Anda di halaman 1dari 13

SENGKETA TANAH WAKAF

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata kuliah Hukum Perdata


Dosen Pengampu: Bapak Bagas Heradhyaksa

Disusun oleh:
Nama: Arjuna Luqman Hakiem
NIM: 2102036094
Kelas: HES C2

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO KOTA SEMARANG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ingatlah untuk berterima kasih kepada orang-
orang yang memberikan ide dan materi. Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan, saya berharap makalah ini dapat
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari Anda.
Sebagai penulis, saya merasa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Sebagai imbalannya, saya
mengharapkan kritik dan saran yang benar-benar membangun dari para pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini.

Semarang, 15 Juni 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................4
BAB II.................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..................................................................................................................5
A. Pengertian Wakaf...................................................................................................5
B. Syarat-syarat Wakaf...............................................................................................6
C. Penyebab Sengketa Tanah Wakaf..........................................................................7
D. Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf....................................................................7
BAB III................................................................................................................................9
PENUTUP...........................................................................................................................9
A. Kesimpulan............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam telah memberi kesempatan bagi umatnya untuk mendapatkan pahala dari
Allah SWT salah satunya dengan wakaf. Meskipun dalam Al-Quran tidak dijelaskan
secara jelas anjuran tentang wakaf, namun secara tidak langsung dalam beberapa ayat
dalam Al-Quran menganjurkan secara tersirat menggunakan istilah infaq. 1Berbagai
masalah persengketaan tanah wakaf mulai muncul seiring perkembangan zaman,
munculnya masalah ini dikarenakan ketidakjelasan administrasi, dokumentasi, dan
bahkan persengketaan tanah wakaf juga dikarenakan adanya konflik antara pihak wakif
dengan pihak nadzir.
Dalam kondisi seperti sekarang ini di mana kondisi nilai dan penggunaan tanah
semakin luas, tanah wakaf yang tidak jelas secara hukum dan dokumentasi tersebut,
menyebabkan terjadinya banyak kerawanan dan memudahkan terjadinya
penyimpangan dari hukum Islam dan tujuan perwakafan.2 Praktek yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan dengan tertib dan efisien, sehingga
berbagai kasus dalam wakaf tidak terurus sebagaimana yang telah disepakati, terlantar
dan beralih dari tangan satu ketangan yang lain dengan cara melawan hukum. Keadaan
demikian tidak hanya disebabkan karena ketidakmampuan atau kelalaian dari Nadzir
dalam mengelola dan mengurus tanah wakaf, melainkan juga sikap masyarakat yang
belum memahami atau terlalu tidak peduli mengenai status tanah wakaf yang
seharusnya dirawat, dijaga, dan dilindungi demi kesejahteraan sesuai dengan tujuan,
bahkan keadaan ini juga bisa terjadi karena adanya perselisihan antara pihak Nadzir
dan pihak Wakif, terjadinya perselisihan tersebut menyebabkan kesungkanan antara
kedua belah pihak, hal tersebut dapat menimbulkan tidak terurusnya harta wakaf yang
berupa tanah wakaf.
Harta yang sudah diwakafkan sesungguhnya merupakan milik umat, dengan itu
manfaatnya juga harus dapat dirasakan oleh umat dan karena itu tataran idealnya maka
harta wakaf merupakan tanggung jawab bersama untuk mempertahankan
1
Muhammad Rifqi Hidayat. Penyelesaian sengketa wakaf melalui jalur litigasi dan non-litigasi. Vol9. No2.
Tahun 2019. Hlm 186
2
Nur Fadhilah. Sengketa Tanah Wakaf dan Strategi Penyelesaiannya. Vol3. No1. Tahun 2011. Hlm 72

