Anda di halaman 1dari 13

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

Perwafan di Indonesia H. Muhammad Lc, M.H.I.,

“ PROBLEMATIKA DALAM PERWAKAFAN “

Disusun Oleh :

Norhidayah 20.11.1120

PRODI AWAL AL-SYAKHSYYAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
MARTAPURA
2022

I
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan
hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, selalu dan selalu shalawat dan
salam tercurahkan kehadirat Nabi Muhammad SAW dan keluarganya dan juga para sahabat
beliau hingga yaumil qiyamah.

Tujuan pembuatan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas akademis fakultas
Syariah IAID Martapura prodi Ahwal Al-Syakhsiyyah dari dosen pengampu.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan,
oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari dosen untuk membangun, baik dari
segi teknik pengetikan atau pun dari segi isinya yang kurang sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Hal ini dikarenakan kurang nya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki,
tentunya saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.

Akhirnya kami berharap semoga penulisan makalah ini dapat berguna bagi kita
sekalian. Mudah mudahan Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmad serta hidayah nya
kepada kita sekalian. Aamiin.

Martapura, 13 juni 2022

Norhidayah

I
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pemahaman Bangsa Indonesia Terhadap Wakaf ....................................................... 3
B. Motivasi Masyarakat Indonesia Berwakaf.................................................................. 4
C. Dampak Pemahaman Masyharakat Indonesia Terhadap Wakaf................................. 7
D. Solusi Unuk Mengantisipasi Dampak Negatif dari Pemahaman Wakaf.................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 9
B. Saran .......................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf merupakan salah satu tuntutan ajaran Islam yang menyangkut kehidupan
bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima’iyah (ibadah sosial). Karena wakaf adalah
ibadah, maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah SWT dan ikhlas karena
mencari ridhanya. Salah satu pembentukan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf adalah Praktik wakaf yang ada di masyarakat belum sepenuhnya berjalam
tertib dan efisien, salah satu buktinya adalah di antara harta benda wakaf tidak terpelihara
dengan baik, terlantar, bahkan beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan
hukum.
Pelaksanaan Wakaf yang terjadi di Indonesia masih banyak yang dilakukan secara
agamis atau mendasar pada rasa saling percaya, yaitu wakif hanya menyerahkan tanah
wakaf kepada seorang nazhir tanpa dibarengi dengan adanya pembuatan Akta Ikrar
Wakaf (AIW). Kondisi ini pada akhirnya menjadikan tanah yang di wakafkan tidak
memiliki dasar hukum, sehingga apabila dikemudian hari terjadi permasalahan
mengenai kepemilikann tanah wakaf penyelesaiannya akan menemui kesulitan,
khususnya dalam hal pembuktian.
Dalam kenyataan, pada umumnya harta wakaf yang tidak didata dengan sebaik-
baiknya akan berujung pada perselisihan ketika wakif telah meninggal dunia, sebab
antara wakif dan nazhir tidak ada dokumen yang menguatkan posisi kedua belah pihak
bila keadaan semacam ini telah terjadi, maka tidak ada pihak yang berwenang yang
dapat bertindak sebagai penengah dengan data tertulis yang jelas, akhirnya harta wakaf
kehilangan fungsi dan porsi yang diharapkan oleh wakif.
Agar tidak timbul masalah-masalah mengenai wakaf tersebut, institusi yang bertugas
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf untuk
mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf adalah Menteri Agama. Menteri Agama
mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia dalam melakukan pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan wakaf.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemahaman Bangsa Indonesia Terhadap Wakaf ?
2. Apa yang menjadi motivasi masyarakat indonesia untuk berwakaf?
3. Bagaimana dampak pemahaman masyarakat Indonesia terhadap pemahaman wakaf?
4. Solusi alternatif apa yang tersedia untuk mengantisipasi dampak negatif pdari
pemahaman wakaf dilingkungan masyarakat.

