Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

DASAR HUKUM, UNSUR DAN SYARAT WAKAF

Mata Kuliah : Fiqh ZISWAF

Dosen Pengampu : Nicho Hadi Wijaya, M.H

Disusun Oleh : Novita Khoiriyati (2101020002)

Jurusan : Perbankan Syariah

SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (STEBI)

LAMPUNG

TAHUN 2023 M / 1444 H


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin. Tiada tempat untuk mengucapkan puji syukur

penyusun mohonkan kepada Allah SWT kerena atas berkah dan rahmat-Nya

penyusun telah dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Dasar Hukum,

Unsur Dan Syarat Wakaf”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan

kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan penerang dan ilmu

pengetahuan kepada umatnya.

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mengambil materi dari

sumber-sumber dan media lain terutama yang berkaitan dengan zakat, mustahiq

serta manajemen zakat yang diterapkan di Indonesia. Penulisan dan penyusunan

makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penyusun

mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nicho Hadi Wijaya, M.H selaku dosen

pengampu mata kuliah Fiqh ZISWAF dan teman-teman yang ikut berpartisipasi

dalam penyelesaian makalah ini.

Namun dengan keterbatasan yang ada, penyusunan makalah ini amatlah jauh

dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca

selalu penyusun harapkan. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam meningkatkan pemahaman tentang

menggunakan akal kita untuk berpikir.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Pesawaran, Mei 2023

Penyusun

F I Q H Z I S W A F _ V I T A |2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................4

B. Rumusan Masalah............................................................................................5

C. Tujuan Penelitian.............................................................................................5

BAB II LANDASAN TEORI................................................................................6

A. Dasar Hukum Wakaf.......................................................................................6

B. Unsur (Rukun) Wakaf....................................................................................10

C. Syarat Wakaf..................................................................................................14

BAB III ANALISIS..............................................................................................16

A. Peran Wakaf dalam pengembangan Ekonomi Umat.....................................16

B. Ketentuan tentang Tata Kelola dan Akuntabilitas Pengelolaan Wakaf di


Indonesia.............................................................................................................19

BAB IV PENUTUP..............................................................................................22

A. Kesimpulan....................................................................................................22

B. Saran..............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

Co

F I Q H Z I S W A F _ V I T A |3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wakaf adalah bentuk perbuatan ibadah yang sangat mulia di mata Allah

SWT karena memberikan harta bendanya secara cuma–cuma, yang tidak setiap

orang bisa melakukannya dan merupakan bentuk kepedulian, tanggung jawab

terhadap sesama dan kepentingan umum yang banyak memberikan manfaat.

Wakaf dikenal sejak masa Nabi Muhammad SAW. Wakaf disyariatkan saat beliau

hijrah ke Madinah, pada tahun kedua Hijriah. Ada dua pendapat yang berkembang

di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang pertama kali

melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat Ulama mengatakan

bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Nabi Muhammad Saw ialah

wakaf tanah milik Nabi Muhammad SAW untuk dibangun masjid.1 Kemudian ada

pendapat sebagian Ulama yang mengatakan bahwa yang pertama kali

melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin Khathab. Kemudian syariat wakaf

yang telah dilakukan Umar bin Khathab disusul oleh Abu Thalhah yang

selanjutnya disusul oleh Abu Bakar, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,

Mu’adz bin Jabal, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam dan

Aisyah isteri Nabi Muhammad SAW.2

Menurut mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal, wakaf adalah

melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, dan wakif tidak boleh

1 Direktori Pemberdayaan Wakaf. Fiqih Wakaf (Dirjend Bimbingan Masyarakat Islam Departemen
Agama RI, Jakarta) 2007, hlm. 4
2 Ibid, Hlm. 5

F I Q H Z I S W A F _ V I T A |4
melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan.3Artinya harta yang

diwakafkan sudah tidak bisa diminta kembali, dipindah tangankan atau dijual atau

yang lainnya. Harta wakaf hanya dimanfaatkan sesuai dengan ikrar wakaf yang

telah diucapkan. Sedangkan menurut Abu Hanifah, wakaf adalah penahanan

pokok sesuatu harta dalam tangan pemilikan wakaf dan penggunaan hasil barang

itu, yang dapat disebutkan ariyah untuk tujuan-tujuan amal saleh.

Wakaf sebagai pranata dalam keagamaan Islam yang sudah mapan.

