Disusun Oleh:
SYIFA IRBACH (2113.0877)
KHANSA AURA DZAKIYYAH (2113.0871)
DILLA AFRIDA FARHAH (2113.0870)
PROGRAM SARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
SUKABUMI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat rahmat dan hidayah –NYA,
telah memberikan kami nikmat kesehatan yang sangat luar biasa ini, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas kelompok makalah ini dengan benar dan baik. makalah ini dengan judul
``Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Wakaf Di Indonesia” dengan tepat pada
waktunya.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih yang sebanyak banyaknya kepada dosen mata
kuliah Fiqh Dan Manajemen Wakaf Ibu Lilis Nurbaeti, S.Ag.,M.M. yang telah
membingbing kami dalam menyusun makalah ini hingga selesai. Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada para pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Fiqh Manajemen
Wakaf Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasaan bagi para
pembacanya tentang maksud dari bahasa baik yang baku dan tidak baku.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Umtuk itu, kami sangat menerima saran dan kritik dari seluruh pembacanya. Atas
segala kekurangannya kami memohon maaf yang sebesar besarnya, harap dimaklumi karena
kami masih dalam tahap proses belajar.
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf
disyariatkan setelah nabi SAW Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua
pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa
yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat
ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah
SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.Pendapat ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan olehUmar bin Syabah dari ‘Amr bin Sa’ad bin
Mu’ad, ia berkata:Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar binSa’ad bin Muad
berkata:“Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin
mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Ansor mengatakan adalah wakaf
Rasulullah SAW.” (Asy-Syaukani: 129).
Praktek wakaf menjadi lebih luas pada masa dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah,
semua orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanyauntuk
orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun
lembaga pendidikan membangun perpustakaan dan membayar gaji para statnya, gaji para
guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa.
Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara
untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangunsolidaritas sosial dan
ekonomi masyarakat pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah
bin Umar, Zubair bin Awwam dan Aisyah Isri Rasulullah SAW.
Wakaf pada mulanya hanyalah keinginan seseorang yang ingin berbuat baik dengan
kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan yang pasti.
Namun setelah masyarakatIslam merasakan betapa manfaatnya lembaga wakaf, maka
timbullah keinginan untuk mengatur perwakafan dengan baik. Kemudian
dibentuk lembaga yang mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara dan menggunakan
harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu atau keluarga.
Pada tahun 1287 Hijriyah dikeluarkan undang-undang yang menjelaskan tentang
kedudukan tanah-tanah kekuasaan Turki Utsmani dan tanah-tanah produktif yang
berstatus wakaf. Dari implementasi undang-undang tersebut di negara-negara Arab masih
banyak tanah yang berstatus wakaf dan diperaktekkan sampai saat sekarang. Sejak masa
Rasulullah, masa kekhalifahan dan masa dinasti-dinasti
Islam sampai sekarang wakaf masih dilaksanakan dari waktu ke waktu di seluruh negeri
muslim, termasuk di Indonesia.
Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa lembaga wakaf yang berasal dari agama Islam
ini telah diterima (diresepsi) menjadi hukum adat bangsa Indonesia sendiri. Disamping itu
suatu kenyataan pula bahwa di Indonesia terdapat banyak benda wakaf, baik wakaf benda
bergerak atau benda tak bergerak. Kalau kita perhatikan di negara-negara muslim lain,
wakaf mendapat perhatian yang cukup sehingga wakaf menjadi amal sosial yang mampu
memberikan manfaat kepada masyarakat banyak.
Dalam perjalanan sejarah wakaf terus berkembang dan akan selalu berkembang
bersamaan dengan laju perubahan jaman dengan berbagai inovasi-inovasi yang relevan,
seperti bentuk wakaf uang, wakaf Hak Kekayaan Intelektual (Haki), dan lain-lain. Di
Indonesia sendiri, saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang cukup serius dengan
diterbitkannya Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang
Wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaannya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
A. Pengertian Wakaf
Kata “Wakaf” atau”Wact” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata “Wakafa”
berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam” di tempat” atau tetap berdiri”. Kata
“Wakafa-Yaqufu-Waqfan” sama artinya “Habas-Yahbisu-Tahbisan”. 1 Kata al-Waqf
dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian.Artinya : Menahan, menahan harta
untuk diwakafkan, tidak dipindah milikan Menurut Istilah Ahli Fiqih Para ahli fiqih
berbeda dalam mendefinisikan wakaf menuru istilah, sehingga mereka berbeda dalam
memandang hakikat wakaf itu sendiri. Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah
sebagai berikut :
a. Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap di wakif
dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu
maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan
menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut
menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah
“menyumbangkan manfaat”. Karena itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf
adalah : “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap
sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan
(sosial), baik sekarang maupun akan datang”.
b. Mazhaf Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakat tersebut mencegah wakif
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut
kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak
boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadi menfaat hartanya untuk
digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentu
upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti uang. Wakaf dilakukan
dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu susuai dengan keinginan
pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara
pemelikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu
memberikan manfaat benda secara wajar sedang itu tetap menjadi milik si wakif.