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pemahaman bangsa Indonesia tentang Wakaf
2. Mengetahui Aspek yang menjadi motivasi masyarakat indonesia untuk berwakaf
3. Mengetahui dampak dari pemahaman masyarakat indonesia terhadap pemahaman
wakaf
4. Mengetahui solusi alternatif untuk mengantisipasi dampak negatik pemahaman wakaf
dilingkungan masyarakat

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemahaman Bangsa Indonesia tentang wakaf


Pemahaman mengenai wakaf bagi masyarakat Indonesia saat ini mendapatkan
pengaruh dari awal mulanya Islam dikenal di Indonesia serta pertumbuhannya di
berbagai wilayah. Pada umumnya, pemahaman wakaf di Indonesia lebih mengarah pada
hukum wakaf yang tertuang dalam fiqh oriented dengan mazhab syafi’i, dimana dapat
dilihat sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama Islam belajar di pesantren
salafiyyah, dimana contohnya ialah pada pondok pesantren yang ada di Jawa
diantaranya pesantren yang ada di Kudus, Lirboyo dan Serang yang menggunakan
mahzab Syafi’i dalam pengajarannya, sehingga dalam memahami wakaf juga
beperpedoman pada mahzab syafi’i yang dapat diukur melalui fiqih oriented dan
syafi’iyyah yang menjelaskan bahwa wakaf itu tidak diperbolehkan sehingga masih
menggunakan cara tradisional atau konvensional.
Pada kenyataan yang ada, masyarakat Indonesia melakukan kegiatan wakaf
dalam bentuk yang beragam serta memiliki nama yang beragam pula. Dimana dapat
ditemui seseorang yang mewakafkan tanahnya, kebun, bangunan rumah hingga benda
mati seperti mushaf Al-Quran dll. Dalam melaksanakan wakaf setiap orang memiliki
tujuan yang berbeda dimana dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yakni aspek
ideologis normatif dimana seorang muslim dalam pemahamannya mengenai waqaf ialah
suatu ibadah yang dilakukan atas ajaran agama serta wujud dari iman seseorang1.
Dalam agama islam, harta didefinisikan sebagai suatu asset yang telah diatur
oleh agama didasarkan cara menasarufkan harta yang dimiliki oleh seseorang,.Berdasar
aspek sosial ekonomis menurut pandangan Islam, zakat dapat dipergunakan saat kondisi
darurat atas kebutuhan pokok yang harus segera dipenuhi. Sedangkan wakaf memiliki
peran sebagai pengembangan yang dapat dijadikan suatu modal untuk mengatasi
permasalahan sosial serta perekonomian secara luas masyarakat Indonesia. Pada
pemahaman mengenai wakaf, masyarakat Indonesia cenderung dominan meyakini
wakaf yang diartikan dalam mahzab Syafi’iyyah. Dimana dalam pemahaman tersebut
terdapat beberapa anggapan, salah satunya ialah ikrar billisan dimana merupakan suatu

1
Ayu widianingsih, Pemahaman Wakaf di Indonesia (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
2006)

3
tingkat kejujuran serta sikap saling mempercayai yang dapat menjadi suatu pengaruh
yang besar pada tata cara dalam melakukan wakaf dimana nantinya tidak akan
melahirkan suatu permasalahan yang akan mendatang, selanjutnya yang ke dua
mengenai permasalahan wakaf harus memenuhi 6 syarat yang telah ditentukan, yakni :

1. Terdapat suatu benda yang bernilai, wakaf dinyatakan tidak sah apabila
mewakafkan selain benda, misalnya hak yang kaitannya dengan benda. Contohnya
hak pakai, hak irigasi dll.

2. Merupakan barang yang dapat bergerak ataupun tidak dimana memiliki suatu
manfaat dan fungsi yang abadi.

3. Berupa barang yang memiliki kejelasan.

4. Barang yang diwakafkan berstatus “al-milku at-tam” yang artinya milik dari yang
mewakafkan.

5. Barang yang telah diwakafkan selanjutnya memiliki kedudukan hak kepemilikannya


menjadi milik Allah yang mana dapat digunakan untuk khalayak umum sehingga
tidak dapat dilakukan jual-beli, digadaikan, diwariskan dll.

6. Melakukan wakaf kepada keluarga maupun orang tertentu (wakaf ahli) yang telah
dipilih oleh wakif atau keagamaan maupun mayarakat (wakaf Khairi) mengenai
boleh tidaknya melakukan penukaran atau penjualan harta wakaf yang mereka miliki.