Pembicaraan tentang penarikan kembali harta wakaf merupakan isu yang menarik

untuk diteliti. Dalam hubungannya dengan pemberian wakaf oleh wakif, Imam

Malik, Hambali dan Hanafi berpendapat bahwa wakaf tidak disyaratkan berlaku

untuk selamanya, tetapi sah bisa berlaku untuk waktu satu tahun misalnya.

Sesudah itu kembali kepada pemiliknya semula.4Dengan demikian dalam

pandangannya bahwa pemberi wakaf dapat menarik kembali wakafnya atau dapat

memiliki kembali wakafnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa peran wakaf dalam pengembangan ekonomi umat?

2. Bagaimana ketentuan tentang tata kelola dan akuntabilitas pengelolaan wakaf

di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui peran wakaf dalam pengembangan ekonomi umat

2. Mengetahui ketentuan tentang tata kelola dan akuntabilitas pengelolaan

wakaf di Indonesia
3 bid, Hlm. 3
4 Muhammad Jawad Mughniyah. al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Khamsah, Terj. Masykur, Afif
Muhammad, Idrus al-Kaff. "Fiqih Lima Mazhab" (Jakarta: Lentera) 2001, hlm. 636

F I Q H Z I S W A F _ V I T A |5
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Dasar Hukum Wakaf

Menurut UU Wakaf No. 41 tahun 2004, wakaf adalah perbuatan hukum

wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya

untuk dimanfaatkan selamanya dan jangka waktu tertentu sesuai dengan

kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut

syariat.5 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wakaf diartikan “sesuatu yang

diperuntukkan bagi kepentingan umum sebagai derma atau untuk kepentingan

umum yang berhubungan dengan agama”.6

Ada dua jenis hukum wakaf, yaitu hukum yang didasarkan pada Al-Qur’an

dan Hadits dan pada hukum positif. Pada dasarnya, hukum wakaf adalah sunnah.

Hal tersebut bersumber pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 267 dan Ali Imran

ayat 92. Sedangkan berdasarkan hukum positif, hukum wakaf telah diatur dalam

Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang

No. 41 tahun 2004. Jika didefinisikan menurut UU no. 41 tahun 2004, hukum

wakaf adalah suatu perbuatan hukum oleh orang yang melakukan wakaf (wakif)

untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda/aset yang dimiliki

guna dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu guna kebutuhan

ibadah atau kesejahteraan umum berdasarkan ketentuan agama Islam.

5 Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Wakaf, Jakarta : Harvarindo, 2005, h. 2


6 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, h. 1006.

F I Q H Z I S W A F _ V I T A |6
Wakaf yang dimaksud dalam kajian ini, tidak dijelaskan secara eksplisit

dalam Al-Qur’an namun demikian ditemukan petunjuk umum tentang wakaf

walaupun secara implisit. Dalil-dalil yang secara umum mengandung makna

wakaf adalah firman Allah SWT :

1. Al-Baqarah ayat 267

َ ‫ض ۗ َواَل تَيَ َّم ُموا ْالخَ بِي‬


ُ‫ْث ِم ْنه‬ ِ ‫اَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ْنفِقُوْ ا ِم ْن طَيِّ ٰب‬
ِ ْ‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّمٓا اَ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِّمنَ ااْل َر‬

‫تُ ْنفِقُوْ نَ َولَ ْستُ ْم بِ ٰا ِخ ِذ ْي ِه آِاَّل اَ ْن تُ ْغ ِمضُوْ ا فِ ْي ِه ۗ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن هّٰللا َ َغنِ ٌّي َح ِم ْي ٌد‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)


sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-
buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. al-Baqarah : 267)7

2. Ali Imran ayat 92

‫لَ ۡن تَنَالُوا ۡالبِ َّر َح ٰتّى تُ ۡنفِقُ ۡوا ِم َّما تُ ِحب ُّۡونَ ؕ َو َما تُ ۡنفِقُ ۡوا ِم ۡن َش ۡى ٍء فَا ِ َّن هّٰللا َ بِ ٖه َعلِ ۡي ٌم‬

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang


sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan
apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
(QS. Ali Imran : 92).8

