karena itu, ada kemungkinan akan menjadi terobosan baru
dengan cara menyewakan batu dan logam mulia sehingga pengelolanya (nazhir)
memperoleh masukan untuk disalurkan kepada pihak-pihak yang berhak menerima
manfaat wakaf.

c. Surat berharga (securities), merupakan instrumen pasar modal berupa saham, obligasi,
dan sertifikat. Saham dan obligasi diperda gangkan di bursa efek, sedangkan sertifikat
diperdagangkan di luar bursa melalui bank pemerintah.
d. Kendaraan, yaitu objek wakaf yang dapat dijadikan sebagai pelengkap kegiatan utama
atau malah dapat dijadikan kegiatan utama, seperti dijadikan alat angkut yang dikelola
secara profesional dalam bentuk korporasi atau perusahaan, disewakan atau
disewabelikan.

9
e. Hak atas Kekayaan Intelektual (Haki). Haki adalah hak kebendaan yang diakui oleh
hukum atas benda yang tidak berwujud berupa kreasi intelektual. Haki mencakup hak
cipta, hak paten, hak merek dagang, dan hak desain industri. Haki dapat dibedakan
menjadi dua, pertama hak milik industrı yang terdiri dari paten, merek, dan desain produk
industri. Kedua, hak cipta yang terdiri dari karya. keilmuan, dan karya sastra dan seni.
Dalam PP No. 42 Tahun 2006 ada 7 macam Haki, yaitu hak cipta, hak merek, hak paten,
hak de- sain industri, hak rahasia dagang, hak sirkuit terpadu, dan hak per lindungan
varietas tanaman. MUI telah pula mengakui Haki ini dalam Fatwa MUI No. 1/Munas
VII/MUI/5/2005.

f. Hak sewa. Merupakan hak yang timbul atas benda bergerak dan benda tidak bergerak
atas sewanya. Wakaf bangunan dalam bentuk rumah, rumah susun dan/atau satuan rumah
susun sebagai tempat tinggal/hunian dapat dimanfaatkan secara ekonomis dengan cara
disewakan.

g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peratur perundang-undangan
yang berlaku seperti mushaf, buku, dan kitab.

Sedangkan pemanfaatan harta benda wakaf dijelaskan dalam Pasal 22 UU No. 41


Tahun 2004 dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakat, harta benda wakaf hanya
dapat diperuntukkan bagi:

a. sarana dan kegiatan ibadah;


b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa;
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat;
e. kemajuan kesejateraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan
peraturan perundang-undangan

Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif antara
lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan,
perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi,
pembangunan gedung, aparte men, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran,
sarana pen- didikan ataupun sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak berten- tangan
dengan syariah.
Selanjutnya, dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf uang
dilakukan dengan, pertama, benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi
pada produk-produk LKS atau instrumen keuangan syariah. Kedua, nazhir hanya dapat
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf uang pada LKS penerima wakaf uang
(LKS- PWU) dalam jangka waktu tertentu apabila ditentukan jangka waktu nya. Ketiga,
pengelolaan dan pengembangan harga benda uang yang dilakukan pada bank syariah
harus mengikuti program lembaga pen jamin simpanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Keem pat, pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf uang

10
yang dila kukan dalam bentuk investasi di luar bank harus diasuransikan pada asuransi
syariah.
Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang
merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatakn kemampuan profesional nazhir.
Tugas itu dijalankan oleh Badan Wakaf Indonesia yang merupakan lembaga independen
yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap
nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional
dan 5internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukkan dan status harta
benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam
penyusunan kebi- jakan di bidang perwakafan.

