Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

WAKAF SEBAGAI INSTRUMEN INVESTASI PUBLIK

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Praktikum Keuangan dan Investasi Syariah

Dosen Pengampu :Dr. Hj. Siti Amaroh, S.E., M.SI.

Disusun Oleh :

1. Anisya Intan Maryana (2150110042)


2. Ilham Rifky Romadlona (2150110064)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Wakaf sebagai instrumen investasi publik ini tepat pada waktunya
Adapuntujuandaripenulisanmakalahiniadalahuntukmemenuhitugasdari
dosenpengampu Dr. Hj. Siti Amaroh, S.E., M.SI.pada mata kuliah Perencanaan
Pembangunan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang. Perencanaan pembangunan dalam perspektif lingkungan dan pendekatan
perencanaan pembangunan.

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bisa
membangun kemampuan kami agar kedepannya bisa menulis makalah dengan
lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, dan bagi
kami khususnya sebagai penulis.

Kudus, 17 November 2023

Penulis

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................1
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1

ii
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................................3
A. Pengertian Wakaf.........................................................................................................3
B. Wakaf Dalam Perspektif Ekonomi Islam.....................................................................6
C. Wakaf Sebagai Instrumen Investasi.............................................................................7
D. Peran Bank Syariah Dalam Pengelolaan Wakaf...........................................................8
E. Pemberdayaan Wakaf.................................................................................................12
BAB III..................................................................................................................................14
PENUTUP.............................................................................................................................14
A. Kesimpulan................................................................................................................14
B. Saran..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf merupakan instrumen ekonomi syariah yang belum dimanfaatkan
secara optimal dalam investasi masyarakat. Wakaf secara umum dipahami sebagai
penyediaan prasarana untuk kegiatan keagamaan, seperti pembangunan masjid,
madrasah, dan kuburan. Namun wakaf juga dapat dikelola sebagai investasi
komersial. Wakaf mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai sarana ibadah dan
mencapai kesejahteraan masyarakat. Wakaf dapat berperan penting dalam
pemberdayaan keuangan masyarakat dan mempunyai kontribusi yang signifikan
terhadap peningkatan kesejahteraan.

Wakaf dapat dijadikan instrumen investasi publik untuk mengurangi biaya


sosial yang harus ditanggung masyarakat dan negara. Wakaf dapat diinvestasikan

iii
dalam berbagai jenis investasi, misalnya investasi jangka pendek seperti kredit
mikro, dan investasi jangka panjang seperti industri manufaktur dan industri besar
lainnya. Wakaf juga dapat diinvestasikan pada program kebun produktif.

Kesiapan Kementerian Agama sangat membantu dalam pelaksanaan wakaf


tunai, namun sosialisasi wakaf tunai tetap diperlukan. Untuk memaksimalkan
peran wakaf dalam investasi publik, perlu dilakukan peningkatan kualitas
pengelolaan dana wakaf, peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
wakaf, dan pembentukan lembaga pendidikan wakaf.

Kesimpulannya, wakaf berpotensi menjadi instrumen investasi publik yang


efektif. Dengan berinvestasi pada wakaf, masyarakat dapat berkontribusi terhadap
peningkatan kesejahteraan dan pengurangan biaya sosial. Namun untuk
memaksimalkan potensi wakaf, perlu dilakukan peningkatan kualitas pengelolaan
dana wakaf, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, serta pembentukan
lembaga pendidikan wakaf.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan wakaf?


2. Bagaimana wakaf dalam perspektif ekonomi Islam?
3. Bagaimana peran bank syariah dalam pengeloaan wakaf?
4. Bagaimana Pemberdayaan wakaf?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui wakaf?
2. Untuk mengetahui wakaf dalam perspektif ekonomi Islam?
3. Untuk mengetahui peran bank syariah dalam pengeloaan wakaf?
4. Untuk mengetahui Pemberdayaan wakaf?