Selain ayat-ayat diatas ada ayat lainnya yaitu surat Al-Baqarah ayat 261,

An-Nahl ayat 97, Al- Hajj : 77. Ayat-ayat tesebut mengisyaratkan anjuran

sedekah. Sedangkan wakaf adalah bentuk dari sedekah. Karena itu, wakaf

mengikuti hukum sedekah, yaitu sunnah. Di antara hadis yang menjadi dasar dan

dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin Al-Khaththab

7 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen


Agama, 2008, h. 75
8 Ibid h.80

F I Q H Z I S W A F _ V I T A |7
ketika

memperoleh tanah di Khaibar. iriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, dia berkata,

“Umar mendapatkan tanah di Khaibar, lalu dia mendatangi Nabi SAW untuk

meminta perintahnya terkait dengan tanah itu. Umar berkata, Wahai Rasulullah,

sesungguhnya aku mendapatkan tanah di Khaibar yang tidak pernah aku dapatkan

sesuatu yang lebih berharga bagiku darinya. Apa yang akan engkau perintahkan

kepadaku terkait dengan tanah itu ? “ beliau menjawab:

‫ فتصدق بها عمر ؟أنه‬: ‫ قال‬."‫إن شئت حبست أصلها وتصدقت بها‬
‫اليباع أصلها وال يبتاع وال يورث وال يوهب‬
Artinya : “Jika engkau mengendaki, engkau dapat menahan pokoknya
(tanah itu) dan menyedekahkan (manfaat)nya. Hanya saja, pokok (tanah yang
diwakafkan) tidak boleh dijual, tidak boleh dibeli, tidak boleh dihibahkan dan
tidak boleh diwariskan.”

ِ ‫ فِى ْالفُقَ َرا ِء َو ْالقُرْ بَى َوالرِّ قَا‬، ‫ث‬


ِ ‫ب َوفِى َسبِي ِل هَّللا‬ ُ ‫ع َأصْ لُهَا َوالَ يُوهَبُ َوالَ يُو َر‬
ُ ‫ق ُع َم ُر َأنَّهُ الَ يُبَا‬ َ َ‫فَت‬
َ ‫ص َّد‬

‫ص ِديقًا َغ ْي َر ُمتَ َم ِّو ٍل فِي ِه‬


َ ‫ُط ِع َم‬ ِ ‫ َوالَ ُجنَا َح َعلَى َم ْن َولِيَهَا َأ ْن يَْأ ُك َل ِم ْنهَا بِ ْال َم ْعر‬، ‫ْف َواب ِْن ال َّسبِي ِل‬
ْ ‫ َأوْ ي‬، ‫ُوف‬ َّ ‫َوال‬
ِ ‫ضي‬

Ibnu Umar berkata, “Maka, Umar menyedekahkan (manfaat) tanah kepada

orang-orang fakir, karib kerabat, hamba sahaya, Ibnu Sabil dan para tamu. Tidak

ada dosa bagi orang yang mengurusnya untuk memakan hasilnya atau

memberikan (hasil)nya kepada temannya dengan cara yang ma’ruf, namun (tidak

boleh) menghimpun hasilnya untuk dijadikan modal dan (tidak boleh pula)

menjadikannya sebagai hak milik”. 9


(Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari, no. 2772;

Muslim, no. 1632). Hadits ini telah disepakati oleh Bukhari dan Muslim.10

9 Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, Jami’ al-Shahih, Riyad: Dar ‘Alim al-Kutub, 1996,Juz 3, h. 1255.
10 Ibnu Qudamah, Al Mughni, Juz VI, h. Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, t.t h. 220.

F I Q H Z I S W A F _ V I T A |8
B. Unsur (Rukun) Wakaf

Praktik wakaf memerlukan unsur-unsur (rukun) yang harus memnuhi

persyaratan-persyaratan tertentu. Unsur-unsur yang dimaksud adalah Pewakaf

(waqif), harta yang diwakafkan (mauquf), tujuan wakaf (mauquf alaih),

pernyataan/ ikrar wakif (sighat), Nadzir wakaf (pengelola wakaf).

1. Wakif (Pewakaf)

Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang

mewakafkan benda miliknya.11 Jadi wakif tidak hanya perorangan tetapi

juga bisa dalam bentuk organisasi dan badan hukum.12 Wakif atau orang

yang mewakafkan amalan wakaf pada hakikatnya adalah tindakan

tabarru’ (melepaskan hak milik tanpa mengharap imbalan), karena itu

syarat seorang wakif adalah cakap melakukan tindakan tabarru’.13 Adapun

syarat-syaratnya dikemukakan pada pasal 8 UU No. 41 Tahun 2004

dikemukakan dalam pasal wakif perseorangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi

persyaratan; 1) Dewasa; 2) Berakal sehat; 3) Tidak terhalang melakukan

perbuatan hukum; dan 4) Pemilik sah harta benda wakaf.