1
keeksisannya. Dengan begitu keberadaan lembaga yang mengurus tentang harta wakaf
diperlukan sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh sebagian negara-negara Islam
lainnya. Indonesia terkesan lambat dalam masalah pengurusan wakaf padahal
mayoritas agama yang ada di Indonesia adalah Islam. Hal tersebut menyebabkan
banyaknya harta-harta wakaf kurang terurus dan bahkan masih ada yang belum dapat
dimanfaatkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah menerbitkan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Lahirnya Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang wakaf tersebut memberikan sedikit harapan bagi perkembangan
perwakafan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tersebut memberikan
amanat kepada pemerintah untuk memberikan pembinaan kepada lembaga wakaf di
Indonesia agar dapat ikut serta berperan dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.3 Wakaf sebagai bidang keagamaan, selain berfungsi keagamaan wakaf
juga memiliki fungsi sosial. Wakaf merupakan suatu ungkapan dari perasaan iman
yang kuat dan rasa solidaritas yang tinggi antara sesama manusia. Karena itu, Wakaf
merupakan salah satu cara untuk mewujudkan dan menjaga hablum minallah dan
hablum minannas yaitu hubungan antara manusia dengan sang pencipta dan hubungan
manusia dengan sesama manusia. Dalam fungsinya sebagai ibadah, wakaf diharapkan
bisa menjadi bekal bagi si wakif di kehidupan berikutnya atau di akhirat. Dalam fungsi
sosial wakaf adalah aset yang sangat berharga dalam pembangunan, disamping
merupakan usaha pembentukan kepribadian dan pengujian keikhlasan seorang muslim
untuk merelakan sebagian hartanya untuk kepentingan umat, juga merupakan investasi
pembangunan yang bernilai sangat tinggi, Tanpa memperhatikan waktu dan
keuntungan materi bagi orang yang mewakafkan (wakif). Peranannya juga dapat
dirasakan dalam masyarakat seperti, pemerataan kesejahteraan di kalangan umat dan
penanggulangan kemiskinan juga termasuk diantara sekian banyak sasaran dari tujuan
perwakafan.
Wakaf memiliki beberapa unsur dan rukun, diantaranya yaitu oranag yang
berwakaf (wakif), adanya barang yang akan diwakafkan (mauquh nih), adanya
penerima wakaf (nadzir), adanya aqad atau penyerahan wakaf dari pihak wakif kepada
orang atau tempat berwakaf (simauquf alaihi). Diantara keempat unsur tersebut nadzir

3
Upi Komariah. Sengketa Wakaf di Pengadilan Agama. Vol3. No2. Tahun 2014. Hlm 118

2
merupakan pihak yang memiliki tanggung jawab paling penting atas pengelolaan harta
wakaf karena harta wakaf adalah amanah dari pihak yang mewakafkan yang menjadi
tanggung jawab nadzir. Dalam fiqih nadzir juga dapat diartikan sebagai mauquf alaih
yaitu orang yang diserahi pengelolaan harta benda wakaf. Pengelolaan wakaf dapat
terlaksana dan terarah secara maksimal agar terciptanya tujuan wakaf, apabila nadzir
dapat mengelola secara profesional dan amanah. Mengawasi harta wakaf pada dasarnya
merupakan hak wakif, tetapi wakif boleh juga menyerahkan hak pengawasan tersebut
kepada orang lain, baik itu nadzir perorangan ataupun organisasi.4
Fungi, tujuan, dan penyediaan wakaf merupakan hak seorang wakif. Wakif
bebas menentukan untuk apa dan kepada siapa harta benda wakafnya akan ditujukan,
dengan catatan bahwa syarat dan tujuan tersebut tidak bertentangan dengan syariat
agama. Secara formal sebagaimana yang tertera dalam akta wakaf, peruntukan dan
nadzir wakaf tidak menyimpang dan manfaat benda wakaf dapat tetap terjaga. Namun
pada hakekat dan substansinya, amanah dari wakif kepada nadzir mengenai lemvaga
pengelola harta wakaf tidaklah terlaksana. Keinginan wakif bahwa tanah wakaf
tersebut dikelola dengan sebaik-baiknya dikesampingkan oleh nadzir. Ditambah lagi
sebenarnya nadzir mengetahui keinginan wakif tersebut. Dengan demikian dalam
menentukan tujuan, peruntukan dan syarat wakafnya seorang wakif menjadi hilang.
Jika dihubungkan dengan asas praduga baru wakaf, yaitu asas
pertanggungjawaban, nadzir dituntut untuk mahir dalam mengelola harta wakaf yang
diamanahkan kepadanya. Asas ini juga memiliki kaitan yang erat dengan keikhlasan
dalam berwakaf. Dimana keikhlasan wakif menjadi kunci utama dari pahala yang terus
mengalir kepada wakif sebagai pemberi wakaf. Oleh karena itu nadzir dituntut untuk
selalu mempertimbangkan atas hal-hal yang berkaitan dengan harta benda wakaf dalam
mengambil keputusan. Jika dikaitkan dengan kasus-kasus di atas maka timbul
pertanyaan apa tindakan nadzir yang mengesampingkan keinginan dari wakif itu dapat
dibenarkan? Apakah tindakan nadzir tersebut telah sesuai dengan asas
pertanggungjawaban dalam mengelola harta tanah wakaf? Melihat dari kasus tersebut

