Di Susun Oleh :
Farokah Azizah
NPM. 2111110015
i
KATA PENGANTAR
Makalah yang kami susun, membahas tentang “Proses Pembuatan Sertifikat Wakaf”. Makalah
ini hadir untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Ziswaf yang diberikan oleh Ahmad
Muhlisin, M.H.I Banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.
Olehnya itu, kami ucapkan banyak terimakasih. Kami menyadari, bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, olehnya itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca sekalian.
Besar harapan kami, dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan sumbangsih
yang berarti demi kemajuan ilmu pengetahuan bangsa.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Farokah Azizah
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang........................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................... 5
C. Tujuan........................................................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................... 1
A. Pengertian Wakaf.......................................................................................................................... 1
1. Pengaturan wakaf yang telah di ikrarkan....................................................................................... 1
2. Tata cara dalam mengajukan pendaftaran harta wakaf.................................................................. 3
3. Strategi dalam mengelola aset harta wakaf.................................................................................... 6
4. Jenis harta benda wakaf yang dapat didaftarkan............................................................................ 8
BAB III PENUTUP............................................................................................................................. 10
A. Kesimpulan................................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................... 14
ii
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf merupakan salah satu sumber harta kekayaan bagi umat islam, di Indonesia
aset wakaf terbilang besar dan selalu meningkat setiap tahunnya, berdasarkan data dari
Direktorat Urusan Agama Islam, pada tahun 1999, jumlah tanah wakaf di seluruh
Indonesia tercatat 1.477.111.015 m2 yang terdiri dari 349.296 lokasi. Berdasarkan potensi
yang ada, pemerintah cukup serius dalam mengakomodir pengelolaan harta wakaf, hal
tersebut diwujudkan lewat peraturan perundang- undangan yang sangat progresif dalam
mengakomodir hukum fikih yaitu Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
(selanjutnya disingkat UU No. 41 Tahun 2004) dan Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006 tentang pelaksanaanya (selanjutnya disingkat PP No. 42 Tahun 2006),
dengan adanya peraturan tersebut umat islam tinggal menjalankan saja dan tidak perlu lagi
banyak berwacana, kalau dulu banyak orang berdiskusi dan berharap adanya lembaga
khusus yang menangani perwakafan di Indonesia, maka kini hadir sebuah lembaga atau
badan pengelola yang menangani tentang wakaf di Indonesia yaitu BWI atau Badan Wakaf
Indonesia (selanjutnya disingkat BWI) sebagai perwujudan terselenggarakannya wakaf
dengan baik di Indonesia, setelah lembaga tersebut muncul kini yang harus dilakukan
adalah bagaimana memaksimalkan dan mengoptimalkan lembaga independen amanat
undang-undang tersebut.1
Perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan
didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf. Hal ini
untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda
wakaf, Dalam Undang-Undang tersebut ditegaskan pula bahwa. Undang-Undang ini tidak
memisahkan antara wakaf-ahli yang pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf
terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf-khairi yang dimaksudkan untuk
kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.2
Pedoman ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Pembina Nadzir Wakaf dalam
membina dan memberikan petunjuk kepada nadzir wakaf dalam pendaftarannya sesuai
ketentuan yang berlaku. Wakaf dalam Al-Qur’an dan Sunnah tidak memiliki penjelasan
yang eksplisit. Ulama berpendapat bahwa wakaf merupakan bagian dari perintah untuk
melakukan kebaikan.3 Dasar hukum wakaf adalah firman Allah SWT dalam Q.S surat Ali
Imran ayat 92:
ْ ُُّونَ َو َما تُنفِق
يمٞ ِوا ِمن َش ۡي ٖء فَِإ َّن ٱهَّلل َ بِ ِهۦ َعل ْ ُوا ٱ ۡلبِ َّر َحتَّ ٰى تُنفِق
ۚ وا ِم َّما تُ ِحب ْ ُلَن تَنَال
Artinya:
1
Kurniawan, A. (2016). Problematika Pengelolaan Harta Benda Wakaf Di Kecamatan Pahandut Kota
Palangka Raya. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699
2
Nurdin, H. N. (n.d.). Tatacara Pencatatan Harta Benda Wakaf (Petunjuk Teknis bagi Nadzir Wakaf). 1–
14.
Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakan sebagian harta yang
kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang tentang hal itu sungguh Allah
maha mengetahui.4 (Q.S. Ali Imran (3) : 92).3
Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah
dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara
mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu memungkinkan
pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas
sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi Syaria.
Oleh karena itu Petunjuk Teknis Pendaftaran Harta Benda Wakaf yang disusun ini
berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977, Undang-Undang Nomor
41 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006, masing- masing Prosedur
pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak ke Kantor Urusan Agama Kecamatan selaku
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dan ke Badan Pertanahan Nasional; Prosedur
pendaftaran wakaf tunai dan prosedur pendaftaran wakaf benda bergerak selain uang.4
Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor : 41 tahun 2004 tentang : Wakaf,
diharapkan mampu untuk mengoptimalkan dan meningkatkan lembaga perwakafan serta
menyelesaikan problematika perwakafan yang masih terjadi. Tentunya ditambah dengan
adanya kerjasama dan bantuan pihak-pihak yang terkait dalam upaya pendayagunaan
wakaf dan penyelesaian sertifikasi tanah wakaf yang tertunda. Pada perkembangan zaman
saat ini yang semakin maju, dan kebutuhan ekonomi yang semakin mendesak, sehingga
saat ini banyak muncul sengketa wakaf, yakni gugatan atas barang yang diwakafkan oleh
ahli waris orang yang mewakafkan. Munculnya gugatan atas barang wakaf, tentu akan
mengganggu bagi pemanfataan barang wakaf tersebut. Munculnya sengketa wakaf ini
dikarenakan masih banyaknya perbuatan hukum wakaf yang dilakukan dengan asas saling
percaya, secara lisan, dan tidak didukung dengan adanya tertib administrasi. Adanya
gugatan sengketa wakaf ini, tidak hanya merugikan bagi nadzhir, pihak yang memperoleh
manfaat dari benda wakaf, maupun wakif sendiri. 5 Berdasarkan uraian tersebut, maka
penulis bermaksud membahas tentang proses pembuatan sertifikat wakaf.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3
Al-Qur’an [3]: 92
4
Nurdin, H. N. (n.d.). Tatacara Pencatatan Harta Benda Wakaf (Petunjuk Teknis bagi Nadzir Wakaf). 1–
14.
Syafiq, A. (2016). Urgensi Pencatatan Wakaf Di Indonesia Setelah Berlakunya Uu No. 41 Tahun 2014
5
A. Pengertian Wakaf
Pembatalan akta ikrar wakaf terhadap objek tanah wakaf yang telah dijual oleh ahli
waris wakif” Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa dalam
melaksanakan perbuatan wakaf seorang wakif harus menuangkannya didalam akta
ikrar wakaf, akta ikrar wakaf tersebut harus dibuat di hadapan pejabat pembuat akta
ikrar wakaf (kepala KUA setempat) dan harus memenuhi persyaratan-persyaratan dari
akta ikrar wakaf tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 21-22 undang-undang no 41
tahun 2004 tentang wakaf yang berbunyi;
6
Putra, T. W., & Ali, M. Z. (2021). Analisis {Pengelolaan} dan {Pemanfaatan} {Aset} {Wakaf} di
{Kelurahan} {Mappala}, {Kecamatan} {Rappocini}, {Kota} {Makassar}. Management of Zakat and Waqf Journal
(MAZAWA), 3(1), 63–76. http://jurnalfebi.uinsby.ac.id/index.php/MAZAWA/article/view/600
7
Nurdin, H. N. (n.d.). Tatacara Pencatatan Harta Benda Wakaf (Petunjuk Teknis bagi Nadzir Wakaf). 1–
14.