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf
Kata “Wakaf”atau “Waqf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa ((‫”وقف‬. Asal
kata “Waqafa((‫”وقف‬berarti “menahan” atau “berhenti”atau “diam di tempat” atau
tetap berdiri”. Kata “Waqafa-Yuqifu-Waqfan[‫وقفا‬-‫يوقف‬-‫”]وقف‬sama artinya dengan
“Habasa-Yahbisu-Tahbisan[‫ا‬N‫]حبس –يحبس –حبس‬.1 Menurut arti bahasanya, waqafa
berarti menahan atau mencegah, misalnya ‫“ وقفت عن اسير‬saya menahan diri dari
berjalan”2 Ini dihentikan oleh pemahaman. Dalam ilmu tajwid, waqaf berarti
berhenti membaca Al-Qur'an. Dalam hal ibadah haji, wuquf juga berarti berdiam
diri atau tetap di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.Namun, dalam pandangan
hukum Islam, maksudnya adalah menghentikan, menahan, atau wakaf harta di
sini, seiring dengan ibadah wakaf atau habs, yang biasanya digunakan oleh
masyarakat Afrika Utara yang bermazhab Maliki.

1
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Al-Islami Wa’Adillatuhu (Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu‟ashir, 2008),
151.
2
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Jakarta: Penerbit Lentera, 2007), 635.

v
Secara etimologi Waqaf berarti menahan, mencegah, tetap, paham,
menghubungkan, mencabut, meninggalkan, dan sebagainya dari etimologinya.
Wakaf adalah keputusan seseorang untuk menyisihkan sebagian asetnya untuk
digunakan untuk tujuan ibadah dan kebaikan umum.3

Menurut istilah pengertian wakaf, para ulama berbeda pendapat tentang


bagaimana membatasi wakaf. Perbedaan ini memengaruhi hukum yang
dihasilkan. Ahli fiqih mengatakan bahwa wakaf berarti:

a. Menurut Abu Hanifah


wakaf adalah menahan sesuatu yang menjadi milik si wakif secara
hukum dan menggunakannya untuk kebaikan. Berdasarkan definisi itu, si
wakif tetap memiliki harta wakaf; dia bahkan dapat menariknya kembali
dan menjualnya. Setelah wakif meninggal, harta tersebut akan diwariskan
kepada ahli warisnya. Karena itu, wakaf hanya menghasilkan
"menyumbangkan manfaat". Menurut definisi madzhab Hanafi, wakaf
berarti "tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus
tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu
pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang."
b. Menurut Mazhab Maliki
wakaf tidak melepaskan harta wakaf dari kepemilikan wakif;
namun, wakaf mencegah wakif melakukan apa pun yang dapat
melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada orang lain.
Akibatnya, wakif berkewajiban untuk menyedekahkan manfaatnya dan
tidak boleh menarik kembali wakafnya. Akibat tindakan si wakif, manfaat
hartanya diberikan kepada mustahiq (penerima wakaf), baik dalam bentuk
upah maupun sebagai hasil wakaf. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan
lafadz wakaf untuk waktu tertentu, sesuai keinginan pemilik. Dengan kata
lain, pemilik harta menahan benda itu dari digunakan secara pribadi, tetapi
membiarkan hasilnya digunakan untuk tujuan kebajikan, dengan benda itu
tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu periode
3
Abu Azam Al-Hadi, “The Empowerment Effort for the Welfare of the Ummat in Productive
Waqf Land,” Islamica 4, no. 1 (2009): 95–107.

vi
waktu tertentu dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai
wakaf kekal (selamanya).
c. Menurut Madzhab Syafi'i dan Ahmad bin Hambal
wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan
wakif setelah proses perwakafan selesai. Setiap tindakan yang dapat
dilakukan oleh wakil terhadap harta yang diwakafkan termasuk
menyerahkannya kepada orang lain, baik melalui pertukaran atau tidak.
Kekayaan yang diwakafkan oleh wakif tidak dapat diwarisi oleh ahli
warisnya setelah mereka meninggal dunia. Wakif memberikan
keuntungan dari harta wakafnya kepada mauquf "alaih (yang diberikan
wakaf) sebagai shadaqah yang mengikat, dan waqif tidak dapat
menghentikan penyaluran sumbangannya. Jika wakif melarang, Qadli
berhak memaksanya untuk memberikan larangan tersebut kepada mauquf
"alaih". Dengan demikian, definisi wakaf menurut Mazhab Syafi'i adalah
sebagai berikut: "Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang
berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya
kepada suatu kebajikan (sosial)."
Ahmad bin Hambal menyatakan bahwa wakaf dapat dilakukan
karena dua alasan. Pertama, itu dapat dianggap sebagai wakaf karena
kebiasaan (perbuatan). Seperti mendirikan mesjid dan kemudian
mengizinkan orang untuk shalat di dalamnya secara spontan karena telah
mewakafkan hartanya menurut kebiasaan.Walaupun ia tidak
menyebutkannya secara lisan, hal itu dapat dianggap wakaf karena
kebiasaan. Kedua, melalui percakapan, baik dengan jelas atau tidak.
Selain itu, ia berfungsi untuk memaknai kata-kata seperti habastu,
wakaftu, sabaltu, tasadaqtu, abdadtu, dan harramtu. Jika ia menggunakan
kalimat seperti ini, ia harus membawa niat wakaf bersamanya. Menurut
Hambali, jika harta seseorang telah diwakafkan dengan jelas, si wakif
tidak memiliki otoritas untuk melakukan apa pun atas harta itu. Hambali
menyatakan bahwa barang yang diwakafkan harus dapat dijual.walaupun