E. JENIS-JENIS WAKAF
Bila ditinjau dari segi peruntukan wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu: wakaf ahli dan wakaf khairi.
1. Wakaf Ahli
Wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau
lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut wakaf Dzurri. Apabila
ada seorang yang mewakafkan sebidang tanah untuk anaknya lalu kepada cucunya,
wakafnya sah dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk
dalam pernataan wakaf. Wakaf ahli/dzurri kadang- kadang juga disebut wakaf 'alal
aulad, yaitu wakaf diperuntukkan untuk kepentingan dan jaminan sosial dalam
lingkungan keluarga, lingkungan kerabat sendiri. Wakaf untuk keluarga ini secara hukum
Islam dibenarkan berdasarkan Hadis Nabi yang diriwa yatkan oleh Bukhari dan Muslim
dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum
kerabatnya.Diujung Hadis tersebut dinyatakan sebagai berikut: Aku telah mendengar
ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu memberikannya
kepada keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para keluarga dan
anak-anak pamannya.
Dalam satu segi wakaf ahli (dzurri) ini baik sekali, karena wakif akan mendapat dua
kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga kebaikan dari silaturahmi terhadap keluarga
yang diberikan harta wakaf.Di beberapa negara tertentu seperti Mesir, Turki, Maroko dan
Aljazair, wakaf untuk keluarga (ahli) telah di- hapuskan, karena pertimbangan dari
berbagai segi, tanah-tanah dalam bentuk ini dinilai kurang produktif. Untuk itu dalam
pandangan KH. Ahmad Basyir, bahwa keberadaan tanah jenis wakaf ini sudah
selayaknya ditinjau kembali untuk dihapuskan.
2. Wakaf Khairi
Wakaf khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan)
atau kemasyarakatan (kebajikan) umum. Seperti wakaf yang diberikan untuk keperluan
pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim, dan lain

56
Dr.Qodariyah Barkah,M.H.I,Fikih Zakat,Sedekah,dan Wakaf,hlm.218-219

11
sebagainya. Jenis wakaf ini seperti yang dijelaskan dalam Hadis Nabi Muhammad saw.
yang menceritakan tentang wakaf sahabat Umar bin Khattab. Beliau memberikan hasil
kebunnya kepada fakir miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu dan ham- ba sahaya yang
berusaha menebus dirinya. Wakaf ini ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas
penggunaannya yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat
manusia pada umumnya. Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial,
pendidikan, kesehatan, pertahanan keamanan, dan lain-lain.
Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya
dibandingkan dengan wakaf jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang
ingin mengambil man- faat. Jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan
tujuan perwakafan ini secara umum. Dalam jenis wakaf ini juga,si wakif dapat
mengambil manfaat dari harta yang diwakafkan itu, seperti wakaf masjid, maka si wakif
boleh mengambil air dari sumur tersebut sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi dan
Sa-habat Utsman bin Affan. Secara substansinya, wakaf inilah yang merupakan salah
satu segi dari cara membelanjakan (memanfaatkan) harta di jalan Allah Swt. Tentunya
kalau dilihat dari man- faat kegunaannya merupakan salah satu sarana pembangunanm
baik di bidang keagamaan, khususnya peribadatan, perekonomian, kebudayaan,
kesehatan, keamanan, dan sebagainya. Dengan demikian, benda wakaf tersebut benar-
benar terasa manfaatnya untuk kepentingan kemanusiaan, tidak hanya untuk keluarga
atau kerabat yang terbatas.

F. KENDALA PENGHIMPUNAN WAKAF


Permasalahan yang menyebabkan pengelolaan tanah wakaf belum produktif menjadi
tiga kelompok yaitu masalah sumber daya manusia, masalah kelembagaan, dan masalah
pemerintah, Masalah sumber daya manusia terbagi menjadi tiga aspek, yaitu pemahaman
masyarakat masih tradisional, nazhir kurang kreatif, dan kemampuan manajerial nazhir
masih rendah. Masalah kelembagaan terbagi menjadi dua aspek, yaitu peran BWI belum
optimal dan rendahnya koordinasi dengan lembaga terkait. Masalah pemerintah terbagi
menjadi tiga aspek, yaitu kurangnya bantuan fasilitas dan dana, legalisasi tanah wakaf,
dan kurangnya dukungan dan peran pemerintah.
a. Masalah Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dimaksud di sini adalah wakif, nazhir, dan para pelaku
yang terkait dengan wakaf yang lain. Sumber daya manusia memiliki peranan yang
sangat penting dalam mengem- bangkan wakaf karena sebagai pelaku pengembang
wakat

b. Masalah Kelembagaan
Lembaga wakaf muncul bersamaan dengan lahirnya masyarakat muslim fasilitas
peribadahan dan pendidikan untuk menjamin kelangsungannya seperti masjid,
mushalla, dan pesantren. Pada masa kini lembaga-lembaga wakaf muncul juga
dikarenakan untuk mengelola harta wakaf agar produktif. Kelembagaan yang