8
Yunus, A. R., Pradana, M. R., & Putra, T. W. (2021). Manajemen Pengelolaan Tanah Wakaf melalui
Sosialisasi Nazhir di Kelurahan Mangasa Kota Makassar. Study of Scientific and …, 2(2), 81–90.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/ssbm/article/view/22034
4
Pasal 21
Bagian Kedelapan
peruntukan Harga Benda Wakaf
Pasal 22
10
Yunus, M. (2003). Ketentuan Umum Tentang Perwakafan. 18–49.
6
wakaf tersebut diucapkan dengan jelas, tegas dan dituangkan dalam bentuk
tertulis (bentuk W.1). Sedangkan bagi yang tidak bisa mengucapkan (misalnya
bisu) maka dapat menyatakan kehendaknya dengan suatu isyarat dan
kemudian mengisi blanko
W.1. Apabila wakif itu sendiri tidak dapat menghadap Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW), maka wakif dapat membuat ikrar secara tertulis
dengan persetujuan dari Kandepag yang mewilayahi tanah wakaf dan
kemudian surat atau naskah tersebut dibacakan dihadapan nadzir setelah
mendapat persetujuan dari Kandepag. Selanjutnya penandatanganan Ikrar
Wakaf (bentuk W.1).
e. PPAIW membuat Akta Ikrar Wakaf (bentuk W.2) rangkap tiga dengan
dibubuhi materi menurut ketentuan yang berlaku dan selanjutnya dibuatkan
Salinan Akta Ikrar Wakaf (W.2.a) rangkap 4 (empat). selambat-lambatnya satu
bulan setelah dibuat Akta Ikrar Wakaf dikirim tiap-tiap lembar ke BPN dan
lainnya,dengan pengaturan pendistribusiannya sebagai berikut:
1) Akta Ikrar Wakaf
a) Lembar pertama disimpan PPAIW
b) Lembar kedua sebagai lampiran surat permohonan pendaftaran tanah
wakaf ke Kantor Pertanahan Kab/Kota (W.7)
c) Lembar ketiga untuk Pengadilan Agama setempat
2) Salinan Akta Ikrar Wakaf :
a) Lembar pertama untuk wakif
b) Lembar kedua untuk nadzir
c) lembar ketiga untuk Kandep. Agama Kabupatan/Kota
d) lembar keempat untuk Kepala Desa/ Lurah setempat.
f. Setelah pembuatan Akta, PPAIW mencatat dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf
(bentuk W.4) dan menyimpannya bersama aktanya dengan baik.
7
mengesahkan susunan nadzir.
d. Jika wakif masih hidup dapat dilakukan ikrar kembali wakaf tersebut
dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan atau
mengucapkan kehendak wakaf itu kepada nadzir yang telah disahkan. Ikrar
wakaf tersebut diucapkan dengan jelas, tegas dan dituangkan dalam bentuk
tertulis (bentuk W.1). Sedangkan bagi yang tidak bisa mengucapkan (misalnya
bisu) maka dapat menyatakan kehendaknya dengan suatu isyarat dan
kemudian mengisi blanko W.1. Apabila wakif itu sendiri tidak dapat
menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), maka wakif dapat
membuat ikrar secara tertulis dengan persetujuan dari Kandepag yang
mewilayahi tanah wakaf dan kemudian surat atau naskah tersebut dibacakan
dihadapan nadzir setelah mendapat persetujuan dari Kandepag. Selanjutnya
penandatanganan Ikrar Wakaf (bentuk W.1). Selanjutnya dibuatkan Akta Ikrar
Wakaf (W2) dan Salinan Akta Ikrar Wakaf (W2a) sesuai prosedur wakaf baru.
e. Dalam hal pendaftaran wakaf yang wakif sudah tiada, maka selanjutnya
PPAIW membuat Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (bentuk W.3) rangkap
tiga dengan dibubuhi materi menurut ketentuan yang berlaku dan selanjutnya
dibuatkan Salinan Akta pengganti Akta Ikrar Wakaf (W.3.a) rangkap 4
(empat). selambat-lambatnya satu bulan setelah dibuat Akta Ikrar Wakaf
dikirim tiap-tiap lembar ke BPN dan lainnya, dengan pengaturan
pendistribusiannya sebagai berikut:
1) Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (W3)
a) Lembar pertama disimpan PPAIW
b) Lembar kedua sebagai lampiran surat permohonan pendaftaran tanah
wakaf ke Kantor Pertanahan Kab/Kota (W.7)
c) Lembar ketiga untuk Pengadilan Agama setempat
2) Salinan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (W3a):
a) Lembar pertama untuk wakif
b) Lembar kedua untuk nadzir
c) Lembar ketiga untuk Kandep. Agama Kabupatan/Kota
d) Lembar keempat untuk Kepala Desa/ Lurah setempat.