vii
setelah jadi wakaf tidak boleh dijual dan benda yang kekal dzatnya karena
wakaf bukan untuk waktu tertentu, tapi buat selama-lamanya.4

B. Wakaf Dalam Perspektif Ekonomi Islam


Menurut Mundzir Qahf dalam al-Waqf al-Islamiy: Tathawwuruhu,
Idaratuhu, Tanmiyatuhu, ada "wakaf-wakaf langsung" (al-Auqaf al-Mubasyarah),
yaitu wakaf yang memberikan layanan kepada orang yang menerima wakaf secara
langsung (mauquf 'alaih).Wakaf, misalnya, diberikan kepada sekolah (madrasah),
yang memberikan lebih banyak tempat untuk siswa belajar, masjid, yang
memberikan lebih banyak tempat untuk orang yang shalat, dan rumah sakit, yang
memberikan perawatan dan tempat istirahat bagi pasien yang sakit. Layanan
langsung ini juga menunjukkan keuntungan nyata dari harta wakaf dan
hubungannya dengan keuntungan dasar yang berkelanjutan dari generasi ke
generasi.
Perspektif ekonomi wakaf menggambarkan manfaat wakaf di bidang
ekonomi. Di masyarakat Nabi Baru, wakaf dikenal sebagai satu bentuk awal
wakaf, yaitu wakaf tempat ibadah. Sedikit wakaf untuk perpustakaan atau fakir
miskin. Namun, pada masa awal masyarakat Islam di Madinah, wakaf mengalami
pergeseran besar dari bidang keagamaan ke bidang kemasyarakatan. 5
Dari perspektif ekonomi islam, jenis kedua dari harta wakaf terdiri dari
investasi dalam pabrik, pertanian, perdagangan, atau layanan. Dalam hal ini, tidak
dimaksudkan untuk wakaf orang penting, tetapi untuk menghasilkan kembali
pendapatan murni, yang pentasarufannya didasarkan pada tujuan wakaf. Dengan
demikian, milik-milik investasi dalam keadaan ini dapat menghasilkan barang
dagangan atau layanan yang dapat dijual.6
Dengan demikian, Prof Mundzir Qahaf menyimpulkan bahwa wakaf Islam dari
sudut pandang ekonomi islam adalah usaha pengembangan yang memiliki hukum
untuk definisi dan pengertian wakaf.Karena itu, ia mencakup pembentukan
4
Abdul Nasir Khoerudin, “Tujuan Dan Fungsi Wakaf Menurut Para Ulama Dan Dan Undang-
Undang Di Indonesia,” Tazkiya: Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan 19, no. 2
(2018): 3–5.
5
Achmad Sjamsudin, “Wakaf Dalam Perspektif Ekonomi,” EKOSIANA: Jurnal Ekonomi Syariah
7, no. 2 (2020): 86–92.
6
Mundzir Qahf, Al-Waqf Al-Islamiy: Tathawwuru, Idaratuhu, Tanmiyatuhu (Lebanon: Dar al-Fikr,
1994), 34.

viii
kekayaan yang menghasilkan dari kegiatan investasi saat ini. Aktivitas
pengembangan berfokus pada kebaikan untuk generasi-generasi mendatang dan
bergantung pada pengorbanan yang matang dengan kesempatan untuk
menghabiskan uang (penghabisan) dan menghormati kekayaan hasil
kemasyarakatan. Kebaikan ini dikembalikan ke masa depan masyarakat.7