B. Motivasi Masyarakat Indonesia Berwakaf

Wakaf merupakan salah satu sumber dana sosial potensial yang erat kaitannya
dengan kesejahteraan umat di samping zakat, infak dan sedekah. Terlebih karena ajaran
agama menjadi motivasi utama masyarakat untuk berwakaf. Di Indonesia, wakaf telah
dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia.
Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi,
wakaf telah banyak membantu pembangunan secara menyeluruh di Indonesia, baik
dalam pembangunan sumber daya manusia maupun dalam pembangunan sumber daya
sosial.2

2
Ayu widianingsih, Pemahaman Wakaf di Indonesia (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
2006)

4
Tak dapat dipungkiri, bahwa sebagian besar rumah ibadah, perguruan Islam dan
lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya dibangun diatas tanah wakaf. Namun amat
disayangkan bahwa persepsi sebagian besar masyarakat Muslim di Indonesia mengenai
obyek wakaf masih terbatas pada tanah dan bangunan dan meskipun saat ini sudah
mulai berkembang pada uang, saham dan benda bergerak lainnya. Demikian pula
berdasarkan data yang ada dalam masyarakat, umumnya wakaf di Indonesia sebagian
besar di gunakan untuk kuburan, masjid dan madrasah, dan sedikit sekali yang di
dayagunakan secara produktif. Hal itu tentunya tidak terlepas dari kenyataan bahwa
sebagian besar harta yang diwakafkan baru berkisar pada asset tetap (fixed
asset), seperti tanah dan bangunan.

Secara khusus tidak ditemukan nash al-Qur’an, maupun hadits yang secara tegas
menyebutkan dasar hukum yang melegitimasi dianjurkannya wakaf. Tetapi secara
umum banyak ditemukan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang menganjurkan agar orang
yang beriman mau menyisihkan sebagian dari kelebihan hartanya digunakan untuk
proyek yang produktif bagi masyarakat. Di antara nash al-Qur’an dan hadits yang dapat
dijadikan sumber legitimasi wakaf ialah:

1. Dasar hukum dari al-Qur’an:


“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan,
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (QS. Ali Imran (3):92).
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik”. (QS. Al-Baqarah ( 2):267).
”Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”.(QS. Al-Hajj
(22):77).

Ayat-ayat di atas menganjurkan agar orang yang beriman mau menyisihkan


sebagian hartanya untuk kepentingan masyarakat dan wakaf adalah salah satu
cara menginfakkan sebagian harta untuk kemaslahatan umat.

2. . Dasar hukum dari hadits Rasulullah SAW:


“Apabila manusia wafat, terputuslah amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal,yaitu
3
Hendra Kholid, Wakaf Uang Perspektif HUkum dan ekonomi Islam (UIN jakarta, Badan Wakaf
Indonesia, 2011)

5
sedekah jariyah, atau ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan, atau anak yang saleh
“ (HR. Muslim).

Para ulama menafsirkan sabda Rasulullah SAW sedekah jariyah dengan


wakaf. Kemudian sebuah hadits: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, r.a.,
bahwa Umar bin Khathab mendapat sebidang tanah di Khaibar. Lalu ia
menghadap Rasulullah Saw untuk memohon petunjuknya, apa yang sepatutnya
dilakukan buat tanah tersebut. Umar berkata kepada Rasulullah Saw : Ya
Rasulullah ! Saya memperoleh sebidang tanah di Khaibar dan saya belum pernah
mendapat harta lebih baik dari tanah di Khaibar itu. Karena itu saya mohon
petunjukmu tentang apa yang sepatutnya saya lakukan pada tanah itu. Rasulullah
bersabda : “Jika engkau mau, tahanlah zat(asal) bendanya dan sedekahkanlah
hasilnya”. Umar menyedekahkannya dan mewasiatkan bahwa tanah tersebut
tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwarisi. Umar
menyalurkan hasil tanah itu bagi orang-orang fakir, keluarganya, membebaskan
budak, orang-orang yang berjuang di jalan Allah, orang-orang yang kehabisan
bekal dalam perjalanan dan tamu. Dan tidak berdosa bagi orang yang mengurusi
harta wakaf tersebut makan dari hasil wakaf tersebut dalam batas-batas
kewajaran atau memberi makan orang lain dari hasil wakaf tersebut”.