f. Setelah pembuatan Akta, PPAIW mencatat dalam Daftar Akta Pengganti Akta
Ikrar Wakaf ( W.4a) dan menyimpannya bersama aktanya dengan baik.
Salah satu yang berperan penting dalam mengelola wakaf yakni seorang nazhir.
Kedudukan seorang nazhir merupakan pihak yang menerima dan mengelola harta
benda wakaf dari wakif untuk dikembangkan serta dikelola sesuai dengan
peruntukannya. Seorang nazhir juga bertanggung jawab untuk menjaga,
mengembangkan dan memelihara wakaf agar wakaf berjalan dengan baik
sebagaimana dengan fungsinya yang diharapkan dan sesuai dengan syariat Islam.
Pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf secara produktif dilakukan antara
lain dengan cara investasi, produksi, penanaman modal, kemitraan, perdagangan,
perindustrian, pembangunan gedung, apartemen, pertokoan serta pendidikan dan lain
sebagainya. Disinilah fungsi seorang nazhir diberikan kepercayaan untuk mengelola
dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukannya.12
Dalam pengelolaan wakaf, peran terpenting terletak pada eksistensi nazhir.
Karena jika wakaf dikelola dengan professional, maka wakaf akan menjadi institusi
keislaman yang potensial. Selain itu manajemen wakaf harus menampilkan performa
terbaik agar dapat lebih memainkan peranan sosial ekonominya. Kemajuan atau
kemunduran wakaf sangat ditentukan oleh pengelolaan wakaf yang professional.
Bahkan menurut Muhammad Aanas Zarqa’ guru besar Universitas King Abdul Aziz,
nazhir harus mengelola proyek-proyek wakaf pada sektor pembiayaan yang
menguntungkan dan harus melihat investasi yang dapat memberikan keuntungan yang
tinggi serta berada dalam bentuk investasi yang diizinkan syariat Islam. Jika dilihat
dari tipe-tipe nazhir, maka tipe nazhir yang berada di Indonesia yakni pengelolaan
wakaf secara tradisional. Artinya, dana wakaf digunakan oleh para nazhir hanya
semata-mata untuk membangun masjid, mushalah, kuburan dan madrasah. Padahal
11
Nurdin, H. N. (n.d.). Tatacara Pencatatan Harta Benda Wakaf (Petunjuk Teknis bagi Nadzir Wakaf). 1–
14.
12
Syarifuddin, S., Mursidah, R., & ... (2020). Revitalisasi Pengelolaan ZISWAF untuk Pembangunan
Sosial Ekonomi; Studi Fungsi Intermediasi Masjid melalui BASDAM. Jurnal …, 7(2), 164–180.
https://doi.org/10.31942/iq
9
berdasarkan data BWI luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 4.359.443.170 m2
yang tersebar di Indonesia. Diantara jumlah tersebut tanah wakaf yang sudah
bersertifikat adalah 287.160 lokasi dan yang belum bersertifikat sekitar 148.447.
Meskipun lebih banyak yang bersertifikat, akan tetapi ternyata pengelolaannya masih
dilakukan secara tradisional.
Sebagai salah satu instrument fiskal Islam yang telah ada semenjak awal
kedatangan Islam. Fakta sejarah memperlihatkan bahwa wakaf telah menunjukkan
berbagai peran penting dalam mengembangkan berbagai kegiatan sosial, ekonomi,
pendidikan dan kebudayaan. Wakaf harus mampu berperan efektif dalam membangun
umat, agar mampu mengurangi ketergantungan pendanaan dari pemerintah. Wakaf
terbukti mampu menjadi instrument jaminan sosial dalam pemberdayaan masyarakat.