C. Wakaf Sebagai Instrumen Investasi


Saat ini umat Islam merupakan populasi terbanyak di Indonesia dan di
dunia, oleh sebab itu sudah saatnya untuk mulai melakukan usaha-usaha yang
lebih signifikan dalam mendorong kesejahteraan umat khususnya dalam bidang
ekonomi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, instrumen wakaf merupakan
sarana ibadah yang bersifat fleksibel. Karena bersifat fleksibel, maka pemanfaatan
wakaf ini tidak hanya sebatas sebagai penunjang ibadah dan sarana-sarana sosial
saja,akan tetapi dapat berpotensi juga sebagai salah satu instrumen investasi dunia
dan akhirat. Selain barang-barang tidak bergerak seperti tanah, potensi wakaf
yang ada saat ini juga ada dalam bentuk wakaf tunai (uang). Apabila semua
potensi wakaf yang ada digabung, maka akan tercipta suatu kekuatan besar dalam
mendorog tingkat kesejahteraan umat.

Sebagai sarana investasi, wakaf sangat berguna dalam melancarkan fungsi-


fungsi financial intermediary sehingga terjadi arus penyaluran dana yang lancar
dari surplus unit kepada deficit unit dalam semua tingkat sosial. Aliran dana ini
merupakan manifestasi profit distribution dan flow concept yang ditegaskan
dalam al-Qur’an surat al-Hasyr ayat 7 dengan adanya dua hal yang tabu dalam
sistem ekonomi Islam, yaitu dilarangnya konsentrasi kekayaan hanya pada
segelintir anggota masyarakat dan resistensi terhadap status idle (nganggur) bagi
segenap sumber daya (Nadjib

Dalam pemanfaatannya, dana wakaf dapat disalurkan untuk proyek-proyek


investasi yang menguntungkan dengan tetap menjaga keutuhan hartanya. Untuk
merealisasikan penyaluran dana wakaf sebagai investasi, dapat dilakukan langkah-
langkah strategis , seperti adanya manajemen yang baik dan analisis yang matang

7
Qahf, Al-Waqf Al-Islamiy: Tathawwuru, Idaratuhu, Tanmiyatuhu.

ix
terhadap risiko yang mungkin terjadi dan usaha-usaha lainnya. Wakaf juga
memiliki keistimewaan, dimana harta wakaf terbebas dari beban zakat dan pajak.
Menurut para ahli fikih, harta wakaf tidak dikenakan kewajiban zakat. Dalam
perundangundangan kontemporer yang berkembang di Barat, semua aset wakaf
dibebaskan dari pajak.

D. Peran Bank Syariah Dalam Pengelolaan Wakaf


Bank syariah didirikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Islam
untuk menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh (kaffah), termasuk melalui
kegiatan penyaluran dana.Dengan melakukan fungsi intermediasi keuangan dan
menjaga stabilitas keuangan, perbankan syariah telah memainkan peran penting
dalam pembangunan bangsa. Sekarang, peran lain yang dibutuhkan dari
perbankan syariah adalah penerapan prinsip syariah, terutama prinsip yang
berkaitan dengan hasil operasinya.

Menurut Undang-Undang Perbankan Syariah, perbankan syariah memiliki


tujuan sosial selain berfungsi sebagai intermediasi. Sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Wakaf, wakaf adalah perbuatan hukum.
Salah satu bentuknya adalah dengan mengumpulkan dana sosial dari wakaf.
Wakif untuk membagi sebagian harta bendanya untuk digunakan secara permanen
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan untuk keperluan
ibadah, kesejahteraan umum, atau kepentingan umum lainnya menurut syariah.
Wakaf adalah jenis pemberian yang dilakukan dengan menahan (pemilikan) asal
(tah-bisul ashli), lalu memberi manfaat kepada semua orang. Yang dimaksud
dengan tahbisul ashli adalah menahan barang yang diwakafkan agar tidak
diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, atau digunakan untuk
tujuan lain.Sebagaimana diatur oleh undang-undang perbankan syariah, perbankan
syariah juga memiliki fungsi sosial. Oleh karena itu, sebagai lembaga
intermediary yang penting dalam sistem perekonomian, mereka juga memiliki
peran strategis dalam mengelola wakaf uang.8