Selain itu, wakaf yang tabarru’ (melepaskan hak milik tanpa

mengharap imbalan), dalam pelaksanaannya tidak diperlukan adanya

qabul (ucapan menerima) dari orang yang menerima wakaf. Namun

demikian ketentuan ini perlu dipahami, bahwa dalam pelaksanaannya


11 Pasal 215 (2) KHI dan pasal 1 (2) PP No. 28 Tahun 1977
12 Pasal 7 UU No. 41 Tahun 2004
13 Muhammad Rawas Qal’ah Jay, Mausu’ah Fiqh Umar Ibn Al-Khatab, Beirut, Libanon : Dar Al
Nafais, 1409 H./1989 M, h. 887

F I Q H Z I S W A F _ V I T A |9
hendaknya diikuti dengan bukti-bukti tertulis, agar tindakan hukum wakaf

tersebut mempunyai kekuatan hukum sekaligus menciptakan tertib

administrasi.14

2. Mauquf (harta yang diwakafkan)

Semua harta benda wakaf yang akan diwakafkan menjadi sah,

apabila memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat dari benda yang

akan diwakafkan adalah sebagai berikut:

a) Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak sekali

pakai. Hal ini karena watak wakaf yang lebih mementingkan

manfaat benda tersebut.

b) Benda wakaf dapat berupa milik pribadi, kelompok atau badan

hukum (al masya’).

c) Hak milik wakif harus jelas batas-batas kepemilikannya, selain itu

benda wakaf merupakan benda milik yang bebas segala

pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa.

d) Harta yang diwakafkan itu haruslah jelas wujudnya dan pasti

batasan-batasannya (misalnya tanah).15

e) Benda wakaf dapat dialihkan hanya jika jelas-jelas untuk maslahah

yang lebih besar.

14 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995, h.493
15 Said Agil Husin Al Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, Jakarta: Penamadani, 2004. h.
136-139.

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 10
f) Harta yang diwakafkan itu dapat berupa benda yang bergerak dan

yang tidak bergerak.16

g) Benda wakaf tidak dapat diperjualbelikan, dihibahkan atau

diwariskan.

h) Bukan barang haram atau najis.17

3. Mauquf Alaih (Peruntukan Wakaf)

Dalam pelaksanaan wakaf seharusnya Wakif menentukan tujuan

dalam mewakafkan harta benda miliknya, seperti harta wakaf tersebut

digunakan untuk Masjid, pondok pesantren atau yang lainnya. Dalam

wakaf yang utama adalah wakaf itu diperuntukkan untuk kebaikan mencari

keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada Nya. Serta tidak

diperbolehkan memberikan wakaf untuk kepentingan maksiat.

4. Sighat (Ikrar Wakaf)

Sighat wakaf ialah kata-kata atau pernyataan yang diucapkan

atau dinyatakan oleh orang yang berwakaf.18 Dalam sighat atau pernyataan

wakaf harus dinyatakan dengan tegas baik secara lisan maupun tulisan,

dan disebutkan dengan jelas benda yang diwakafkan, kepada siapa

diwakafkan dan untuk apa dimanfaatkan.19Sighat tersebut biasanya

menggunakan kata “aku mewakafkan” atau “aku menahan” atau kalimat

16 Undang-undang No.41 tahun 2004 Tentang Wakaf pasal pasal 16


17 Muhammad Rawas Qal’ah Jay, Mausu’ah Fiqh Umar Ibn Al-Khatab, Beirut, Libanon : Dar Al
Nafais, 1409 H./1989 M, h.887
18 Depag RI, Ilmu Fiqh, h. 216
19 Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, h. 31

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 11
semakna lainnya. Dengan pernyataan wakif tersebut, maka gugurlah hak

wakif. Selanjutnya benda itu menjadi milik mutlak Allah yang

dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang menjadi tujuan wakaf.20