Jumlah umat Islam yang terbesar di dunia terutama yang ada di Indonesia merupaka
aset terbesar untuk penghimpunan dan pengembangan wakaf uang. Jika wakaf uang
dapat diimplementasikan maka akan terdapat dana potensial yang dapat dipergunakan
bagi kemaslahatan ummat.13
Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf
ada 4, yaitu:
1. Wakif (pemberi wakaf). Seorang wakif disyaratkan orang yang mampu untuk
melakukan tranksaksi, diantaranya usia baligh, berakal dan tidak dalam keadaan
terpaksa.
2. Mauquf (yang diwakafkan). Harta yang diwakafkan merupakan barang yang
jelas wujudnya, milik orang yang mewakafkan, serta memanfaatnya yang
bertahan lama untuk digunakan. Oleh karena itu, tidak dibenarkan wakaf yang
wujudnya manfaat, karena bentuk wakaf sendiri tersebut menjadi milik yang
mengambilnya. Melainkan harta wakaf dapat pula berupa uang modal, misalnya
saham pada perusahaan dan berupa apa saja.
3. Mauquf ‘alaihi (yang diberi wakaf). Mauquf ‘alaihi bisa jadi dimaksudkan
kepada satu orang atau lebih dalam jumlah yang ditetapkan. Yang jelas
memiliki kemampuan untuk memiliki pada saat terjadinya prosesi wakaf. Maka
dari itu tidak dibolehkan untuk memberikan wakaf kepada orang yang tidak
jelas sosoknya.
4. Sighat wakaf (pernyataan pemberian wakaf dan penerimanya). Syaratsyaratnya
yakni wakaf disighatkan, baik lisan, tulisan maupun dengan isyarat. Wakaf
dipandang telah terjadi apabila ada pernyataan ijab dan Kabul dari mauquf
‘alaihi tidaklah diperlukan. Isyarat hanya diperlukan bagi wakif yang tidak
mampu dengan cara lisan atau tulisan.Nazhir berarti penjaga, manajer,
administrator, kepala atau direktur. Nazhira dalah orang yang berhak untuk
bertindak terhadap harta wakaf, baik untuk memelihara, mengerjakan berbagai
hal yang memungkinkan harta itu tumbuh dengan baik maupun
mendistribusikan hasilnya kepada orang yang berhak menerimanya.
Pengelolaan dan pengembangan nazhir menjadi bagian yang sangat penting
13
Ainun; Putra Wardy Trisno, & Musfira. (2021). Pengembangan Potensi Wakaf Uang Di Dusun. 9(2),
157–163
10
untukmengelola wakaf dengan baik. Seberapa baik SDM dikelola akan
menentukan kesuksesan pengelolaan wakaf. Sebaliknya, jika SDM tidak
dikelola dengan baik, efektivitas pengelolaan wakaf tidak akan tercapai. Oleh
karena itu pertanggungjawaban terhadap pengelolaan wakaf dan pemberdayaan
wakaf menjadi penting dalam mengelola wakaf. Nazhir harus memiliki sikap
tanggung jawab moral, sehingga dikemudian hari akan tidak akan terjadi
kesewenangan, penyimpangan atau ketidakmampuan manajemen dalam
pengelolaan wakaf.14
14
Putra, T. W., & Ali, M. Z. (2021). Analisis {Pengelolaan} dan {Pemanfaatan} {Aset} {Wakaf} di
{Kelurahan} {Mappala}, {Kecamatan} {Rappocini}, {Kota} {Makassar}. Management of Zakat and Waqf Journal
(MAZAWA), 3(1), 63–76. http://jurnalfebi.uinsby.ac.id/index.php/MAZAWA/article/view/600
15
Nurdin, H. N. (n.d.). Tatacara Pencatatan Harta Benda Wakaf (Petunjuk Teknis bagi Nadzir Wakaf). 1–
14.