8
Mohammad Aniq Kamaluddin, “Peran Perbankan Syari’Ah Dalam Pengelolaan Wakaf Uang Di
Indonesia,” Al WASATH Jurnal Ilmu Hukum 1, no. 1 (2020): 37.

x
Menurut Pasal 4 Ayat 3 Undang-Undang Perbankan Syariah, Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah diizinkan untuk menghimpun dana sosial dari
wakaf dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan
keinginan wakaf (wakif). Selain itu, Pasal 4 Ayat 4 Undang-Undang Perbankan
Syariah menetapkan bahwa pelaksanaan fungsi sosial perbankan syariah tersebut
harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undanganpelaksanaannya
sangat terkait dengan pelaksanaan fungsi social perbankan syariah dalam
pengelolaan wakaf uang ini.

Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-


Undang Wakaf (selanjutnya disebut PP Wakaf) memberikan ketentuan lebih
lanjut tentang cara pengembalian dana wakaf ini. Pasal 1 Angka 7 PP Wakaf
menjelaskan apa itu Sertifikat Wakaf Uang, yang diberikan kepada Wakif dan
Nazhir oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai bukti penyerahan dana wakaf.
Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) adalah nama
lembaga keuangan syariah yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama dan menerima
wakaf uang. Saran dan pertimbangan BWI digunakan untuk menentukan LKS-
PWU. Untuk mendapatkan saran dan pertimbangan ini, Lembaga Keuangan
Syariah harus memenuhi beberapa persyaratan. Mereka harus secara tertulis
mengajukan permohonan kepada Menteri Agama, melampirkan anggaran dasar
dan disetujui sebagai badan hukum, beroperasi di wilayah Republik Indonesia,
bergerak dalam bidang keuangan syariah, dan melakukan fungsi titipan.Saat ini
sudah ada 12 LKS-PWU yang keseluru-hannya berbentuk Perbankan Syariah
yaitu Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, Bank Muamalat, Bank DKI
Syariah, Bank Mega Syariah Indonesia, Bank BTN Syariah, Bank Bukopin
Syariah, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jogja Syariah, BPD Kalimantan Barat
Syariah, BPD Jateng Syariah, BPD Riau Sya-riah, dan BPD. Jatim Syariah. 9
Berdasarkan pemahaman tentang penghimpunan dan pengelolaan wakaf uang,
jelas bahwa dana wakaf dikumpulkan dari wakif kepada pengelola wakaf (nazhir)
melalui LKS-PWU untuk dikelola sesuai dengan tujuan wakaf. Dengan demikian,
9
Nun Harrieti and Etty Mulyati, “Perspektif Hukum: Peranan Perbankan Syariah Dalam
Pengelolaan Wakaf Uang Di Indonesia,” Al-Risalah: Forum Kajian Hukum Dan Sosial
Kemasyarakatan 17, no. 02 (2018): 137–46, https://doi.org/10.30631/alrisalah.v17i02.60.

xi
wakaf uang menjadi bagian dari wakaf produktif melalui mekanisme investasi
dana wakaf, dan hasil investasi disalurkan.10

Untuk menyetorkan wakaf uang ke bank syari'ah (LKS-PWU), wakif sendiri


harus mengikuti beberapa prosedur:

1. Uang yang dapat diwakafkan harus dalam mata uang rupiah.


2. Jika haluang yang akan diwakafkan masih berupa mata uang asing, hal itu
harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah.
3. Wakif juga harus menyatakan keinginan mereka untuk berwakaf di LKS-
PWU dan menjelaskan alasan kepemilikan uang yang akan diwakafkan.
4. Wakif menyertorkan secara tunai dana wakaf ke LKS PW
5. Wakif juga harus menulis pernyataan kehendaknya yang akan dimasukkan
ke dalam sertifikat wakaf uang.
6. Jika wakif tidak dapat hadir ketikamenyetorkan dana di LKSPWU,
makawakif dapatmenunjuk wakilatau kuasanyauntuk menggantikan
kehadirannya, dalamhal iniNazhrtidakperluhadirpadasaatwakif
mewakafkan uangnya
7. LKSPWU akan menanyakan kepada wakif mengenai nazhir mana yang
akan iapilih untuk mengelola wakaf uangnya11

