Anda di halaman 1dari 18

MEMBANGUN PROGRAM DAN STRATEGI YANG TEPAT DALAM

PENGEMBANGAN WAKAF

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Zakat Infaq dan Shadaqah
Dosen : Abdur Rosyid, M.Si.

Di susun oleh :
Kaharuddin Adam
201411013

PROGRAM STUDI AL AHWAL ASY SYAKHSIYAH


JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL HIDAYAH BOGOR
SEPTEMBER 2017/MUHAROM 1439
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang program pengembangan wakaf.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak yang melancarkan pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami terbuka
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang program pengembangan
wakaf ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi kepada pembaca.

Jakarta, September 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
1.1. Definisi Wakaf 3
1.2. Dasar Hukum Wakaf 5
1.3. Macam-Macam Waqaf 7
1.4. Program Strategis Pengelolaan Wakaf 10
BAB III 14
PENUTUP 14
3.1. Kesimpulan 14
3.2. Kritik dan Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang besar dan sumber daya
alam yang melimpah. Tetapi fenomena kemiskinan serta kesenjangan sosial menjadi
paradoks yang dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan.
Jumlah ummat Islam usia dewasa di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) kurang lebih berjumlah 130 juta jiwa. Jika separuh dari jumlah ini mewakafkan
uangnya masing-masing Rp. 100.000 saja, maka akan terkumpul uang Rp. 6,5 Triliyun.
Jumlah sebesar ini setara dengan 130 unit gedung rumah sakit. Bukan angka yang kecil
jika dimanfaatkan dengan baik sesuai kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia terkhusus
ummat Islam.
Menurut data dari Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementrian Agama Republik
Indonesia, jumlah luas tanah wakaf yang tersebar diseluruh Indonesia mencapai lebih dari
48.000 Hektar. Tetapi tanah wakaf seluas itu belum dimanfaatkan dengan baik, wakif
biasanya mengamanahkan tanah wakafnya kepada nadzir untuk pembangunan masjid
atau musholla, serta area pemakaman. Padahal ada banyak hal yang perlu dibangun dari
wakaf untuk kepentingan umum yang lain untuk menunjang kehidupan masyarakat.
Dari realita dan perhitungan itulah, kami mencoba menuliskan tentang strategi dan
program pengelolaan wakaf di Indonesia, yang mampu menjawab permasalahan
masyarakat umum. Sehingga wakaf sebagai salah satu bentuk ibadah harta dalam Islam
bukan hanya berorientasi pahala bagi wakifnya, tetapi juga menjadi solusi bagi kehidupan
masyarakat umum.

1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami bahas adalah:
1. Bagaimana potensi wakaf di Indonesia ?
2. Apa saja objek wakaf yang bisa dimanfaatkan ?
3. Bagaimana mengembangkan wakaf agar menghasilkan
manfaat yang maksimal ?

1.3. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan:

1. Agar pembaca dapat mengetahui potensi wakaf di Indonesia.


2. Untuk memberikan informasi tentang macam-macam
komoditas yang bisa diwakafkan.
3. Mengkaji program pengelolaan wakaf yang strategis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1. Definisi Wakaf


Kata Wakaf atau Waqf berasal dari bahasa Arab Waqafa. Asal kata Waqafa
berarti menahan atau berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri. Kata waqafa-
yaqifu-waqfan sama artinya dengan habasa-yahbisu-tahbisan.1 Kata al-Waqf dalam
bahasa Arab mengandung beberapa pengertian:

Artinya :

Menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindahmilikkan2

Para ahli fiqih berbeda dalam mendefinisikan wakaf menurut istilah, sehingga mereka
berbeda pula dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri. Berbagai pandangan tentang
wakaf menurut istilah sebagai berikut:

a. Abu Hanifah

Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam
rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka
pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali
dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli
warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah menyumbangkan manfaat. Karena itu
mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah: Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu
benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada
suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang.

b. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan

1
Muhammad al-Khathib, al-Iqna' (Bairut : Darul Ma'rifah), hal. 26 dan Dr. Wahbah Zuhaili,
Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus : Dar al-Fikr al-Mu'ashir), hal. 7599
2
An Nawawi, Al Majmu, Juz 16, hlm. 243