4
Fisca Ariyanti. Penerapan Asas Pertanggungjawaban Wakaf Terhadap Tindakan Nadzir Dalam
Menentukan Lembaga Pengelola Wakaf Yang Tidak Sesuai Dengan Keinginan Wakif. (Skripsi Program Studi
Sarjana Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Tahun 2018. Hlm 4-5

3
realitanya justru timbul jarak antara wakif dan nadzir sehingga pemanfaatan harta
wakaf menjadi kurang maksimal.
Berdasarkan uraian kasus-kasus di atas serta dikaitkan dengan asas dalam
hukum wakaf, penulis tertarik mengkaji mengenai bagaimana penerapan asas
pertanggungjawaban pengelolaan harta tanah wakaf atas beberapa masalah seperti tidak
adanya dokumentasi perwakafan, ketidakpedulian masyarakat sekitar yang menjadi
penghambat pengelolaan harta tanah wakaf, dan perselisihan nadzir dan wakif,
sehingga menyebabkan adanya sengketa tanah wakaf. Maka dari itu penulis melakukan
melakukan penelitian dalam bentuk makalah yang berjudul: “Sengketa Tanah
Wakaf”.

B. Rumusan Masalah
Dari beberapa masalah di atas, penulis dapat mengambil beberapa rumusan
masalah yang akan dibahas untuk menghindari kesalahpahaman yang kemungkinan
bisa terjadi, khususnya mengenai sengketa tanah wakaf. Rumusan yang akan di bahas
antara lain:
1. Apa pengertian wakaf?
2. Apa saja syarat-syarat dalam wakaf?
3. Apa saja yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah wakaf?
4. Bagaimana penyelesaian masalah sengketa tanah wakaf?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengertian dari wakaf
2. Mengetahui dan memahami syarat-syarat dalam wakaf
3. Mengetahui penyebab terjadinya sengketa tanah wakaf
4. Mengetahui dan memahami penyelesaian sengketa tanah wakaf

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf
Secara etimologis wakaf berasal dari istilah Arab yakni waqf yang memiliki arti
“menahan, diam ditempat, dan berhenti”. Sedangkan wakaf menurut Syara’ adalah
menahan harta (benda) dan memanfaatkannya kedalam jalan Allah. Dalam ilmu fiqih,
wakaf diartikan sebagai memelihara dan menjaga keutuhan suatu benda yang masih dapat
digunakan di jalan. penggunaan hasilnya di jalan kebaikan dan kebenaran untuk
mendekatkan diri kepada kebenaran atau Allah SWT.
Adapaun menurut jumhur ulama wakaf diartikan sebagai, menurut imam Hanafi
wakaf adalah menahan harta (benda) milik seorang waqif (orang yang menyumbangkan
atau mewakafkan hartanya) untuk memanfaatkannya kepada suatu lembaga atau kepada
siapapun yang dikehendaki sebagai tujuan kebaikan, menurut imam Maliki wakaf
bertujuan untuk memberikan keuntungan dari aset yang dimiliki oleh wakif kepada
mereka yang memiliki hak (sighat) atas kontrak dalam jangka waktu tertentu atas
permintaan wakif, menurut imam Syafi’i wakaf adalah menahan harta (benda) yang
bermanfaat dan kekal benda tersebut dengan mengakhiri hak pengurusan harta seorang
wakif untuk diberikan hak pengurusan harta tersebut kepada seorang nadzir yang
disyariatkan oleh agama Islam, dan menuurut imam Hambali wakaf adalah menahan
harta (benda) untuk memberikan manfaatnya yang dihasilkan oleh barang tersebut.
Dalam Undang-Undang Wakaf No 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa wakaf
adalah perbuatan hukum oleh seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum untuk
memisahkan sebagian harta bendanya dan melembagakannya secara tetap untuk
keperluan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ajaran Islam. Pengertian dalam undang-undang ini agaknya sama dengan pengertian
wakaf yang termuat dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia pasal 215. Pasal 1 (1) PP
No. 28 1977. Dari pengertian wakaf yang berbeda dapat disimpulkan bahwa wakaf
dimaksudkan untuk memberikan manfaat atau keuntungan harta benda wakaf kepada
yang berhak dan mempergunakannya sebagaimana mestinya. Ajaran syariat islam.
Sebagai fungsi wakaf, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 41