Namun, bila wakif mewakafkan dengan wakaf mutlak dan tidak

menyebutkan bagi siapa wakaf tersebut, seperti mengatakan: ”rumah untuk

wakaf,” yang demikian ini sah menurut Malik. Hal ini berbeda dengan

pendapat yang kuat bagi mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa wakaf

itu tidak sah, karena tidak adanya penjelasan siapa yang diwakafi.21

5. Nadzir Wakaf (pengelola wakaf)

Pada umumnya di dalam kitab-kitab fiqih tidak mencantumkan

Nadzir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf. Ini dapat dimengerti, karena

wakaf adalah ibadah tabarru’. Namun demikian, memperhatikan tujuan

wakaf yang ingin melestarika manfaat dari benda wakaf, maka kehadiran

Nadzir sangat diperlukan.22 Adapun syarat nadzir menurut pasal 10 UU

No.41 tahun 2004 adalah:

a. Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya

dapat menjadi Nadzir apabila memenuhi persyaratan:warga negara

Indonesia; beragama Islam; dewasa; amanah; mampu secara jasmani

dan rohani; dan tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

b. Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat

menjadi Nadzir apabila memenuhi persyaratan : pengurus organisasi

20 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia,..., h. 497


21 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 3, Beirut: Daar Al-Fikr, t.th, hlm. 159
22 Ahmad Rofiq, op.cit., h. 498

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 12
yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzir perseorangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan organisasi yang bergerak di

bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

c. Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya

dapat menjadi Nadzir apabila memenuhi persyaratan: penguru badan

hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan badan hukum Indonesia

yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang.undangan yang

berlaku; dan badan hukum yang bersangkutan bergerak dibidang

sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.

C. Syarat Wakaf

Ahli fikih mazhab Syafi’i (Imam Nawawi, Al-Syarbini Al-Khatib, Ramli

Al-Kabir, Ibn Hajar Al-Haitimi, Syaikh Umairah, dan Syaikh Sihabuddin Al-

Qalyubi) mendefinisikan wakaf dengan menahan harta yang dapat diambil

manfaatnya bukan untuk dirinya.Sementara benda itu tetap ada, dan digunakan

manfaatnya untuk kebaikan mendekatkan diri kepada Allah dengan memutus

kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk hal yang diperbolehkan.23

Untuk sahnya wakaf, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Wakif harus mukallaf (baligh), sebagai pemilik sendiri harta yang

diwakafkan, dan sukarela atas kehendak sendiri atau tidak dipaksa.

2. Harta yang diwakafkan harus milik wakif dan kekal atau tidak rusak

artinya dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan/pengunaan wakaf.

23 Muhamad Abid Abdullah Al-Kabisi. Hukum Wakaf (Depok: Dompet Dhuafa Republika Dan
IIMaN) 2004) hlm. 40.

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 13
3. Tujuan wakaf harus jelas untuk kemaslahatan ummat, penggunaannya

tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah atau syariat dan tidak

bertentangan dengan hukum atau kepentingan umum.

4. Nadzir harus mukallaf (baligh/dewasa), berakal sehat, jujur/adil, dan

mampu/amanah dalam mengurus/mengelola wakaf.

5. Aqad (sighat) atau ikrar wakaf harus dinyatakan dengan jelas dengan

tulisan atau lisan kepada Nadzir termasuk peruntukan wakaf harus

dinyatakan dengan jelas.

6. Wakaf dilaksanakan dengan tunai pada saat dilakukan ikrar wakaf, tidak

boleh diangsur dan tidak boleh khiyar.

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 14
BAB III

ANALISIS

A. Peran Wakaf dalam Pengembangan Ekonomi Umat

Peran wakaf dalam pengembangan ekonomi umat sangat ditentukan oleh

sistem manajemen dan pengelolaan yang akuntabel. Dengan penerapan sistem

pasar Islam yang bercirikan falaa yuntaqoshonna wa laa yudrabanna (jangan

dipersempit dan jangan dibebani) dan diawasi oleh pengawas pasar (Muhtasib)