3
tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan
wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali
wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq
(penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya
untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan
lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik
harta menahan benda itu dari pengunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan
hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda
itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan
karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).

c. Mazhab Syafii dan Ahmad bin Hambal

Imam Syafii dan Imam Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah Melepaskan harta
yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif
tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti: perlakuan pemilik
dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak. Jika wakif
wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif
menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf alaih (yang diberi wakaf)
sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran
sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksanya agar
memberikannya kepada mauquf alaih. Karena itu mazhab Syafii mendefinisikan wakaf
adalah: Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik
Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).

d. Mazhab Lain

Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikan atas
benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf alaih (yang diberi wakaf), meskipun
mauquf alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik
menjual atau menghibahkannya.3

3
Dr. Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa 'Adillatuhu (Damaskus : Dar al-Fikr al-
Mu'ashir)

4
1.2. Dasar Hukum Wakaf
Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber dari :

(a) Ayat al-Quran:

Perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan (QS : al-Haj :


77).

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum


kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui. (QS : Ali Imran : 92).

Perumpamaan (nafakah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang


menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir menumbuhkan seratus biji. Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karunianya) Lagi Maha Mengetahui. (QS : al-Baqarah : 261).

(b) Sunnah Rasulullah SAW:

Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda : Apabila


anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara
: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang
tuanya. (HR. Muslim)

Imam Nawawi menjelaskan bahwa makna shodaqoh jariyah pada hadits itu
adalah wakaf.4

Ada hadits Nabi yang lebih tegas menggambarkan dianjurkannya ibadah


wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di
Khaibar :

:

:
:


:


:

4
Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shohih Muslim (Beirut: Dar Ihya Turots)

5
Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar ra memperoleh sebidang
tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk.
Umar berkata : Ya Rasulallah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya
belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan
kepadaku? Rasulullah menjawab : Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu,
dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual,
tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu Umar : Umar
menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah,
ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai
tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya)
atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta (HR. Muslim).

Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan :



:
:

:


Dari Ibnu Umar, ia berkata : Umar mengatakan kepada Nabi SAW Saya
mempunyai seratus dirham saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta
yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi
SAW mengatakan kepada Umar : Tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan)
asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah. (HR. An
Nasai).

Sedikit sekali memang ayat al-Quran dan as-Sunnah yang menyinggung


tentang wakaf. Karena itu sedikit sekali hukum-hukum wakaf yang ditetapkan
berdasarkan kedua sumber tersebut. Meskipun demikian, ayat al-Quran dan Sunnah
yang sedikit itu mampu menjadi pedoman para ahli fiqih Islam. Sejak masa Khulafau
Rasyidin sampai sekarang, dalam membahas dan mengembangkan hukum- hukum
wakaf melalui ijtihad mereka. Sebab itu sebagian besar hukum-hukum wakaf dalam
Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad yang
bermacam-macam, seperti qiyas dan lain-lain.

6
1.3. Macam-Macam Waqaf
Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka
wakaf dapat dibagi menjadi dua (2) macam:

(1) Wakaf Ahli

Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih,
keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut wakaf Dzurri. Apabila
ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu kepada cucunya,
wakafnya sah dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk
dalam pernyataan wakaf. Wakaf jenis ini (wakaf ahli/dzurri) kadang-kadang juga
disebut wakaf 'alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan
jaminan sosial dalam lingkungan keluarga (famili), lingkungan kerabat sendiri.5

Wakaf untuk keluarga ini secara hukum Islam dibenarkan berdasarkan Hadits
Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik tentang
adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya. Di ujung Hadits
tersebut dinyatakan sebagai berikut :

Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat


sebaiknya kamu memberikannya kepada keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah
membagikannya untuk para keluarga dan anak-anak pamannya.

Dalam satu segi, wakaf ahli (dzurri) ini baik sekali, karena si wakif akan
mendapat dua kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga kebaikan
dari silaturrahmi terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf. Akan tetapi, pada sisi
lain wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, seperti : bagaimana kalau anak cucu
yang ditunjuk sudah tidak ada lagi (punah) ? Siapa yang berhak mengambil manfaat
benda (harta wakaf) itu ? Atau sebaliknya, bagaimana jika anak cucu si wakif yang
menjadi tujuan wakaf itu berkembang sedemikian rupa, sehingga menyulitkan
bagaimana cara meratakan pembagian hasil harta wakaf .