Perwakafan itu berlaku untuk suatu tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan
sebagai wakaf kekal (selamanya).
d. Mazhab Lain
Mazhab Lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi
kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf’alaih(yang
diberi wakaf), meskipun mauquf’alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas
benda wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya
4. Perwakafan Di Indonesia
Institusi wakaf di Indonesia yang berasal dari hukum Islam telah dikenal
bersamaan dengan kehadiran Agama Islam di Indonesia, yakni sejak abad pertama
Hijriyah atau abad ketujuh Masehi. Menurut hasil penelitian Atmaja, pada tahun 1922
telah terdapat praktik wakaf di seluruh wilayah Nusantara. Adapun nama dan jenis
benda yang diwakafkan berbeda-beda, misalnya di Aceh disebut wakeuh, di Gayo
disebut wokos dan di Payakumbuh disebut Ibah.
Masih menurut hasil penelitian Atmaja, selain perwakafan yang berasal dari
hukum Islam, di Indonesia juga terdapat perwakafan yang berasal dari hukum adat.
Hal ini karena sudah meresapnya penerimaan lembaga wakaf sebagai suatu yang
timbul dari kebiasaan dan dipraktikkan sejak masyarakat mempercayai adanya
penguasa dan pencipta alam. Sebagai contoh:
1. Pada zaman Hindu-Budha di Jawa Timur ada sebagian hutan yang diberikan oleh
raja kepada seseorang atau sekelompok orang untuk diambil hasilnya untuk
kepentingan masyarakat yang disebut Shima atau Dharma (Vrom Stichting).
2. Pada masyarakat suku Cebeo Banten Selatan ada institusi yang bernama Huma
Serang, yaitu ladang-ladang yang tiap tahun dikerjakan secara bersama-sama dan
hasilnya dipergunakan untuk kepentingan bersama.
3. Pada masyarakat Bali ada praktik tanah-tanah atau barang-barang lain yang
menjadi milik candi atau dewa-dewa yang tinggal di sana.
4. Pada masyarakat Lombok terdapat Tanah Pareman yaitu tanah yang dibebaskan
dari pajak yang diserahkan kepada desa-desa, subak, juga kepala candi untuk
kepentingan bersama. Hal ini menunjukkan bahwa praktik semacam wakaf telah
ada dan berlaku di Indonesia (Abdurrahman, 1979: 28).4
3
Perkembangan hukum wakaf di Indonesia, Dr. Achmad irwan hamzani thn 2015, hlm 56 (Anshori, 2006: 17).
4
Perkembangan hokum wakaf di Indonesia, Dr. Achmad irwan hamzani thn 2015, hlm 58 (Anshori, 2006: 18).
Susuhan atau pernah diperintah oleh Bupati yang beragama Islam.
Bukti itu antara lain tanah-tanah yang diantaranya berdiri masjid seperti:
Masjid Al Falah di Jambi berasal dari tanah Sultan Thah Saifudin;
Masjid Kauman di Cirebon wakaf dari Sunan Gunung Jati;
Masjid di Demak wakaf dari Raden Patah;
Masjid Menara si Kudus wakaf dari Sunan Muria;
Masjid Jamik Pangkalan wakaf dari Sultan Abdul Qodirun;
Masjid Agung Semarang wakaf dari Pangeran Pandanaran;
Masjid Ampel di Surabaya wakaf dari R. Rochmat Sunan Ampel;
Masjid Agung Kauman di Yogya wakaf dari Sultan Agung;
Masjid Agung Kauman di Solo wakaf dari Susuhunan Paku Buwono X.125
Untuk Masjid Agung Banten dan madrasah-madrasahnya mendapat tanah
wakaf dari Maulana Hasanudin, Maulana Yusuf, Maulana Pangeran Mas dan
Hartawan Muslim yang luasnya ratusan hektar;
Masjid Agung Demak dan pesantrennya dibiayai dari hasil tanah wakaf sawah
seluas kurang lebih 350 hektar wakaf dari Raden Patah;
Masjid Agung Semarang dibiayai dengan tanah wakaf Bupati Semarang
pertama yakni Pangeran Samber nyawa seluas kurang lebih 19 hektar.
Pengaturan wakaf pada jaman kesultanan terutama di Jawa (khususnya Jawa Tengah)
pada saat itu telah diatur pada Staatsblad No. 605, jo. Besluit Govermen General Van Ned
Indie ddp. 12 Agustus 1896 No. 43, jo ddo. 6 November 1912.