Untuk membuka rekening dan mendapatkan dana wakaf uang dari LKS-
PWU, nazhir wakaf uang harus memenuhi beberapa syarat:

1. Mengirimkan permohonan secara tertulis kepada menteri


2. Menjadi badan hukum dengan melampirkan anggaran dasar dan
pengesahan
3. Memiliki kantor di seluruh wilayah Republik Indonesia dan
4. Bergerak dalam bidang keuangan syari'ah

10
Siska Lis Sulistiani, “Penghimpunan Dan Pengelolaan Wakaf Uang Melalui Perbankan Syariah
Di Indonesia,” Jurnal Wawasan Yuridika 5, no. 2 (2021): 249,
https://doi.org/10.25072/jwy.v5i2.343.
11
PenjelasanPasal28Undang-UndangNomor41Tahun2004TentangWakaf. Lihat Peraturan
Pemerintah Rebublik Indonesia Nomor 42 tahun 2006 tentang PelaksanaanUndang-UndangNo.
41Tahun2004TentangWakafPasal22

xii
5. Memiliki kemampuan untuk menerima wadi'ah.12

Perbankan syariah dapat membantu pengembangan wakaf, khususnya wakaf


tunai. Dalam hal ini bank syariah bertindak sebagai nazhir, karena fungsi dari
bank sendiri adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan. Bank syariah sangat
sejalan dengan aturan yang ada dalam pengelolaan wakaf yang terkait dengan
mempertahankan keutuhan harta wakaf. Biro Perbankan Syariah BI (2001)
menjelaskan ada beberapa keunggulan bank syariah yang dapat dimanfaatkan
untuk mengoptimalkan operasional wakaf tunai, diantaranya:

a. Jaringan Kantor. Relatif luasnya jaringan kantor perbankan syariah


dibandingkan lembaga keuangan syariah lainnya merupakan keunggulan
tersendiri dalam pengelolaan wakaf tunai. Hal ini diharapkan dapat
membantu dalam mengefektifkan sosialisasi keberadaan produk wakaf
tunai dan penggalangan wakaf tunai juga akan semakin optimal.
b. Kemampuan sebagai Fund Manager. Sebagai lembaga itermediasi
keuangan, perbankan syariah dengan sendirinya wajib memiliki
kemampuan untuk mengelola dana. Dalam kaitannya dengan wakaf tunai,
perbankan syariah berperan sebagai lembaga yang mengelolanya dan
semua kegiatannya harus dipertanggungjawabkan kepada wakif dan
publik. Perbankan syariah juga memiliki kemampuan untuk penyaluran
dana yang lebih luas.
c. Pengalaman, Jaringan Informasi dan Peta Distribusi. Dalam praktiknya,
ketiga hal tersebut menjadi faktor yang akan selalu dipertimbangkan dalam
mengoptimalkan pengelolaan dana. Jaringan informasi serta peta distribusi
juga memungkinkan terbentuknyasuatu database mengenai sektor usaha
maupun debitur yang akan dibiayai oleh dana wakaf
d. Citra Positif. Dengan adanya ketiga hal di atas, maka diharapkan akan
timbul citra positif pada gerakan wakaf tunai itu sendiri maupun pada
perbankan syariah. Selain itu adanya pengawasan dari Bank Indonesia
akan menimbulkan akuntabilitas yang positif dari pengelolaan wakaf
12
Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang bank umum
berdasarkanprinsipsyari’ah,SKDir.BINo. 32/34/KEP/DIR Tahun1999,Pasal.29ayat. 2.

xiii
tersebut. Pemunculan cintra positif dipandang penting utnuk
menyukseskan dan mengoptimalkan keberadaan wakaf tunai serta sebagai
upaya menghindari citra yang kurang baik dari pengelolaan dana sosial
umat terdahulu.