5
Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, (Lebanon : Dar al-'Arabi), 1971, hal. 378

7
Untuk mengantisipasi punahnya anak cucu (keluarga penerima harta wakaf)
agar harta wakaf kelak tetap bisa dimanfaatkan dengan baik dan berstatus hukum
yang jelas, maka sebaiknya dalam ikrar wakaf ahli ini disebutkan bahwa wakaf ini
untuk anak, cucu, kemudian kepada fakir miskin. Sehingga bila suatu ketika ahli
kerabat (penerima wakaf) tidak ada lagi (punah), maka wakaf itu bisa langsung
diberikan kepada fakir miskin. Namun, untuk kasus anak cucu yang menerima wakaf
ternyata berkembang sedemikian banyak kemungkinan akan menemukan kesulitan
dalam pembagiannya secara adil dan merata.

Pada perkembangan selanjutnya, wakaf ahli untuk saat ini dianggap kurang
dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum, karena sering menimbulkan
kekaburan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf oleh keluarga yang diserahi
harta wakaf. Di beberapa Negara tertentu, seperti : Mesir, Turki, Maroko dan Aljazair,
wakaf untuk keluarga (ahli) telah dihapuskan, karena pertimbangan dari berbagai segi,
tanah-tanah wakaf dalam bentuk ini dinilai tidak produktif.6 Untuk itu, dalam
pandangan KH. Ahmad Azhar Basyir MA, bahwa keberadaan jenis wakaf ahli ini
sudah selayaknya ditinjau kembali untuk dihapuskan.

(2) Wakaf Khairi

Yaitu, wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) atau
kemasyarakatan (kebajikan umum).7 Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan
pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain
sebagainya.

Jenis wakaf ini seperti yang dijelaskan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW yang
menceritakan tentang wakaf Sahabat Umar bin Khattab. Beliau memberikan hasil kebunnya
kepada fakir miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu, dan hamba sahaya yang berusaha
menebus dirinya. Wakaf ini ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya
yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada
umumnya. Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan,
pertahanan, keamanan dan lain-lain.

6
Majalah Pembimbing, No. 13/1977, hal. 31; Asaf AA Fyzee, 1966, hal. 79
7
Sayyid Sabiq, op. cit hal 378

8
Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya
dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang ingin
mengambil manfaat. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan
perwakafan itu sendiri secara umum. Dalam jenis wakaf ini juga, si wakif (orang yang
mewakafkan harta) dapat mengambil manfaat dari harta yang diwakafkan itu, seperti wakaf
masjid maka si wakif boleh saja di sana, atau mewakafkan sumur, maka si wakif boleh
mengambil air dari sumur tersebut sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi dan Sahabat
Ustman bin Affan.

Secara substansinya, wakaf inilah yang merupakan salah satu segi dari cara
membelanjakan (memanfaatkan) harta di jalan Allah SWT. Dan tentunya kalau dilihat dari
manfaat kegunaannya merupakan salah satu sarana pembangunan, baik di bidang keagamaan,
khususnya peribadatan, perekonomian, kebudayaan, kesehatan, keamanan dan sebagainya.
Dengan demikian, benda wakaf tersebut benar- benar terasa manfaatnya untuk kepentingan
kemanusiaan (umum), tidak hanya untuk keluarga atau kerabat yang terbatas.

9
1.4. Program Strategis Pengelolaan Wakaf
Setelah mengkaji secara teoritis perihal wakaf, maka yang selanjutnya adalah
memikirkan, merumuskan dan menyusun program yang strategis dalam pengelolaan wakaf,
agar manfaat wakaf bisa dirasakan oleh masyarakat luas secara efektif.