Demikian di antara beberapa nash al Qur’an dan hadits yang dapat dijadikan
landasan utama disyari’atkannya wakaf dalam Islam. Hanya saja, jika kita
cermati dari nash-nash hadits yang menjadi sumber hukum wakaf, maka tampak
sedikit sekali jika dibandingkan dengan aturan-aturan yang ditetapkan
berdasarkan ijtihad fuqaha yang didasarkan pada pertimbangan istihsan,
maslahah dan urf. Pandangan yang serupa juga diungkapkan oleh Wahbah al
Zuhaili dalam bukunya al-Fiqh al Islamy Wa Adilatuhu.3

Karenanya, wakaf merupakan salah satu konsep fiqih ijtihadi. Artinya ia,
sebagai hasil ijtihad yang lahir dari pemahaman ulama terhadap nash-nash yang
menjelaskan tentang pembelanjaan harta. Konsep tersebut muncul sebagai respon
dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar tentang pertanyaan Umar bin
4
Hendra Kholid, Wakaf Uang Perspektif HUkum dan ekonomi Islam (UIN jakarta, Badan Wakaf
Indonesia, 2011)

6
Khattab mengenai pemanfaatan tanahnya di Khaibar.4 Permasalahan tentang
wakaf memang tidak dijelaskan secara tegas didalam al-Qur’an. Kendati
demikian para mujtahid, sebagai para pemuka umat Islam, berupaya
mengembangkan lebih lanjut mengenai masalah tersebut dari sumber aslinya
yaitu al-Qur’an serta diikuti oleh beberapa hadits yang mendukung.

C. Dampak Pemahaman Masyarakat Indonesia Terhadap Wakaf


Pemahaman masyarakat Indonesia yang bersifat fiqh oriented dan bercorak
syafi’iyyah sehingga mengakibatkan beberapa dampak sebagai berikut:
1. Melahirkan pemahaman lama dalam pengelolaan wakaf, seperti adanya anggapan
bahwa wakaf semata milik Allah yang tidak boleh diubah/ganggu gugat.
2. Pemahaman masyarakat terhadap wakaf bersifat konvensional konservatif sulit
diajak maju hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat atas pentingnya
pemberdayaan wakaf untuk kesejahteraan umum yang akhirnya menjadi problem
yang harus dipecahkan bersama.
3. Banyak kasus sengketa wakaf karena memang tidak ada bukti hitam di atas putih
sehingga ini menjadi persoalan yang cukup serius pada saat saat ini.
4. Pemahaman wakaf tersebut melahirkan para nazhir tidak professional. Padahal posisi
Nazhir menempati peran sentral dalam mewujudkan tujuan wakaf yang ingin
melestarikan manfaat wakaf.
5. Banyak asset wakaf yang akhirnya belum mempunyai sertifikat wakaf dan tentnunya
mengakibatkan beberapa persoalan di hari-hari mendatang

D. Solusi untuk mengantisipasi dampak negatif dari pemahaman wakaf


Untuk mengantisipasi dampak negative dari pemahaman masyarakat Indonesia
terhadap wakaf maka kiranya diperlukan solusi-solusi alternative mengkaji, menganalisis
dan kemudian merumuskan strategi pengelolaan dan menerapkannya dalam rangka
pengembangan wakaf secara berkesinambungan. Dengan demikian perlu dibuat rencana

5
Hendra Kholid, Wakaf Uang Perspektif HUkum dan ekonomi Islam (UIN jakarta, Badan Wakaf
Indonesia, 2011)
6
ARIFIN, Jaenal. Problematika perwakafan di indonesia (telaah historis sosiologis). ZISWAF: Jurnal
Zakat dan Wakaf, 2015, 1.2: 1-24.