E. Pemberdayaan Wakaf
Menurut analisis ekonomi, UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
bertujuan untuk mendorong pemberdayaan wakaf untuk keuntungan sosial.
Konsep dasar untuk meningkatkan pengelolaan wakaf adalah bahwa wakaf
memiliki potensi yang cukup besar di Indonesia, terutama wakaf yang berupa
tanah yang tersebar di seluruh negeri. 320.000 lokasi tanah wakaf tersebar di
seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya sedikit yang dikelola secara
produktif, sehingga manfaatnya terhadap kesejahteraan masyarakat belum
dirasakan secara signifikan. Banyak dari mereka terlantar, terkena gusur, dan
diambil oleh individu yang tidak bertanggung jawab.

Salah satu cara untuk menjalankan sistem pengelolaan, pemberdayaan, dan


pengembangan adalah sebagai berikut: (1) perencanaan, pengorganisasian, dan
pelaksanaan yang amanah dan profesional dengan pengawasan yang dapat
dipertanggungjawabkan; (2) pendayagunaan dan penanaman modal (investasi)
melalui kolaborasi dan kerja sama dengan lembaga keuangan dan perbankan, baik
dalam negeri maupun internasional.13

Said dan Lim (2005: 6-7) menyelidiki metode untuk mendorong aset
wakaf menjadi produktif. Mereka menemukan 5 (lima) pendekatan untuk
mendorong wakaf menjadi produktif, yaitu: pertama, mengidentifikasi
kemungkinan perputaran harta wakaf dengan memeriksa sejarah atau model
wakaf yang sudah ada dan memperbarui sistem wakaf; kedua, membantu
mengembangkan model wakaf kontemporer dan lebih canggih.Keempat,
memodernisasi administrasi wakaf untuk membuatnya lebih efisien, transparan,
dan responsif, dan untuk membangun kerjasama teknis dan pengalaman dengan

13
Solikhul Hadi, “Pemberdayaan Ekonomi Melalui Wakaf,” ZISWAF : Jurnal Zakat Dan Wakaf 4,
no. 2 (2018): 229, https://doi.org/10.21043/ziswaf.v4i2.3043.

xiv
lembaga pendidikan, organisasi internasional, dan negara lain untuk
mengembangkan isvestasi wakaf. Kelima, mendorong wakif, nadzir, dan investasi
untuk menjadi lebih produktif daripada sebelumnya.

Di Indonesia, Sejak Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan


PP No. 42 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan Undang-undang No. 41
tahun 2004, pengembangan wakaf produktif di Indonesia telah mencapai
puncaknya. Tiga karakteristik utama menentukan pemberdayaan wakaf yang
produktif:

 pertama, pola manajemen wakaf harus terintegrasi; kedua, dana wakaf


dapat dialokasikan untuk program pemberdayaan, termasuk semua biaya
yang tercakup di dalamnya.
 Kedua, asas kesejahteraan nadzir adalah bahwa pekerjaan sebagai nadzir
sekarang dianggap sebagai profesional yang dapat memperoleh
penghasilan yang layak sebagai pekerja sosial.
 Ketiga, prinsip transparansi dan tanggung jawab Setiap tahun, badan
wakaf dan lembaga yang dibantunya harus memberikan laporan kepada
masyarakat tentang bagaimana dana digunakan.14

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Wakaf merupakan salah satu kegiatan yang mengandung unsur investasi
masa depan, dimana dengan mengembangkan atau mengelola harta wakaf
produktif akan dapat menghasilkan suatu barang atau pelayanan lainnya. Barang
atau pelayanan yang berasal dari pengelolaan harta wakaf tersebut dapat dijual
kepada para konsumen yang membutuhkan, sehingga hasilnya dapat disalurkan
untuk orang yang membutuhkan sesuai dengan tujuan wakaf. Oleh karena itu,
14
Abdurrohman Kasdi, “PERGESERAN MAKNA DAN PEMBERDAYAAN WAKAF (Dari Konsumtif Ke
Produktif),” Jurnal Zakat Dan Wakaf 19, no. 2 (2018): 1–10.