Minimal ada 2 bidang utama yang menjadi target wakaf di Indonesia tetapi belum
terwujud secara maksimal, yaitu :

1. Bidang Ekonomi
2. Bidang Kesehatan
Dalam bidang ekonomi, wakaf dapat digunakan untuk mewujudkan 2 hal penting dan
mendasar, yaitu:

1. Pencetakan uang intrinsik berbasis emas dan perak.


2. Pembuatan pasar rakyat.
Yang pertama adalah wakaf untuk pencetakan uang intrinsik berbasis emas dan perak
atau dalam tradisi Islam dinamakan dinar yang terbuat dari emas murni dan dirham yang
terbuat dari perak. 1 dinar beratnya adalah 1 mitsqol dalam timbangan Mekah, yaitu setara
berat 72 biji syair (gandum barley/jali-jali) yang tidak dikupas dan dipotong kedua
ujungnya8. Dalam fiqh kontemporer, perhitungan mitsqol kedalam satuan internasional (SI)
terbagi menjadi banyak pendapat, ada yang berpendapat 80 gram, 85 gram, 89 gram, 90
gram, 92 gram dan 96 gram. Dalam madzhab Syafiiyah kontemporer, 20 mitsqol sama
dengan 85 gram emas murni.9 Dan Lembaga zakat di Indonesia memilih pendapat yang
menyatakan bahwa 20 mitsqol (nishob zakat emas) adalah 85 gram yang berarti 1 mitsqol
atau 1 dinar adalah 4,25 gram emas murni.

Sedangkan berat dirham dalam nishob zakat adalah 5 awaqin. 1 Uqiyah adalah 40
dirham. Berarti 5 awaqin adalah 200 dirham. Dalam satuan internasional (SI) 200 dirham
sama dengan 595 gram perak murni.10 Itu artinya 1 dirham adalah 2,975 gram perak murni.

Di Indonesia meskipun ada beberapa pihak yang mencetak koin dinar dan dirham,
tetapi penulis hanya mengetahui 1 pihak saja yang mencetak koin dinar dan dirham dengan
cara wakaf, yaitu Islamic Mint Nusantara atau Dinar First yang berpusat di Jogjakarta. Tetapi

8
Muhammad bin Ali bin Muhammad Baathiyyah, Ghayatul Muna Sayrh Safinatun Naja,
hlm. 535
9
ibid
10
ibid, hlm. 536

10
koin yang dicetak IMN memiliki berat yang berbeda dengan berat yang dipilih oleh lembaga-
lembaga zakat di Indonesia. Dinar cetakan IMN beratnya 4,44 gram emas murni dan dirham
beratnya 3,11 gram perak murni. Berat ini didapatkan dari penimbangan secara manual dan
dibandingkan dengan manuskrip yang ada dalam perpustakaan pribadi Abbas Firman (pendiri
Dinar First)11.

Penggunaan uang intrinsik yang dalam sejarah Islam dikenal dengan Dinar dan
Dirham, sangat penting dalam kehidupan manusia. Emas dan perak adalah komoditas yang
diciptakan oleh Alloh subhanahu wa taala sebagai standar nilai. Tetapi abad modern telah
merusak nilai keadilan dalam mata uang. Mata uang hari ini adalah uang fiat, yaitu mata uang
nominal bukan mata uang intrinsik. Dimana nilainya ditetapkan melalui sejumlah kebijakan
politik yang bersifat memaksa (forced tender/legal tender). Imam Ibnul Qoyyim berkata:

Andai mereka dapat membuat seperti ciptaan Allah itu, tentu dunia akan rusak12

Terbukti apa yang Ibnul Qoyyim katakan, hari ini tatanan moneter dunia diambang
kehancuran, disebabkan monopoli bankir dunia terhadap mata uang. Emas dan perak yang
sejak zaman Nabi Adam digunakan sebagai standar nilai, kini digantikan oleh sistem uang
fiat yang tidak memiliki nilai intrinsik kecuali hanya selembar kertas dan bahkan tidak
memiliki nilai intrinsik sama sekali dalam bentuk e-money atau uang digital.