5
Tahun 2004, secara khusus wakaf memiliki fungsi mewujudkan potensi dan manfaat
ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan promosi kepada masyarakat.5

B. Syarat-syarat Wakaf
Dalam beberapa kasus wakaf sering terjadi hal yang tidak diinginkan termasuk
kegagalan dalam praktek wakaf tersebut karena beberapa pihak tidak mengerti apa itu
wakaf dan syarat-syarat wakaf itu sendiri. Untuk kesuksesan dan kesahan dalam ibadah
wakaf perlu diketahui syarat-syarat wakaf, yaitu :
a. Wakif (orang yang menyumbangkan atau mewakafkan hartanya). Wakif atau
orang yang berwakaf diharuskan untuk memenuhi kriteria berikut yakni orang
tersebut sudah baligh, berakal (tidak gila), dan tidak ada paksaan atau terpaksa.
Baligh tersebut dapat diartikan sebagai usia yang sudah matang dan memiliki
pertimbangan saat menentukan pilihannya. Wakaf sendiri tidak disahkan apabila
wakif tersebut seorang anak anak dibawah umur, orang yang memiliki gangguan
jiwa, dan orang yang terpaksa, karena hal tersebut dapat menghambat proses
wakaf itu sendiri
b. Mauquf (harta yang diwakafkan). Mauquf disyaratkan memenuhi kriteria berikut,
barang tersebut harus jelas baik itu wujudnya maupun kegunaannya, milik wakif
itu sendiri, dan memiliki manfaat jangka panjang. Tidak disahkan apabila wakaf
dalam bentuk manfaat, karena wakaf tersebut harus berbentuk barang.
c. Mauquf ‘alaih (wakif atau orang/lembaga yang diberi wakaf). Mauquf’alaih
dibagi menjadi dua yakni tertentu dan tidak tertentu. Mauquf’alaihi tertentu
merupakan harta yang diberikan kepada seorang atau dua orang atau lebih dan
memiliki kemampuan untuk memanfaatkan harta wakaf tersebut. Kemudian
mauquf alaihi tidak tertentu yaitu harta wakaf yang diberikan kepada suatu
lembaga atau masyarakat untuk dimanfaatkan harta wakaf tersebut, hal tersebut
diniatkan untuk berbuat baik dan mendapat ridha dari Allah SWT.
d. Sighat wakaf (ijab qabul pemberian wakaf dan penerima wakaf). Shighat wakaf
merupakan ijab qabul baik secara lisan, isyarat maupun menggunakan tulisan.