No. 22 (Bijblad 7760), menyatakan bahwa masjid-masjid di Semarang,
Kendal,Kaliwungu dan Demak memiliki tanah sawah bondo masjid (5%
Moskeembtsvendem) sebagai food untuk membiayai pemeliharaan dan perbaikan masjid,
halaman dan makam keramat dari wali yang ada dilingkungan masjid-masjid te rsebut.13
Hal tersebut menunjukkan pada jaman kesultanan telah ada peraturan harta wakaf
sekalipun dalam hal yang masih terbatas.67
D. Macam macam Wakaf
Menurut fiqih Islam, ada empat jenis wakaf yang dibedakan menurut peruntukannya,
harta, waktu dan penggunaannya. Berikut uraian selengkapnya:
1. Wakaf Berdasarkan Peruntukan
Jenis wakaf ini merupakan salah satu amalan sedekah yang dilihat dari segi
kemanfaatannya untuk orang lain. Wakaf berdasarkan peruntukannya dibedakan menjadi
tiga, yakni wakaf ahli, khairi dan musytarak. Berikut masing-masing penjelasannya:
5
HM Munir SA, Wakaf Tanah menurut Islam dan Perkembangannya di Indonesia, (Pekan Baru: UIR Pres Pekan
Baru, 1991), h. 140-143.
6
Marina, L. (2019). Manakah Prioritas Sektor Pengembangkan Wakaf di Indonesia.
7
Agus Fathuddin Yusuf, Melacak Bondo Masjid yang Hilang, (Semarang:
Aneka Ilmu, 2001), hlm. 80.
a) Wakaf khairi
Wakaf yang dimanfaatkan untuk memberikan kebaikan secara terus menerus dalam
waktu lama. Pewakaf (wakif) umumnya akan memberikan syarat penggunaan harta/benda
wakaf untuk menyebar manfaat jangka panjang, contohnya: sekolah, masjid, rumah sakit,
hutan, sumur dan lainnya untuk memberikan kesejahteraan masyarakat.
b) Wakaf Ahli
Wakaf yang tujuannya untuk memberikan kemanfaatan bagi keturunan wakif,
misalnya untuk kerabat atau keluarga. Contohnya seperti pada kisah Abu Thalhah yang
berwakaf dengan memberikan harta untuk keluarga pamannya.
c) Wakaf Musytarak
Wakaf yang manfaatnya ditujukkan untuk keturunan wakif maupun masyarakat
umum. Contohnya: pembebasan sumur pribadi agar dapat digunakan oleh masyarakat,
yayasan yang didirikan di atas tanah wakaf.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wakaf merupakan salah satu dimensi paling strategis dalam ajaran agama Islam,
sebab keberadaan wakaf tidak hanya menyangkut dimensi pribadi seorang muslim,
melainkan juga mampu memberikan dampak positif terhadap kehidupan masyarakat
secara umum. Keberadaan wakaf sama halnya zakat, memberikan peranan strategis dalam
menyelesaikan persoalan umat manusia, seperti, kemiskinan, kebodohan, kesenjangan
sosial dan lainnya. Wakaf yang ada di Indonesia dikelola oleh nazhir yang dibagi
8
Artikel, siva desember 2021, macam macam dan contoh wakaf
menjadi tiga kategori yaitu nazhir perorangan, nazhir organisasi, dan nazhir badan
hukum. Peran nazhir dalam pengelolaan wakaf menjadi faktor yang sangat penting bagi
berkembang atau tidaknya suatu wakaf.
Pemanfaat tanah wakaf di Indonesia masih didominasi untuk keperluan tempat
ibadah, prasarana sekolah, pemakaman, pesantren, sosial dan lainnya. Maka, diperlukan
adanya perspektif baru mengenai wakaf, salah satunya dengan memanfaatkan obyek
wakaf untuk kegiatan produktif, selain itu, juga dibutuhkan perbaikan kebijakan
agrariayang memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan serta turut berperan
maksimal pengentasan kemiskinan dengan berbagai program yang lebih produktif.
B. Saran
Penulis tentunya menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan makalah yang ada ini, maka dari itu pemakalah sangat mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif agar pemakalah dapat terus memperbaiki lagi kualitas dari
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Pengelolaan wakaf tunai di bank syariah kota padang dan peranannya dalam perberdayaan
ekonomi umat. Padang: laporan penelitian 2007.
Marina, L. (2019). Manakah Prioritas Sektor Pengembangkan Wakaf di Indonesia.
Jurnal Lembaga Keuangan Dan Perbankan, 4, 6.
Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, 2018.
_______, Fiqih Wakaf, 2006
Rahmat Djatnika, Wakaf Tanah, Surabaya: Al-Ikhlas, 1982.
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989.
Sejerah Perkembangan Wakaf’, Badan Wakaf Indonesia <https://www.bwi.go.id/sejarah-
perkembangan-wakaf/>
Wajid, and Farid, Wakaf Dan Kesejahteraan Umat: Filantropi Islam Yang Hampir
Terlupakan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007
Rahmat Djatnika, Wakaf Tanah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1982), 20-24 [2]Sidi Gazalba, Masjid
Pusat Ibadah dan Kebudayaan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989), 117.