Seorang penulis dan peneliti bidang keuangan asal Amerika, Richard Russel,
menyatakan bahwa sistem uang fiat akan runtuh dan sistem barter akan kembali menguasai.13

Bagian kedua yang penting dibangun dari wakaf dalam bidang ekonomi adalah pasar.
Pasar adalah jantung perekonomian rakyat. Pasar adalah tempat kedua yang Nabi Muhammad
alayhi sholatu wa salam bangun setelah masjid di Madinah. Pengertian pasar dalam Islam
artinya berakhirnya sistem monopoli, dengan hadirnya pasar membuat monopoli menjadi
tidak dikenal. Pada mulanya pasar terbuka untuk semua, untuk orang yang mempunyai
keahlian dan yang tidak mempunyai keahlian, lalu akhirnya pasar menjadi untuk yang ahli,
lalu hanya untuk segelintir ahli dan akhirnya hanya menjadi kepemilikan satu orang dan

11
Sidi Abdullah, Inilah Dinar Dan Dirham, 2017. Hlm. 74
12
Ibnu Al Qayyim, Miftah Darus Saadah, Darul Alim Al Fawaid. hlm. 631
13
http://www.businessinsider.com/richard-russell-gold-guns-crime-violence-2012-4/?IR=T

11
supermarket/minimarket menjadi simbol ekonomi monopoli hari ini, barang-barang dan
aksesnya hari ini di kuasai oleh hanya segelintir perusahaan.14

Dalam pasar diperlukan alat tukar yang bebas dipilih oleh khalayak, perlu di ingat
bahwa aspek terpenting dalam Islam adalah saling ridha (antarodiminhum). Riba, paksaan,
hak istimewa, pajak, monopoli, semuanya meluluh lantakan hakikat kebebasan pasar. Dalam
pasar tak seorangpun yang membayar sewa dalam bentuk apapun. Seluruh pengeluaran
kebersihan, keamanan dan pemeliharaan bangunan pasar dibayar dengan wakaf. Dalam hal
ini pasar serupa dengan masjid. Tak seorangpun bisa dicegah dari memasuki pasar, seperti
halnya tak seorang muslimpun bisa dicegah dari memasuki masjid kecuali untuk maksud
yang jelas dilarang. Maka tanah yang dipakai membangunnyapun adalah tanah wakaf, hingga
kepemilikannya berada ditangan umat dan untuk kesejahteraan penuh umat.15

Beberapa ketentuan yang berlaku didalam pasar dimasa Nabi dulu adalah sebagai
berikut:

1. Adanya Muhtasib (pengawas)


2. Siapa yang datang lebih dulu berhak menempati tempat lebih dulu
3. Tidak dimiliki oleh pribadi
4. Tanpa uang sewa dan pajak
5. Tidak boleh booking tempat
6. Tidak boleh dibangun toko permanen
Diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pergi ke pasar Nabaith
kemudian beliau melihatnya dan bersabda : Bukan seperti ini pasar kalian. Kemudian
beliau pergi ke pasar lain lagi dan melihatnya, beliaupun bersabda : Bukan seperti ini
pasar kalian. Kemudian beliau kembali lagi ke pasar, beliau berputar mengelilinginya dan
bersabda : Ini adalah pasar kalian, jangan dipersempit (dengan mendirikan bangunan
dsb.)dan jangan dibebani(tidak boleh ada pajak didalamnya). (Sunan Ibnu Majah, hadits no
2224).

Di Indonesia konsep pasar yang mirip dengan pasar Madinah belum banyak berdiri.
Hanya ada beberapa tempat yang memulai konsep pasar berbasis wakaf. Diantaranya adalah
pasar halal Surabaya yang diadakan oleh komunitas bernama PHR singkatan dari
Paguyuban Hapus Riba, sebuah komunitas yang berkomitmen untuk mewujudkan kembali

14
https://dinarfirst.org/pengertian-pasar-dalam-islam/
15
https://dinarfirst.org/pengertian-pasar-dalam-islam/

12
muamalah yang sesuai sunnah Nabi yang awal kali diamalkan ummat Islam di Madinah.
Pasar halal Surabaya berlokasi di Jalan Apsari No. 25, Surabaya Jawa Timur.16

Lalu di Depok Jawa Barat ada Bazar Madinah yang dipelopori oleh Muhaimin Iqbal
(Gerai Dinar) yang terletak di depan komplek Griya Tugu Asri Depok. Bazar Madinah saat
ini mampu menampung 50 pedagang, dan terus dikembangkan konsep serupa di tempat
lain.17