Iqbal (2013:3), sehingga menjadi lokomotif kemakmuran. Pengelolaan dan

pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif dapat dilakukan

dengan berbagai cara. Kategori produktif yang dapat dilakukan antara lain cara

pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan,

agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan

gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana

pendidikan, sarana kesehatan, usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan

syariah.24

Menurut Huda (2014:492), solusi perwakafan mencakup aspek regulasi,

aspek nadzir dan aspek wakif, dimana belum optimalnya wakaf dalam mendorong

perekonomian di Indonesia karena adanya kendala dalam empowerment ketiga

aspek di atas. Dari ketiga aspek tersebut akan mengarah pada akuntabilitas dari

pengelolaan wakaf tersebut, sehingga pengelolaan wakaf menjadi profesional

(Budiman, 2011); (Antonio, 2008) profesionalitas dari pengelolaan wakaf

24 Murnir, Akhmad Sirojudin Munir, 2015, Optimalisasi Pemberdayaan Wakaf Secara Produktif,
Jurnal Ummul Qura Vol VI, No 2, September 2015, di unduh tgl 23 Agustus 2017

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 15
mengandung tiga filosofi yakni pola manajemen harus dalam proyek yang

terintegrasi, kedua mengedepankan kesejahteraan para nadzir yang seimbang

antara hak dan kewajibannya, serta ketiga aspek akuntabilitas dan transparansi.

Dari ketiga aspek di atas perlu adanya strategi pencapaiannya yakni melalui

sinergitas antara instansi terkait, optimalisasi komunikasi antara para pihak terkait

dan optimalisasi database wakaf serta inovasi dan ekspansi pengelolaan wakaf,

sehingga wakaf tersebut menjadi alternatif bagi kemakmuran sebuah negeri bisa

dicapai.25

Perlu diketahui bahwa berdasarkan statistik masih banyaknya nazir yang

belum melaporkan kinerja keuangannya secara rutin, ini menghambat aspek

akuntabilitas dan transparansinya sehingga menurunkan kepercayaan masyarakat

terhadap lembaga perwakafan di samping itu belum ada standar pelaporan khusus

wakaf pun menjadi kendala tersendiriselama ini pelaporan akuntansi wakaf masih

menggunakan PSAK syariah 109 untuk infak, zakat dan shodaqah. Jadi belum ada

PSAK syariah yang khusus mengatur pelaporan akuntansi keuangan wakaf.

Pengembangan ekonomi perlu ditopang dengan adanya sumber pendanaan untuk

mengerakkan pilar-pilar ekonomi tersebut, ada tiga sumber pendanaan sosial

yakni Ziswaf Accidental seperti menghadapi musibah bencana alam, kegagalan

usaha karena umat ini punya konsep aaqilah, Ta’awun dan komersial sepeti dalam

bentuk syirkah, mudharabah, qirad dan berbagai bentuk akad-akad syirkah

lainnya. Bila sumber-sumber pendanaan berbagai keperluan umat tersebut

dihidupkan dengan institusi-institusi yang sesuai, maka niscaya umat ini tidak

akan kekurangan sumber pendanaan untuk memajukan perekonomiannya.

25 Op.cit, Huda et. all , 2014

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 16
Penguasaan pasar dan sumber pendanaan dari Ziswaf dan syirkah juga

perlu adanya dukungan pemerintah. Dalam hal ini kemudahan dalam penerbitan

sertifikat wakaf dan bantuan pendanaan dalam penerbitannya, karena sekarang

dapat dilihat bahwa masih banyak tanah wakaf yang berlum bersertifikat. Maka

perlunya sokongan BWI agar dapat menjadi lembaga yang independen dan

profesional guna menjalankan amanah sebagai regulator dan operator (nazir), dan

pembinaan para nadzir dalam mengelola asset wakaf produktif. Selain itu peran

KUA sebagai pejabat dalam menerbitkan Akte Ikrar Wakaf turut membantu

dalam penerbitannya serta tidak terlalu membebani nadzir dari segi biaya

pengurusan ikrar wakaf.

Huda, (2014:485-486) Wakaf adalah salah satu instrumen dalam Islam

yang sangat potensial untuk dijadikan strategi pengentasan kemiskinan dan

kesenjangan nasional. Jika wakaf dikelola dengan baik, maka wakaf akan

berperan besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial

sebuah Negara (Kahf 2005; Muzarie 2010; Fathurrahman 2012). Menurut

Rahman (2009) wakaf berperan dalam pembangunan ekonomi secara langsung.

Wakaf telah menjadi salah satu alternatif pendistribusian kekayaan guna mencapai

pembangunan ekonomi. Hal tersebut karena wakaf memainkan peran penting

untuk menyediakan sarana pendidikan, kesehatan, sarana ibadah, serta fasilitas

umum lainnya. Fathurrohman (2012) menjelaskan bahwa masih banyak masalah-

masalah yang dihadapi dalam pengelolaan tanah wakaf secara produktif.