7
program yang jelas dengan tahapan-tahapan yang jelas pula, dan dapat dipilah-pilah dalam
jangka waktu tertentu sebagai berikut :
1. Pemanfaatan Badan Wakaf Indonesia secara nyata dan maksimal sesungguhnya lebih
utama untuk segera diwujudkan. Hal ini berarti Badan Wakaf Indonesia, yang telah
mendapat pengakuan dari Undang-undang, perlu menyusun Progam-progam kerja
yang brilian untuk segera dilaksanakan.
2. Penyiapan manusia yang berkualitas yang akan bertindak sebagai Nadzir harus benar-
benar disiapkan dan harus segera diupayakan. Misalnya melaui pendidikan secara
khusus untuk kemudian diposisikan menjadi nadzir
3. Guna mengatasi sengketa wakaf maka perlu segera dilakukan pensertifikatan wakaf.
Hal ini dapat dilakukan melaui sebuah sosialisasi dan pembinaan masyarakat secara
menyeluruh tentang pentingnya sertifikat wakaf serta membentuk tim advokasi yang
betul-betul mau bekerja secara ikhlas dan maksimal guna mengatasi sengketa tanah
wakaf yang saat ini cukup banyak terjadi diberbagai daerah
4. Pengembangan harta wakaf menuju kearah produktif yang diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan umum. Dengan program dan system yang baik, namun
hal demikian diperlukan adanya dukungan dan dana yang cukup. Untuk itu diperlukan
kecerdasan, kepandaian, serta hubungan yang baik dengan beberapa instansi yang
diharapkan dapat memberikan dukungan serta pendanaan tersebut; misalnya
Pemerintah, bank syariah dan lain sebagainya.
5. Lebih dari itu system pengawasan yang cermat dan bertanggung jawab sangat
diperlukan dalam pengembangan serta pengelolaan harta wakaf. Ini semua
dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan. Hal ini juga
merupakan progam agar terrealisasikannya undang-undang wakaf tersebut
6. Apabila para pengelola atau para Nadzir harta benda wakaf telah memenuhi standar
Kriteria sebagaiamana yang dijelaskan di atas, maka pengelolaan harta wakaf tentu
bisa berkembang dengan baik. Dari berbagai upaya tersebut diharapkan harta wakaf
dapt dijadikan sebagai Aset yang berupa investasi usaha atau asset yang menghasilkan
barang atau jasa sehingga lebih mampu untuk dapat meningkatkan kesejahteraan
umat5

7
ARIFIN, Jaenal. Problematika perwakafan di indonesia (telaah historis sosiologis). ZISWAF: Jurnal
Zakat dan Wakaf, 2015, 1.2: 1-24.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemahaman wakaf di Indonesia lebih mengarah pada hukum wakaf yang
tertuang dalam fiqh oriented dengan mazhab syafi’i, dimana dapat dilihat sebagian besar
masyarakat Indonesia yang beragama Islam belajar di pesantren salafiyyah, dimana
contohnya ialah pada pondok pesantren yang ada di Jawa diantaranya pesantren yang
ada di Kudus, Lirboyo dan Serang yang menggunakan mahzab Syafi’i dalam
pengajarannya, sehingga dalam memahami wakaf juga beperpedoman pada mahzab
syafi’i yang dapat diukur melalui fiqih oriented dan syafi’iyyah yang menjelaskan
bahwa wakaf itu tidak diperbolehkan sehingga masih menggunakan cara tradisional atau
konvensional.
Wakaf merupakan salah satu sumber dana sosial potensial yang erat kaitannya
dengan kesejahteraan umat di samping zakat, infak dan sedekah. Terlebih karena ajaran
agama menjadi motivasi utama masyarakat untuk berwakaf. Adapun dampak
Pemahaman Wakaf seperti melahirkan pemahaman lama, Pemahaman masyarakat
bersifat konvensional, kasus sengketa wakaf banyak karena tidak ada hitam di atas putih,
dan lain-lain.Untuk mengantisipasi dampak negative dari pemahaman masyarakat
Indonesia terhadap wakaf maka kiranya diperlukan solusi-solusi alternative mengkaji,
menganalisis dan kemudian merumuskan strategi pengelolaan dan menerapkannya
dalam rangka pengembangan wakaf secara berkesinambungan.

B. Saran
wakaf adalah saran untuk mewujudkan kesejahteraan., untuk mewujudkan
kesejahteraan tersebut maka harus ada kesadaran wakaf dilingkungan masyarakat dan
juga regulasi dari pemerintah yang sesuai syariat islam agar tercipta sistem perwakafan
yang stabil dan benar

9
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, J. (2015). Problematika perwakafan di indonesia (telaah historis


sosiologis). ZISWAF: Jurnal Zakat dan Wakaf, 1(2), 1-24.
https://kumparan.com/ayu-widaningsih-2019/pemahaman-wakaf-masyarakat-
indonesia-1wxFgBMQ6ou/full
https://www.bwi.go.id/624/2011/08/16/wakaf-uang-perspektif-hukum-dan-
ekonomi-islam/

10

Anda mungkin juga menyukai