5
Junaidi Abdullah dan Nur Qodin. Penyelesaian Sengketa Wakaf Dalam Hukum Positif. Vol1. No1.
Tahun 2014. Hlm 40-42

6
Wakaf dapat disahkan apabila terjadi ijab qabul antara seorang wakif dan
nadzir/mauquf alaihi. 6

C. Penyebab Sengketa Tanah Wakaf


Terjadinya sengketa tanah wakaf tidak mungkin terjadi begitu saja, beberapa
faktor penyebab terjadinya bisa saja terjadi karena masalah internal maupun eksternal.
Penyebab sengketa tanah wakaf biasanya dimulai dari pergesekan atau perbedaan
pendapat antara pihak satu dengan yang lain. Biasanya salah satu dari pihak akan merasa
tertindas dan akan menyebabkan perubahan strata sosial, dan pihak lainnya akan merasa
sebagai penguasa. Dari beberapa kasus sengketa tanah wakaf dapat dipahami bahwa
penyebab terjadinya sengketa tersebut dari faktor internal, yaitu:
a. Terjadinya pergesekan atau permasalahan antara pihak yang berwakaf (wakif),
dengan pihak/lembaga yang menerima wakaf (mauquf ‘alaih).
b. Tanah wakaf yang diberikan kepada pihak/lembaga wakif tidak segera dibuatkan
akta wakaf.
c. Ikrar dari seorang wakif hanya dilakukan apa adanya.
d. Salah satu pihak keluarga ada yang tidak setuju dengan wakaf tersebut, dan
membuat kegaduhan saat terjadinya ikrar wakaf.
e. Mendapatkan penolakan dari pihak/lembaga yang menerima wakaf karena proses
ikrar wakaf yang terlalu berbelit-belit.7
Adapun penyebab terjadinya sengketa tanah wakaf dari faktor eksternal, yaitu:
a. Sulitnya membuat akta wakaf yang dikarenakan pada saat itu belum adanya
undang-undang yang mengatur tentang perwakafan.
b. Proses surat-menyurat tanah yang tidak jelas adanya.
c. Sulitnya mendaftarkan wakaf karena surat-surat tanah yang tidak jelas dan belum
adanya undang-undang mengenai perwakafan.

D. Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf


Dalam masalah sengketa tanah wakaf, penyelesaiannya diatur dalam UU No 41
Tahun 2004 Pasal 62 yang dimana penyelesaian masalah persengketaan wakaf dapat

6
Muh. Fudhail Rahman. Wakaf dalam Islam. Vol1. No1. Tahun 2009. Hlm 85-86
7
Mohammad Syamsul Arifin. Peranan Badan Wakaf Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa Tanah
Wakaf. Vol4. No1. Tahun 2020. Hlm 30-31

7
melalui jalur musyawarah untuk menghasilkan mufakat. Jika hal tersebut tidak
membuahkan hasil, persengketaan wakaf dapat ditempuh dengan mediasi, pengadilan,
dan arbitrase.8
Adapun beberapa cara mengenai penyelesaian persengketaan tanah wakaf yaitu
melalui jalur berikut:
a. Jalur Non-Litigasi
Jalur ini lebih berkonsentrasi kepada perdamaian (alternatif penyelesaian)
dan mediasi. Di mana perdamaian dalam beberapa kitab fiqih adalah poin utama
dalam hukum Islam untuk menyelesaikan suatu persengketaan, karena
perdamaian merupakan hakikat dan fitrah manusia itu sendiri. Dalam hukum
Indonesia penyelesaian persengketaan tertulis dalam Pasal 1851 KUHPer yang di
mana isinya “Perdamaian merupakan dimana pihak satu dengan pihak yang
lainnya menyerahkan, atau menyudahi permasalahan untuk mencegah timbulnya
masalah. Jika dilakukan secara tertulis maka persetujuan ini tidak akan sah.”
Sedangkan mediasi merupakan proses perundingan untuk memecahkan
suatu masalah, yang mempertemukan pihak satu dengan pihak lainnya yang
sedang bersengketa untuk bermusyawarah agar mencapai mufakat. Dalam
mediasi dibutuhkan orang ketiga yang disebut mediator yang bertugas
menyokong pihak yang bersengketa untuk menuntaskan permasalahan-
permasalahan yang sedang terjadi.
b. Jalur Litigasi
Jalur Litigasi merupakan jalur yang ditempuh jika menggunakan jalur
non-litigasi tidak berhasil. Yakni penanganan sengketa tanah wakaf dengan
melewati jalur pengadilan. Lembaga Pengadilan Agama lewat Pasal 49 UU No. 7
Tahun 1989 yang diganti dengan UU No. 3 Tahun 2006 menetapkan urusan yang
merupakan otoritas lembaga pengadilan agama.
UU Wakaf No 41 Tahun 2004 terdapat keputusan pidana, yaitu masih
terbatasnya lembaga nadzir dan pemerintah pembuat akta wakaf. Yang dijelaskan
dalam pasal 67 ayat (1) dan ayat (3).9
8
Mohammad Syamsul Arifin. Peranan Badan Wakaf Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa Tanah
Wakaf. Vol4. No1. Tahun 2020. Hlm 31
9
Junaidi Abdullah dan Nur Qodin. Penyelesaian Sengketa Wakaf Dalam Hukum Positif. Vol1. No1.
Tahun 2014. Hlm 46-53