11
Harta benda wakaf yang tidak bergerak
1. Hak atas tanah didasarkan pada ketentuan Peraturan Perundang undangan
baik yang telah atau yang belum terdaftar;
2. Bagian bangunan yang berdiri diatas tanah ataupun yang belum dibangun
telah diatur sebagaimana dimaksud pada point 1;
3. Tanaman ataupun benda lain yang berkaitan dengan tanah;
4. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketetapan dalam
Peraturan Perundang-undangan; dan
5. Benda tidak bergerak lain yang sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan
Peraturan Perundang-undangan.16
16
Rahmania, N., Jannah, W., & Sofyan, A. S. (2020). Model Pengelolaan Aset Wakaf Berbasis
Profesionalisme Nadzir di Kecamatan Mamajang Kota Makassar. Management of Zakat and Waqf Journal
(MAZAWA), 2(1), 78–100. https://doi.org/10.15642/mzw.2020.2.1.78- 100
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Saat ini masih banyak tanah- tanah atu barang-barang wakaf yang perbuatan hukum
wakafnya belum dicatatkan karena pengaruh paradigm lama di masyarakat. Dengan
berlakunya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, maka pencatatan perbuatan huum wakaf
adalah wajib, sehingga apabila saat ini masih ada tanah atau barang-barang wakaf yang ikrar
wakafnya belum dicatatkan, haruslah segera dicatatkan. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan hukum, dan kepastian hukum bagi wakif, nadzir dan harta yang
diwakafkan, serta menghindari munculnya sengketa wakaf di kemudian hari.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ainun; Putra Wardy Trisno, & Musfira. (2021). Pengembangan Potensi Wakaf Uang Di
Dusun. 9(2), 157–163.
Kurniawan, A. (2016). Problematika Pengelolaan Harta Benda Wakaf Di Kecamatan
Pahandut Kota Palangka Raya. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.
Lucyani, D. fryda. (2009). Analisis Putusan Pengadilan Agama Serang No.
0960/Pdt.G/2017/srg. Journal Information, 10(3), 1–16.
Nurdin, H. N. (n.d.). Tatacara Pencatatan Harta Benda Wakaf (Petunjuk Teknis bagi Nadzir
Wakaf). 1–14.
Putra, T. W. (2021). Penerapan pengelolaan tanah wakaf di kelurahan tamarunang
kecamatan somba opu kota makassar. 7.
Putra, T. W., & Ali, M. Z. (2021). Analisis {Pengelolaan} dan {Pemanfaatan} {Aset}
{Wakaf} di {Kelurahan} {Mappala}, {Kecamatan} {Rappocini}, {Kota} {Makassar}.
Management of Zakat and Waqf Journal (MAZAWA), 3(1), 63–76.
http://jurnalfebi.uinsby.ac.id/index.php/MAZAWA/article/view/600
Rahmania, N., Jannah, W., & Sofyan, A. S. (2020). Model Pengelolaan Aset Wakaf Berbasis
Profesionalisme Nadzir di Kecamatan Mamajang Kota Makassar. Management of Zakat
and Waqf Journal (MAZAWA), 2(1), 78–100. https://doi.org/10.15642/mzw.2020.2.1.78-
100
Syafiq, A. (2016). Urgensi Pencatatan Wakaf Di Indonesia Setelah Berlakunya Uu No. 41
Tahun 2014 Tentang Wakaf. ZISWAF : Jurnal Zakat Dan Wakaf, 2(1), 176–187.
Syarifuddin, S., Mursidah, R., & ... (2020). Revitalisasi Pengelolaan ZISWAF untuk
Pembangunan Sosial Ekonomi; Studi Fungsi Intermediasi Masjid melalui BASDAM.
Jurnal …, 7(2), 164–180. https://doi.org/10.31942/iq
Yunus, A. R., Pradana, M. R., & Putra, T. W. (2021). Manajemen Pengelolaan Tanah Wakaf
melalui Sosialisasi Nazhir di Kelurahan Mangasa Kota Makassar. Study of Scientific and
…, 2(2), 81–90. http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/ssbm/article/view/22034
Yunus, M. (2003). Ketentuan Umum Tentang Perwakafan. 18–49.
14