Munir (2015:106) terkait tata kelola yang baik, yang harus dilakukan

pertama adalah manajemen dan profesionalitas nadzir, baik mengenai (a)

kredibilitas terkait dengan kejujuran, (b) profesionalitas terkait dengan kapabilitas,

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 17
maupun (c) kompensasi terkait dengan upah pendayagunan sebagai implikasi

profesionalitasnya, yang kedua adalah peruntukan aset wakaf. Kemungkinan alih

fungsi (rubah peruntukan) dan relokasi menjadi suatu keharusan yang harus

dilakukan untuk pengembangan aset wakaf yang boleh jadi juga terpengaruh oleh

mekanisme pasar yang mempengaruhi kebutuhan peruntukan aset wakaf agar

lebih produktif.

B. Ketentuan tentang Tata Kelola dan Akuntabilitas Pengelolaan Wakaf di


Indonesia

Akuntabilitas merupakan proses dimana suatu lembaga menganggap

dirinya bertanggung jawab secara terbuka mengenai apa yang dilakukan dan tidak

dilakukannya. Secara operasional akuntabilitas diwujudkan dalam bentuk

pelaporan (reporting), pelibatan (involving), dan cepat tanggap (responding).

Akuntabilitas dapat menumbuhkan kepercayaan (trust) masyarakat kepada

lembaga. Karena itu akuntabilitas menjadi sesuatu yang penting karena akan

mempengaruhi legitimasi terhadap lembaga pengelola wakaf. Dengan demikian,

akuntabilitas bukan semata-mata berhubungan dengan pelaporan keuangan dan

program yang dibuat, melainkan berkaitan pula dengan persoalan legitimasi

publik (Budiman 2011).26

Wakif mengajukan akta wakaf melalui KUA dan menujuk nadzir melalui

ikrar wakaf, selanjutnya diajukan sertifikat wakaf melalui Badan Pertanahan

Nasional untuk mengelola aset wakaf sesuai dengan amanat wakif, kemudian

nadzir melalukan pengelolaan aset wakaf supaya produktif dan bermanfaat bagi

kemakmuran umat, dalam pelaporan kinerjanya baik yang bersifat keuangan dan

26 Ibid,Hudaet. all , 2014.

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 18
non keuangan dengan menggunakan sistem akuntansi Islam yakni yang sekarang

diadopsi adalah PSAK Syariah No. 109 tentang Zakat, Infaq dan Shadaqah.

Karena PSAK Syariah yang mengatur khusus mengenai wakaf belum selesai

dibuat oleh IAI, DSN, BI, dan BWI sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada

steakholder.

Lima prinsip yang terkandung dalam tata kelola perusahaan yang baik

seperti yang dikatakan oleh (Saepudin, 2010:1)27 yaitu Transparency,

Accountability, Responsibility, Indepandency dan Fairness dalam pengelolaa

wakaf harus dilakukan untuk menjaga kepercayaan steakholder. Salah satu

tahapan manajemen adalah pengawasan atau pengendalian (controlling) yang

berfungsi mengawasi aktivitas, menentukan apakah organisasi dapat memenuhi

targetnya, dan melakukan koreksi apabila diperlukan. Penerapan prinsip

pengawasan (controlling) akan menjadikan pengelolaan wakaf berjalan secara

efektif dan efisien. Pada aspek kelembagaan, pengawasan (controlling) ini akan

berdampak terwujudnya lembaga yang akuntabel. UU Nomor 41 Tahun 2004

pasal 64 menyatakan bahwa pelaksanaan pengawasan dapat menggunakan

akuntan publik. Pengaruh akuntabilitas terhadap pengelolaan wakaf terjadi secara

tidak langsung. Maksudnya bahwa lembaga yang kredibel dan akuntabel akan

memperoleh kepercayaan publik, sehingga organisasi tersebut mendapatkan

kepercayaan dari masyarakat sebagai lembaga wakaf yang amanah dan

profesional.