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari Pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf merupakan
menahan, memelihara dan menjaga keutuhan suatu benda yang masih dapat digunakan di
jalan. Penggunaan hasilnya di jalan kebaikan dan kebenaran untuk mendekatkan diri
kepada kebenaran atau Allah SWT. Yang dimana memiliki syarat orang yang berwakaf
harus baligh, berakal dan tidak gila, harta yang diwakafkan harus berwujud dan jelas
manfaatnya, ada orang atau lembaga yang menerima wakaf tersebut, dan adanya ijab
qabul dan persetujuan antara kedua belah pihak baik secara lisan, batin, maupun tulisan.
Dan dapat dipahami bahwa penyebab terjadinya sengketa tanah wakaf dikarenakan
karena dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Di mana faktor internal lebih
merujuk kepada permasalahan antara kedua belah pihak, yaitu pihak yang berwakaf
(wakif) dengan pihak/lembaga yang menerima wakaf (nadzir/mauquf alaihi), adapun
faktor internal terjadi karena tidak setujunya salah satu keluarga yang tidak menginginkan
tanah tersebut diwakafkan. Sedangkan faktor eksternal lebih merujuk kepada masalah
yang universal, yaitu susahnya membuat akta wakaf dikarenakan belum memadainya
lembaga yang membuat akta wakaf tersebut, dan sulitnya terdaftar karena surat-surat
tanah yang tidak jelas bahkan tanah tersebut sering tidak memiliki surat-surat tanah.
Dalam penyelesaian sengketa tanah wakaf dapat ditempuh melalu dua jalur, yakni jalur
non-litigasi dan jalur litigasi. Jalur non-litigasi meliputi berbagai aspek diantaranya
perdamaian (alternatif penyelesaian) yang di mana pihak terkait menyerahkan, dan
menyudahi permasalahan untuk mencegah timbulnya permasalahan, dan mediasi yaitu
proses perundingan untuk memecahkan suatu masalah yang mempertemukan kedua belah
pihak dan memerlukan pihak ketiga sebagai penengah untuk bermusyawarah agar
mencapai mufakat. Jalur litigasi yaitu jalur yang dilakukan jika jalur non-litigasi tidak
berhasil, yakni penanganan sengketa tanah wakaf dengan melewati jalur pengadilan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Muhammad Rifqi. 2019. Penyelesaian sengketa wakaf melalui jalur litigasi dan non-
litigasi. Nomor 2 Vol9 Tahun 2019.

Fadhilah Nur. 2011. Sengketa Tanah Wakaf dan Strategi Penyelesaiannya. Nomor 1 Vol3 Tahun
2011.

Komariah Upi. 2014. Sengketa Wakaf di Pengadilan Agama. Nomor 2 Vol3 Tahun 2014.

Ariyanti Fisca. 2018. Penerapan Asas Pertanggungjawaban Wakaf Terhadap Tindakan Nadzir
Dalam Menentukan Lembaga Pengelola Wakaf Yang Tidak Sesuai Dengan Keinginan
Wakif. Tahun 2018.

Abdullah, Junaidi dan Nur Qodin. Penyelesaian Sengketa Wakaf Dalam Hukum Positif. Nomor 1
Vol1 Tahun 2014

Rahman, Muh. Fudhail. 2009. Wakaf dalam Islam. Nomor 1 Vol1 Tahun 2009

Arifin, Mohammad Syamsul. 2020. Peranan Badan Wakaf Indonesia dalam Penyelesaian
Sengketa Tanah Wakaf. Nomor 4 Vol1 Tahun 2020.

10

Anda mungkin juga menyukai