12
dimaksud di sini adalah lembaga yang berkaitan tentang wakaf, seperti BWI lembaga
nazhir, KUA, dan lembaga lain yang terkait dengan wakaf

c. Masalah Pemerintah
Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indo- nesia yang terdiri atas
Presiden dan para menteri. Lembaga pemerintah yang membawahi urusan wakaf di
Tingkat Nasional, Provinsi dan Kota/Kabupaten yang ada di Indonesia.

G. STRATEGI PENGEMBANGAN WAKAF

a. Analisis SWOT
 Strengths (Kekuatan)
Dalam Penghimpunan, Wakaf telah ada instrumennya yang bersifat hybrid dan
terhubung dengan keuangan komersial Dalam Pengelolaan, Prinsip-prinsip ziswaf
telah dibuat dan dikukuhkan sebagai role model seperti adanya Waqf Core Principle
(WCP). Dalam Penyaluran, penyaluran dan utilisasi dana wakaf secara umum lebih
fleksibel dibandingkan zakat.
 Weaknesses (Kelemahan)
Dalam Penghimpunan, masyarakat masih kurang edukasi dan literasi tentang Wakaf
produktif hingga dominasi penge: lolaan wakaf yang masih parsial dan perseorangan.
Wakaf belum diberlakukannya sertifikasi nazhir wakaf dan standar kompetensi bagi
nazhir, masih banyaknya jumlah nazhir perseorangan yang tidak tercatat serta masih
banyaknya jumlah nazhir yang tidak bekerja secara full-time hingga tidak maksimal
dalam hal pengelolaan. Dalam Penyaluran, sebagian besar dana wakaf masih kurang
produktif ini juga disebabkan belum ada indikator tertentu yang dapat mengevaluasi
efektivitas dana wakaf bagi penerima manfaat
 Opportunities (Peluang)
Dalam Penghimpunan, terdapat sejumlah Lembaga Ke- uangan Syariah yang menjadi
nazhir wakaf uang (LKS-PWU), sehingga memperluas inklusivitas dan
mempermudah jangkauan terhadap wakif yang merupakan nasabah perbankan
Syariah. Dalam pengelolaan, banyak pesantren yang dibangun dari tanah wakaf,
sehingga pesantren memiliki potensi besar menjadi laboratorium pengelolaan wakaf
produktif di Indonesia. Dalam Regulasi dan Kelembagaan, Sudah terdapatnya UU
Wakaf No. 41 tahun 2004. Sudah adanya Waqf Core Principles (WCP) sebagai
panduan pengelolaan wakaf. Dalam hal pengelolaan wakaf di Indonesia sangat besar
ditandai dengan telah dibuka program studi Ziswaf di beberapa perguruan tinggi
Negeri dan Swasta serta adanya aturan tentang sertifikasi nazhir wakaf
 Threats (Ancaman)
Dalam penghimpunan, masih kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk
berwakaf uang seta mindset masyarakat Indonesia terhadap wakaf yang masih lekat
dengan harta tidak bergerak. Gerakan ekonomi syariah masih bersifat parsial dan
masih fokus pada keuangan komersial saja sehingga belum optimal dalam
penghimpunan. Dalam pengelolaan, semakin meningkatnya kebutuhan pemangku

13
kepentingan atas pengelolaan wakaf yang profesional, terutama karena adanya skema
wakat hybrid yang memerlukan tingkat pengembalian tinggi secara komersial. Dalam
Regulasi dan Kelembagaan, Perlunya berbagai penyempurnaan pada UU Wakaf No
41 tahun 2004. Masih terbatasnya peran dan dukungan untuk Badan Wakaf Indonesia
(BWI) Masih terbatasnya kelembagan pendukung. termasuk sinergi dan harmonisasi
antar berbagai lembaga terkait wakaf. Masih rendahnya kualitas (kompetensi dan
profesionalitas) dan kuantitas SDM, kecuali di beberapa lembaga pengelola dana
wakaf besar. Juga masih banyaknya jumlah nazhir perseorangan.