27Saefudin, 2010, Prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan 10 Prinsip Good Governance, Good
Corporate Governance (GCG) Perang BPKP dalam Pengembangan GCG,
https://saepudinonline.wordpress.com/2010/11/27/prinsip-good-corporate-governance-gcg-dan-10-prinsip-
good?governance/, diunduh tgl 28 Mei 2023

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 19
F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 20
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wakaf merupakan salah satu instrumen penting yang dapat menjadi sarana

pengentasan kemiskinan dimana potensi wakaf sangat besar, namun demikian

pemanfaatan wakaf tersebut masih banyak hambatan sehingga potensi zakat

tersebut belum maksimal. Hal ini ditunjukan dengan masih tingginya tingkat

kemiskinan dan masih rendahnya pembangunan infrastruktur yang dapat

mempercepat laju kemakmuran, akibat masih terbatasnya peruntukan aset wakaf

untuk fasilitas publik dan belum bersinerginya para pihak dalam pengelolaan

wakaf ini. Selain masih banyaknya nadzir yang belum menjalankan tata kelola

dan akuntabilitas kepada umat, hal ini masih banyak nadzir yang belum

melaporkan kinerja keuangannya sebab terbatasnya sumber daya manajemen dan

pengelolaannya. Sistem pelaporan akuntansi wakaf yang masih mengadopsi

PSAK Syariah 109 belum sepenuhnya mengakomodir transaksi wakaf karena

dalam prakteknya zakat infaq dan shodaqoh ada beberapa perbedaan dalam

pengakuan asetnya dan kewajibannya nadzir.

B. Saran

Diharapkan peran pemerintah dan para pihak untuk lebih konsen dalam hal

pengeolaan aset wakaf ini agar lokomotif kemakmuran umat dan penurunan angka

kemiskinan di negeri ini dapat terwujud, selain ini sosialisasi sistem pengelolaan

wakaf melalui BWI terhadap nadzir harus lebih insten, sehingga peran BWI

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 21
sebagai regulator dan operator berjalan optimal serta perlunya peran pemerintah

yang lebih optimal dalam kemudahan dalam penerbitan akta wakaf dan akta

sertifikat wakaf. Perlunya Sistem Pelaporan khusus wakaf dimana sekarang ini

masih dalam pembahasan antara DSN dan IAI Kompartemen Syariah dan Bank

Indonesia serta Badan Wakaf Indonesia dalam sebuah Seminar Internasional,

sehingga pelaporan akuntansi wakaf sesuai dengan amanat dari UU No. 41 tahun

2004 serta tata kelola yang baik khsusunya dalam hal akuntabel dan transparan.

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 22
DAFTAR PUSTAKA

Umar Said Sugiharto, 2009. Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Publikasi


Online.
Sayid Sabiq. 1997. Fiqih Sunnah. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
Suparman, Usman. 2006. Hukum Perwakafan Indonesia. Jakarta: Darul Ulum
Perss.
Hasbi Ashiddiqi. 1975. Pengantar Hukum Fiqh Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Maulana Muhammad Ali. 1980. The Religion of Islam (Penerjemah R. Kalang
dan HM. Bachrun). Jakarta: PT. Ichtiar Baru.
Anwar Haryono. 1968. Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya. Jakarta: Bulan
Bintang.
Ahmad Azhar Basyir. 1987. Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah dan Syirkah.
Bandung: PT. Al-Ma’arif.
Umar Said Sugiharto. 1993. Efektifitas Pendaftaran Tanah di Kota Malang
Setelah Berlakunya PP. No. 28 tahun 1977. Thesis: Publikasi Online.
Adam Malik. 2020. Hukum Wakaf: Pengertian, Dasar Hukum, Unsur, Syarat dan
Macam-macam Wakaf. https://www.situshukum.com/2020/08/hukum-
wakaf.html. Diakses tanggal 28 Mei 2023.
Saefudin, 2010, Prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan 10 Prinsip Good
Governance, Good Corporate Governance (GCG) Perang BPKP dalam
Pengembangan GCG,
https://saepudinonline.wordpress.com/2010/11/27/prinsip-good-corporate-
governance-gcg-dan-10-prinsip-goodgovernance/. Diakses tanggal 28 Mei
2023.
https://www.rumah.com/panduan-properti/tentang-wakaf-hukum-wakaf-jenis-
jenis-syarat-dan-aturan-hukum-23414. Diakses tanggal 28 Mei 2023.
https://blog.kitabisa.com/pengertian-wakaf-syarat-dan-hukumnya/. Diakses
tanggal 28 Mei 2023.

F I Q H Z I S W A F _ V I T A | 23

Anda mungkin juga menyukai