Kemudian wakaf dalam bidang kesehatan juga penting untuk diwujudkan, mengingat
kesehatan masyarakat adalah hal yang sangat penting untuk dijaga, sebagaimana Islam sangat
perhatian terhadap keselamatan jiwa manusia. Contoh nyata dalam hal ini adalah Rumah
Sehat Terpadu yang didirikan oleh lembaga Dompet Dhuafa dari dana wakaf masyarakat.
Pada tahun 2001 Dompet Dhuafa mendirikan Balai Pengobatan yang memberikan akses
layanan kesehatan yang layak dan optimal secara gratis bagi kaum dhuafa. Layanan Balai
Pengobatan ini dinamakan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma Dompet Dhuafa (LKC-DD)
yang memberikan pelayanan kesehatan tingkat dasar.

Dalam perkembangannya, LKC-DD harus melayani pasien-pasien dhuafa yang


membutuhkan pelayanan spesialistik, rawat inap dan juga tindakan operatif. Sehingga
fasilitas layanan yang ada dirasakan sudah tidak memadai lagi. Karena itulah Dompet Dhuafa
melalui Yayasan Rumah Sehat Terpadu mendirikan pelayanan kesehatan tingkat rujukan
yang akan memberikan pelayanan kesehatan tingkat rujukan sekelas rumah sakit. Layanan ini
dinamakan RS Rumah Sehat Terpadu - Dompet Dhuafa yang telah diresmikan pada tanggal
4 Juli 2012.18

Konsep wakaf yang dibuat oleh DD adalah menyediakan paket-paket wakaf untuk
pembangunan ruang-ruang pelayanan kesehatan seperti ruang IGD, Ruang Poli Umum, Poli
Spesialis, Ruang Farmasi, dan lain-lain. Rumah Sehat Terpadu terletak di Jln. Raya Parung
Km. 42, Desa Jampang, Kecamatan Kemang. Kabupaten Bogor

16
https://phrsurabaya.wordpress.com/2016/04/13/peduli-pasar-halal-surabaya/
17
https://www.eramuslim.com/berita/bincang/muhaimin-iqbal.htm#.WdX5TNqn0UE
18
http://www.rumahsehatterpadu.or.id/sejarah/?lang=en

13
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Melalui pengkajian yang mendalam tentang permasalahan masyarakat khususnya
ummat Islam, akan kita ketahui substansi-substansi masalah yang kemudian menjadi acuan
dalam merancang dan menyusun program-program strategis dalam pengelolaan wakaf ummat
Islam.
Sehingga wakaf menjadi bukti dari semangat berjamaah kaum muslimin, menyatukan
potensi yang dimiliki sekecil apapun untuk mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat.

3.2. Kritik dan Saran


Dengan selesainya makalah ini kami sadar bahwasanya makalah kami ini masih jauh
dari kesempurnaan, karena masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi materi
pembahasan maupun teknis penulisan. Maka dari itu kami mengharapkan adanya saran dan
kritik yang membangun dari pembaca agar di kemudian hari kami dapat menyusun makalah
lebih baik lagi. Harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi
yang membacanya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khathib, Muhammad. Al-Iqna'. (Bairut: Darul Ma'rifah)


Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu. (Damaskus : Dar al-Fikr al-Mu'ashir)
Sabiq, Sayyid. Fiqh As-Sunnah. (Lebanon : Dar al-'Arabi, 1971)
An Nawawi. Al Majmu Syarh Al Muhadzdzab. (Jeddah: Maktabah Al Irsyad)
Muhammad bin Ali bin Muhammad Baathiyyah. Ghayatul Muna Sayrh Safinatun Naja
Abdullah, Sidi. Inilah Dinar Dan Dirham. 2017
Al Qayyim, Ibnu. Miftah Darus Saadah. (Darul Alim Al Fawaid)
Kementrian Agama RI, Fiqih Wakaf. 2006
http://www.businessinsider.com/richard-russell-gold-guns-crime-violence-2012-4/?IR=T
https://dinarfirst.org/pengertian-pasar-dalam-islam/
https://phrsurabaya.wordpress.com/2016/04/13/peduli-pasar-halal-surabaya/
https://www.eramuslim.com/berita/bincang/muhaimin-iqbal.htm#.WdX5TNqn0UE
http://www.rumahsehatterpadu.or.id/sejarah/?lang=en

15

Anda mungkin juga menyukai