H. WAKAF TUNAI (WAKAF UANG)


Jalaluddin al-Mahally membolehkan mewakafkan benda yang tidak bergerak, seperti
tanah begitu juga benda yang dibolehkan memanfaatkannya. Syafi'iyah berpendapat,
boleh mewakafkan benda bergerak, seperti hewan, disamping itu benda tidak bergerak,
sepert tanah. Namun, mereka menyatakan, tidak boleh mewakafka dinar dan dirham
karena dinar dan dirham akan lenyap dengan membelanjakkan nya dan sulit akan
mengekalkan zatnya. Ibn Qudamah dalam kitabnya al-Mugni meriwayatkan, sebagian
besar ulama tidak membolehkan wakaf uang (dinar dan dirham) dengan alasan uang akan
lenyap ketika dibayarkan sehingga tidak ada lagi wujudnya. Di samping itu, uang juga
tidak dapat disewakan karena menyewakan uang akan fungsi uang sebagai alat alat tukar.
Ulama Hanfiyah membolehkan wakaf benda bergerak asalkan hal itu sudah menjadi
urf (kebiasaan) di kalangan masyarakat, seperti mewakafkan buku dan mushaf. Dalam
masalah ini, ulama Hanfiyah mensyaratkan harus ada istibdal (penukaran) benda yang
diwakafkan bila dikhawatirkan tidak kekal zatnya. Caranya adalah dengan menukar
benda tersebut dengan benda tidak bergerak yang memungkinkan manfaat benda tersebut
kekal. Dari sinilah kalangan ulama Hanfiyah berpendapat, bahwa boleh mewakafkan
dinar dan dirham melalui penggantian dengan benda tidak bergerak sehingga manfaatnya
kekal.
Muhammad Ibn Abdullah al-Ansyari murid dari Zufar menfatwakan boleh berwakaf
dengan uang, seperti dinar dan dirham, serta barang yang ditimbang dan ditukar
(misalnya gandum). Wakaf uang ini dilakukan dengan cara menginvestasikannya dalam
bentuk mudharabah dan keuntungannya disedekahkan, sedangkan makanan yang di
wakafkan dijual dan harganya diputarkan dengan usaha mudharbah kemudian hasilnya
disedekahkan. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa benda wakaf tidak hanya terhadap
benda tidak bergerak saja, tetapi juga dilakukan terhadap benda bergerak, termasuk
didalamnya dinar. Wahbah az-Zuhaily berpendapat, mewakafkan uang diperbolehkan
tetapi dengan cara menjadikannya modal usaha prinsip mudharabah dan keuntungan
diserahkan kepada mauquf 'alaih.
Selain wakaf uang terdapat wakaf melalui uang yang sesungguhnya adalah wakaf
barang dengan cara wakif menyerah kan atau memberikan uang kepada nazhir untuk
dibelikan barang yang dihendaki oleh wakif atau sebagai kontribusi wakif pada
program/proyek wakaf baik sosial maupun produktif yang ditawarkan oleh nazhir.
Berikut ini penjelasan yang lebih rinci mengenai wakaf uang dan wakaf melalui uang:

14
a. Wakaf Uang
Wakaf Uang adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah yang dikelola secara
produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf alayh.6
Nazhir menghimpun wakaf uang dengan menyampaikan program pemberdayaan atau
kesejahteraan umat (mawquf alayh). Uang wakaf yang telah dihimpun diinvestasikan ke
berbagai jenis investasi yang sesuai syariah dan menguntungkan. Hasil/ keuntungan dari
kegiatan investasi tersebut yang disalurkan kepada mawquf alayh.
Dalam Wakaf Uang, harta benda wakafnya adalah uang yang nilai pokoknya harus
dijaga dan tidak boleh berkurang.
b. Wakaf Melalui Uang
Wakaf melalui uang adalah wakaf barang yang diberikan dengan uang oleh wakif
sebagai kontribusi pada program/proyek wakaf baik sosial maupun produktif yang
ditawarkan oleh nazhir.
Nazhir menghimpun wakaf melalui uang dengan menyam paikan program/proyek
wakaf baik untuk tujuan sosial maupun produktif. Uang yang telah dihimpun dibelikan
barang/benda atau langsung digunakan untuk membiayai program/proyek wakaf yang
ditawarkan nazhir kepada masyarakat.
Wakaf melalui uang, harta benda wakafnya adalah barang/ benda yang dibeli atau
dibiayai dengan dana yang berasal dari wakaf melalui uang. Barang yang dibeli dengan
dana yang berasal dari wakaf melalui uang harus dijaga kelestariannya, tidak boleh dijual,
diwariskan dan dihibahkan.
Berikut ini penjelasan secara rinci perbedaan wakaf uang dan wakaf melalui uang:
 Wakaf uang hanya untuk tujuan produktif atau investasi baik di sektor ril maupun sektor
keuangan.
 Wakaf melalui uang dapat ditujukan untuk keperluan sosial atau produktif/investasi.
 Investasi wakaf uang tidak terikat pada satu jenis investasi tetapi terbuka untuk semua
jenis investasi yang aman, menguntungkan, dan sesuai syariah serta peraturan per
undang-undangan.
 Investasi wakaf melalui uang terikat dengan satu jenis investasi yang dikehendaki wakif
atau program/proyek wakaf yang ditawarkan kepada wakif. Demikian juga dengan wakaf
melalui uang untuk tujuan sosial yang terikat peruntukannya sesuai kehendak wakif atau
program/proyek wakaf yang ditawarkan kepada wakif.
 Dalam wakaf uang, yang diberikan kepada penerima manfaat wakaf (mowquf alayh)
adalah keuntungan atau hasil investasi bukan uang wakafnya.

67
Muhammad Kurniawan,S.E.,M.E.Sy,hlm.276-279
8
ibid,hlm.282-285
9
Fahruroji,Wakaf Kontemporer,hlm.8

15
 Wakaf melalui uang yang diproduktifkan atau diinvestasikan maka keuntungan dari
investasi itu yang diberikan kepada mawquf alayh, sedangkan wakaf melalui uang untuk
keperluan sosial maka uangnya yang langsung dimanfaatkan.
 Dalam wakaf uang, harta benda wakafnya adalah uang yang harus dijaga nilai pokoknya
dengan menginvestasikannya. Jika diinvestasikan pada properti atau produksi barang
maka boleh dijual karena bukan sebagai harta benda wakaf.
 Dalam wakaf melalui uang, harta benda wakafnya adalah barang/benda yang dibeli atau
diwujudkan dengan uang yang harus dijaga, dilindungi, tidak boleh dijual, diwariskan,
dan dihibahkan.

Bagi lembaga wakaf, wakaf uang dan wakaf melalui uang harus dijadikan sebagai
peluang untuk mengembangkan berbagai layanan sosial dan/atau bisnis berbasis wakaf,
sedangkan bagi masyarakat terbuka kesempatan menjadi wakif dengan nominal uang
berapapun sehingga siapapun bisa memperoleh pahala wakaf
yang terus mengalir.