xv
kontribusi wakaf dalam bidang ekonomi sangat penting untuk memberdayakan
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sebagai sarana investasi, wakaf sangat berguna dalam melancarkan fungsi-


fungsi financial intermediary sehingga terjadi arus penyaluran dana yang lancar
dari surplus unit kepada deficit unit dalam semua tingkat sosial. Dalam
pemanfaatannya, dana wakaf dapat disalurkan untuk proyek-proyek investasi yang
menguntungkan dengan tetap menjaga keutuhan hartanya. Harta wakaf yang
dikelola secara produktif akan menghasilkan peluang bagi terbukanya sektor
strategis yang mengguntungkan seperti membuka lapangan pekerjaan baru dan
pengelolaan pelayanan publik yang meringankan beban ekonomi masyarakat.
Untuk menyetorkan wakaf uang ke bank syari'ah (LKS-PWU), wakif sendiri
harus mengikuti beberapa prosedur. Perbankan syariah dapat membantu
pengembangan wakaf, khususnya wakaf tunai. Dalam hal ini bank syariah
bertindak sebagai nazhir, karena fungsi dari bank sendiri adalah sebagai lembaga
intermediasi keuangan. instrumen wakaf merupakan sarana ibadah yang bersifat
fleksibel. Karena bersifat fleksibel, maka pemanfaatan wakaf ini tidak hanya
sebatas sebagai penunjang ibadah dan sarana-sarana sosial saja,akan tetapi dapat
berpotensi juga sebagai salah satu instrumen investasi dunia dan akhirat.

B. Saran
Dalam makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan-kekurangan baik dari bentuk, bahasa maupun isinya. Maka dari itu,
penulis berharap kepada pembaca agar ikut peduli dalam pembuatan makalah ini,
yaitu dengan memberi saran dan kritik yang membangun demi perbaikan makalah
selanjutnya. Semoga dengan adanya makalah ini, dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Hadi, Abu Azam. “The Empowerment Effort for the Welfare of the Ummat in
Productive Waqf Land.” Islamica 4, no. 1 (2009): 95–107.

xvi
Hadi, Solikhul. “Pemberdayaan Ekonomi Melalui Wakaf.” ZISWAF : Jurnal
Zakat Dan Wakaf 4, no. 2 (2018): 229.
https://doi.org/10.21043/ziswaf.v4i2.3043.
Harrieti, Nun, and Etty Mulyati. “Perspektif Hukum: Peranan Perbankan Syariah
Dalam Pengelolaan Wakaf Uang Di Indonesia.” Al-Risalah: Forum Kajian
Hukum Dan Sosial Kemasyarakatan 17, no. 02 (2018): 137–46.
https://doi.org/10.30631/alrisalah.v17i02.60.
Ilmiah, Dunyati. “Peran Perbankan Syariah Dalam Implementasi Wakaf Uang
Untuk Pengembangan Industri Halal Di Jawa Timur.” DINAMIKA : Jurnal
Kajian Pendidikan Dan Keislaman 5, no. 2 (2020): 1–20.
https://doi.org/10.32764/dinamika.v5i2.925.
Kamaluddin, Mohammad Aniq. “Peran Perbankan Syari’Ah Dalam Pengelolaan
Wakaf Uang Di Indonesia.” Al WASATH Jurnal Ilmu Hukum 1, no. 1 (2020):
37.
Kasdi, Abdurrohman. “PERGESERAN MAKNA DAN PEMBERDAYAAN
WAKAF (Dari Konsumtif Ke Produktif).” Jurnal Zakat Dan Wakaf 19, no. 2
(2018): 1–10.
Khoerudin, Abdul Nasir. “Tujuan Dan Fungsi Wakaf Menurut Para Ulama Dan
Dan Undang-Undang Di Indonesia.” Tazkiya: Jurnal Keislaman,
Kemasyarakatan & Kebudayaan 19, no. 2 (2018): 1–10.
Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Penerbit Lentera,
2007.
Qahf, Mundzir. Al-Waqf Al-Islamiy: Tathawwuru, Idaratuhu, Tanmiyatuhu.
Lebanon: Dar al-Fikr, 1994.
Sjamsudin, Achmad. “Wakaf Dalam Perspektif Ekonomi.” EKOSIANA: Jurnal
Ekonomi Syariah 7, no. 2 (2020): 86–92.
Sulistiani, Siska Lis. “Penghimpunan Dan Pengelolaan Wakaf Uang Melalui
Perbankan Syariah Di Indonesia.” Jurnal Wawasan Yuridika 5, no. 2 (2021):
249. https://doi.org/10.25072/jwy.v5i2.343.
Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqhu Al-Islami Wa’Adillatuhu. Damaskus: Dar al-Fikr al-
Mu‟ashir, 2008.

xvii

Anda mungkin juga menyukai