I. WAKAF TUNAI SEBAGAI SOLUSI PEMBERDAYAAN UMAT


Wakaf tunai dianggap lebih fleksibel dalam penggunaannya daripada jenis wakaf
barang tidak bergerak (tanah dan bangunan) terutama dalam hal pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Wakaf tunai dapat digunakan untuk membeli asset atau diinvestasikan pada
instrumen pasar modal seperti sukuk atau saham. Muhammad dan Mubarak (2018) dan
Pitchay et al, (2015) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa meskipun wakaf barang
tidak bergerak ini dirasakan manfaatnya untuk kepentingan publik (sebagai tempat
ibadah, tanah pemakaman, saluran air/bendungan, serta madrasah dan pesantren), namun
jenis wakaf ini memiliki keterbatasan manfaat dari sudut pandang ekonomi. Jenis wakaf
ini tidak membantu masyarakat mengatasi masalah sosial ekonomi mereka, yaitu tidak
meningkatkan kesejahteraan mereka melalui pemberdayaan usaha-usaha ekonomi yang
produktif.
Wakaf barang tidak bergerak tidak mampu mengatasi keterbatasan atau ketiadaan
modal bagi usaha baik bagi usaha baru (start-up) maupun usaha yang sudah ada (existing
business), Wakaf tanah dan bangunan juga tidak mengakomodasi kebutuhan modal besar
untuk ekspansi usaha. Terlebih lagi wakaf tanah mengalami periode stagnan, bahkan
meng- alami trend penurunan karena adanya penjajahan negara negara muslim Saat ini,
wakaf tunai banyak dipraktikkan di negara muslim, seperti di Kuwait terdapat Kuwait
Awqaf Publik Foundation (KAPF) yang menciptakan beberapa wakaf tunai untuk
berbagai tujuan. Ada dana wakaf untuk masjid, pelestarian al-Qur'an serta pendidikan
dalam bentuk penelitian ilmiah dan inovasi (Mohsin, 2009), Wakaf tunai juga semakin
popular di kalangan muslim di Malaysia, karena lembaga- lembaga wakaf juga
mendorong peningkatan kontribusi wakaf tunai untuk mengembangkan wakaf lahan yang
belum digarap. Perkembangan ini juga didukung oleh pemerintah Malaysia yang
memberikan insentif pengecualian pajak bagi pendonor wakaf tunai, meskipun hal ini
tidak signifikan meningkatkan wakaf tunai secara total.

16
Di Indonesia, praktik wakaf tunai juga berkembang dengan keluarnya fatwa MUI
yang didukung oleh terbitnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 sebagai petunjuk teknis pelaksanaannya.
Selanjutnya wakaf tunai yang terkumpul ini disalurkan atau diinvestasikan oleh
nazhir ke dalam berbagai sektor usaha yang halal dan produktif, seperti pembangunan
kawasan perdangan yang ditujukan bagi masyarakat miskin dengan biaya sewa yang
rendah. Hal ini dapat mendorong pemberdayaan ekonomi di sektor riil. Wakaf tunai
sebagai modal menjadi solusi alternatif karena usaha-usaha produktif masyarakat yang
dikategorikan usaha ekonomi mikro dapat ditopang dengan pem- berian modal. Usaha
kecil mikro ini umumnya merupakan non-bankable institution, tidak terjangkau oleh
layanan perbankan, karena terkendala pemenuhan kriteria pemberian kredit yang
dipersyaratkan oleh bank .
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda untuk tujuan
menyedekahkan manfaat atau faedahnya.
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah.Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan
sekedar berderma (sedekah) biasa,tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang
berwakaf.Hukum wakaf adalah sunah.
Rukun wakaf ada empat,yaitu pertama, Wakif (orang yang mewakafkan tanah).Kedua,al
maukuf bih (barang atau harta yang diwakafkan).Ketiga,al mauquf 'Alaih (pihak yang diberi
wakaf/peruntukkan wakaf).Keempat shighat (pernyataan/ikrar wakif sebagai suatu kehendak un-
tuk mewakafkan harta bendanya).
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat
jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif.
Harta benda wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi sarana kegiatan ibadah,sarana dan
kegiatan pendidikan serta kesehatan,bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu,
beasiswa,kemajuan dan peningkatan ekonomi umat,kemajuan kesejateraan umum lainnya yang
tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan
Wakaf Uang adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah yang dikelola secara produktif,
hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf alayh. Wakaf melalui uang adalah wakaf barang yang
diberikan dengan uang oleh wakif sebagai kontribusi pada program/proyek wakaf baik sosial
maupun produktif yang ditawarkan oleh nazhir.

B.Saran
Tujuan wakaf dapat tercapai dengan baik, apabila faktor-faktor pendukungnya ada dan
berjalan. Misalnya nadzir atau pemelihara barang wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan

17
hukum biasanya tidak mengalami kesulitan. Karena mekanisme kerja, susunan personalia, dan
program kerja telah disiapkan secara matang oleh yayasan penanggung jawabnya.

DAFTAR PUSTAKA

Soemitra Andri. 2017. BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH. Depok : KENCANA
Muhammad Kurniawan,S.E.,M.E.Sy.Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.Indramayu 2021

Dr.Qodariyah Barkah dan Peny Cahaya Azwari dkk.Fikih Zakat,Sedekah dan Wakaf.
Kencana.2020

18

Anda mungkin juga menyukai